Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

KIMIA MEDISINAL
“HUBUNGAN STRUKTUR TERAPI KIMIA OBAT ”

DISUSUN OLEH :
ADE SAPUTRI AKBAR 515 18 011 276
APRIANUS TAGOR GULTOM 506 18 011 009
ASTI TISNAWATI 515 18 011 119
OKTAVIANA HANYA 515 18 011 011
RODE 515 18 011 053
YUSNI SAHRIANI 515 18 011 118
SAHRUL GUNAWAN 515 18 011 071
HAYATI 515 18 011 055
HASNITA RAODATUL JANNAH 515 18 011 259

UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
2018

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada ALLAH SWT yang senantiasa melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Hubungan struktur terapi
kimia obat ” ini, dapat diselesaikan.Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah “Kimia Medisinal ”.
Dalam penyusunan makalah ini banyak kekurngan, oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan makalah ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang
setimpal dari Tuhan Yang Maha Esa.Penulis berharap setelah menyusun makalah
ini pengetahuan serta pemahaman baik penulis maupun pembaca akan lebih
berkembang. Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas
kepada pembaca.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Penulis mengharapkan kritik dan
saran untuk membangun guna perbaikan dan penyempurnaan makalah
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan memenuhi
harapan pembaca.

Makassar, 3 Januari 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................. i

DAFTAR ISI ..............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................... 4

B. Rumusan masalah .......................................................................... 5

C. Tujuan pembahasan ....................................................................... 5

BAB II PEMBAHASAN

A. Saluran pernapasan ......................................................................... 6

B. Penyakit pada saluran pernapasan ................................................. 8

C. Struktur Kimia Obat- Obat Saluran Pernapasan dan Mekanisme........ 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................27

B. Saran ...........................................................................................................27

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sistim saluran pernapasan memiliki fungsi utama dalam menyuplai oksigen.

Pada tubuh saluran pernapasan memiliki peranan penting, apabila dalam 1 menit saja

kita tidak dapat menyuplai oksigen dalam tubuh, maka akan beraktibat fatal yang

dapat menimbulkan kerusakan irreversible pada otak dan dapat menimbulkan

kematian. System pernapasan pada manusia meliputi hidung, faring, laring,

tenggorokan, bronkus, bronkiolus, dan alveolus. Semakin memburuknya kualitas

udara di lingkungan serta perubahan cuaca yang ekstrem dapat menimbulkan

penyakit pada saluran pernapasan. Penyakit saluran pernapasan yang paling banyak di

jumpai dalam masyarakat misalnya batuk, pilek, radang tenggorokan dan sampai

pada yang berat misalnya asma radang paru-paru, emfisema, bronckhitis dan lain-

lain.

Infeksi pada saluran napas merupakan penyakit yang umum terjadi pada

masyarakat.Secara umum penyebab dari infeksi saluran napas adalah berbagai

mikroorganisme, namun yang terbanyak akibat infeksi virus dan bakteri. Tingginya

prevalensi infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) serta dampak yang ditimbulkannya

membawa akibat pada tingginya konsumsi obat bebas (seperti anti influenza, obat

batuk, multivitamin) dan antibiotika. Dalam kenyataan antibiotika banyak diresepkan

untuk mengatasi infeksi ini. Peresepan antibiotika yang berlebihan tersebut terdapat

4
pada infeksi saluran napas khususnya infeksi saluran napas atas akut, meskipun

sebagian besar penyebab dari penyakit ini adalah virus. Salah satu penyebabnya

adalah ekspektasi yang berlebihan para klinisi terhadap antibiotika terutama untuk

mencegah infeksi sekunder yang disebabkan oleh bakteri, yang sebetulnya tidak bisa

dicegah. Dampak dari semua ini adalah meningkatnya resistensi bakteri maupun

peningkatan efek samping yang tidak diinginkan. Dalam pemilihan obat perlu kita

juga perlu memahami struktur aktivitas obat untuk membantu dalam memahami

dengan benar mekanisme kerja dari obat tersebut.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa saja yang termasuk dalam penyakit pada saluran pernapasan?

