Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH BIOFARMASI

“PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH YANG DIBERIKAN SECARA


INTRAPULMONARY”

DOSEN : PROF. DR. TETI INDRAWATI, M.SI.APT

ANGGOTA KELOMPOK 15 :
DHEA NOVITA SARI 21334769
KHOIRUNNISA 20334776
SISI YOVITA SARI 21334765

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah nya kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH YANG DIBERIKAN
SECARA INTRAPULMONARY”. Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas  mata kuliah Biofarmasi di kampus
Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Semoga makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi rekan-rekan yang membaca,
sehingga benar-benar di harapkan responsasinya dalam makalah ini dengan memberikan
komentar dan saran yang membangun. Mengingat penulis belum mahir dalam menyusun sebuah
makalah, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, walaupun penulis
telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunannya, penulis mohon maaf jika terdapat
kesalahan kata-kata. Sesungguhnya yang benar itu hanya milik Allah SWT, dan yang salah
adalah dari penulis sendiri. Semoga Allah memberikan anugerah serta hidayah bagi kita semua.
Aamiin.

Jakarta, Desember 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................................i
DAFTAR ISI ...................................................................................................................ii
BAB I . PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................................2
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi paru-paru................................................................................3
2.2 Pembuluh Darah Yang Melewati Paru-paru...............................................................3
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Biofarmasetik Obat Pada Pemberian Melalui
Paru-Paru ....................................................................................................................6
2.4 Evaluasi Biofarmasetik Sediaan Obat yang Diberikan Melalui Paru-Paru.................8

BAB III. PEMBAHASAN ..............................................................................................9


3.1 Sistim Penghantaran Obat Melalui Paru-paru ............................................................9
3.2 Kelebihan dan Kekurangan Pemberian Obat Melalui Paru-paru................................9
3.3 Mekanisme Absorbsi Obat di Paru-paru.....................................................................11
3.4 Jenis-jenis Sediaan Obat Intrapulmonary....................................................................11
3.5 Video-video Mengenai Obat Intrapulmonary.............................................................11
BAB IV. PENUTUP .......................................................................................................12
4.1 Kesimpulan..................................................................................................................12
4.2 Saran ...........................................................................................................................12
BAB V. DISKUSI ...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat
terhadap bioavailabilitas obat. Biofarmasi bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian
rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.

Umumnya obat diberikan dalam beberapa bentuk sediaan misalnya tablet, kapsul,
suspensi, eliksir, suppositoria dan lain-lain. Sediaan obat ini dibuat dengan mempertimbangkan
organ tubuh yang akan dilewatinya. Misalnya; suppositoria dibuat untuk dipakai sebagai sediaan
obat yang melalui rectum, ataupun tablet yang dibuat sebagai sediaan obat yang di pakai secara
oral. Bermacam sistem mucosal dalam tubuh manusia (nasal, pulmonal, rectal dan vaginal) dapat
dimanfaatkan untuk titik masuk sistem penghantaran obat. Dengan sendirinya pada sistem
mucosal tersebut terdapat perbedaan dan persamaan dalam hal penghantaran obat.

sistem penghantaran obat pulmonar (melalui paru - paru) memiliki keunggulan yaitu
bekerja cepat dan langsung pada saluran pernapasan. Metode ini biasanya digunakan dalam
proses perawatan penyakit saluran pernafasan yang akut maupun kronis, misalnya pada penyakit
asma. Pada dasarnya permukaan paru-paru dapat dicapai dengan mudah dalam satu kali
pernapasan. Dalam penghantaran obat secara inhalasi, deposisi (proses turunnya partikel obat ke
paru-paru bagian bawah) partikel obat bergantung pada sifat partikel dan cara pasien bernapas.

Sistem penghantaran melalui paru-paru merupakan salah satu alternatif penghantaran


obat yang bemasalah jika melalui rute lain. Sistem penghantaran ini di nilai dapat
mengahantarkan obat dengan baik sehingga bioavailabilitasnya mencapai 100% karena obat
tidak mengalami metabolisme lintas pertama di hati.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusunlah makalah ini untuk mengetahui
tentang sistem penghantaran obat melalui paru – paru dan hal-hal yang berkaitan dengan
penghantaran sediaan tersebut serta berbagai faktor yang mempengaruhi proses farmakokinetik
dan biofarmasetik mulai dari penetrasi hingga menghasilkan efek pada tubuh.

4
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana anatomi dan fisiologi paru-paru?
2. Pembuluh darah apa saja yang melewati intrapurmonary ?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi proses biofarmasetik obat pada pemberian
melalui intrapulmonary ?
4. Bagaimana evaluasi biofarmasetik sediaan obat yang diberikan melalui
intrapulmonary ?
5. Bagaimana sistem penghantaran obat intrapulmonary ?
6. Bagaimana kelebihan dan kekurangan pemberian obat intrapulmonary ?

