ANGGOTA KELOMPOK 15 :
KHOIRUNNISA 20334776
SISI YOVITA SARI 21334765
DHEA NOVITA SARI 21334769
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021/2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat serta
hidayah nya kepada kita semua, sehingga berkat Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PERJALANAN OBAT DALAM TUBUH YANG DIBERIKAN
SECARA INTRAPULMONARY”. Dalam penyusunan laporan ini, penulis tidak lupa
mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
penyusunan makalah ini.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Biofarmasi di kampus
Institut Sains dan Teknologi Nasional Jakarta. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah
wawasan bagi para pembaca dan juga bagi penulis.
Semoga makalah ini dapat membantu dan bermanfaat bagi rekan-rekan yang membaca,
sehingga benar-benar di harapkan responsasinya dalam makalah ini dengan memberikan
komentar dan saran yang membangun. Mengingat penulis belum mahir dalam menyusun sebuah
makalah, penulis menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangannya, walaupun penulis
telah berusaha sebaik mungkin dalam penyusunannya, penulis mohon maaf jika terdapat
kesalahan kata-kata. Sesungguhnya yang benar itu hanya milik Allah SWT, dan yang salah
adalah dari penulis sendiri. Semoga Allah memberikan anugerah serta hidayah bagi kita semua.
Aamiin.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR.....................................................................................................ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................................iii
BAB I . PENDAHULUAN..............................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................................................................2
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................................3
2.1 Anatomi dan Fisiologi paru-paru................................................................................3
2.2 Pembuluh Darah Yang Melewati Paru-paru...............................................................5
2.3 Komponen dan Karakteristik Cairan dalam Saluran Nafas .......................................7
2.4 Faktor Formulasi yang Mempengaruhi Absorbsi Obat di Paru-Paru..........................7
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Biofarmasetika adalah ilmu yang mempelajari hubungan sifat fisikokimia formulasi obat
terhadap bioavailabilitas obat. Biofarmasi bertujuan untuk mengatur pelepasan obat sedemikian
rupa ke sirkulasi sistemik agar diperoleh pengobatan yang optimal pada kondisi klinik tertentu.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka disusunlah makalah ini untuk mengetahui
tentang sistem penghantaran obat melalui paru – paru dan hal-hal yang berkaitan dengan
penghantaran sediaan tersebut serta berbagai faktor yang mempengaruhi proses farmakokinetik
dan biofarmasetik mulai dari penetrasi hingga menghasilkan efek pada tubuh.
1
6. Bagaimana evaluasi biofarmasetik sediaan intrapulmonari ?
1.3 Tujuan
1. Untuk memahami anatomi dan fisiologi paru-paru
2. Untuk memahami pembuluh darah yang melewati paru-paru ?
3. Untuk memahami komponen dan karakteristik cairan dalam saluran nafas ?
4. Untuk memahami faktor yang mempengaruhi proses perjalanan obat secara
intrapulmonari ?
5. Untuk memahami perjalanan obat dalam tubuh yang diberikan secara
intrapulmonari ?
6. Untuk memahami evaluasi biofarmasetik sediaan intrapulmonari ?
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Gambar Anatomi paru – paru
2) Fisiologi Paru-paru
Fungsi utama paru-paru yaitu untuk pertukaran gas antara darah dan
atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi
jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon
dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang,
tapi pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut.
Udara bergerak masuk dan keluar paru - paru karena ada selisih tekanan yang
terdapat antara atmosfir dan alveolus akibat kerja mekanik otot-otot. Seperti yang
telah diketahui, dinding toraks berfungsi sebagai penembus. Selama inspirasi,
volume toraks bertambah besar karena diafragma turun dan iga terangkat akibat
kontraksi beberapa otot yaitu sternokleidomastoideus mengangkat sternum ke atas
dan otot seratus, skalenus dan interkostalis eksternus mengangkat iga-iga.
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma menutup dalam,
penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali memperbesar paru-paru dan
dinding badan bergerak hingga diafragma dan tulang dada menutup ke posisi semula.
Aktivitas bernafas merupakan dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu
bernafas dalam dan volume udara bertambah.
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif akibat elastisitas
dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot interkostalis eksternus relaksasi,
dinding dada turun dan lengkung diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks,
4
menyebabkan volume toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini
meningkatkan tekanan intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan
antara saluran udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar
dari paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali pada
akhir ekspirasi.
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen dari alveol ke
dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk karbondioksida. Difusi dapat
terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke tekanan rendah. Ada beberapa faktor
yang berpengaruh pada difusi gas dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah
dan faktor sirkulasi. Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan
gas dari paru ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah.
Arteri pulmonalis membawa darah yang sudah tidak mengandung oksigen dari ventrikel
kanan jantung ke paru-paru, cabang-cabangnya menyentuh saluran-saluran bronkial, dan
bercabang lagi sampai menjadi arteriol halus. Arteriol membelah-belah dan membentuk
kapiler selanjutnya kapiler menyentuh dinding alveoli atau gelembung udara.
Kapiler halus hanya dapat memuat sedikit darah, maka praktis dapat dikatakan sel-sel
darah merah membuat baris tunggal. Alirannya bergerak lambat dan dipisahkan dari udara
dalam alveoli hanya oleh dua membran yang sangat tipis, maka pertukaran gas berlangsung
dengan difusi, yang merupakan fungsi pernapasan. Kapiler paru-paru bersatu lagi sampai
menjadi pembuluh darah yang lebih besar dan akhirnya dua vena pulmonaris meninggalkan
5
setiap paru-paru membawa darah berisi oksigen ke atrium kiri jantung untuk didistribusikan
ke seluruh tubuh melalui aorta.
Pembuluh darah yang disebut sebagai arteria bronkialis membawa darah berisi oksigen
langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan
oksigen ke dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk
pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri
pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan
darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari
setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior.
Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam keadaan normal terdapat
lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding dada sehingga paru-paru dengan mudah
bergeser pada dinding dada. Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada
berada di bawah tekanan atmosfer. Paru sendiri memiliki kemampuan recoil, yakni
kemampuan untuk mengembang dan mengempis dengan sendirinya. Elastisitas paru untuk
mengembang dan mengempis ini disebabkan karena adanya surfactan yang dihasilkan
oleh sel alveolar tipe 2. Namun selain itu mengembang dan mengempisnya paru juga
sangat dibantu oleh otot-otot dinding thoraks dan otot pernafasan lainnya, serta tekanan
negatif yang teradapat di dalam cavum pleura.
Pergerakan udara dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu inspirasi dan
ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke dalam paru, sedangkan ekspirasi
adalah pergerakan dari dalam paru ke atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar
dibutuhkan fungsi yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru. Otot-otot
pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
6
2.3 Komponen dan Karakteristik Cairan dalam Saluran Nafas
Cairan dalam saluran nafas biasa disebut dengan mucus yang diproduksi
normalnya 100 ml setiap harinya. Rongga hidung dan paru-paru ditutupi oleh selaput lendir
dan diperbarui dalam 15-20 menit untuk dibuang ke faring. Komponen utama dari mukus
adalah 95% air, 2% musin, 1% garam, 1% protein lain (albumin, Ig, lisozim, laktoferin), dan
1% lemak. Imunoglobulin A sekretori merupakan penghalang imunologi dan memiliki
fungsi penting untuk meningkatkan ketahanan terhadap infeksi paru, lisozim dan laktoferin
merupakan suatu bakterisidal, lipid di dalam mukus dapat memberikan pengaruh pada sifat
perekat mukus. Lipid ini dihasilkan oleh sel goblet dan kelenjar submukosa, cell debris bisa
berasal dari puing DNA, bakteri, leukosit, dan epitel dan garam merupakan 0,9% dari total
masa mucus. Mukus dihasilkan dari proses sekresi bronkus.
7
besar dengan berbagai hidrofilisitas dan nilai-nilai pKa. Bahkan, sistem ini telah
ditemukan untuk meningkatkan penyerapan seperti insulin dan kalsitonin dengan
meningkatkan penetrasi membran liposom. Ini telah dikaitkan dengan retensi
peningkatan peptida, perlindungan peptida terjebak dari degradasi enzimatik dan
mukosa gangguan membran.
2. Nanopartikel
Sistem nanopartikel sedang diteliti untuk meningkatkan pemberian obat dan
pemberian obat intrapulmonary. Nanopartikel adalah partikel koloid padat dengan
diameter 1-1000 nm. Nanopartikel terdiri dari bahan makromolekul dan terapi yang
digunakan sebagai adjuvatt dalam vaksin atau sebagai pembawa obat, di mana zat
aktif dilarutkan, terjebak, dikemas, terserap atau bahan kimia yang melekat.
Nanopartikel memberikan beberapa keuntungan karena ukurannya yang kecil, tapi
hanya nanopartikel terkecil yang dapat menembus membran mukosa oleh Para-selular
routeandin kuantitas terbatas, karena persimpangan ketat berada di urutan 3,9-8,4 Å.
Ada beberapa studi yang telah menunjukkan bahwa sistem nanopartikel dapat
lebih cocok sebagai kendaraan untuk terapi sistem pelepasan berkelanjutan. Sistem
pelepasan berkelanjutan dari terapi aerosol dapat memperpanjang waktu obat berada
di dalam saluran udara atau wilayah alveolar, meminimalkan risiko efek samping
dengan menurunkan tingkat penyerapan sistemik, serta meningkatkan kepatuhan
pasien dengan mengurangi frekuensi dosis. Sistem nanopartikel juga cocok untuk
penghantaran vaksin hidung.
3. Mikrosfer
Teknologi microsphere telah banyak berguna dalam merancang formulasi untuk
penghantaran obat intrapulmonary. Mikrosfer biasanya didasarkan pada muco-perekat
polimer (kitosan, alginat), yang menyediakan berbagai keuntungan untuk
penghantaran obat intrapulmonary. Selain itu, mikrosfer dapat melindungi obat dari
metabolisme enzimatik dan memberikan mempertahankan pelepasan obat, sehingga
memperpanjang efeknya.
8
MCC adalah salah satu faktor pembatas yang paling penting untuk penghantaran
obat ke paru-paru melalui hidung, karena mengurangi waktu yang di tetapkan untuk
penyerapan obat. Dengan demikian, sistem penghantaran obat menggunakan
mucoadhesive meningkatkan penyerapan obat hidung, dan juga memperpanjang
waktu kontak antara obat dan hidung mucosa. Mucoadhesion menunjukkan lampiran
tersebut yang sistem penghantaran obat untuk lendir, yang melibatkan interaksi antara
musin sintetis atau calledmucoadhesive polimer alam. Peristiwa berurutan dapat
terjadi selama ini mucoadhesion termasuk dalam beberapa langkah.
9
Oleh sebab itu perjalanan obat aerosol dibagi menjadi 2, yaitu saat perjalanan
partikel-partikel dari alat generator sampai ke tempat fiksasidi dalam saluran nafas
(kemungkinan kembali ke lingkungan) dan transfer zat aktif dalam partikel aerosol sejak
dari tempat depo sampai dikeluarkan tubuh. Tahapan perjalanan aerosol seperti di bawah
ini:
10
I = Ut . U . sin θ .............................................................(persamaan 1)
gR
Ut=σ . g . d2 ……(persamaan 2)
18η
g = gaya tarik bumi
d = diameter partikel
σ = bobot jenis udara
η = kekentalan udara
Jadi, pengendapan partikel berbanding terbalik dengan laju pengaliran
udara dan berbanding lurus dengan bobot partikel.
11
ini akan mendorong patikel melintasi aliran gas dan hal itu memeperbesar
deponya. Fenomena ini khususnya terjadi di bronchiolus terminalis dan alveoli
terhadap partikel yang berukuran submikron (0,002-0,5). Laju penahanan atau
depo karena difusi yang disebabkan gerak brown umumnya sebanding dengan
jumlah partikel yang tersuspensi dalm udara, luar permukaan, muatan ion,
perubahan suhu, dan waktu istirahat antar gerakan-gerakan pernapasan.