2. Obat saja apa yang termasuk dalam obat-obat saluran pernapasan?

3. Bagaimana mekanisme kerja dari obat-obat saluran pernapasan?

4. Bagaimana hubungan struktur aktivitas obat-obat saluran pernapasan?

C. TUJUAN PEMBAHASAN

1. Untuk mengetahui penyakit pada saluran pernapasan

2. Untuk mengetahui obat-obat saluran pernapasan

3. Untuk mengetahui mekanisme kerja obat saluran pernapasan

4. Untuk mengetahui struktur aktivitas obat saluran pernapasan.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Saluran Pernapasan

Dengan bernapas setiap sel dalam tubuh menerima persediaan oksigennya

dan pada saat yang sama melepaskan produk oksidasinya. Oksigen yang

bersenyawa dengan karbon dan hydrogen dari jaringan memungkinkan setiap sel

melangsungkan sendiri proses metabolismenya, yang berarti pekerjaan selesai dan

hasil buangan dalam bentuk CO2 dan H2O dihilangkan.

Hidung menghubungkan lubang-lubang sinus udara paranasalis yang masuk ke

dalam rongga-rongga hidung, dan juga menghubungkan lubang-lubang

nasolacrimal yang menyalurkan air mata dari mata ke dalam bagian bawah rongga

nasalis, kedalam hidung. Pada pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan

eksterna, oksigen dipungut melalui hidung dan mulut pada waktu bernapas;

oksigen masuk melalui trakea dan pipa bronkial ke alveoli, dan dapat

berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Di dalam paru-paru,

karbon dioksida, yaitu salah satu hasil buangan metabolisme, menembus

membrane alveolar-kapiler dari kapiler darah ke alveoli, dan setelah melalui pipa

bronkial dan trakea, dinapaskan keluar melalui hidung dan mulut. Ada empat

proses yang berhubungan dengan pernapasan pulmoner atau pernapasan eksterna

yaitu:

6
1. Ventilasi pulmoner, atau gerak pernapasan yang menukar udara dalam alveoli

dengan udara luar

2. Arus darah melalui paru-paru

3. Distribusi arus udara dan arus darah sedemikina sehingga dalam jumlah tepat

dapat mencapai semua bagian tubuh.

4. Difusi gas yang menembusi membrane pemisah alveoli dan kapiler.

Semua proses ini diatur sedemikian sehingga darah yang meninggalkan

paru-paru menerima jumlah yang tepat CO2 dan O2 . pada waktu gerak badan,

lebih banyak darah datang di paru-paru membawa terlalu banyak CO2 dan

terlmapau sedikit O2; jumlah CO2itu tidak dapat dikeluarkan, maka

konsentrasinya dalam darah arteri bertambah. Hal ini merangsang pusat

pernapasan dalam otak untuk memperbesar kecepatan dan dalamnya pernapasan.

Kegagalan pernapasan adalah kegagalan fungsi pernapasan untuk

mempertahankan isi oksigen dan karbon dioksida normal. Ventilasi pulmoner,

atau jumlah udara yang masuk dan keluar paru-paru, dapat terlalu kecil bila

pernapasan lemah sebab kerusakan otak, sumsum tulang belakang, serabut-

serabut saraf, otot, atau iga-iga, atau bila pernapasan tersumbat karena ada

halangan dalam saluran udara, seperti pada asma. Ventilasi yang terlalu sedikit

menyebabkan anoksia dan penimbunan CO2 . Pengobatan bertujuan membantu

pernapasan dengan ventilasi buatan atau dengan inhalasi untuk mengilangkan

obstruksi pada saluran udara bronkial. Penyakit pada jaringan paru-paru seperti

7
Pneumonia, tidak menyebabkan ventilasi pulmoner yang berkurang,tetapi

menyebabkan anoksia. Pada pneumonia lobaris daerah yang terkena tampak

terbendung dan difusi oksigen tidak berjalan. Kecepatan pernapasan bertambah

dalam usaha jaringan paru-paru untuk mengisi kekurangan dari kegagalan-

kegagalan pada bagian yang terkena kongesti.Sedangkan pada bronchitis baik

ventilasi maupun difusi gas tak berjalan, karena pembengkakan lapisan membrane

menghalangi udara masuk ke dalam paru-paru (Pearce, 2009).