1.3 Tujuan
1. Untuk memahami anatomi dan fisiologi paru-paru
2. Untuk mengetahui pembuluh darah apa saja yang melewati intrapurmonary
3. Untuk megetahui apa saja faktor yang mempengaruhi proses biofarmasetik obat pada
pemberian melalui intrapulmonary
4. Untuk mengetahui bagaimana evaluasi biofarmasetik sediaan obat yang diberikan
melalui intrapulmonary
5. Untuk mengetahui sistem penghantaran obat intrapulmonary
6. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian pemberian obat intrapulmonary

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Intrapulmonary


1) Anatomi paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping
dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang
berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang
terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus.
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi menjadi
pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu selaput yang langsung
membungkus paru, sedangkan pleura parietal yaitu selaput yang menempel pada
rongga dada. Diantara kedua pleura terdapat rongga yang disebut kavum pleura.
Bronkus atau cabang tenggorokan merupakan kelanjutan dari trakea. Bronkus
berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampak paru–paru. Bronkus kanan lebih
pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6–8 cincin, mempunyai 3
cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari yang kanan, terdiri dari 9–
12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang–cabang, cabang yang lebih kecil
disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada
ujung bronkioli terdapat gelembung paru/gelembung hawa atau alveoli.
Parenkim paru–paru merupakan area yang aktif bekerja dari jaringan paru–
paru. Parenkim itu mengandung berjuta–juta unit alveolus. Alveoli merupakan
kantong udara yang berukuran sangat kecil, dan merupakan  akhir dari bronkhiolus
respiratorius sehingga memungkinkan pertukaran O2 dan CO2. Seluruh dari unit
alveoli (zona respirasi) terdiri atas  bronkhiolus respiratorius, duktus alveolus, dan
alveolar sacs (kantong alveolus). Fungsi utama dari unit alveolus adalah pertukaran
O2 dan CO2 di antara kapiler pulmoner dan alveoli.

6
Gambar 1 Anatomi paru – paru
2) Fisiologi Paru-paru
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut.
Udara bergerak masuk dan keluar paru - paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam,
penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan
dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula.
Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu
bernafas dalam dan volume udara bertambah.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,

7
menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada
akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah
dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan
gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.

Gambar 2 Fisiologi paru – paru


2.2 Pembuluh Darah yang Melewati Paru-paru

Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventrikel
kanan jantung ke paru-paru, cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, dan
bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus. Arteriol membelah-belah dan membentuk kapiler
selanjutnya kapiler menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.

Kapiler halus hanya dapat memuat sedikit darah, maka praktis dapat dikatakan sel-sel
darah merah membuat baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara dalam
alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung dengan
difusi, yang merupakan fungsi pernapasan. Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai menjadi
pembuluh darah yang lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan setiap paru-

8
paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan ke seluruh
tubuh melalui aorta.

Pembuluh darah yang disebut sebagai arteria bronkialis membawa darah berisi oksigen
langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan oksigen ke
dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk pleksus kapiler yang
tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri pulmonaris, tetapi
beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan darahnya kemudian
dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari setiap paru-paru oleh
vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior. Maka dengan demikian paru-
paru mempunyai persediaan darah ganda.

Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat
lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer. Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni kemampuan untuk
mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk mengembang dan
mengempis ini disebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan oleh sel alveolar tipe 2.
Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga sangat dibantu oleh otot-otot
dinding thoraks dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan negatif yang teradapat di dalam
cavum pleura.

Pergerakan udara dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah
pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan
fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot pernafasan dibagi
menjadi dua yaitu :

 Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna, sternokleidomastoideus,


skalenus dan diafragma.
 Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus.

9
2.3 Faktor yang Mempengaruhi Proses Biofarmasetik Obat Pada Pemberian Melalui
Paru-Paru