Efektivitas difusi berbanding terbalik dengan ukuran partikel dan volume ruang
penghirupan : partikel-partikel dengan ukuran 0,6 mikro meter atau lebih kecil,
tidak mengendap dalam saluran yang lebih besar dari kantong alveoli (saccus
alveolares) dan saluran alveoli (ductuli alveolares), tapi saat ia mencapai daerah
ini, depo dapat terjadi secar tiba-tiba dan dipercepat.
∆= RT C 1/2
N 2π η d
∆ = Laju perpindahan partikel
R = tetapan gas murni
T = suhu mutlak
N = bilangan avogadro
C = faktor pembetulan cuningham
Η = kekentalan udara
d = diameter partikel
3. Penahanan atau pembersihan
Aktivitas partikel aerosol ditentukan oleh laju pelarutan dan difusi melintasi
selaput mukosa, oleh perubahan laju perjalanan dan peniadaanya dari lapisan mukosa
tersebut. Penangkapan partikel ke dalam mukus diikuti dengan perjalanan menuju
saluran napas bagian atas kecuali saluran dan kantong alveoli dan alveoli. Hal ini
disebabkan dalam kantong alveoli dan alveoli terdapat film surfaktan yang berfungsi
untuk membawa partikel – partikel menuju daerah dimana akan bercampur dengan
mucus.
12
Lamanya pembersihan sekitar 100 jam untuk partikel yang dibersihkan oleh
selaput mukosilia, 30-40% dikeluarkan pada 24 jam pertama. Mekanisme pembersihan
tergantung pada sistem aerosol. Yaitu pada aerosol yang larut dalam air atau cairan
biologis dan aerosol yang tidak larut dalam cairan biologis. Dalam mekanisme yang
pertama, cara pembersihan terjadi dengan penyerapan oleh mukosa saluran napas.
Dalam mekanisme yang kedua cara pembersihan dinyatakan sebagai fungsi tempat
fiksasi : pada saluran napas bagian atas, pembersihan terjadi lebih awal dan cepat
( kurang dari 2 hari ), dan ditampung pada mukosilier. Untuk aerosol yang tidal larut
maka partikel tersimpan dalam saluran napas bagian bawah, pembersihan terjadi lebih
lambat dan diperpanjang oleh pengaruh penahanan partikel dalam waktu yang berbeda
– beda sesuai dengan daerahnya.
Telah dijelaskan pula bahwa gerakan silia dipengaruhi oleh penyakit atau
keadaan yang kurang menguntungkan ( lingkungan tidak setara dengan konsentrasi 0,9-
2% NaCl, pH di luar rentang 6,2-7,2 ,suhu di luar rentang 28 – 35oC ) dan akibatnya
pembersihan diperlambat.
4. Penyerapan
Pada tahap penyerapan, sebagian bahan yang dihirup dalam bentuk aerosol akan
terikat dalam saluran napas dan selanjutnya diserap oleh mukosa saluran. Penyerapan
dapat terjadi pada berbagai tempat yang berbeda dan kadang – kadang `selektif untuk
beberapa zat aktif tertentu.
a. Penyerapan di hidung
Luas permukaan penyerapan di hidung adalah 80cm 2. merupakan bagian
yang paling sedikit menyerap dari seluruh permukaan saluran napas. Aerosol
yang diberikan melalui hidung sebagian ditahan oleh bulu – bulu hidung dan
mukosa permukaan. Pembersihan pada bagian tersebut terjadi dengan
pencucian mukosa dan penelanan, semua proses terjadi dengan sangat cepat.
Jika zat aktif dapat diserap maka ia harus terlarut dan terdifusi dengan cepat
melintasi selaput mukosa.
Sulfur anhidrida dan amoniak sangat cepat diserap di bagian hidung,
sedangkan histamina, nikotina,efedrina,epinefrina diserap sangat perlahan pada
bagian mukosa atas dan sangat cepat pada bagian mukosa yang luka. Bahan –
13
bahan lain yang juga diserap di bagian hidung adalah.: Sebuk post hipofisa,
tetrakosaktida, bahan organik pada asap rokok, antigen difteri murni.
b. Penyerapan di mulut
Luas permukaan penyerapan pada bagian dalam dari mulut dan pharynx
adalah sekitar 75cm2. Sebagian partikel aerosol yang tertinggal di dalam mulut
dapat tertelan , atau diserap melalui bukal setelah terlarut dalam saliva. Mulut
yang mempunyai mukosa berciri lipoid, penyerapan zat aktif terjadi dengan
difusi dalam bentuk tak terionkan. Misalnya : nitrogliserin,testosteron, desoksi
kortikosteron,isoproterenol,alkaloid dapat diserap dengan baik. Sebaliknya
barbiturat, protein bermolekul besar dan heparin sedikit sekali diserap.
c. Penyerapan di trakea
Baik air maupun larutan garam (saline) tidak diserap pada daerah trakea,
demikian pula beberapa bahan larut lemak seperti barbital, tiopental,
striknin,kurare.
Efek pemberian aerosol suksinilkolin ternyata secara bermakna lebih
lambat tetapi lebih lama dibandingkan penyuntikan intravena; pemberian
aerosol larutan methoxamin 1-2 ml dengan kadar 20 mg/ml menghasilkan efek
yang sama dibandingkan dengan pemberian 1mg melalui intravena. Pemberian
penisilina dengan penetesan pada trakea menghasilkan kadar dalam darah pada
daerah terapetik dua kali lebih lama dibandingkan pemberian intramuskular
dan juga tampak efek depo. Pembiusan setempat seperti tetrakaina diserap
dengan cepat di trakea dan sedikit diserap di daerah esofagus dan lambung.
d. Penyerapan di bronkus
Pada permukaan bronkus banyak terdapat otot polos yang sangat peka
terhadap beberapa senyawa iritan, sehingga dapat menyebabkan aktivitas lokal
bronkodilator. Saat pemberian senyawa vasodilator, bronkus akan mengalami
dilatasi sehingga efek sistemik dapat dihindari. Hal ini dapat diterangkan
bahwa sistem bronkus-paru memiliki 2 tipe reseptor andrenergik yaitu reseptor
α yang terdapat dalam pembuluh darah bronkus dan reseptor β yang terdapat
dalam otot bronkus. Kedua reseptor ini dapat di aktifkan langsung oleh
parasimpatomimetik dan secara tidak langsung oleh pelepasan katekolamin.