B. Penyakit pada Saluran Pernapasan

Istilah Chronic Aspecific Respiratory Affections mencakup semua

penyakit saluran napas yang bercirikan penyumbatan (obstruksi) bronchi yang

disertai pengembangan mukosa (udema) dan sekresi dahak (sputum) berlebihan..

penyakit-penyakit tersebut meliputi berbagai bentuk penyakit beserta

peralihannya, yakni asma, bronchitis kronis dan emfisema paru yang gejala

klinisnya dapat saling menutupi (overlapping) (Rahardja dkk,2007).

a. Asma

Asma disebabkan oleh antibody IgE menempel pada sel mast dan pada

pemaparan berulang dengan antigen yang sama, terjadi sel mast sehingga

terjadi produksi dan pelepasan mediator. Bila pelepasan mediator

terlokalisasi,terjadi asma, tetapi pelepasan mediator yang menyeluruh dan

massif menyebabkan anafilaksis, yang walaupun jarang terjadi, mengancam

8
jiwa akibat sengatan lebah atau penisilin, atau obat lainnya . Antigen yang

bias memicu reaksi ini disebut allergen.

Asma bronkial merupakan penyakit inflamasi dimana ukuran diameter jalan

napas menyempit secara kronis akibat edema dan tidak stabil. Pada asma

ringan sampai sedang, obat lini pertama adalah agonis adrenoseptor β2 kerja

singkat yang bila dibutuhkan dapat di inhalasi dari wadah bertekanan. Pada

asma yang lebih berat, agonis β kerja singkat dipertahankan, dengan

penambahan steroid inhalasi dosis tinggi, ataupun dengan dengan

penambahan stimulant β kerja panjang yang di inhalasi secara teratur bersama

dengan steroid inhalasi dosis standar (Neal. M 2006).

b. Infeksi Saluran Pernapasan

1. Sinusitis

Sinusitis merupakan peradangan pada mukosa sinus paranasal.

Peradangan ini banyak dijumpai pada anak dan dewasa yang biasanya

didahului oleh infeksi saluran napas atas. Sinusitis dibedakan menjadi

sinus akut yaitu infeksi pada sinus paranasal sampai dengan 30 hari baik

dengan gejala yang menetap maupun berat. Sinusitis berikutnya adalah

sinusitis subakut dengan gejala yang menetap 30-90 hari dan yang terakhir

adalah sinusitis kronik yang biasanya didiagnosis bila gejala sinusitis terus

terjadi hingga lebih dari 6 minggu. Tanda local sinusitis adalah hidung

tersumbat, secret hidung yang kental berwarna hijau kekuningan atau

jernih, dapat pula disertai bau, nyeri tekan pada wajah di area pipi, di

9
antara kedua mata dan di dahi. Bakteri paling umum menjadi penyebab

sinusitis akut adalah Streptococcus pneumoniae, Haemophilius influenza

dan Moraxella catarrhalis. Pathogen yang menginfeksi pada sinusitis

kronik sama seperti pada sinusitis akut dengan ditambah adanya

keterlibatan bakteri anaerob dan S.aureus.

