Anda di halaman 1dari 28

FISIOLOGIS MASA NIFAS

Mata Kuliah : Biologi Reproduksi

Dosen Pengampu :

Oleh :

Alifia Alqibtia

Devani Oktavia Pratiwi (202015201007)

Fathimah Mouna Zata Imani(202015201010)

Mutia Febriyanti (202015201021)

Sherly Nur Sabrina Mustofa (202015201035)

Sri Widyastuti (202015201040)

Syahgita Dara Septi Purba (202015201041)

STIKes RSPAD GATOT SOEBROTO

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN 2021


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masa nifas merupakan masa paling rentan terjadinya angka
kesakitan. Salah satu penyebab kesakitan pada ibu nifas yaitu
masalah pada proses laktasi. Dalam masa nifas, pengetahuan tentang
teknik menyusui sangat penting untuk di ketahui. Ibu yang tidak mau
menyusui bayinya disebabkan karena berbagai alasan. Misalanya
takut gemuk, sibuk, payudara kendor dan sebagainya. Di lain pihak,
ada juga ibu yang ingin menyusui bayinya tetapi mengalami
kendala, biasanya ASI tidak mau keluar atau produksinya kurang
lancar.
Menurut WHO tahun 2009 Ibu yang gagal menyusui terdapat 36,5%
dan 20% diantaranya adalah ibu-ibu di negara berkembang
sementara itu berdasarkan data dari riset kesehatan dasar (Riskendas)
tahun 2010 dijelaskan bahwa 67,5% ibu yang gagal memberikan
ASI kepada bayinya adalah karena kurangnya pemahaman ibu
tentang teknik menyusui yang benar sehingga sering menderita
puting lecet dan retak.
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut
involusi. Asuhan selama periode nifas perlu mendapat perhatian
karena sekitar 60% Angka Kematian Ibu terjadi pada periode ini.
Perdarahan merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian ibu
pada masa nifas, dimana 50%-60% karena kegagalan uterus
berkontraksi secara sempurna.
World Health Organization (WHO) menyatakan angka kematian ibu
sangat tinggi. Sekitar 830 wanita meninggal karena komplikasi
kehamilan atau persalinan di seluruh dunia setiap hari. Diperkirakan
pada tahun 2015 , sekitar 303.000 wanita meninggal selama dan
setelah kehamilan dan persalinan. Rasio kematian ibu di negara
berkembang pada tahun 2015 adalah 239 per 100.000 KH.
Selama masa nifas tersebut berlangsung, ibu akan mengalami
banyak perubahan, baik secara fisiologis maupun psikologis.
Perubahan psikologis lebih banyak disebabkan karena perubahan
peran barunya yaitu peran menjadi seorang ibu. Sedangkan
perubahan fisiologis yang terjadi pada masa nifas merupakan proses
pengembalian fisik ibu seperti keadaan semula sebelum hamil.
Perubahan tersebut meliputi perubahan sistem reproduksi, sistem
pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskuloskeletal, sistem
endokrin, tanda vital, sistem kardiovaskuler, dan perubahan sistem
hematologi.
Salah satu perubahan fisiologis masa nifas adalah perubahan sistem
reproduksi dimana meliputi perubahan corpus uterin, cervix, vulva
dan vagina, serta otot-otot pendukung pelvis. Kemudian perubahan
pada corpus uterin salah satunya adalah involusi uterus yaitu
pemulihan uterus pada ukuran dan kondisi normal setelah kelahiran
bayi yang diketahui sebagai involusi.
Involusi uterus dimulai setelah persalinan yaitu setelah plasenta
dilahirkan, dimana proses involusi uterus berlangsung kira-kira
selama 6 minggu. Involusi uteri pada ibu postpartum harus berjalan
dengan baik, karena jika proses involusi tidak berjalan dengan baik
dapat berakibat buruk pada ibu nifas seperti terjadi subinvolusi uteri
yang dapat mengakibatkan perdarahan, selain itu adalah
hiperinvolusi uteri, kelainan fisik lain adalah pemisahan otot perut
atau yang biasa disebut dengan diastasis rectus abdominis. Kontraksi
otot perut akan membantu proses involusi yang dimulai setelah
plasenta keluar segera setelah melahirkan. Ambulasi secepat
mungkin dengan frekuensi sering sangat diperlukan dalam proses
involusi. Kelancaran proses involusi dapat dideteksi dengan
pemeriksaan lochea, konsistensi uterus, dan pengukuran tinggi
fundus uteri.
Keuntungan atau manfaat yang dapat diperoleh karena proses
pemulihan fisik yang cepat dan baik bagi ibu adalah perasaan yang
lebih baik, lebih sehat, lebih kuat, dan memungkinkan untuk dapat
segera merawat dan membesarkan bayinya. Keuntungan bagi bayi
adalah mendapatkan perawatan yang lebih baik dan kebutuhan yang
dapat diperoleh dari ibu dapat terpenuhi.
Faktor-faktor yang menyebabkan percepatan involusi uterus
(penurunan tinggi fundus uteri) salah satunya yaitu kontraksi.
Kontraksi dapat ditimbulkan dari tekanan intra abdomen atau
kekuatan otot abdomen yang baik. Latihan penguatan otot rectus
abdominis merupakan suatu latihan dengan memberikan stimulus
pada bagian muscullus rectus abdominis dengan mengontraksikan
otot-otot tersebut sehingga dapat meningkatkan tekanan intra
abdomen. Manfaat dilakukanya penguatan otot rectus abdominis
adalah mengencangkan dinding rahim, mempercepat involusi uteri
dan memperlancar pengeluaran lochea dan menurunkan tinggi
fundus uteri dengan cepat.
Latihan yang dilakukan pada otot-otot tertentu akan memberi efek
yaitu aliran darah otot meningkat sehingga pengangkutan oksigen
dan nutrisi lain untuk otot juga meningkat, hal ini akan memberikan
kekuatan pada otot secara maksimal.
Proses involusi uteri berhubungan dengan penurunan tinggi fundus
uteri karena salah satu indikator dalam proses involusi adalah tinggi
fundus uteri. Salah satu cara untuk memperlancar proses involusi
uteri adalah dengan melakukan penguatan otot abdomen khususnya
musculus rectus abdominis. Pengencangan otot abdomen merupakan
latihan yang dilakukan oleh ibu nifas untuk menjaga otot abdominal
agar menjadi lebih kuat setelah melewati proses persalinan
Adanya perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudah melahirkan
akan menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih. Kemurungan dan
kesedihan dapat semakin bertambah oleh karena ketidaknyamanan
secara fisik, rasa letih setelah proses persalinan, stress, kecemasan,
adanya ketegangan dalam keluarga, kurang istirahat karena harus
melayani keluarga dan tamu yang berkunjung untuk melihat bayi
atau sikap petugas yang tidak ramah.
Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan bagi
seorang ibu. Pada saat yang sama, ibu baru (primipara) mungkin
frustasi karena merasa tidak kompeten dalam merawat bayi dan tidak
mampu mengontrol situasi. Semua wanita akan mengalami
perubahan ini, namun penanganan atau mekanisme koping yang
dilakukan dari setiap wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda.
Hal ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita
tersebut dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku,
bangsa, pendidikan serta pengalaman yang didapat.