14
Kedua rangsangan tersebut terjadi setiap ada hambatan saluran udara, dengan
rangsangan reseptor α akan terjadi vasokonstriksi dan dekongesti mukosa
bronkus, sedangkan rangsangan β menyebabkan relaksasi otot polos saluran
udara. Obat bronkodilator terutama bekerja terhadap reseptor β, kecuali
epinefrina dan efedrina yang merangsang kedua reseptor tersebut, atau
fenilefrina yang hanya bekerja pada reseptor α.
e. Penyerapan di alveolus
Alveoli merupakan suatu tempat penyerapan yang sangat istimewa
karena permukaanya yang luas dan letaknya yang sangat dekat denga jaringan
yang penuh kapiler. Sementara itu tidak mungkin untuk menentukan koefisien
permeabilitas zat aktif karena luas permukaan total dari saluran nafas tidak
diketahui secara pasti, jumlah total aliran alveoli dan nilai kedua parameter
tersebut selalu berubah – ubah tergantung subyek.
Mekanisme perlintasan melalui dinding alveoli tidak dapat ditentukan
dengan pasti. Kini yang telah diketahui dengan baik adalah hal-hal sebagi
berikut :
1. Gas bius dan gas pernapasan melintasi sawr alveoli dengan sangat cepat.
2. Air juga dapat melintasi dinding alveoli dengan sangat cepat dan dalam
jumlah besar, larutan fisiologi NaCl diserap sangat perlahan.
3. Membran alveoli agak permeable terhadap sebagian besar senyawa yang
terlarut. Ion – ion dan molekul kecil yang larut diserap lebih lambat
dibandingkan air. Urea dan kalium diserap lebih baik dibandingkan
natrium.
4. Amida dan alkilamina dengan bobot molekul yang besar lewat lebih
cepat dibandingkan dengan senyawa yang bobot molekulnya kecil.
5. Tipe dan laju penyerapan protein kurang diketahui, walau demikian
diketahui bahwa albumin,globulin diserap dengan baik, sedangkan vaksin
para-influenzatipe 2 ternyata lebih efektif jika diberikan dalam bentuk
aerosol dari pada pemberian dalam bentuk sub-kutan.
15
6. Aerosol antibiotika juga digunakan untuk tujuan efek sistemik atau efek
setempat.kanamisina sedikit diserap pada daerah alveoli, sehingga
efeknya sangat terbatas.
7. Pelintasan zat aktif yang terkandung dalam partikel aerosol terjadi
dengan beberapa cara berbeda tergantung pada keadaan tetesan bahan
yang terlarut, partikel terlarut atau tak terlarut.
f. Penyerapan di saluran cerna
Partikel yang berhenti di permukaan hidung atau mulut cenderung
menembus kedalam saluran cerna setelah penelanan pertama atau yang kedua
pada tahap epurasi paru.
Penyerapan terutama penting untuk aerosol tanpa air. Senyawa tertentu
(isoproterenol atau kromoglikat) akan dimetabolisme dan ditiadakan dengan
cara yang sama. Hal ini memperlihatkan pentingnya penelanan partikel.
Sebaliknya penyerapan isoproterenol melalui trakea lebih bermakna dibanding
penyerapan melalui saluran cerna. Sulit untuk meramalkan jumlah total yang
diserap melalui saluran cerna setelah pemakaian aerosol, dan sulit meniadakan
kemungkinan adanya penyerapan saluran cerna. Tergantung pada tempat
penyerapan, diameter partikel aerosol yang sangat berperan pada proses
penyerapan.
Dautrebande, membuktikan bahwa aerosol murni dengan partikel yang
sangat halus dapat mengangkut bahan obat 30 – 40 kali lebih banyak daripada
aerosol polidispersi dan hanya dan hanya sejumlah kecil yang dapat
menimbulkan efek sistemik setelah perlintasan melewati paru. Sebaliknya efek
pengobatan pada permukaan yang ditimbulkan oleh aerosol murni adalah 5 kali
lebih kecil dibandingkan aerosol larutan dengan volume 10x lebih besar.
Aerosol monodispersi dengan partikel berukuran mikrometer
memberikan aksi pada permukaan paru yang lebih dalam; aerosol polidispersi
dapat menyebabkan efek sistemik dan efek setempat.
Subyek yang menghirup aerosol murni lalu aerosol polidispersi yang
masing-masing mengandung simpatomimetik secara bergantian dalam jumlah
pernapasan yang sama, maka cukup dengan beberapa hirupan aerosol murni
16
dapat menyebabkan bronkodilatasi dan segera mencapai efek maksimum
tanpai disertai perubahan tekanan arteri atau irama jantung. Sebaliknya
volume yang sama dengan aerosol polidisperse memberikan suatu manifestasi
kardiovaskuler yang nyata dengan intensitas, sebanding dengan volume yang
dihirup, dengan jumlah bahan yang diserap oleh mukosa saluran napas.
17
4. Penyerapan
Evaluasi ketersediaan hayati
Pada aerosol dengan efek sistemik, dimungkinkan untuk memperkirakan aktivitas
farmakologik atau terapetik, atau menentukan kadar obat dalam darah dan
membandingkannya dengan kadar yang didapat dari cara pemberian intravena atau
jika mungkin dengan cara pemberian lainnya.