2. Faringitis

Faringitis adalah peradangan pada mukosa faring dan sering meluas ke

jaringan sekitarnya. Faringitis biasanya timbul bersama-sama dengan

tonsillitis, rhinitis dan laryngitis. Faringitis banyak diderita anak-anak usia

5-15 th di daerah dengan iklim panas. Faringitis mempunyai karakteristik

yaitu demam yang tiba-tiba, nyeri tenggorokan, nyeri telan,adenopati

servikal, malaise dan mual. Khusus untuk faringitis yanga disebabkan oleh

Streptococcus gejala yang menyertai biasanya berupa demam tiba-tiba

yang disertai nyeri tenggorokan,tonsillitis eksudatif,adenopati servikal

anterior, sakit kepala, nyeri abdomen, muntah, malaise, anoreksia, dan

rash atau urtikuria. Faringitis paling umum disebabkan oleh bakteri

Streptococcus pyogenes yang meliputi Streptocci Grup A hemolitik.

Penyebab lain banyak dijumpai adalah nonbakteri, yaitu virus- virus

saluran pernapasan seperti adenovirus, influenza,parainfluenza,

rhinovirus, dan respiratory syncytial virus.

3. Bronkhitis

10
Bronkhitis adalah kondisi peradangan pada daerah trakheobronkhial.

Bronchitis memiliki manifestasi klinik : batuk yang menetap dan

bertambah parah pada malam hari serta biasanya disertai sputum. Sesak

napas bila harus melakukan gerakan eksersi (naik tangga atau mengankat

beban berat). Penyebab bronchitis akut umunya virus seperti rhinovirus,

influenza A dan B.Coronavirus, Parainfluenza, dan Respiratory syntial

virus. Ada pula bakteri atypical yang menjadi penyebab bronchitis yaitu

Chlamydia pneumonia ataupun Mycoplasma pneumonia. Penyebab

bronchitis kronik berkaitan dengan penyakit paru obstruktif, merokok,

paparan terhadap debu, polusi udara, dan infeksi bakteri.

4. Pneumonia

Pneumonia merupakan infeksi di ujung bronkial dan alveoli yang dapat

disebabkan oleh berbagai pathogen seperti bakteri, jamur, virus, dan

parasite. Tanda dan gejala yang lazim dijumpai pada pneumonia adalah

dema, tachypnea, takikardia , batuk yang produktif, serta perubahan

sputum baik dari jumlah maupun karakteristiknya. Mikroorganisme

penyebab pneumonia meliputi: bakteri, virus, mycoplasma, chlamydia dan

jamur. Pneumonia oleh karena virus banyak dijumpai pada pasien

immunocompromised, bayi dan anak. Virus-virus yang menginfeksi

adalah virus saluran napas seperti RSV, Influenza type A, parainfluenza,

adenovirus.

(Bina Kefarmasian, 2005).

11
C. Struktur Kimia Obat- Obat Saluran Pernapasan dan Mekanisme Kerjanya

a. Antibiotik

Sebelum memulai terapi dengan antibiotika sangat penting untuk dipastikan

apakah infeksi benar-benar ada. Hal ini disebabkan ada beberapa kondisi

penyakit maupun obat yang dapat memberikan gejala/ tanda yang mirip

dengan infeksi. Selain itu pemakaian antibiotika tanpa didasari bukti infeksi

dapat menyebabkan meningkatnya insiden resistensi maupun potensi Reaksi

Obat Berlawanan (ROB) yang dialami pasien. Bukti infeksi dapat berupa

adanya tanda infeksi seperti demam, leukositosis, inflamasi di tempat infeksi,

produksi infiltrat dari tempat infeksi, maupun hasil kultur. Pilihan antibiotic

pada penyakit infeksi saluran pernapasan pada umumnya paling sering

menggunakan penicillin dan derivatnya,serta cefalosporin namun apabila

pasien resisten atau terapi gagal bisa dialihkan dengan amoksisilin-klavulanat

dan beberapa juga menggunakan Azitromisin.

1. Struktur kimia Golongan Penisilin

Penisilin adalah sebuah kelompok antibiotika β-laktam yang digunakan

dalam penyembuhan penyakit infeksi karena bakteri, biasanya

berjenis Gram positif. Penisilin bekerja dengan menghambat

pembentukan dinding sel bakteri. Cara kerja ini juga berarti bahwa

penisilin hanya akan aktif bekerja pada satuan patogen yang sedang

tumbuh dengan aktif. Sebutan "penisilin" juga dapat digunakan untuk

menyebut anggota spesifik dari kelompok penisilin. Semua penisilin

12
memiliki dasar rangka Penam, yang memiliki rumus molekul R-

C9H11N2O4S, di mana R adalah rangka samping yang beragam.