2. Rumusan Masalah
1. Apa saja perubahan fisiologis pada ibu nifas?
2. Apakah ada hubungan paritas dengan terjadinya terduga depresi
postpartum?
3. Bagaimana hubungan pengetahuan ibu nifas dengan teknik
menyusui yang benar?
4. Adakah hubungan paritas dengan kejadian postpartum blues
pada ibu nifas?
5. Apakah ada pengaruh dukungan suami terhadap kesejahteraan
ibu nifas?
6. Apakah ada hubungan antara kecemasan postpartum dengan
perubahan peran pada ibu postpartum primipara?

3. Tujuan
1. Mengetahui perubahan fisiologis pada ibu nifas.
2. Mengetahui hubungan paritas dengan terjadinya terduga depresi
postpartum.
3. Mengetahui hubungan pengetahuan ibu nifas dengan teknik
menyusui yang benar.
4. Mengetahui hubungan paritas dengan kejadian postpartum blues
pada ibu nifas.
5. Mengetahui pengaruh dukungan suami terhadap kesejahteraan
ibu nifas.
6. Mengetahui hubungan antara kecemasan postpartum dengan
perubahan peran pada ibu postpartum primipara.

4. Manfaat
1. Bagi Penulis
Dapat mempraktikan teori yang didapat secara langsung di
lapangan dalam memberikan asuhan kebidanan dengan metode
Literatur Review
2. Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan kajian materi serta refrensi bagi mahasiswa dalam
memahami pelaksanaan asuhan kebidanan dengan metode
Literatur Review dan meningkatkan pengetahuan untuk
melakukan atau mengembangkan penelitia dibidang kesehatan
yang berkelanjutan.
3. Bagi Masyarakat
Sebagai sumber informasi bagi penentu kebijakan dalam upaya
meningkatkan program pelayanan yang berlanjutan terhadap ibu
nifas.
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Pengertian Masa Nifas


Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah persalinan
selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas, organ
reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut
involus (Maritalia, 2012).

2. Tujuan Asuhan Masa Nifas


1. Mendeteksi adanya perdarahan masa nifas, untuk menghindari
adanya kemungkinan perdarahan post partum dan infeksi
2. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya
3. Melaksanakan skrining secara komprehensif, untuk mendeteksi
masalah, mengobati, dan merujuk bila terjadi komplikasi pada
ibu ataupun bayinya.
4. Memberikan pendidikan kesehatan diri, tentang perawatan diri
nutrisi KB, menyusui, pemberian imunisasi kepada bayinya, dan
perawatan bayi sehat.
5. Memberikan pendidikan mengenai laktasi dan perawatan
payudara. Konseling mengenai KB (Asih Yusari, Risneni, 2016:
02).

