Anda di halaman 1dari 20

KOMPREHENSIF I

EMFISEMA PARU

LAPORAN PENDAHULUAN

oleh.
Kurnia Juliarthi
NIM 132310101012

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


UNIVERSITAS JEMBER
JEMBER
2015

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................i
LAPORAN PENDAHULUAN...........................................................1
A. Definisi Penyakit................................................................1
B. Epidemiologi.....................................................................2
C. Etiologi.............................................................................2
D. Tanda dan Gejala...............................................................3
E. Patofisiologi......................................................................4
F. Komplikasi........................................................................5
G. Pemeriksaan Penunjang.....................................................6
H. Clinical Pathway.................................................................7
I.

Penatalaksanaan Medis......................................................7

J.

Penatalaksanaan Keperawatan...........................................9
1. Pengkajian......................................................................9
2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)...........12
3. Perencanaan /Nursing Care Plan dan Evaluasi.................14
4. Discharge Planning........................................................17

K. Daftar Referensi..............................................................18

LAPORAN PENDAHULUAN
A. Definisi Penyakit
Emfisema paru adalah kondisi dimana kantung udara di paru-paru bertahap
hancur, membuat nafas lebih pendek. Emfisema adalah salah satu penyakit
yang secara kolektif dikenal sebagai penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
Merokok adalah penyebab utama emfisema.
Emfisema membuat kantung udara yang terdiri dari alveolus menjadi
berlubang di dindingnya. Hal ini bisa menyebabkan penyempitan permukaan
paru-paru dan mengurangi jumlah oksigen dalam darah.
Emfisema juga perlahan-lahan menghancurkan serat-serat elastis yang
membuka saluran udara kecil yang mengarah ke kantung udara. Hal ini
memungkinkan saluran udara tersebut runtuh pada saat ekspirasi, sehingga
udara dalam paru-paru tidak dapat keluar.
Emfisema paru dibagi menjadi tiga tipe, yaitu :
a. Emfisema sentriolobular
Merupakan tipe yang sering muncul dan memperlihatkan kerusakn
bronkhiolus, biasanya pada daerah paru-paru atas. Inflamasi merambah sampah
bronkhiolus tetapi biasanya kantung alveolus tetap bersisa.
b. Emfisema panlobular (Panacinar)
Merupakan tipe yang merusak ruan udara pada seluruh asinus dan umumnya
juga merusak paru-paru bagian bawah. Tipe ini sering disebut centriacinar
emfisema, sering kali timbul pada perokok. Panacinar timbul pada orang tua
dan pasien dengan defisiensi enzim alpha-antitripsin.
c. Emfisema paraseptal
Merupakan tipe yang merusak alveoli lobus bagian bawah yang mengakibatkan
isolasi blebs (udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal
emfisema dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.

B. Epidemiologi
Di Amerika Serikat kurang lebih 2 juta orang menderita emfisema.
Emfisema menduduki peringkat ke-9 diantara penyakit kronis yang dapat
menimbulkan gangguan aktifitas. Kejadian emfisema hamper terjadi pada 65 %
laki-laki dan 15 % wanita. Nawas dkk melakukan penelitian di poliklinik paru
RS Persahabatan Jakarta dan mendapatkan prevalensi PPOK sebanyak 26 %,
kedua terbanyak setelah tuberkulosis paru (65 %), namun di Indonesia belum
ada data mengenai emfisema paru.
C. Etiologi
Emfisema disebabkan karena hilangnya elastisitas alveolus. Alveolus adalah
gelembung-gelembung yang terdapat dalam paru-paru. Pada penderita
emfisema, volume paru-paru lebih besar dibandingkan dengan orang yang
sehat karena karbondioksida yang seharusnya dikeluarkan dari paru-paru
terperangkap didalamnya. Asap rokok dan kekurangan enzim alfa-1-antitripsin
adalah penyebab kehilangan elastisitas pada paru-paru ini. Selain itu emfisema
juga disebabkan oleh:
a. Faktor Genetik
Faktor genetik mempunyai peran pada penyakit emfisema. Faktor genetik
diataranya adalah atopi yang ditandai dengan adanya eosinifilia atau
peningkatan kadar imonoglobulin E (IgE) serum, adanya hiper responsive
bronkus, riwayat penyakit obstruksi paru pada keluarga, dan defisiensi protein
alfa 1 anti tripsin.
b. Hipotesis Elastase-Anti Elastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan anti
elastase supaya tidak terjadi kerusakan jaringan.Perubahan keseimbangan
menimbulkan jaringan elastik paru rusak. Arsitektur paru akan berubah dan
timbul emfisema.
c. Rokok
Rokok adalah penyebab utama timbulnya emfisema paru. Rokok secara
patologis dapat menyebabkan gangguan pergerakan silia pada jalan nafas,
menghambat fungsi makrofag alveolar, menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia
kelenjar mukus bronkus dan metaplasia epitel skuamus saluran pernapasan.
d. Infeksi