Paru-paru merupakan daerah absorpsi yang baik pada penggunaan sediaan gas
atau kabut dari aerosol dengan pertikel yang sangat halus dari cairan atau padatan. Gas
yang digunakan terutama adalah oksigen dan obat-obat enestetika umum yang biasa
diberikan kepada pasien yang akan di operasi karena adanya daerah kapiler dan alveoli
paru-paru yang luas dapat mengabsorpsi obat dan member efek secara cepat.
Penghantaran obat inhalasi juga dapat digunakan untuk efek obat lokal atau
sistemik. Paru-paru mempunyai permukaan absorpsi potensial 70m2, permukaan yang
lebih besar dari usus halus atau jalur nasal. Bila suatu bahan dihirup, bahan terpapar
dengan membran mulut atau hidung, faring, trachea, bronkhi, bronkhioli, kantong
alveolar dan alveoli. Paru-paru dan saluran udara terkait dirancang untuk menghilangkan
bahan asing dari permukaan paru peripheral yang besar absorbsinya melalui pembersihan
mokosilier.
Ukuran partikel (tetesan) dan kecepatan pemakaian mengendalikan jumlah
senyawa yang terhirup menembus ruang jalur udara. Ukuran optimum untuk penembusan
jalur udara yang lebih dalam dari partikel obat adalah 3 sampai 5µm. partikel-partikel
besar cenderung terkumpul pada jalur udara atas, sedangkan partikel molekul sangat kecil
(<3 µm) keluar bersama hembusan napas sebelum terjadi absorpsi.

Faktor yang mempengaruhi proses penahanan partikel dalam saluran nafas, yaitu :

a) Faktor anatomi fisiologis saluran nafas.


Ditinjau dari sudut anatomi, penahanan partikel tersebut berkaitan dengan
ukuran saluran napas yang secara bertahap semakin mengecil, frekuensi pembagian,
jumlah dan besarnya sudut percabangan yang dapat mempengaruhi depo. Keadaan
anatomi sangat penting dalam pemahaman tentang depo partikel. Ditinjau dari sudut
fisiologi, perubahan irama pernapasan, kapasitas vital, volume aliran, atau adanya
halangan bronkus merupakan parameter yang berpengaruh pada pembentukan depo.
Jika peningkatan volume disertai peningkatan irama pernapasan maka depo akan
mengecil karena waktu dipersingkat.

10
b) Faktor fisiko kimia partikel
a. Ukuran partikel
Pada aerosol monodispersi, partikel dengan ukuran 1-5 µm dapat
menembus dan mengendap dalam alveoli (dengan ruang maksimum untuk
partikel kurang dari 3 µm) partikel yang lebih kecil dari 1 µm tidak akan
mengendap dan keluar saat ekspirasi.

b. Muatan partikel
Partikel bermuatan dengan mobilitas yang tinggi dan menimbulkan
muatan yang lemah pada partikel–partikel kecil (0,1 µm atau lebih kecil) atau
muatan yang besar pada pada partikel yang besar (1 µm atau lebih). Partikel–
partikel yang kecil yang tidak bermuatan jarang mengendap di permukaan hidung
dan pharynx, namun bila partikel tersebut bermuatan, akan menyebabkan
terjadinya depo pada lubang hidung.

c. Bobot jenis partikel


Stabilitas sediaan aerosol berkaitan erat dengan pengaruh bobot jenis
terhadap laju pengendapan. Suatu partikel dengan diameter 0,5µm dan bobot
jenis 10 gcm-3, memiliki laju pengendapan yang sama dengan laju
pengendapan partikel berdiameter 2 µm dan bobot jenis 1g/cm. Aerosol untuk
pengobatan umumnya memiliki bobot jenis 2–3 gcm -3. Senyawa dengan bobot
jenis antara 1 dan 10 gcm-3 memiliki kurva depo yang sama jika ukuran
partikelnya dinyatakan dalam unit kesetaraan bobot jenis

d. Bobot jenis gas pendorong


Sediaan farmasi yang berbentuk semprot pada gas pendorongnya
mempunyai bobot jenis yang tinggi. Semakin tinggi bobot jenisnya maka
semakin nyata pengaruh pembawa gas terhadap partikel yang tersuspensi, dan hal
ini dapat mengakibatkan penetrasi yang jauh ke dalam saluran. Partikel–partikel
ini kemudian menjadi pusat kondensasi kelembapan sehingga memperbesar
kemungkinan terjadinya depo.

11
2.4 Evaluasi Biofarmasetik Sediaan Obat yang Diberikan Melalui Paru-Paru
1. Pengukuran konsentrasi zat aktif dalam udara ekspirasi dan yang tertahan.
2. Studi radiologi pencacahan zat aktif yang kedap cahaya ( tetapi hanya berkaitan
dengan percobaan tentang pernapasan dinamik).
3. Evaluasi kadar obat dalam darah atau efek farmakologi dari obat.
4. Evaluasi perubahan sifat alir getah bronkus atau lendir. Hal ini merupakan uji yang
baik tetapi sulit dilaksanakan bila dimaksudkan untuk meneliti aktivitas setempat
dari aerosol, kekentalan cairan bronkus yang dikeluarkan, aktivitas enzimatik atau
malahan beberapa antibiotik.