3. Tahapan Masa Nifas


Beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:
1. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta
menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya.

2. Puerperium Intermediate
Suatu kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya
sekitar 6-8 minggu.
3. Puerperium Remote
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
Masa nifas terbagi menjadi tiga periode (Kemenkes RI, 2015),
yaitu :
1.) Periode Pasca Salin Segera (Immediate Post Partum) 0-24
jam. Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24
jam. Pada masa ini sering terdapat masalah, misalnya
perdarahan karena atonia uteri. Oleh sebab itu, kesehatan
harus dengan teratur melakukan pemeriksaan kontraksi
uterus, pengeluaran lochea, tekanan darah dan suhu.
2.) Periode Pasca Salin Awal (Early Post Partum) 24 jam-1
minggu. Pada periode ini pastikan involusi uteri dalam
keadaan normal, tidak ada perdarahan, lochea tidak berbau
busuk, tidak ada demam, ibu cukup mendapatkan makanan
dan cairan, serta dapat menyusui bayinya dengan baik.
3.) Periode Pasca Salin Lanjut (Late Post Partum) 1 minggu-6
minggu. Pada periode ini tenanga kesehatan tetap melakukan
perawatan dan pemeriksaan serta konseling KB. (Asih
Yusari, Risneni, 2016).

4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas


Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah
keluarnya plasenta, kadar sirkulasi hormon HCG (human
chorionic gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen
dan progesterone menurun. Human plasental lactogen akan
menghilang dari peredaran darah ibu dalam 2 hari dan HCG
dalam 2 mingu setelah melahirkan. Kadar estrogen dan
progesteron hampir sama dengan kadar yang ditemukan pada
fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-turut sekitar 3 dan
7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini mengubah
fungsi seluruh sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan
Wanita dianggap sedang tidak hamil (Walyani, 2017)
Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas
menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) yaitu:
4.1 Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga
dan berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit
gepeng dan berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus
sekitar 7-8 cm, lebar sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5
cm. Letak uterus secara fisiologis adalah anteversiofleksio.
Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu fundus uteri, korpus uteri,
dan serviks uteri. Menurut Walyani (2017) uterus
berangsur- angsur menjadi kecil (involusi) sehingga
akhirnya kembali seperti sebelum hamil:
1.) Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat
uterus 1000 gr.
2.) Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari
bawah pusat dengan berat uterus 750 gr.
3.) Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba
pertengahan pusat dengan simpisis, berat uterus 500 gr.
4.) Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba
diatas simpisis dengan berat uterus 350 gr.
5.) Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil
dengan berat uterus 50 gr. Pemeriksaan uterus meliputi
mencatat lokasi, ukuran dan konsistensi antara lain:
- Penentuan lokasi uterus
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada
diatas atau dibawah umbilikus danapakah fundus
berada digaris tengah abdomen/ bergeser ke salah
satu sisi.
- Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada
puncak fundus dengan jumlah lebar jari dari
umbilikus atas atau bawah.
- Penentuan konsistensi uterus
Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa
teraba sekeras batu dan uterus lunak.

4.2 Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya
menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim.
Serviks menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan
sebagai jalan keluarnya janin dan uterus menuju saluran
vagina pada saat persalinan. Segera setelah persalinan,
bentuk serviks akan menganga seperti corong. Hal ini
disebabkan oleh korpus uteri yang berkontraksi sedangkan
serviks tidak berkontraksi. Warna serviks berubah menjadi
merah kehitaman karena mengandung banyak pembuluh
darah dengan konsistensi lunak. Segera setelah janin
dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan
pemeriksa. Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat
dilewati oleh 2-3 jari dan setelah 1 minggu persalinan hanya
dapat dilewati oleh 1 jari, setelah 6 minggu persalinan
serviks menutup.