Infeksi saluran nafas akan menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga
gejalanya lebih berat. Penyakit infeksi saluran nafas seperti pneumonia,
bronkiolitis akut dan asma bronkiale, dapat mengarah pada obstruksi jalan
nafas, yang pada akhirnya dapat menyebabkan terjadinya emfisema. Infeksi
pernapasan bagian atas pasien bronkitis kronik selalu menyebabkan infeksi
paru bagian dalam, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Bakteri
yang di isolasi paling banyak adalah haemophilus influenzae dan streptococcus
pneumoniae.
e. Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya tetapi
bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
f. Faktor Sosial Ekonomi
Emfisema lebih banyak didapat pada golongan sosial ekonomi rendah,
mungkin kerena perbedaan pola merokok, selain itu mungkin disebabkan
faktor lingkungan dan ekonomi yang lebih jelek.
g. Pengaruh usia
D. Tanda dan Gejala
Adapun gejala dari penyakit emfisema paru-paru diantaranya adalah:
1) Pada awal gejalanya serupa dengan bronkhitis kronis
2) Napas terengah-engah disertai dengan suara seperti peluit
3) Dada berbentuk seperti tong, otot leher tampak menonjol, penderita sampai
membungkuk
4) Sianosis/bibir tampak kebiruan
5) Berat badan menurun akibat nafsu makan menurun
6) Batuk menahun
7) Dispnea
8) Takipnea
9) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
10) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
11) Auskultasi bunyi napas : crachles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
12) Hipoksemia
13) Hiperkapnia
14) Anoreksia

15) Kelemahan
E. Patofisiologi
Pada emfisema beberapa faktor penyebab obstruksi jalan napas yaitu :
inflamasi dan pembengkakan bronki; produksi lendir yang berlebihan;
kehilangan rekoil elastik jalan napas; dan kolaps bronkiolus serta redistribusi
udara ke alveoli yang berfungsi. Karena dinding alveoli mengalami kerusakan,
area permukaan alveolar yang kontak langsung dengan kapiler paru secara
kontinu berkurang, menyebabkan peningkatan ruang rugi (area paru dimana
tidak ada pertukaran gas yang dapat terjadi) dan mengakibatkan kerusakan
difusi oksigen. Kerusakan difusi oksigen mengakibatkan hipoksemia. Pada
tahap akhir penyakit, eliminasi karbondioksida mengalami kerusakan,
mengakibatkan peningkatan tekanan karbondioksida dalam darah arteri
(hiperkapnia) dan menyebabkan asidosis respiratorius. Karena dinding alveolar
terus mengalami kerusakan, jaring kapiler pulmonal berkurang. Aliran darah
pulmonal meningkat dan ventrikel kanan dipaksa untuk mempertahankan
tekanan darah yang tinggi dalam arteri pulmonal. Dengan demikian, gagal
jantung sebelah kanan (kor pulmonal) adalah salah satu komplikasai emfisema.
Terdapatnya kongesti, edema tungkai, distensi vena leher atau nyeri pada
region hepar menandakan terjadinya gagal jantung.
Sekresi meningkat dan tertahan menyebabkan individu tidak mampu untuk
membangkitkan batuk yang kuat untuk mengeluarkan sekresi. Infeksi akut dan
kronis dengan demikian menetap dalam paru yang mengalami emfisema
memperberat masalah. Individu dengan emfisema mengalami obstruksi kronik
ke aliran masuk dan aliran keluar udara dari paru. Paru-paru dalam keadaan
heperekspansi kronik. Untuk mengalirkan udara kedalam dan keluar paru-paru,
dibutuhkan tekanan negatif selama inspirasi dan tekanan positif dalam tingkat
yang adekuat harus dicapai dan dipertahankan selama ekspirasi.
Daripada menjalani aksi pasif involunter, ekspirasi menjadi aktif dan
membutuhkan upaya otot. Sesak napas pasien terus meningkat, dada menjadi
kaku,dan iga terfiksaksi pada persendiannya. Dada seperti tong (barrel chest)