Penisislin alami telah mengalami banyak modifikasi pada molekulnya

untuk membuat turunan penisilin badru dengan sifat yang lebih baik

diantaranya :

1) Penisilin yang tahan asam, karena adanya gugus penarik electron

sperti gugus fenoksi yang terikat pada rantai samping amino.

Gugus tersebut mencegah penataulangan penisilin menjadi asam

penilat yang terjadi dalam suasana asam.

2) Penisilin yang tahan terhadap β-laktamase, karena adanya gugus

meruah (bulky) pada rantai samping amino, misalnya cincin

aromatic yang pada kedudukan orto mengandung gugus halogen

atau metoksi

3) Penisilin dengan spektrum luas yaitu karena ada gugus hidrofil

seperti NH2 pada rantai samping sehingga penembusan obat

melalui pori saluran protein membran terluar bakteri gram-negatif

menjadi lebih besar.

4) Penisilin yang aktif terhadap bakteri gram negatif dan

Pseudomonas aeruginosa disebabkan adanya gugus asidik pada

rantai samping seperti COOH, SO3H, dan – NHCO-.

13
R-C9H11N2O4S

Gambar 1 Rumus struktur Penisilin

2. Rumus Struktur Kimia Sefalosporin

Gambar 2. Rumus struktur Sefalosporin

Sefalosporin ditujukan untuk profilaksis dan penanganan

infeksi akibat bakteri yang rentan terhadap antibiotik ini. Sefalosporin

generasi pertama sangat aktif melawan bakteri Gram-positif, dan

generasi-generasi selanjutnya semakin aktif melawan bakteri Gram-

14
negatif (meski aktivitasnya sering berkurang ketika melawan

organisme Gram-positif).

Hubungan struktur dan aktivitas turunan sefaloporin adalah sebagai

berikut:

a. Turunan sefalosporin memiliki struktur inti yang sama, kecuali

pada rantai samping pada posisi C7 dan C3. Modifikasi

substituen pada C-3 dilakukan untuk mendapatkan sifat fisika

kimia yang lebih baik, dan modifikasi substituent pada posisi

C7 untuk mengubah spektrum aktivitasnya.

b. Adanya gugus pendorong electron pada posisi C3 dapat

meningkatkan aktivitas antibakteri.

c. Aktivitas biologis sangat bergantung pada rantai samping yang

terikat pada posisi C7. Substitusi gugus metoksi pada posisi C7

seperti pada sefamisin dapat meningkatkan ketahanan terhadap

β laktamase.

d. Pergantian isosterik dari atom S pada cincin dihidrotiazin

dengan atom O menghasilkanoksasefamisin atau oksasefem,

menunjukkan spektrum antibakteri yang lebih luas

3. Struktur Kimia Amoksisilin-Klavulanat (CO-Amoxiclav)

15
C8H9NO5

Gambar 3. Asam Klavulanat

Pada beberapa bakteri yang menyebabkan infeksi saluran

pernapasan seperti Streptococcus pneumonia bisa menghasilkan enzim

β-laktamase, sehingga menyebabkan pasien resisten terhadap derivate

Penisilin dan Cefalosporin. Co-Amoxiclav merupakan antibakteri

kombinasi oral yang terdiri antibiotik amoksisilin dan penghambat beta-

laktamase, kalium klavulanat (garam kalium dari asam klavulanat) yang

dapat mengatasi resistensi antibiotic pada bakteri yang mengeluarkan β-

laktamase, yang sebaliknya menonaktifkan sebagian besar penisilin.