4.3 Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga
uterus dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan
belakang vagina berdekatan satu sama lain dengan ukuran
panjang ± 6, 5 cm dan ± 9 cm. Selama proses persalinan
vagina mengalami penekanan serta pereganganan yang
sangat besar, terutama pada saat melahirkan bayi. Beberapa
hari pertama sesudah proses tersebut, vagina tetap berada
dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur- angsur akan muncul kembali. Sesuai dengan
fungsinya sebagai bagian lunak dan jalan lahir dan
merupakan saluran yang menghubungkan cavum uteri
dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai
saluran tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari
cavum uteri selama masa nifas yang disebut lochea.
Karakteristik lochea dalam masa nifas adalah sebagai
berikut:
1) Lochea Rubra/ Kruenta
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar
barcampur sisa- sisa selaput ketuban, sel- sel desidua,
sisa- sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
2) Lochea Sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7
postpartum, karakteristik lochea sanguinolenta berupa
darah bercampur lendir.
3) Lochea Serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah
1 minggu postpartum.
4) Lochea Alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya
merupakan cairan putih (Walyani, 2017) Normalnya
lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada
jalan lahir, baunya akan berubah menjadi berbau busuk.
4.4 Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami
penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses melahirkan bayi. Beberapa hari pertama sesudah
proses melahirkan vulva tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada
keadaan tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol.
4.5 Payudara (Mamae)
Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan
progesteron menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI
dimulai. Suplai darah ke payudara meningkat dan
menyebabkan pembengkakan vascular sementara. Air susu
sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus dikeluarkan
dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk
pengadaan dan keberlangsungan laktasi. ASI yang akan
pertama muncul pada awal nifas ASI adalah ASI yang
berwarna kekuningan yang biasa dikenal dengan sebutan
kolostrum. Kolostrum telah terbentuk didalam tubuh ibu
pada usia kehamilan ± 12 minggu. Perubahan payudara
dapat meliputi:
1.) Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan
peningkatan hormon prolactin setelah persalinan.
2.) Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI
terjadi pada hari ke 2 atau hari ke 3 setelah persalinan.
3.) Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda
mulainya proses laktasi (Walyani, 2017).

4.6 Tanda- Tanda Vital


Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan
Walyani (2017) antara lain:
1.) Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat
0,5⁰ celcius dari keadaan normal namun tidak lebih dari
38⁰ celcius. Setelah 12 jam persalinan suhu tubuh akan
kembali seperti keadaan semula.

2.) Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi
dapat sedikit lebih lambat. Pada masa nifas biasanya
denyut nadi akan kembali normal.
3.) Tekanan darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah
dibandingkan pada saat hamil karena terjadinya
perdarahan pada proses persalinan.
4.) Pernafasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat
karena kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu
meneran/ mengejan dan memepertahankan agar
persediaan oksigen ke janin tetap terpenuhi. Setelah
partus frekuensi pernafasan akan Kembali normal.

4.7 Sistem Peredaran Darah (Kardiovaskuler)


Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat
segera setelah melahirkan karena terhentinya aliran darah
ke plasenta yang mengakibatkan beban jantung meningkat
yang dapat diatasi dengan haemokonsentrasi sampai volume
darah kembali normal, dan pembulu darah kembali ke
ukuran semula.

4.8 Sistem Pencernaan


Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section
caesarea) biasanya membutuhkan waktu sekitar 1- 3 hari
agar fungsi saluran cerna dan nafsu makan dapat kembali
normal. Ibu yang melahirkan secara spontan biasanya lebih
cepat lapar karena telah mengeluarkan energi yang begitu
banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar
biasanya mengalami perubahan pada 1- 3 hari postpartum,
hal ini disebabkan terjadinya penurunan tonus otot selama
proses persalinan. Selain itu, enema sebelum melahirkan,
kurang asupan nutrisi dan dehidrasi serta dugaan ibu
terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/ perineum
setiap kali akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara
spontan. Faktor- faktor tersebut sering menyebabkan
timbulnya konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama.
Kebiasaan defekasi yang teratur perlu dilatih kembali
setelah tonus otot kembali normal.

4.9 Sistem Perkemihan


Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.
Kemungkinan terdapat spasine sfingter dan edema leher
buli- buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara
kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urine
dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12-
36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan,
kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini
menyebabkan diuresis. Uterus yang berdilatasi akan
kembali normal dalam tempo 6 minggu.

4.10 Sistem Integument


Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasi
pada wajah, leher, mamae, dinding perut dan beberapa
lipatan sendri karena pengaruh hormon akan menghilang
selama masa nifas.
4.11 Sistem Musculoskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum.
Ambulasi dini sangat membantu untuk mencegah
komplikasi dan mempercepat proses involusi.

BAB III
PEMBAHASAN

1. Pengertian Masa Nifas


Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai dari beberapa
jam setelah persalinan selesai smpai 6 minggu atau 42 hari.
Selama masa nifas , organ reproduksi secara perlahan akan
mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan
organ reproduksi disebut involusi. Dengan demikian dapat
diartikan masa nifas adalah masa yang dilalui oleh seorang
perempuan dimulai setelah melahirkan setelah hasil konsepsi
(bayi dan plasenta) dan berakhir 6 minggu setelah melahirkan.
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum
hamil. Nifas (puerperium) berasal dari bahasa latin. Puerperium
berasal dari dua suku kata yakni puer dan parous. Peur berarti
bayi dan parous berarti melahirkan. Masa nifas (puerperium)
adalah masa setelah keluarnya placenta sampai alat-alat
reproduksi pulih seperti sebelum hamil dan secara normal masa
nifas berlangsung selama 6 minggu atau 40 hari.