ini terjadi akibat kehilangan elastisitas paru karena adanya kecenderungan yang
berkelanjutan pada dinding dada untuk mengembang.
F. Komplikasi
1)
2)
3)
4)
5)
6)

Komplikasi yang sering terjadi pada penyakit emfisema yaitu:


Gagal jantung kanan
Cor Pulmonal
Pneumonia
Atelaktasis
Pneumothoraks
Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernapasan
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur
dan gejala klinis pada waktu berobat. Penderita dengan penyakit yang lebih
banyak emfisema paru, akan lebih baik daripada penderita yang penyakitnya
lebih banyak bronkitis kronik. Penderita dengan sesak nafas ringan (<50
tahun), 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan. Tetapi bila penderita
datang dengan sesak sedang, maka 5 tahun kemudian 42% penderita akan
sesak lebih berat dan meninggal.

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksan radiologis
Pemeriksaan foto dada sangat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
menyingkirkan penyakit-penyakit lain. Foto dada pada emfisema paru
terdapat dua bentuk kelainan, yaitu:
a. Gambaran defisiensi arteri
b. Overinflasi, terlihat diafragma yang rendah dan datar,kadang-kadang
terlihat konkaf. Oligoemia, penyempitan pembuluh darah pulmonal dan
penambahan corakan kedistal.
c. Corakan paru yang bertambah, sering terdapat pada kor pulmonal,
emfisema sentrilobular dan blue bloaters. Overinflasi tidak begitu hebat.
2. Pemeriksaan fungsi paru
Pada emfisema paru kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.
3. Analisis Gas Darah Ventilasi, yang hampir adekuat masih sering dapat
dipertahankan oleh pasien emvisema paru. Sehingga PaCO2 rendah atau
normal. Saturasi hemoglobin pasien hampir mencukupi.
4. Pemeriksaan EKG, Kelainan EKG yang paling dini adalah rotasi clock wise
jantung. Bila sudah terdapat kor pulmonal terdapat defiasi aksis ke kanan
dan P-pulmonal pada hantaran II, III, dan aVF.Voltase QRS rendah.Di V1
rasio R/S lebih dari 1 dan di V6 rasio R/S kurang dari 1.
a. Sinar x dada: dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru; mendatarnya
diafragma; peningkatan area udara retrosternal; penurunan tanda
vaskularisasi/bula

(emfisema);

peningkatan

tanda

bronkovaskuler

(bronkitis), hasil normal selama periode remisi (asma).


b. Tes fungsi paru: dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi,
misalnya bronkodilator.
c. Kapasitas inspirasi: menurun pada emfisema.
d. Volume residu: meningkat pada emfisema, bronkitis kronis, dan asma.
e. Bronkogram: dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi,
kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema); pembesaran duktus
mukosa yang terlihat pada bronchitis.
f. Kimia darah: Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.