4. Rumus Struktur Azithromycin

C38H72N2O12

16
Gambar 4. Rumus Struktur Azithromycin

Azithromycin merupakan subklas dari antibiotika makrolida yang

mengandung nitrogen atau azalide dengan khasiat dan guna yang sama

dengan erythromycin.Azithromycin aktif melawan bakteri gram positif

aerob (Stapylococcus aureus, Streptococcus agalactie, Streptococcus

pneumonia, Streptococcus pyogenes), gram negative aerob

(Haemohilus influenza, Moraxella catarhalis) dan organisme lain

seperti Clamydia trachomatis.

b. Kortikosteroid

Kortikosteroid digunakan untuk mengurangi oedema subglotis dengan

cara menekan proses inflamasi lokal. Sampai saat ini efektivitas

kortikosteroid masih diperdebatkan, namun hasil suatu studi meta-analisis

menunjukkan bahwa steroid mampu mengurangi gejala dalam 24 jam

serta mengurangi kebutuhan untuk intubasi endotrakeal. Kortikosteroid

mengatur mekanisme humoral maupun seluler dari respon inflamasi

dengan cara menghambat aktivasi dan infiltrasi eosinofil, basofil dan mast

cell ke tempat inflamasi serta mengurangi produksi dan pelepasan faktor-

faktor inflamasi (prostaglandin, leukotrien). Selain itu kortikosteroid juga

bersifat sebagai vasokonstriktor kuat (Bina Kefarmasian,2005)

Steroid dengan selektif memperbesar diameter saluran napas pada asma

dengan menurunkan reaksi inflamasi bronkus (mislanya edema,

hipersekresi mucus) dan dengan memodifikasi reaksi alergi. Pemberian

17
steroid secara oral berkaitan dengan banyak efek samping yang

serius,sehingga pilihannya bisa dengan menggunakan steroid dengan

aerosol misalnya beklometason. Steroid inhalasi biasanya efektif dalam

3-7 hari (Neal, 2006)

Beklometason

Indikasi: asma yang tidak terkontrol dengan menggunakan kortikosteroid

inhalasi dan (jika diperlukan)bronkodilator agonis beta 2 kerja singkat;

serta asma yang memiliki respon yang baik terhadap pengobatan

kortikosteroid dan bronkodilator kerja panjang.

Peringatan: aritmia, penghambatan atrioventrikular tingkat ketiga dan

takiaritmia, stenosis aortik subvalvular idiopati, obstruksi hipertropi

kardiomiopati, penyakit jantung berat, infark miokard akut, penyakit

jantung iskemi, gagal jantung kongesti, penyempitan pembuluh darah,

arteriosklerosis, hipertensi arteri, aneurisma, perpanjangan interval QT,

tirotoksikosis, diabetes melitus, feokromositoma, hipokalemia,

tuberkulosis atau infeksi virus/jamur, bukan untuk terapi pertama asma,

kehamilan, dan menyusui: kecuali jika manfaat lebih besar dari risiko,

keamanan dan efektivitas pada anak di bawah 18 tahun belum ditetapkan.

Interaksi: beta bloker (termasuk sediaan tetes mata): mengurangi efek

formoterol; golongan beta adrenergik: meningkatkan efek formoterol;

kuinidin, disopiramid, prokainamid, fenotiazin, antihistamin, penghambat

MAO, dan antidepresan trisiklik: meningkatkan perpanjangan interval QT

18
dan risiko aritmia ventrikel; L-dopa, L-tiroksin, oksitosin dan alkohol

dapat menurunkan toleransi jantung terhadap agonis beta 2; penghambat

MAO termasuk furazolidin dan prokarbazin: dapat menyebabkan kenaikan

tekanan darah; anastesi terhalogenasi: meningkatkan risiko aritmia;

turunan xantin, steroid atau diuretik dapat menyebabkan hipokalemi.