2. Hubungan Paritas dengan Postpartum Blues


Melahirkan merupakan suatu peristiwa penting yang dinantikan
oleh sebagian besar perempuan karena membuat ibu menjadi
seorang perempuan yang berfungsi utuh dalam kehidupannya.
Sebagian wanita berhasil menyesuaikan diri dengan baik, ibu
primipara akan bersemangat mengasuh bayinya, tetapi sebagian
lagi tidak berhasil menyesuaikan diri dan mengalami gangguan
psikologis seperti merasa sedih, jengkel, lelah, marah, putus asa
dan perasaan-perasaan itulah yang membuat seorang ibu enggan
mengurus bayinya yang disebut postpartum blues.
Postpartum blues juga merupakan periode pendek kelabilan
emosi sementara yang ditandai dengan mudah menangis,
iritabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas dan sedih biasanya
terjadi menjelang akhir minggu pasca persalinan pertama.
Postpartum blues atau sering disebut Baby blues merupakan
problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan
kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu (keluarga
bahagia, 2008).
Di Polindes Desa Permisan selama periode 2 bulan, terdapat ibu
melahirkan sebanyak 20 orang diantaranya 12 ibu primipara, 6
ibu multipara dan 2 ibu grandemultipara, Dari hasil studi
penelitian di dapatkan hasil bahwa 5 dari 12 orang ibu primipara
mengalami kejadian postpartum blues, namun belum ada
penelitian terkait tentang Postpartum Blues terkait dengan
paritas ibu. Postpartum Blues ini dikategorikan sebagai
gangguan mental ringan sehingga sering tidak di perdulikan,
tidak terdiagnosa dan akhirnya tidak ditangani, keadaan ini akan
membuat perasaan tidak nyaman bagi wanita yang
mengalaminya, sehingga mempunyai dampak buruk terutama
dalam kesehatan ibu, hubungan dengan suami dan
perkembangan anak.
Penanganan gangguan mental pasca persalinan pada prinsipnya
tidak berbeda dengan penanganan gangguan mental pada
moment-moment lainya. Para ibu yang mengalami postpartum
blues membutuhkan pertolongan yang sesungguhnya dan
mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan pikiran dan
perasaan mereka dari situasi yang menakutkan. Mungkin mereka
juga membutuhkan pengobatan atau istirahat, dan sering kali
akan merasa bahagia mendapat pertolongan yang praktis, dengan
bantuan dari teman, keluarga, mereka perlu untuk mengatur dan
menata kembali kegiatan rutin sehari-hari atau mungkin
menghilangkan beberapa kegiatan disesuaikan dengan konsep
mereka tentang keibuan dan keperawatan bayi.
Bila memang diperlukan dapat diberikan pertolongan dari para
ahli, misalnya dari seorang psikologis atau konselor yang
berpengalaman dalam bidang tersebut. Banyak faktor yang
diperkirakan oleh para ahli penyebab terjadinya Postpartum
Blues, salah satunya adalah karakteristik dari ibu postpartum itu
sendiri.

3. Pengetahuan Ibu Nifas dengan Teknik Menyusui yang


Benar
Masa nifas merupakan masa paling rentan terjadinya angka
kesakitan. Salah satu penyebab kesakitan pada ibu nifas yaitu
masalah pada proses laktasi. Dalam masa nifas, pengetahuan
tentang tehnik menyusui sangat penting untuk di ketahui. Ibu
yang tidak mau menyusui bayinya disebabkan karena berbagai
alasan. Misalanya takut gemuk, sibuk, payudara kendor dan
sebagainya. Di lain pihak, ada juga ibu yang ingin menyusui
bayinya tetapi mengalami kendala, biasanya ASI tidak mau
keluar atau produksinya kurang lancar.
Menyusui merupakan suatu proses alamiah. Berjuta-juta ibu di
dunia berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku
tentang menyusui bahkan ibu yang buta huruf sekali pun bisa
menyusui bayinya. Meski demikian penting bagi ibu mengetahui
teknik menyusui yang benar. Karena teknik menyusui
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ASI.
Bila teknik menyusui tidak benar dapat menyebabkan puting
lecet dan menjadikan ibu enggan menyusu serta bayi akan jarang
menyusu.
Menurut WHO tahun 2009 Ibu yang gagal menyusui terdapat
36,5% dan 20% diantaranya adalah ibu-ibu di Negara
berkembang sementara itu berdasarkan data dari riset kesehatan
dasar (Riskendas) tahun 2010 dijelaskan bahwa 67,5% ibu yang
gagal memberikan ASI kepada bayinya adalah karena kurangnya
pemahaman ibu tentang teknik menyusui yang benar sehingga
sering menderita puting lecet dan retak.
Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2008-2009 menunjukkan bahwa 55% ibu menyusui
mengalami mastitis dan putting susu lecet, kemungkinan hal
tersebut disebabkan karena teknik menyusui yang tidak benar.
Ada faktor-faktor yang mempengaruhi dalam keberhasilan
menyusui yaitu pengetahuan ibu tentang cara menyusui yang
baik dan benar yang meliputi posisi badan ibu dan bayi, posisi
mulut bayi dan puting susu ibu. Termasuk juga posisi ibu saat
menyusui seperti posisi duduk, berdiri, atau berbaring
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi teknik menyusui
diantaranya adalah pengetahuan dan sikap ibu.Pengetahuan
adalah hasil “tahu”, dan ini terjadi setelah orang melakukan
pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan
pendengaran,penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan
oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang
didasari oleh informasi