g. Sputum: kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi


patogen; pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan
alergi.
h. EKG: deviasi aksis kanan, peninggian gelombang P (asma berat); disritmia
atrial (bronkitis), peninggian gelombang P pada lead II, III, AVF
(bronkitis, emfisema); aksis vertikal QRS (emfisema).
i. EKG latihan, tes stres: membantu dalam mengkaji derajat disfungsi paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi
program latihan.
H. Clinical Pathway
Terlampir
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan utama pengobatan adalah untuk memperbaiki kualitas hidup, untuk
memperlambat kemajuan proses penyakit, dan untuk mengatasi obstruksi jalan
nafas untuk menghilangkan hipoksia.
1. Bronkodilator
Digunakan untuk mendilatasi jaln nafas karena preparat ini melawan baik
edema mukosa maupun spasme muskular dan membantu baik dalam mengurangi
obstruksi jalan nafas maupun dalam memperbaiki pertukaran gas.medikasi ini
mencakup agonis betha-adrenergik (metaproterenol, isoproterenol dan metilxantin
(teofilin, aminofilin), yang menghasilkan dilatasi bronkial melaui mekanisme yang
berbeda.Bronkodilator mungkin diresepkan per oral, subkutan, intravena, per
rektal atau inhalasi.Medikasi inhalasi dapat diberikan melalui aerosol bertekanan,
nebuliser balon-genggam, nebuliser dorongan-pompa, inhaler dosis terukur, atau
IPPB.

a.

Golongan teofilin
Biasanya di beriakan denagn dosis 10-15mg/kgBB per oral dengan
memperhatikan kadar teofilin dalam darah .konsentrasi dalam darah yang
baik antara 10 15 mg/L .

b. Golongan agonis B2

Biasanya di berikan secara aerosol /nebuliser .efek samping utama adalah


tremor , tetapi menghilang dengan pemberian agak lama
2. Terapi aerosol
Aerosolisasi (proses membagi partikel menjadi serbuk yang sangat halus) dari
bronkodilator salin dan mukolitik sering kali digunakan untuk membantu dalam
bronkodilatasi.Ukuran partikel dalam kabut aerosol harus cukup kecil untuk
memungkinkan medikasi dideposisikan dalam-dalam di dalam percabangan
trakeobronkial.Aerosol

yang

dinebuliser

menhilangkan

bronkospasme,

menurunkan edema mukosa, dan mengencerkan sekresi bronkial. Hal ini


memudahkan proses pembersihan bronkiolus, membantu mengendalikan proses
inflamasi, dan memperbaiki fungsi ventilasi.
3. Pengobatan Infeksi
Pasien dengan emfisema sangat rentan terhadap infeksi paru dan harus diobati
pada saat awal timbulnya tanda-tanda infeksi. S. Pneumonia, H. Influenzae, dan
Branhamella catarrhalis adalah organisme yang paling umum pada infeksi
tersebut.

Terapi

antimikroba

atautrimetroprim-sulfametoxazol

dengan

tetrasiklin,

(bactrim)

ampisilin,

biasanya

amoksisilin,

diresepkan.Regimen

antimikroba digunakan pada tanda pertama infeksi pernafasan, seperti dibuktikan


dengan sputum purulen, batuk meningkat, dan demam
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid menjadi kontroversial dalam

pengobatan

emfisema.

Kortikosteroid digunakan setelah tindakan lain untuk melebarkan bronkiolus dan


membuang sekresi. Prednison biasa diresepkan.Dosis disesuaikan untuk menjaga
pasien pada dosis yang terendah mungkin.Efek samping termasuk gangguan
gastrointestinal dan peningkatan nafsu

makan.Jangka panjang, mungkin

mengalami ulkus peptikum, osteoporosis, supresi adrenal, miopati steroid, dan


pembentukan katarak.
5. Oksigenasi
Terapi oksigen dapat meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan
emfisema berat.Hipoksemia berat diatasi dengan konsentrasi oksigen rendah untuk
meningkatkan PaO2 hingga antara 65 85 mmHg.Pada emfisema berat oksigen
diberikan sedikitnya 16 jam per hari, dengan 24 jam per hari lebih baik.

J. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Pengkajian
1. Anamnesa
a. Data Demografi
Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan,
agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber informasi).
b. Keluhan Utama: pasien dengan emfisema biasanya mengeluh dispnea
dan mempunyai serangan (onset) yang membahayakan.
c. Riwayat Penyakit Sekarang: Klien biasanya dibawa ke rumah sakit
setelah mengeluh sesak napas, batuk, dan nyeri di daerah dada sebelah
kanan pada saat bernafas. Banyak sekret keluar ketika batuk, berwarna
kuning kental.
d. Riwayat Penyakit Dahulu: Klien pernah menderita penyakit PPOM
sebelumnya.
e. Riwayat Penyakit Keluarga: ada faktor herediter yang mempengaruhi
terjadinya emfisema yaitu defisiensi alfa 1-antitripsin.
2. Pemeriksaan Fisik Fokus
a. Inspeksi
Pada klien dengan emfisema terlihat adanya peningkatan usaha dan
frekuensi pernafasan serta penggunaan otot bantu nafas. Pada
inspeksi, klien biasanya tampak mempunyai bentuk dada barrel chest
(akibat udara yang terperangkap), penipisan massa otot, dan
pernafasan dengan bibir dirapatkan. Pernafasan abnormal tidak efektif
dan penggunaan otot - otot bantu nafas (sternokleidomastoideus).
Pada tahap lanjut, dipsnea terjadi pada saat aktivitas kehidupan sehari
hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk produktif dengan
sputum purulen disertai demam mengindikasikan adanya tanda
pertama infeksi pernafasan.
b. Palpasi
Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.
c. Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diafragma menurun.
d. Auskultasi

10

Sering didapatkan adanya bunyi napas ronkhi dan wheezing sesuai


tingkat beratnya obstruktif pada bronkhiolus. Pada pengkajian lain,
didapatkan kadar oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbon
dioksida yang tinggi (hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit.
Pada wakyunya, bahkan gerakan ringan sekali pun seperti
membungkuk untuk mengikat tali sepatu, mengakibatkan dipsnea dan
keletihan (dipsnea eksersional). Paru yang mengalami emfisematosa
tidak berkontraksi saat ekspirasi dan bronkhiolus tidak dikosongkan
secara efektif dari sekresi yang dihasilkannya. Klien rentan terhadap
reaksi inflamasi dan infeksi akibat pengumpulan sekresi ini. Setelah
infeksi terjadi, klien mengalami mengi yang berkepanjangan saat
ekspirasi. Anoreksia, penurunan berat badan, dan kelemahan
merupakan hal yang umum terjadi. Vena jugularis mungkin
mengalami distensi selama ekspirasi.
3. Observasi Pemeriksaan Fisik
a. Pengkajian 11 Pola fungsional Gordon
1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Bagaimana pendapat pasien tentang penyakit yang diderita.
2. Pola Nutrisi/Metabolisme
Bagaimana diet yang dilakukan oleh pasien. Apa saja yang
dikonsumsi pasien setiap harinya.
3. Pola Eliminasi
Bagaimana pengeluaran urine dan feses pasien setiap harinya
4. Pola Aktivitas
Bagaimana pasien melakukan pekerjaan. Sebelum sesak kegiatan
apa saja yang dilakukan pasien setiap harinya.
5. Pola Istirahat Tidur
Apakah tidur pasien setiap harinya cukup. Apakah sesak nafas yang
diderita pasien mengganggu pola tidurnya.
6. Pola Kognitif-Persepsi
Apakah pasien mengalami gangguan dengan fungsi indra.
7. Pola Peran Hubungan
Bagaimana pola dan peran pasien dalam keluarga dan masyarakat
disekitarnya. Apakah sesak nafas yang dideritanya mengganggu
pola dan peran tersebut.
8. Pola Seksualitas/Reproduksi

11

Bagaimana respon seksualitas pasien.