Pada aerosol dengan efek setempat, sangat diperlukan untuk melaksanakan studi
ketersediaan hayati relatif dengan membandingkan berbegai formulasi yang berbeda
untuk memilih formula yang lebih setempat, efeknya lebih lama, lebih spesifik, lebih
cepat sebagai fungsi dari ukuran partikel yang harus sehomogen mungkin. Sebelum
melakukan penilaian yang tepat tentang ketersediaan hayati sediaan aerosol, perlu
diketahui dengan pasti beberapa parameter zat aktif, yaitu :
a) Stabilitas fisiko-kimia dan stabilitas terapeutik dari partikel aerosol yang halus.
b) Daerah depo dan perannya untuk menghasilkan efek terapeutik yang sesuai dan
terukur.
c) Laju penyerapan, metabolisme dan atau pembersihan untuk menghindari efek
sekunder.
d) Pengaruh bahan tambahan dalam sediaan terhadap partikel.
1) Tahap pertama
Yaitu pemilihan bagian saluran napas yang akan dicapai oleh zat aktif
untuk memberikan aksi setempat atau untuk diserap dan selanjutnya
menghasilkan efek sistemik.
Pemilihan ini tergantung pada :
1. Sifat pengobatan dari zat aktif
2. Diameter partikel aerosol
2) Tahap kedua
Yaitu pemilihan alat untuk pembuatan sediaan aerosol sedemikian
hingga diperoleh diameter partikel yang diinginkan. Dalam hal ini, perlu
18
dipertimbangkan resiko hidratasi partikel yang higroskopis dan depo
prematur. Pemilihan alat harus dilengkapi dengan cara pemberian (tujuan
bukal, nasal, masker wajah) karena harus dihindari terjadinya depo yang
tidak dikehendaki dalam saluran napas.
3) Tahap ketiga
Yaitu penelitian in vivo pada hewan (anjing misalnya) untuk
meramalkan toksisitas dan reaksi samping yang mungkin terjadi setelah
pemberian zat aktif dalam aerosol. Percobaan ini menggunakan pipa
khusus ke berbagai tempat disaluran napas untuk mengamati adanya reaksi-
reaksi tertentu termasuk reaksi sistemik atau setempat dan meneliti
toksisitas dan penyerapan gas pendorong pada permukaan saluran misalnya
dengan mengevaluasi kadar dalam darah.
4) Tahap keempat
Yaitu evaluasi pada subyek manusia. Dalam hal ini keadaan pemberian
dan penghirupan partikel harus tepat, serta penentuan ritme pernapasan.
Ritme pernapasan harus ditentukan sebagai fungsi dari aksi yang
diharapkan. Jumlah obat yang diberikan harus selalu dievaluasi dengan
seksama terutama bila zat aktif beraksi sangat kuat pada dosis kecil.
Akhirnya, pengaruh formulasi dapat diperkirakan dengan membandingkan
sediaan terhadap suatu larutan air dengan catatan zat aktif dapat larut dalam
air.
5) Tahap kelima (tahap akhir)
Yaitu studi ketercampuran-obat dan stabilitas zat aktif dalam bentuk
terpilih (larutan, serbuk, bentuk sediaan farmasi bertekanan dan lain-lain).
19
sedangkan untuk menghasilkan efek sistemik, dibutuhkan partikel yang berukuran kurang
dari 2μm. Menghirup sejumlah besar serbuk dapat menyebabkan batuk, sehingga dosis diatur
kurang dari 10 - 20 mg.
Inhalasi adalah proses pengobatan dengan cara menghirup obat agar dapat langsung
masuk menuju paru - paru sebagai organ sasaran. Sementara itu,nebulisasi adalah suatu cara
yang dilakukan untuk mengubah larutan atau suspensi obat menjadi uap agar dapat dihirup
melalui hidung dengan cara bernapas sebagaimana lazimnya. Pengubahan bentuk ini
dilakukan dengan menggunakan alat nebulizer.
Ada tiga jenis sistem penghantaran obat secara inhalasi yaitu MDI ( metered dose inhaler ),
DPI ( dry powder inhaler) san Neulizer.
1. Matered Dose Inhaler (MDI)
Penggunaan MDI pertama kali memakai obat beta 2 agonis non selektif seperti
isoprenaline dan adrenalin, kemudian digantikan obat beta 2 selektif.
Contoh : salbutamol, terbutaline, fenoterol, dan formeterol. MDI berukuran kecil dan
mudah dibawa, obat langsung mencapai ke target. Kesulitan dalam penggunaan MDI
biasanya antara koordinasi tangan dan saat menarik nafas hingga obat lebih banyak
tertinggal di orofaring dan hanya sedikit yang mencapai saluran nafas bawah. Yang
terpenting pada MDI adalah katup terukur (metered valve) yang secara akurat
melepaskan partikel obat dengan dosis tertentu.
20
2. Dry Powder Inhaler (DPI)
DPI merupakan inhaler dengan tipe breath-actuated yaitu aliran inhalasi pengguna
diperlukan untuk menghamburkan bubuk obat. DPI merupakan flow rate inspirasi yang
lebih tinggi untuk menghindari penggumpalan obat agar menghasilkan ukuran partikel
yang diharapkan. Kelembapan akan mempengaruhi formulasi tersebut sehingga
pengendapan lebih banyak dimulut. Floe inspirasi yang kurang menyebabkan partikel
tidak dapat tersebar dengan ukuran respirable range. Karena paruh wakru obat dalam
ruang yang tidak berkarub sehingga 10 detik, inhalasi harus dilaksanakan secepatnya.
Contoh sediaan : diskus, turbuhaler, handihaler dan swinghaler.