4. Tinjauan Postpartum Blues pada Ibu Nifas


Postpartum blues merupakan fenomena yang terjadi pada hari-
hari pertama postpartum yang telah dilaporkan sejak akhir abad
ke-19. Puncak gejala postpartum blues terjadi pada hari ke-3
sampai ke-5 postpartum dengan durasi mulai dari beberapa jam
sampai beberapa hari Adapun Penyebab postpartum blues tidak
diketahui secara pasti, tapi diduga dipengaruhi oleh faktor
internal dan faktor eksternal.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati dan Uke
(2006), menjelaskan bahwa kemungkinan terjadinya postpartum
blues disebabkan oleh pengalaman yang tidak menyenangkan
pada periode kehamilan dan persalinan sebanyak 38,71%. Faktor
psikososial (dukungan sosial sebanyak 19,35%, kualitas dan
kondisi bayi baru lahir sebanyak 16,31%) serta faktor spiritual
sebanyak 9,78%.
Ibu postpartum blues harus ditangani secara adekuat, karena
peran ibu sangat berpengaruh terhadap perkembangan anak juga
dalam hubungannya dengan peran ibu di keluarga. Untuk itu
seorang ibu yang berada dalam kondisi pasca melahirkan perlu
mendapat dukungan dari orang-orang yang ada disekitarnya.
Dalam menjalankan peran perawat sebagai pendidik untuk
meningkatkan pengetahuan ibu tentang postpartum blues dengan
memberikan informasi melalui penyuluhan-penyuluhan agar ibu-
ibu pasca melahirkan yang mengalami gangguan psikologis
pasca melahirkan tidak jatuh pada gangguan jiwa.
Secara psikologis, seorang wanita yang baru saja melahirkan
akan mengalami tekanan psikis. Banyak wanita yang sepintas
merasa bahagia dengan kelahiran bayinya, namun sejalan dengan
itu, akan muncul gangguan suasan hati, perasaan sedih dan
tekanan yang dialami oleh seorang wanita setelah melahirkan
yang berlangsung pada minggu pertama, terutama pada hari
ketiga hingga kelima. Gangguan psikologis tersebut disebut
dengan postpartum blues.
5. Kejadian Postpartum Blues Berdasarkan Usia Hasil
Penelitian yang didapatkan berdasarkan usia mayoritas
responden mengalami postpartum blues ringan hampir
setengahnya usia 20-35 tahun yaitu 12 responden (30,0) dan
hampir setengahnya (30,0%) yaitu 12 responden mengalami
postpartum blues berat.

6. Kejadian Postpartum Blues Berdasarkan Pendidikan


Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan pendidikan
mayoritas responden sebagian kecil berpendidikan SMA/SMK
yaitu 8 responden (20,0%) mengalami postpartum blues ringan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Murwati (2014)
didapatkan bahwa responden yang mengalami depresi
postpartum adalah sekolah menengah (SMA-SMK) sejumlah 19
orang (63,3%) dan sebagian kecil berpendidikan dasar (SD,
SMP) sejumlah 11 orang (36,7%).

7. Kejadian Postpartum Blues Berdasarkan Cara Persalinan


Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan cara persalinan
mayoritas responden hampir setengahnya persalinan SC yaitu 11
responden (27,5%) mengalami postpartum blues berat. Penelitian
ini sejalan dengan penelitian di RSAL Jala Ammari Makassar
tahun 2009 menunjukkan angka kejadian depresi postpartum
sebesar (29,6%) pada persalinan patologis, sedangkan pada
persalinan fisiologis hanya berkisar (7,0%).

8. Kejadian Postpartum Blues Berdasarkan Paritas


Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan paritas mayoritas
responden sebagian kecil paritas multipara yaitu 10 responden
(25,0%) mengalami postpartum blues ringan. Penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Sabrian (2014)
didapatkan bahwa paritas yang terbanyak adalah multipara
dengan jumlah 32 orang ibu postpartum (57,1%). Penelitian ini
pun sejalan dengan penelitian Murwati (2014) didapatkan hasil
penelitian dengan mayoritas multipara sejumlah 20 orang
(66,7%) dimana jumlah yang mengalami depresi cenderung lebih
banyak dari pada primipara bahkan hingga ke tingkat sedang.
Hal yang berbeda dengan penelitian Irawati (2014) didapatkan
hasil penelitian bahwa sebagian besar responden yang
mengalami postpartum blues adalah primipara yaitu 14
responden (63,6%). Terdapat hubungan antara paritas dengan
kejadian postpartum dengan nilai p = 0,027. Hal ini
menunjukkan bahwa sebagian besar ibu post partum memiliki
pengalaman terhadap kehamilan dan proses persalinan
sebelumnya.