9. Pola Koping Toleransi Stress
Apakah pasien menkonsumsi obat untuk menghilangkan stres.
Bagaimana keadaan emosi pasien sehari-hari.
10. Pola Keyakinan Nilai
Apa dan bagaimana keyakinan pasien.
11. Pola Konsep diri
Bagaimana pasien menilai dirinya sendiri.
b. Pengkajian Review of System
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : barrel chest
b. Pola nafas : tidak teratur
c. Suara napas : mengi
d. Batuk : ya, ada sekret
e. Retraksi otot bantu napas : ada
f. Alat bantu pernapasan : O2 masker 6 lpm
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular; S1,S2 tunggal.
b. Nyeri dada : ada, skala 6
c. Akral : lembab
d. Tekanan darah: 130/80 mmHg (hipertensi)
e. Saturasi Hb O2 : hipoksia
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Keluhan pusing (-)
b. Gangguan tidur (-)
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : normal
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : anoreksi disertai mual
b. BB : menurun

12

c. Porsi makan : tidak habis, 3 kali sehari


d. Mulut : bersih
e. Mukosa : lembab
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Turgor kulit : Berkeringat
b. Massa otot : menurun
2. Diagnosa Keperawatan yang Sering Muncul (PES)
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
kapiler dan alveolar
2. Pola pernapasan tidak efektif berhubungan dengan penurunan ventilasi
alveoli
3. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan meningkatnya
sekret atau produksi mukus.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.
5. Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan menurunnya nafsu makan
6. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang perhatian di dalam
melakukan latihan-latihan.

13

3. Perencanaan /Nursing Care Plan


No.

Data

1.

1.

2.

2.

DO :
1. Gas darah arteri
tidak normal
2. pH tidak normal.
3. Ketidaknormalan
frekuensi, irama,
dan
kedalaman
pernapasan.
4. Warna kulit tidak
normal.
5. Sianosis
6. Hiperkapneu
7. Hipoksia
8. Hipoksemia
9. Takikardia
DS :
1. Sakit
kepala
ketika bangun
2. Dyspneu
3. Gangguan
penglihatan
DO :
1. Penurunan

Diagnosa (NANDA)

Intervensi (NIC)

Gangguan
1. Kaji
suara
paru;
frekuensi,
pertukaran
gas
kedalaman, usaha nafas; dan
berhubungan dengan
produksi sputum.
kerusakan membran 2. Pantau saturasi O2 dengan oksimeter
kapiler dan alveolar
nadi.
3. Pantau hasil gas darah arteri.
4. Observasi terhadap sianosis.
5. Auskultasi suara paru dan jantung.
6. Ajarkan pasien teknik bernapas dan
relaksasi
7. Ajarkan batuk efektif.
8. Atur
posisi
pasien
untuk
mengurangi
dispneu
dan
memaksimalkan potensial ventilasi.
9. Kolaborasi dalam pemberian obat
dan
pemasangan
alat
bantu
pernapasan.

Pola

Evaluasi (NOC)
Pasien akan :
1. Menunjukkan
fungsi
paru
dalam batas normal
2. Tidak mengalami nafas dangkal
3. Tidak
menggunakan
otot
aksesoris untuk bernapas.

pernapasan 1. Kaji kebutuhan insersi jalan nafas.