21
BAB III
PEMBAHASAN
22
3.2 Bagaimana Pembuluh Darah Yang Melewati Paru-Paru
Pembuluh darah yang disebut sebagai arteria bronkialis membawa darah berisi oksigen
langsung dari aorta toraksika ke paru-paru guna memberi makan dan menghantarkan
oksigen ke dalam jaringan paru-paru sendiri. Cabang akhir arteri-arteri ini membentuk
pleksus kapiler yang tampak jelas dan terpisah dari yang terbentuk oleh cabang akhir arteri
pulmonaris, tetapi beberapa dari kapiler ini akhirnya bersatu dalam vena pulmonaris dan
darahnya kemudian dibawa masuk ke dalam vena pulmonaris. Sisa darah itu diantarkan dari
setiap paru-paru oleh vena bronkialis dan ada yang dapat mencapai vena kava superior.
Maka dengan demikian paru-paru mempunyai persediaan darah ganda.
3.3 Apa Saja Komponen dan Karakteristik Cairan dalam Saluran Nafas
Komponen utama dari mukus adalah 95% air, 2% musin, 1% garam, 1% protein lain
(albumin, Ig, lisozim, laktoferin), dan 1% lemak. Imunoglobulin A sekretori merupakan
penghalang imunologi dan memiliki fungsi penting untuk meningkatkan ketahanan terhadap
infeksi paru, lisozim dan laktoferin merupakan suatu bakterisidal, lipid di dalam mukus
dapat memberikan pengaruh pada sifat perekat mukus. Lipid ini dihasilkan oleh sel goblet
dan kelenjar submukosa, cell debris bisa berasal dari puing DNA, bakteri, leukosit, dan
epitel dan garam merupakan 0,9% dari total masa mucus. Mukus dihasilkan dari proses
sekresi bronkus.
3.4 Apa Saja Faktor yang Mempengaruhi Proses Perjalanan Obat Intrapulmonari
Paru-paru merupakan daerah absorpsi yang baik pada penggunaan sediaan gas
atau kabut dari aerosol dengan pertikel yang sangat halus dari cairan atau padatan. Gas yang
digunakan terutama adalah oksigen dan obat-obat enestetika umum yang biasa diberikan
kepada pasien yang akan di operasi karena adanya daerah kapiler dan alveoli paru-paru yang
luas dapat mengabsorpsi obat dan member efek secara cepat. Ukuran partikel dapat
menentukan kemampuaan penetrasinya ke dalam alveoli paru-paru. Makin kecil ukuran
partikel makin tinggi ukuran penetrasinya.
Adapun faktor yang mempengaruhi perpindahan partikel ke saluran nafas yaitu :
Ukuran partikel, pernapasan dan laju pengaliran udara, jenis aliran, kelembapan, suhu dan
tekanan.
23
Faktor yang mempengaruhi proses penahanan partikel dalam saluran nafas, yaitu :
1) Faktor anatomi fisiologis saluran nafas.
Ditinjau dari sudut anatomi, penahanan partikel tersebut berkaitan dengan
ukuran saluran napas yang secara bertahap semakin mengecil, frekuensi pembagian,
jumlah dan besarnya sudut percabangan yang dapat mempengaruhi depo. Keadaan
anatomi sangat penting dalam pemahaman tentang depo partikel.
Ditinjau dari sudut fisiologi, perubahan irama pernapasan, kapasitas vital, volume
aliran, atau adanya halangan bronkus merupakan parameter yang berpengaruh pada
pembentukan depo. Jika peningkatan volume disertai peningkatan irama pernapasan
maka depo akan mengecil karena waktu dipersingkat.
2) Faktor fisiko kimia partikel
a. Ukuran partikel
Pada aerosol monodispersi, partikel dengan ukuran 1-5 µm dapat
menembus dan mengendap dalam alveoli (dengan ruang maksimum untuk
partikel kurang dari 3 µm) partikel yang lebih kecil dari 1 µm tidak akan
mengendap dan keluar saat ekspirasi.
b. Muatan partikel
Partikel bermuatan dengan mobilitas yang tinggi dan menimbulkan
muatan yang lemah pada partikel–partikel kecil (0,1 µm atau lebih kecil) atau
muatan yang besar pada pada partikel yang besar (1 µm atau lebih). Partikel–
partikel yang kecil yang tidak bermuatan jarang mengendap di permukaan hidung
dan pharynx, namun bila partikel tersebut bermuatan, akan menyebabkan
terjadinya depo pada lubang hidung.
24
jenis antara 1 dan 10 gcm-3 memiliki kurva depo yang sama jika ukuran
partikelnya dinyatakan dalam unit kesetaraan bobot jenis
25
Gambar perjalanan sediaan serosol
Dengan alat penyemprot, partikel-partikel aerosol akan menempuh jalur tertentu yang
berbeda dengan jalur perjalanan zat aktif yang diberikan dengan cara lainnya dan jalur
tersebut tergantung pada cara pemberian aerosol (partikel yang dihirup). Zat aktif akan
bergerak menuju tempat aksi (bersama dengan aliran udara yang dihirup), dan ebraksi selama
ada kontak (kadang sangat terbatas) dan dengan dosis yang umumnya sangat kecil.
Oleh sebab itu perjalanan obat aerosol dibagi menjadi 2, yaitu saat perjalanan partikel-
partikel dari alat generator sampai ke tempat fiksasidi dalam saluran nafas (kemungkinan
kembali ke lingkungan) dan transfer zat aktif dalam partikel aerosol sejak dari tempat depo
sampai dikeluarkan tubuh. Tahapan perjalanan aerosol seperti di bawah ini:
Aerosol memulai perjalanan dari alat generator sampai titik fiksasinya diepitel
pernapasan. Tetesan Aerosol mula-mula mencapai cavum bucallis,kemudian
menuju trakea, bronkus, bronkiolus, kanal alveoli dan akhirnya keaveoli paru. Faktor-
faktor yang mempengaruhi perpindahan partikel adalah ukuran partikel, pernapasan dan
meuju pengaliran udara, jenis aliran, kelembaban suhu dan tekanan.
26
partikel pada berbagai daerah konduksi dan daerah pertukaran terdiri dari 3 (tiga)cara
yaitu : Tumbukan karena kelembaman, pengendapan karena gaya Tarik bumi, difusi
(gerak brown).