9. Faktor Eksternal Penyembuhan Luka


Menurut Smeltzer Smeltzer dan Suzanne (2002) faktor – faktor
eksternal yang mempengaruhi penyembuhan luka yaitu :
1.) Lingkungan Dukungan
Dari lingkungan keluarga, dimana ibu akan selalu merasa
mendapatkan perlindungan dan dukungan serta nasihat –
nasihat khususnya orang tua dalam merawat kebersihan pasca
persalinan.
2.) Tradisi
Di Indonesia ramuan peninggalan nenek moyang untuk
perawatan pasca persalinan masih banyak digunakan,
meskipun oleh kalangan masyarakat modern. Misalnya untuk
perawatan kebersihan genital, masyarakat tradisional
menggunakan daun sirih yang direbus dengan air kemudian
dipakai untuk cebok.
3.) Pengetahuan
Pengetahuan ibu tentang perawatan pasca persalinan sangat
menentukan lama penyembuhan luka perineum. Apabila
pengetahuan ibu kurang telebih masalah kebersihan maka
penyembuhan lukapun akan berlangsung lama.
4.) Sosial ekonomi
Pengaruh dari kondisi sosial ekonomi ibu dengan lama
penyebuhan perineum adalah keadaan fisik dan mental ibu
dalam melakukan aktifitas seharihari pasca persalinan. Jika
ibu memiliki tingkat sosial ekonomi yang rendah, bisa jadi
penyembuhan luka perineum berlangsung lama karena
timbulnya rasa malas dalam merawat diri.
5.) Penanganan
Petugas pada saat persalinan, pembersihannya harus
dilakukan dengan tepat oleh penangan petugas kesehatan, hal
ini merupakan salah satu penyebab yang dapat menentukan
lama penyembuhan luka perineum.
6.) Kondisi Ibu
Kondisi kesehatan ibu baik secara fisik maupun mental, dapat
menyebabkan lama penyembuhan. Jika kondisi ibu sehat,
maka ibu dapat merawat diri dengan baik.
7.) Gizi
Makanan yang bergizi dan sesuai porsi akan menyebabkan
ibu dalam keadaan sehat dan segar. Dan akan mempercepat
masa penyembuhan luka perineum

10. Perubahan Psikologis Masa Nifas


Adanya perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudah
melahirkan akan menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih.
Kemurungan dan kesedihan dapat semakin bertambah oleh
karena ketidaknyamanan secara fisik, rasa letih setelah proses
persalinan, stress, kecemasan, adanya ketegangan dalam
keluarga, kurang istirahat karena harus melayani keluarga dan
tamu yang berkunjung untuk melihat bayi atau sikap petugas
yang tidak ramah (Maritalia, 2012).
Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa rentan
bagi seorang ibu. Pada saat yang sama, ibu baru (primipara)
mungkin frustasi karena merasa tidak kompeten dalam merawat
bayi dan tidak mampu mengontrol situasi. Semua wanita akan
mengalami perubahan ini, namun penanganan atau mekanisme
koping yang dilakukan dari setiap wanita untuk mengatasinya
pasti akan berbeda. Hal ini dipengaruhi oleh pola asuh dalam
keluarga dimana wanita tersebut dibesarkan, lingkungan, adat
istiadat setempat, suku, bangsa, pendidikan serta pengalaman
yang didapat (Maritalia, 2012). Perubahan psikologis yang
terjadi pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2012) yaitu:
1.) Adaptasi Psikologis Ibu dalam Masa Nifas Pada
Primipara
Menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri dan
dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan
segera. Perubahan peran dari wanita biasa menjadi seorang
ibu memerlukan adaptasi sehingga ibu dapat melakukan
perannya dengan baik. Perubahan hormonal yang sangat
cepat setelah proses melahirkan juga ikut mempengaruhi
keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada masa nifas.
Fase- fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas, antara
lain adalah sebagai berikut:
1.) Fase Taking In
Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang
berlangsung dari hari pertama sampai hari kedua setelah
melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri sehingga
cenderung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan
karena proses persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa
mules, nyeri pada jalan lahir, kurang tidur atau
kelelahan, merupakan hal yang sering dikeluhkan ibu.
Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan nutrisi dan
komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat
mengalami gangguan psikologis berupa kekecewaan
pada bayinya, ketidaknyamanan sebagai akibat
perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena
belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami atau
keluarga tentang perawatan bayinya.