12
BAB III
PEMBAHASAN
1.1 Sistim Penghantaran Obat Melalui Paru-paru
1.2 Kelebihan dan Kekurangan Pemberian Obat Melalui Paru-paru
1.3 Mekanisme Absorbsi Obat di Paru-paru
1.4 Jenis-jenis Sediaan Obat Intrapulmonary
1. Matered Dose Inhaler (MDI)
Penggunaan MDI pertama kali memakai obat beta 2 agonis non selektif seperti
isoprenaline dan adrenalin, kemudian digantikan obat beta 2 selektif.
Contoh : salbutamol, terbutaline, fenoterol, dan formeterol. MDI berukuran kecil dan
mudah dibawa, obat langsung mencapai ke target. Kesulitan dalam penggunaan MDI
biasanya antara koordinasi tangan dan saat menarik nafas hingga obat lebih banyak
tertinggal di orofaring dan hanya sedikit yang mencapai saluran nafas bawah. Yang
terpenting pada MDI adalah katup terukur (metered valve) yang secara akurat
melepaskan partikel obat dengan dosis tertentu.

Gambar 3 penggunaan MDI menggunakan alat bantu (Spacer)

13
Gambar 4. Cara penggunaan MDI

2. Dry Powder Inhaler (DPI)


DPI merupakan inhaler dengan tipe breath-actuated yaitu aliran inhalasi pengguna
diperlukan untuk menghamburkan bubuk obat. DPI merupakan flow rate inspirasi yang
lebih tinggi untuk menghindari penggumpalan obat agar menghasilkan ukuran partikel
yang diharapkan. Kelembapan akan mempengaruhi formulasi tersebut sehingga
pengendapan lebih banyak dimulut. Floe inspirasi yang kurang menyebabkan partikel
tidak dapat tersebar dengan ukuran respirable range. Karena paruh wakru obat dalam
ruang yang tidak berkarub sehingga 10 detik, inhalasi harus dilaksanakan secepatnya.
Contoh sediaan : diskus, turbuhaler, handihaler dan swinghaler.
 Diskus (seteride diskus)

Gambar 5. Betuk diskus

14
Gambar 6. Cara penggunaan diskus
 Turbuhaler (symbicort turbuhaler)

Gambar 7. Bentuk turbuhaler

Gambar 8. Cara penggunaan turbuhaler

15
 Handihaler (spiriva handihaler)

Gambar 9. Bentuk handihaler

Gambar 10. Cara penggunaan handihaler


 Swinghaler

Gambar 11. Sediaan swinghaler

16
Gambar 12. Cara penggunaan swinghaler
3. Nebulizer (ventolin nebules)
Prinsip kerja nebulizer mengubah obat: larutan aerosol, sehingga dapat dihirup
penderita dengan menggunakan mouthpiece atau masker. Dengan nebulizer dapat
dihasilkan partikel aerosol berukuran antara 2-5 μ. Nebulizer terdiri dari beberapa bagian
terpisah yang terdiri dari generator aerosol, alat bantu inhalasi (kanul nasal, masker,
mouthpiece) dan obatnya sendiri. Seperangkat alat nebulizer mencakup kompresor
udara, masker atau corong mulut, tabung kompresor, dan cangkir nebulizer atau wadah
obat.

Gambar 13. Bentuk sediaan nebulizer

17
Gambar 14. Cara penggunaan nebulizer

3.5 Video-video Mengenai Obat Intrapulmonary

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
2. Guyton A. C., Hall J. E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC. 
3. Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedic. Jakarta : PT Gramedia
4. Patel P Nimesh, Patel A Arpan, Modasiya K. Moin, ( 2012 ). Aerosols : Pulmonay Drug
Delivery System. International Journal of Pharmaceutical and Chemical Sciences. 1. 22-
23.
5. Shargel, Leon, et al,. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima.
Surabaya : Airlangga University Press.
6. Rohmatillah L.L, (2015). Pembuatan dan Karakterisasi Mikropartikel Kitosan –
Tripolifosfat yang Mengandung Diltiazem Hidroklorida untuk Penghantaran Obat
Melalui Paru – Paru. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Farmasi. Jakarta
7. Glyn Taylor and lan Kellaway. 2001. Drug Delivary and Targeting for Pharmacist and
pharmaceutical scientists: Pulmonary Drug Delivery. Taylor and Francis Library.

8. Tronde, A. 2002. Pulmonary Drug Absorption: In vivo and In vitro Investigations of


Drug Absorption Across the Lung Barrier and Its Relation to Drug Physycochemical
Properties. Comperhensive Summaries of Uppsala Disertation from the Faculty of
Pharmacy 275. Uppsala.

19

Anda mungkin juga menyukai