3. Penahanan atau pembersihan
Aktivitas partikel aerosol ditentukan oleh laju pelarutan dan difusi melintasi selaput
mukosa, oleh perubahan laju perjalanan dan peniadaanya dari lapisan mukosa tersebut.
Penangkapan partikel ke dalam mukus diikuti dengan perjalanan menuju saluran napas
bagian atas kecuali saluran dan kantong alveoli dan alveoli. Hal ini disebabkan dalam
kantong alveoli dan alveoli terdapat film surfaktan yang berfungsi untuk membawa
partikel – partikel menuju daerah dimana akan bercampur dengan mucus.
4. Penyerapan
Pada tahap penyerapan, sebagian bahan yang dihirup dalam bentuk aerosol akan
terikat dalam saluran napas dan selanjutnya diserap oleh mukosa saluran. Penyerapan
dapat terjadi pada berbagai tempat yang berbeda dan kadang – kadang `selektif untuk
beberapa zat aktif tertentu seperti penyerapan dihidung, mulut, trakea, bronkus, alveolus
dan penyerapan di saluran cerna.
27
dan ebraksi selama ada kontak (kadang sangat terbatas) dan dengan dosis yang
umumnya sangat kecil.
Oleh sebab itulah penelitian sediaan aerosol terdiri atas 2 jenis yaitu penelitian
pertama berkaitan dengan perjalanan partikel-partikel dari alat generator sampat
tempat fiksasi di dalam saluran napas (dengan kemungkinan kembali ke lingkungan
luar), dan penelitian kedua meneliti transfer zat aktif yang terkandung dalam partikel
aerosol sejak dari tempat depo sampai dikeluarkan dari tubuh.
Perjalanan aerosol yang panjang tersebut dapat disingkat menjadi :
1. Transit atau penghirupan
2. Penangkapan atau depo
3. Penahanan atau pembersihan
4. Penyerapan
Evaluasi ketersediaan hayati
Pada aerosol dengan efek sistemik, dimungkinkan untuk memperkirakan aktivitas
farmakologik atau terapetik, atau menentukan kadar obat dalam darah dan
membandingkannya dengan kadar yang didapat dari cara pemberian intravena atau
jika mungkin dengan cara pemberian lainnya.
Pada aerosol dengan efek setempat, sangat diperlukan untuk melaksanakan studi
ketersediaan hayati relatif dengan membandingkan berbegai formulasi yang berbeda
untuk memilih formula yang lebih setempat, efeknya lebih lama, lebih spesifik, lebih
cepat sebagai fungsi dari ukuran partikel yang harus sehomogen mungkin. Sebelum
melakukan penilaian yang tepat tentang ketersediaan hayati sediaan aerosol, perlu
diketahui dengan pasti beberapa parameter zat aktif, yaitu :
a) Stabilitas fisiko-kimia dan stabilitas terapeutik dari partikel aerosol yang
halus.
b) Daerah depo dan perannya untuk menghasilkan efek terapeutik yang sesuai
dan terukur.
c) Laju penyerapan, metabolisme dan atau pembersihan untuk menghindari efek
sekunder.
d) Pengaruh bahan tambahan dalam sediaan terhadap partikel.
28
Proses selanjutnya yang lebih penting adalah menyatakan efektivitas pengobatan
aerosol. Adapun tahap – tahap evaluasi biofarmasetik yaitu :
1) Tahap pertama
Yaitu pemilihan bagian saluran napas yang akan dicapai oleh zat aktif
untuk memberikan aksi setempat atau untuk diserap dan selanjutnya
menghasilkan efek sistemik.
Pemilihan ini tergantung pada :
3. Sifat pengobatan dari zat aktif
4. Diameter partikel aerosol
2) Tahap kedua
Yaitu pemilihan alat untuk pembuatan sediaan aerosol sedemikian
hingga diperoleh diameter partikel yang diinginkan. Dalam hal ini, perlu
dipertimbangkan resiko hidratasi partikel yang higroskopis dan depo
prematur. Pemilihan alat harus dilengkapi dengan cara pemberian (tujuan
bukal, nasal, masker wajah) karena harus dihindari terjadinya depo yang
tidak dikehendaki dalam saluran napas.
3) Tahap ketiga
Yaitu penelitian in vivo pada hewan (anjing misalnya) untuk
meramalkan toksisitas dan reaksi samping yang mungkin terjadi setelah
pemberian zat aktif dalam aerosol. Percobaan ini menggunakan pipa
khusus ke berbagai tempat disaluran napas untuk mengamati adanya reaksi-
reaksi tertentu termasuk reaksi sistemik atau setempat dan meneliti
toksisitas dan penyerapan gas pendorong pada permukaan saluran misalnya
dengan mengevaluasi kadar dalam darah.
4) Tahap keempat
Yaitu evaluasi pada subyek manusia. Dalam hal ini keadaan pemberian
dan penghirupan partikel harus tepat, serta penentuan ritme pernapasan.
Ritme pernapasan harus ditentukan sebagai fungsi dari aksi yang
diharapkan. Jumlah obat yang diberikan harus selalu dievaluasi dengan
seksama terutama bila zat aktif beraksi sangat kuat pada dosis kecil.
Akhirnya, pengaruh formulasi dapat diperkirakan dengan membandingkan
29
sediaan terhadap suatu larutan air dengan catatan zat aktif dapat larut dalam
air.
5) Tahap kelima (tahap akhir)
Yaitu studi ketercampuran-obat dan stabilitas zat aktif dalam bentuk
terpilih (larutan, serbuk, bentuk sediaan farmasi bertekanan dan lain-lain).
30
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
1. Paru-paru memiliki dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri
atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Anatomi
paru-paru terdiri dari pleura (terdiri dari dua lapisan : peura visceral dan pleura
pariental), bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Fungsi utama paru-paru yaitu untuk
pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut bertujuan untuk
menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan karbon dioksida.
