Disusun oleh :
Wina Sonia 21334733
Olesa Checi Putri 21334735
Nada Nur’aini Maulina 21334737
Melinda Setyowati 21334741
Roma Parsaulian 21334742
Donna Hestiantari Irawan 21334743
Nazla 21334752
Khafiedhotul Amanah 21334756
Fadila Shinta R. 21334761
Rischa Theresia 21334764
Mita Nur Malasari 21334766
Dhea Novita Sari 21334769
FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga makalah ini bisa selesai dengan baik. Makalah
“Farmakoterapi pada Ibu Menyusui” ini disusun sabagai salah satu tugas untuk memenuhi
persyaratan dalam mata kuliah Farmasi Sosial.
Makalah ini disusun dengan kerjasama tim yang baik sehingga dapat terselesaikan
dengan optimal. Penulis menyampaikan terima kasih kepada anggota tim yang telah
berkontribusi dalam penyusunan makalah ini.
Makalah ini masih jauh untuk dikatakan sempurna baik dari segi materi maupun dari
teknik penulisan. Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan baik dari segi
teknik penulisan maupun materi dalam penyusunan makalah ini. Oleh karena itu, kami sangat
terbuka terhadap kritik dan saran dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas
kepada pembaca khususnya mengenai topik Farmakoterapi pada Ibu Menyusui. Atas
perhatiannya kami ucapkan terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
1.3 Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk memberikan wawasan kepada pembaca mengenai
Farmakoterapi atau segala aspek mengenai obat-obatan yang dapat dikonsumsi oleh ibu
menyusui.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam proses menyusui terdapat dua refleks pada ibu yang sangat penting, yaitu :
a) Refleks Prolaktin
Dalam puting susu terdapat banyak ujung saraf sensorik. Bila dirangsang, timbul
impuls yang menuju hipotalamus selanjutnya ke kelenjar hipofisis bagian depan sehingga
kelenjar ini mengeluarkan hormone prolactin. Hormone inilah yang berperan dalam
peroduksi ASI di tingkat alveoli.
b) Refleks aliran ( Let Down Reflex)
Rangsang putting susu tidak hanya diteruskan sampai ke kelenjar hipofisis depan,
tetapi juga ke kelenjar hipofisis bagian belakang, yang mengeluarkan hormone oksitosin.
Hormone ini berfungsi memacu kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan
didinding saluran, sehingga ASI di pompa keluar.
Proses Menyusui
Pada saat hamil, payudara membesar dikarenakan pengaruh berbagai hormon,
diantaranya adalah hormon estrogen, progesteron, HPL. Hormon yang berfungsi untuk
produksi ASI adalah Hormon prolactin, disamping itu terdapat juga pengaruh dari
hormon lain seperti insulin, tiroksin dan sebagainya.
a) Persiapan Psikologi
Langkah yang harus diambil dalam mempersiapkan psikologin ibu untuk menyusui
adalah :
Mendorong setiap ibu untuk percaya dan yakin bahwa ia dapat sukses dalam
menyusui bayinya
Meyakinkan ibu akan keuntungan ASI dan kerugian susu buatan/formula
Memecahkan masalah yang timbul pada ibu yang mempunyai pengalaman
menyusui sebelumnya, pengalaman kerabat atau keluarga lain
Mengikutsertakan suami atau anggota keluarga lain yang berperan dalam
keluarga. Ibu harus dapat beristirahat cukup untuk kesehatannya dan bayi
sehingga perlu adanya pembagian tugas dalam keluarga
Setiap saat ibu diberi kesempatan untuk bertanya dan dokter/petugas
kesehatan harus dapat memperlihatkan perhatian dan kemauannya dalam
membantu ibu
b) Hal-hal lain yang perlu diperhatikan
Ukuran dan Bentuk
Tidak berpengaruh pada produksi ASI. Perlu diperhatikan bila ada kelainan;
seperti pembesaran masif, gerakan yang tidak simetris pada perubahan posisi
Kontur/Permukaan
Permukaan yang tidak rata, adanya depresi, elevasi, retraksi atau luka pada
kulit payudara harus dipikirkan kearah tumor atau keganasan dibawahnya.
Saluran limfe yang tersumbat dapat menyebabkan kulit membengkak, dan
membuat gambaran seperti kulit jeruk
Warna Kulit
Pada umumnya sama dengan warna kulit perut atau punggung, yang perlu
diperhatikan adalah warna kemerahan tanda radang, penyakit kulit atau
bahkan keganasan
Sebelum menyusui ASI dikeluarkan sedikit, kemudian dioleskan pada puting
susu dan areola sekitarnya sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban
puting susu
Bayi diletakkan menghadap perut ibu/payudara
Payudara dipegang dengan ibu jari di atas dan jari yang lain menopang
dibawah, jangan menekan puting susu atau areolanya saja.
a) Ibu memperhatikan adanya “bercak panas”, atau area nyeri tekan yang akut.
b) Ibu dapat merasakan bercak kecil yang keras di daerah nyeri tekan tersebut.
c) Ibu tidak mengalami demam dan merasa baik-baik saja.