Rumus Struktur Kimia Beklometason :

C28H37ClO7

Gambar 6. Beklometason

c. Dekongestan

Dekongestan nasal digunakan sebagai terapi simtomatik pada beberapa

kasus infeksi saluran nafas karena efeknya terhadap nasal yang meradang,

sinus serta mukosa tuba eustachius. Ada beberapa agen yang digunakan

untuk tujuan tersebut yang memiliki stimulasi terhadap kardiovaskuler

serta SSP minimal yaitu: pseudoefedrin, fenilpropanolamin yang

digunakan secara oral. Dekongestan oral bekerja dengan cara

meningkatkan pelepasan noradrenalin dari ujung neuron. Preparat ini

19
mempunyai efek samping sistemik berupa takikardia, palpitasi, gelisah,

tremor, insomnia, serta hipertensi pada pasien yang memiliki faktor

predisposisi.

Rumus Struktur Kimia Pseudoefedrin dan Fenilpropanolamin

C10H15NO

Gambar 7. Pseudoefedrin

C9H13NO

Gambar 8. Fenilpropanolamin

d. Bronkhodilator

Penggunaan klinik bronchodilator infeksi pernapasan bawah adalah

pada kasus bronchitis kronik yang disertai obstruksi pernapasan. Agen

20
yang dapat dipilih adalah : Stimulan adrenoseptor β. Otot polos saluran

napas mempunyai sedikit serabut saraf adrenergic, tetapi mempunyai

banyak reseptor β2 yang bila distimulasi menyebabkan bronkodilatasi.

Aktivitas adrenoseptor β merelaksasi otot polos melalui peningkatan

cAMP intrasesuler yang mengaktivasi suatu protein kinase. Hal tersebut

menghambat kontraksi otot dengan cara memfosforilasi dan menghambat

kinase rantai pendek myosin. Agonis β2 seperti salbutamol biasanya

diberikan secara inhalasi. Efek yang tidak diharapkan adalah tremor halus,

ketegangan pada saraf, dan takikardia, tetapi biasnya efek-efek ini tidak

menjadi masalah bila obat diberikan secara inhalasi. Salmetrol mempunyai

masa kerja yang jauh lebih panjang daripada salbutamol. Tidak seperti

agonis β2 kerja singkat, tetapi teratur dengan salmeterol inhalasi

mempunyai efek yang menguntungkan pada pasien asma. Ipatropium

merupakan antagonis muskarinik dan bronkodilator yang cukup efektif,

kemungkinan karena ipratropium menurunkan bronkokonstriksi akibat

stimulasi histamine pada reseptor sensoris di saluran napas.

Derivat metilxantine meliputi teofilin dan derivatnya seperti aminofilin

merupakan bronchodilator yang baik, namun memilki beberapa

kekurangan. Kekurangan tersebut di antaranya tidak dapat diberikan

secara inhalasi, sehingga efek samping lebih nyata dibandingkan ß-

Adrenoceptor Agonist.

21
Selain itu dengan indeks keamanan yang sempit teofilin perlu dimonitor

kadar plasmanya. Derivat metilxantin bekerja dengan menghambat enzim

fosfodiesterase intrasel yang akan memecah cyclic-AMP (yang

diasumsikan berguna untuk bronkhodilatasi).

Rumus Struktur Kimia Salbutamol, Salmeterol, Ipratropium dan Teofilin

C13H21NO3

Gambar 9. Salbutamol

Salbutamol merupakan obat bronkodilator yang merupakan golongan

selektif beta 2 adrenergik agonis, artinya obat ini secara spesifik bekerja

pada reseptor beta 2 adrenergik yang terdapat pada otot polos bronkus untuk

secara langsung menimbulkan efek relaksasi pada otot polos bronkus, selain

pada otot polos bronkus salbutamol juga bekerja pada otot polos uterus

untuk menimbulkan efek tokolitik yang secara langsung menurunkan

kontraktilitas uterus. Sebagai beta 2 adrenergik agonis salbutamol memiliki

pengaruh yang minimal terhadap reseptor beta 1 adrenergik yang terdapat

pada sistem kardiovaskuler. Hati-hati bila diberikan pada penderita

22
thyrotoxicosis, hipertensi, gangguan kardiovaskuler, hipertiroid dan

diabetes melitus.