2.) Fase Taking Hold


Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung
antara 3- 10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung
jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih
sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu
diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan
dan pemberian penyuluhan atau pendidikan kesehatan
tentang perawatan diri dan bayinya.
3.) Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab
peran barunya sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung
selama 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai
dapat menyesuaikan diri dengan ketergantungan
bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.
Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin
meningkat. Rasa percaya diri ibu akan peran barunya
mulai tumbuh, lebih mandiri dalam memenuhi
kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan suami dan
keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan
rasa percaya diri dalam merawat bayinya. Kebutuhan
akan istirahat dan nutrisi yang cukup masih sangat
diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.

2.) Depresi postpartum


Seorang ibu primipara lebih beresiko mengalami kesedihan
atau kemurungan postpartum karena ia belum mempunya
pengalaman dalam merawat dan menyusui bayinya.
Kesedihan atau kemurungan yang terjadi pada awal masa
nifas merupakan hal yang umum dan akan hilang sendiri
dalam dua minggu sesudah melahirkan setelah ibu melewati
proses adaptasi. Ada kalanya ibu merasakan kesedihan
karena kebebasan, otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya
berkurang setelah mempunyai bayi.
Hal ini akan mengakibatkan depresi pascapersalinan (depresi
postpartum). Ibu yang mengalami depresi postpartum akan
menunjukkan tanda- tanda berikut: sulit tidur, tidak ada nafsu
makan, perasaan tidak berdaya atau kehilangan kontrol,
terlalu cemas atau tidak perhatian sama sekali pada bayi,
tidak menyukai atau takut menyentuh bayi, pikiran yang
menakutkan mengenai bayi, sedikit atau tidak ada perhatian
terhadap penampilan bayi, sedikit atau tidak ada perhatian
terhadap penampilan diri, gejala fisik seperti sulit bernafas
atau perasan berdebar- debar. Jika ibu mengalami sebagian
dari tanda- tanda seperti yang diatas sebaiknya segera
lakukan konseling pada ibu dan keluarga.

\
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai dari
beberapa jam setelah persalinan selesai smpai 6 minggu atau 42
hari. Selama masa nifas , organ reproduksi secara perlahan akan
mengalami perubahan seperti keadaan sebelum hamil. Pada
masa nifas ini, terjadi perubahan – perubahan anatomi dan
fisiologi pada ibu . Perubahan fisiologis yang terjadi sangat
jelas, walaupun dianggap normal, dimana proses – proses pada
kehamilan berjalan terbalik . Banyak faktor termasuk tingkat
energi, tingkat kenyamana, kesehatan bayi baru lahir dan
perawatan serta dorongan semangat yang diberikan oleh tenaga
kesehatan, baik dokter, bidan maupun perawat ikut membentuk
respon ibu terhadap bayi selama masa nifas ini. Ada pun
perubahan yang terjadi pada : sistem reproduksi, involusi
uterus, vagina dan perineum, sistem muskuloskeletal.
Perubahan perubahan tersebut ada yang bersifat fisiologi dan
patologis. Oleh karena itu, tenaga kesehatan terutama bidan
harus memahami perubahan – perubahan tersebut agar dapat
memberikan penjelasan dan intervensi yang tepat kepada
pasien.
Postpartum blues juga merupakan periode pendek kelabilan
emosi sementara yang ditandai dengan mudah menangis,
iritabilitas, rasa letih, mudah marah, cemas dan sedih biasanya
terjadi menjelang akhir minggu pasca persalinan pertama.
Postpartum blues atau sering disebut Baby blues merupakan
problem psikis sesudah melahirkan seperti kemunculan
kecemasan, labilitas perasaan dan depresi pada ibu. Ada
beberapa Kejadian Postpartum Blues Berdasarkan: Usia Hasil,
Pendidikan, Cara Persalinan, Paritas.
2. Saran
1. Untuk memberikan asuhan yang menguntungkan terhadap
bayi dan keluarganya, seorang bidan atau perawat harus
memahami dan memiliki pengetahuan tentang perubahan –
perubahan anatomi dan fisiologis dalam masa nifas dan
Postpartum blues ini dengan baik.
2. Dan semoga makalah ini dapat di gunakan sebaik – baiknya
agar makalah ini selalu dapat di gunakan. Bagi mahasiswa
dapat membaca makalah ini sebagai referensi dalam proses
kegiatan belajar mengajar dan sebagai referensi terhadap
perubahan organ reproduksi dan Postpartum blues selama masa
nifas
DAFTAR PUSTAKA

Enny Fitriahadi, Istri Utami. 2019. PENGARUH PENGUATAN OTOT


RECTUS ABDOMINIS TERHADAP PENURUNAN TFU PADA IBU
POSTPARTUM PERVAGINAM DI BPM KABUPATEN SLEMAN.
Jurnal Kebidanan. Vol 8, No. 1.

Anda mungkin juga menyukai