Pasien akan :
2. Observasi dan dokumentasikan 1. Menunjukkan

pernapasan

14

3.

ventilasi.
2. Penurunan
kapasitas vital
3. Nafas dalam
4. Ortopneu
5. Kecepatan
respirasi
6. Penggunaan otot
bantu
asesoris
untuk bernapas
DS :
1. Dyspneu
2. Nafas pendek
DO :
1. Suara
nafas
tambahan (ronki,
krakles,
dan
mengi)
2. Batuk
tidak
efektif.
3. Perubahan pada
irama
dan
frekuensi
pernapasan.
4. Sianosis.
5. Penurusan suara
nafas.
6. Sputum berlebih.

tidak

ekspansi dada bilateral pada pasien


optimal.
yang terpasang ventilator.
2. Mempunyai kecepatan dan
efektif berhubungan
3. Pantau kecepatan, irama, kedalaman
irama pernapasan dalam batas
dengan penurunan
dan upaya pernapasan.
normal
4. Auskultasi suara nafas.
3. Mempunyai fungsi paru dalam
ventilasi alveoli.
5. Ajarkan teknik relaksasi untuk
batas normal.
memperbaiki pola pernapasan

Bersihan jalan nafas


tidak
efektif
berhubungan dengan
meningkatnya sekret
atau
produksi
mukus.

1. Berikan posisi yang nyaman Pasien akan :


(fowler/ semi fowler)
1. Menunjukkan batuk efektif.
2. Anjurkan untuk minum air hangat.
2. Mengeluarkan secret secara
3. Anjurkan aktivitas fisik untuk
efektif.
memfasilitasi pengeluaran secret.
3. Mempunyai jalan nafas paten
4. Ajarkan pasien dan keluarga tentang 4. Memiliki suara nafas jernih.
makna perubahan pada sputum.
5. Mempunyai irama dan
5. Bantu klien untuk melakukan
frekuensi pernapasan batas
latihan
batuk
efektif
bila
normal.
memungkinkan
6. Mempunyai fungsi paru dalam
6. Lakukan suction bila diperlukan,
batas normal
batasi lamanya suction kurang dari
15 detik dan lakukan pemberian
oksigen 100% sebelum melakukan
suction

15

DS :
Dispneu

4.

4.

DO :
1. Frekuensi jantung
atau tekanan
darah tidak
normal sebagai
respon terhadap
aktivitas.
2. Perubahan EKG
yang
menunjukkan
aritmia atau
iskemia.
DS :
1. Melaporkan
secara verbal
adanya kelelahan
atau kelemahan

7. Kolaborasikan dengan ahli terapi


pernapasan.
8. Kolaborasikan
dengan
tenaga
kesehatan lain dalam melakukan
terapi aerosol, nebulizer ultrasonic.
9. Beri tahu dokter tentang hasil gas
darah yang abnormal.
Intoleransi aktivitas 1. Kaji tingkat kemampuan pasien Pasien akan :
berhubungan dengan
untuk berpindah dari tempat tidur, 1. Mengidentifikasi
aktivitas
ketidakseimbangan
berdiri, melakukan AKS.
yang menimbulkan kecemasan
antara
kebutuhan 2. Kaji respon emosi, social, dan
yang dapat mengakibatkan
dan
suplai
spiritual terhadap aktivitas.
intoleran aktivitas.
oksigen.
3. Tentukan penyebab keletihan.
2. Berpartisipasi dalam aktivitas
4. Bantu pasien untuk mengubah posisi
fisik yang dibutuhkan dengan
secara berkala.
peningkatan normal denyut
5. Pantau tanda-tanda vital sebelum,
jantung, frekuensi pernapasan,
selama, dan setelah aktivitas.
dan tekanan darah serta
6. Anjurkan periode untuk istirahat dan
memantau pola dalam batas
aktivitas secara bergantian.
normal.
7. Bantu pasien untuk mengidentifikasi 3. Menampilkan
aktivitas
pilihan aktivitas.
kehidupan sehari-hari dengan
8. Kolaborasikan dengan ahli terapi
beberapa bantuan.
okupasi.
9. Rujuk pasien ke ahli gizi untuk
perencanaan diet guna meningkatan
asupan makanan yang kaya energy.