C25H37O4

Gambar 10. Salmeterol

Salmeterol merupakan golongan bronkodilator. Obat ini bekerja dengan

cara memperlebar saluran udara di paru-paru, sehingga udara dapat

mengalir keluar masuk paru-paru dengan lancar. Dengan begitu, gejala-

gejala seperti sesak napas, mengi, batuk, dan lainnya bisa berkurang.

C20H30BrNO3

Gambar 11 Ipratropium Br

23
Ipratropium bromida adalah antagonis kolinergika asetilkolin pada

reseptor kolinergik, yang memblok asetilkolin di saraf parasimpatetik otot

bronkus, menyebabkan stimulasi guanyl cyclase dan menekan

peningkatan cGMP (mediator bronkokontriksi) sehingga menimbulkan

bronkodilatasi.Iprotropium untuk inhalasi oral adalah suatu antikolinergik

(parasimpatolitik) yang akan menghambat refleks vagal dengana cara

mengantagonis kerja asetilkolin. Bronkodilasi yang dihasilkan bersifat

lokal, pada tempat tertentu dan tidak bersifat sistemik.Ipratropium

bromida (semprot hidung) mempunyai sifat antisekresi dan penggunaan

lokal dapat menghambat sekresi kelenjar serosa dan seromukus mukosa

hidung.

C7H8N4O2

Gambar 12. Teofilin

Bekerja dengan menghalangi kerja enzim fosfodiesterase sehingga

menghindari perusakan cAMP dalam sel, antagonis adenosin, stimulasi

pelepasan katekolamin dari medula adrenal, mengurang; konsentrasi Ca

24
bebas di otot polos, menghalangi pembentukan prostaglandin, dan

memperbaiki kontraktilitas diafragma.

e. Mukolitik

Mukolitik merupakan obat yang dipakai untuk mengencerkan mukus yang

kental, sehingga mudah dieskpektorasi. Perannya sebagai terapi tambahan

pada bronkhitis, pneumonia. Pada bronchitis kronik terapi dengan

mukolitik hanya berdampak kecil terhadap reduksi dari eksaserbasi akut,

namun berdampak reduksi yang signifikan terhadap jumlah hari sakit

pasien. Agen yang banyak dipakai adalah Acetylcystein yang dapat

diberikan melalui nebulisasi maupun oral. Mekanisme kerja adalah dengan

cara membuka ikatan gugus sulfidril pada mucoprotein sehingga

menurunkan viskositas mukus.

Rumus Struktur Kimia Acetylcystein

C5H9NO3S

Gambar 13. Acetylcysteine

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit pada saluran pernapasan terdiri dari asma dan infeksi

saluran pernapasan.Obat-obat pada saluran pernapasan yaitu antibiotic,

dekongestan, mukolitik, kortikosteroid,dan bronkodilator.

B. Saran

Dalam pemilihan obat pada saluran pernapasan asma perlu

diperhatikan penyakit lain dari pasien yang menerima terapi asma dan

pada penyakit infeksi saluran pernapasan perlu diperhatikan

penyebabnya virus atau bakteri sehingga pemilihan obatnya bisa tepat

26
DAFTAR PUSTAKA

Neal, Michael., 2006, At a Glance Farmakologi Medis, Edisi 5, Penerbit Erlangga.

Pearce, Evelyn., 2009, Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis, Gramedia, Jakarta.

Anonim, 2005, Pharmaceutical Care untuk Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan,

Departemen Kesehatan RI. (Online), http://binfar.kemkes.go.id>PC_INFEKSI

diakses 30 Desember 2018.

Woro,Sujati.,2016, Farmakologi, Modul Bahan Ajar Cetak Farmasi, Jakarta.

(Online),http://bppsdmk.kemkes.go.id>2017/08/Farmakologi-

Komprehensif.pdf , diakses 30 Desember 2018.

Rahardja, Kirana & Tjay T.H., 2007, Obat-obat Penting, Jakarta.

27

Anda mungkin juga menyukai