2. Pembuluh darah yang melewati paru-paru disebut sebagai arteria bronkialis yang
membawa darah berisi oksigen langsung dari aorta toraksika ke paru-paru. Partikel
obat akan masuk ke dalam kapiler pembuluh darah yang banyak terdapat dalam
alveoli, kemudian zat aktif menempel pada reseptor dan menghasilkan efek sistemik.
3. Cairan yang terdapat dalam saluran nafas menyelimuti rongga hidung dan paru-paru
dikenal dengan istilah mucus, mucus terdiri dari 95% air, 2% musin, 1% garam, 1%
protein lain (albumin, Ig, lisozim, laktoferin), dan 1% lemak.
4. Faktor yang mempengaruhi perpindahan partikel ke saluran nafas yaitu : Ukuran
partikel, pernapasan dan laju pengaliran udara, jenis aliran, kelembapan, suhu dan
tekanan. Faktor yang mempengaruhi proses perjalanan obat intrapulmonary yaitu
faktor deposisi partikel di paru-paru, faktor anatomi fisiologis saluran pernafasan,
faktor fisiko kimia partikel (seperti ukuran partikel, muatan partikel, bobot jenis
partikel, bobot jenis gas pendorong) dan faktor farmasetika.
5. Perjalanan obat aerosol dibagi menjadi 2, yaitu saat perjalanan partikel-partikel dari
alat generator sampai ke tempat fiksasidi dalam saluran nafas (kemungkinan kembali
ke lingkungan) dan transfer zat aktif dalam partikel aerosol sejak dari tempat depo
sampai dikeluarkan tubuh. Tahap perjalanan aerosol terbagi 4 yaitu : transit atau
penghirupan, penangkapan atau depo, penahanan atau pembersihan, dan penyerapan.
6. Evaluasi biofarmasetik terdiri dari 5 tahapan yaitu : tahap pertama pemilihan bagian
saluran napas yang akan dicapai oleh zat aktif untuk memberikan aksi setempat ,
tahap kedua pemilihan alat untuk pembuatan sediaan aerosol sedemikian hingga
31
diperoleh diameter partikel yang diinginkan, tahap ketiga penelitian in vivo pada
hewan (anjing misalnya) untuk meramalkan toksisitas dan reaksi samping yang
mungkin terjadi setelah pemberian zat aktif dalam aerosol, tahap keempat evaluasi
pada subyek manusia dan tahap kelima studi ketercampuran-obat dan stabilitas zat
aktif dalam bentuk terpilih.
32
BAB V
DISKUSI
1. Kelompok 1
Nama : Vina Barie Damayanti (17334028)
Pertanyaan : pada tahapan evaluasi biofarmasetik yang keempat yaitu evaluasi pada subyek
manusia. Bagaimanakah cara evaluasinya ?
Jawab : Dalam hal ini keadaan pemberian dan penghirupan partikel harus tepat, serta
penentuan ritme pernapasan harus ditentukan sebagai fungsi dari aksi yang diharapkan.
Jumlah obat yang diberikan harus selalu dievaluasi dengan seksama terutama bila zat aktif
beraksi sangat kuat pada dosis kecil. Akhirnya, pengaruh formulasi dapat diperkirakan
dengan membandingkan sediaan terhadap suatu larutan air dengan catatan zat aktif dapat
larut dalam air.
2. Kelompok 2
Nama : Nur Latifah (17334042)
Pertanyaan : Untuk penyakit apa saja nebulizer digunakan ?
3. Kelompok 3
Nama : Try Wahyu Cahyantini (18334011)
Pertanyaan : Berikan contoh sediaan obat intrapulmonary, jelaskan cara pemakaiannya, apa
saja keuntungannya dari sediaan tersebut, dan apakah aman digunakan untuk anak-anak ?
33
Jawab : contoh sediaan intrapulmonal salah satunya adalah Mareted Doe Inhaler (MDI).
Cara penggunaan MDI yaitu : mencuci tangan, buka penutup inhaler dan posisi mulut
inhaler dibawah dan bagian kepala berada diatas, kocok wadah inhaler, hembuskan nafas
melalui mulut secara perlahan, pegang inhaler terletak antara gigi jangan digigit, bersamaan
mulai menarik nafas tekan bagian atas inhaler dengan telunjuk dan hisap obat dengan
perlahan dan dalam, tarik inhaler dari mulut tahan nafas selama 10 detik, kemudian bernafas
seperti biasa. Masukkan air kedalam mulut kemudian kumur-kumur untuk membersihkan
sisa obat yang ada dalam mulut.
Keuntungannya : Ukuran yang kecil, harga terjangkau, penggunaan yang nyaman.
MDI dengan bantuan spacer aman digunakan dan efektif sebagai terapi awal anak dengan
asma.
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Dirjen POM. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta : Departemen Kesehatan RI.
2. Guyton A. C., Hall J. E. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 10. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
3. Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedic. Jakarta : PT Gramedia
4. Patel P Nimesh, Patel A Arpan, Modasiya K. Moin, ( 2012 ). Aerosols : Pulmonay Drug
Delivery System. International Journal of Pharmaceutical and Chemical Sciences. 1. 22-
23.
5. Shargel, Leon, et al,. 2012. Biofarmasetika dan Farmakokinetika Terapan Edisi Kelima.
Surabaya : Airlangga University Press.
6. Rohmatillah L.L, (2015). Pembuatan dan Karakterisasi Mikropartikel Kitosan –
Tripolifosfat yang Mengandung Diltiazem Hidroklorida untuk Penghantaran Obat
Melalui Paru – Paru. Skripsi. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi
Farmasi. Jakarta
7. Glyn Taylor and lan Kellaway. 2001. Drug Delivary and Targeting for Pharmacist and
pharmaceutical scientists: Pulmonary Drug Delivery. Taylor and Francis Library.
9. Yadaf, Vimal K, A.B. Gupta, Raj Kumar, Jaideep, S Y. dan Brajess Kumar. 2010.
Muchoadhesive polymers: Mean of Improving the Muchoadhesive properties of Drug
Delivery System. Journal of Pharmaceutical Researh. Volume 2 (5). Hal 418-432
35