16

2. Adanya dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktifitas
5.

6.

DO :
1. Bising
usus
hiperaktif
2. Diare
3. Rambut
rontok
yang berlebih
4. Kurang
nafsu
makan
5. Konjugtiva pucat
6. Denyut
nadi
lemah
DS :
1. Nyeri abdomen
2. Muntah
3. Kejang perut
4. Rasa penuh tibatiba
setelah
makan
DO :
1. Tidak mengikuti
instruksi
yang
diberikan secara
adekuat.

Ketidakseimbangan 1. Identifikasi
factor
yang Pasien akan :
nutrisi: kurang dari
mempengaruhi kehilangan nafsu 1. Melaporkan tingkat energy
kebutuhan
tubuh
makan.
yang adekuat.
berhubungan dengan 2. Kaji dan dokumentasikan derajat 2. Memiliki nilai laboratorium
menurunnya nafsu
kesulitan mengunyah dan menelan.
dalam batas normal
makan
3. Ubah posisi pasien semi-fowler atau 3. Mempertahankan berat badan
fowler
untuk
memudahkan
dan massa tubuh.
menelan; biarkan pasien pada posisi
ini selama 30 menit setelah makan
untuk mencegah aspirasi.
4. Pantau nilai laboratorium
5. Tentukan kemampuan pasien untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi.
6. Ajarkan metode untuk perencanaan
makanan.

Defisit pengetahuan 1. Tentukan kebutuhan belajar pasien. Pasien akan :


2. Berikan informasi secara berulang 1. Mengidentifikasi kebutuhan
berhubungan dengan
dan beri penekanan , persingkat
terhadap informasi tambahan
kurang perhatian di
waktu pertemuan.
tentang program terapi.
3. Beri penyuluhan sesuai dengan 2. Memperlihatkan kemampuan
dalam
melakukan

17

2. Performa uji tidak latihan-latihan.


akurat
3. Perilaku
yang
tidak sesuai atau
berlebihan.
DS :
Menyatakan
secara
verbal adanya masalah

tingkat pemahaman pasien


4. Ikutsertakan keluarga atau orang
terdekat.

4. Discharge Planning
1.
2.
3.
4.
5.

Kontrol teratur
Makan teratur
Minum obat teratur
Istirahat cukup
Menghindari asap (terutama asap rokok)

dalam melakukan teknik


relaksasi
3. Memperlihatkan kemampuan
dalam melakukan latihan batuk
efektif

18

K. Daftar Referensi
Djojodibroto,R Darmanto.2009.Respirologi (Respiratory Madicine). Jakarta:
EGC
Doengoes, Marilynn, dkk. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3.
Jakarta : EGC
Kumar, dkk. 2009. Dasar Patologi Penyakit. Jakarta: EGC
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Pasien Gangguan
Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika
Patel,Pradip. 2006. Radiologi. Jakarta: Erlangga
Price & Wilson. 2012. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne. C, Bare, Brenda. G. 2001. Buku Ajar Keperawatan
Medikal-Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol. 1. Jakarta: EGC.
Somantri, Irman.2009.Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan
Sistem Pernapasan.Edisi 2.Jakarta:Salemba medika.
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis
NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta : EGC
http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35528-Kep%20RespirasiAskep%20Emfisema.html (diakses pada Minggu,17 Mei 2015)
http://www.klikpdpi.com/konsensus/konsensus-ppok/ppok.pdf (diakses pada
diakses pada Minggu,17 Mei 2015)
http://kamuskesehatan.com/arti/emfisema/

(diakses

pada

diakses

pada

Minggu,17 Mei 2015)


http://paru-paru.com/mengenal-penyakit-emfisema-paru-paru/ (diakses pada
diakses pada Minggu,17 Mei 2015)

Anda mungkin juga menyukai