Pengobatan :
Lanjutkan menyusui
Berikan kompres panas pada area yang sakit
Tirah baring (bersama bayi) sebanyak mungkin
Jika bersifat infeksius, berikan analgesik non narkotik, antipiretik
(Ibuprofen, asetaminofen) untuk mangurangi demam dan nyeri
Pantau suhu tubuh akan adanya demam. Jika ibu demam tinggi
(<39oC), periksa kultur susu terhadap kemungkinan adanya
infeksi streptokokal
Pertimbangkan pemberian antibiotik antistafilokokus kecuali jika
demam dan gejala berkurang.
2) Kandida/sariawan
Merupakan hal yang biasa terjadi pada ibu yang menyusui dan bayi
setelah pengobatan antibiotik. Manifestasinya seperti area merah muda yang
menyolok menyebar dari area puting, kulit mengkilat, nyeri akut selama dan
setelah menyusui; pada keadaan yang parah, dapat melepuh. Bayi dapat
menderita ruam popok, dengan pustula yang menonjol, merah, tampak luka
dan/atau seperti luka terbakar yang kemerahan. Pada kasus-kasus yang berat,
bintik-bintik atau bercak-bercak putih mungkin terlihat merasakan nyeri dan
menolak untuk mengisap.
Pengobatan :
Perawatan :
a) Jika ibu sudah pernah mengalami cacar, menyusui akan memberikan antibodi
kepada bayi.
b) Menyusui tidak perlu dihentikan
c) Jika ibu belum pernah mengidap cacar air, ibu dan bayinya harus menerima
vaksin varisela jika mereka sudah terpapar
4) Cytomegalovirus (cmv)
CMV adalah hal yang umum; 50-80 % populasi memiliki antibodi CMV
di dalam darahnya. Menyusui merupakan alat yang penting untuk memberikan
imunitas pasif CMV pada bayi. Anak yang disusui, yang diimunisasi CMV
melalui ASI akan terlindungi dari gejala infeksi nantinya dan dari infeksi primer
selama kehamilan.
Perawatan :
5) Hepatitis b (hbv)
HBV dapat menyebabkan penyakit sistemik (demam, kelemahan)
dan ditularkan melalui kontak dengan darah yang terinfeksi, sekresi
tubuh atau transfusi darah. Bayi yang lahir dari ibu dengan HBV +
langsung tertular, kebanyakan terinfeksi di dalam rahim.
Perawatan :
a) Semua bayi harus mendapatkan vaksin hepatitis B setelah lahir. Selain
itu, bayi harus menerima imunoglobulin hepatitis B (HBIG).
b) Menyusui tidak meningkatkan risiko bayi terinfeksi HBV.
6) Hiv/aids \
Penularan HIV dari Ibu ke Bayi dapat terjadi selama kehamilan (5-10%),
persalinan (10-20%) dan menyusui (10-15%). Menurut estimasi Depkes, setiap
tahun terdapat 9.000 ibu hamil HIV positif yang melahirkan di Indonesia. Berarti,
jika tidak ada intervensi sekitar 3.000 bayi diperkirakan akan lahir HIV positif
setiap tahunnya di Indonesia.
Perawatan :
Ibu hamil dengan perilaku berisiko atau mendapat paparan risiko
terinfeksi HIV, segera melakukan VCT (Voluntary Counseling & Testing) untuk
mengetahui status serologis secepatnya. Bila status serologisnya negatif,
dianjurkan untuk mempertahankannya dengan menghindari paparan
menggunakan kondom setiap sanggama, melakukan perilaku hidup sehat, dan
melakukan evaluasi ulang serologis sesuai anjuran (memastikan hasil
pemeriksaan di luar “masa jendela”).
1.4 Pengkajian / Penilaian Peresepan (Pedoman Telaah Ulang Regimen Obat (Drug
Regimen Review)
Tujuan : Memastikan bahwa rejimen obat diberikan sesuai dengan indikasi kliniknya,
mencegah atau meminimalkan efek yang merugikan akibat penggunaan obat dan
mengevaluasi kepatuhan pasien dalam mengikuti rejimen pengobatan.
Kriteria ibu menyusui yang mendapat prioritas untuk dilakukan telaah ulang rejimen obat
:
1) Mendapat 5 macam obat atau lebih, atau 12 dosis atau lebih dalam sehari
2) Mendapat obat dengan rejimen yang kompleks, dan atau obat yang berisiko tinggi
untuk mengalami efek samping yang serius
3) Menderita tiga penyakit atau lebih
4) Mengalami gangguan kognitif, atau tinggal sendiri
5) Tidak patuh dalam mengikuti rejimen pengobatan
6) Akan pulang dari perawatan di rumah sakit
7) Berobat pada banyak dokter
8) Mengalami efek samping yang serius, alergi