Anda di halaman 1dari 16

Nama: Chatryn Golda Pasaribu

NIM : P07524119005

Kelas : D3 Kebidanan 3A

RINGKASAN ILMU KEBIDANAN

1. KEHAMILAN
a. Pengertian Kehamilan
Kehamilan adalah serangkaian peristiwa yang diawali dengan konsepsi dan akan berkembang
sampai menjadi fetus yang aterm dan diakhiri dengan proses persalinan. Kehamilan adalah
peristiwa kodrati bagi perempuan, seorang perempuan akan mengalami perubahan dalam dirinya
baik fisik maupun psikologis. Dua persoalan yang amat sering kita hadapi adalah bidang ilmu
jiwa wanita hamil adalah perasaan takut dan penolakan terhadap kehamilan. Secara fisik akan
terjadi pembesaran perut, terasa adanya pergerakan/timbulnya hiperpigmentasi, keluarnya
kolostrum dan sebagainya, atau kegelisahan yang dialami ibu hamil karena ibu hamil telah
mendengar cerita-cerita tentang kehamilan dan persalinan dari orang-orang sekitar. Perasaan
takut dan cemas ini akan timbul pada ibu hamil primipara dan multipara yang mengalami
kehamilan. fisik akan terjadi pembesaran perut, terasa adanya pergerakan/timbulnya
hiperpigmentasi, keluarnya kolostrum dan sebagainya, atau kegelisahan yang dialami ibu hamil
karena ibu hamil telah mendengar cerita-cerita tentang kehamilan dan persalinan dari orang-
orang sekitar. Perasaan takut dan cemas ini akan timbul pada ibu hamil primipara dan multipara
yang mengalami kehamilan. Setiap saat kehamilan dapat berkembang menjadi atau mengalami
penyulit/komplikasi. Berdasarkan hal tersebut diperlukan pemantauan kesehatan ibu hamil.
Pemantauan ini meliputi pemeriksaan Antenatal (Ante Natal Cara/ANC). Pemeriksaan ini
meliputi perubahan fisik normal yang dialami ibu serta tumbuh kembang janin, mendeteksi dan
menatalaksana setiap kondisi yang tidak normal.
Menurut dr. Nora L. Sondakh MA (2006) ada beberapa hal pemeriksaan ibu hamil secara
keseluruhan.

1. Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin.
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental, dan social ibu.
3. Mengenali dan mengurangi secara dini adanya penyukit atau komplikasi yang mungkin terjadi
selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum.
4. Mempersiapkan persalinan cukup bulan dan persalinan yang aman dengan trauma seminimal
mungkin.
5. Mempersiapkan ibu agar mass nifas berjalan dengan normal dan mempersiapkan ibu agar
dapat memberikan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif .
6. Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran janin agar dapat tumbuh
kembang secara normal.
7. Mengurangi bayi lahir prematur, kelahiran mati dan kematian neonatal, sedangkan yang
terakhir mempersiapkan kesehatan yang optimal.
Kematian ibu dapat dicegah hingga 22% yaitu melalui antenatal care yang teratur,
mendeteksi dini adanya komplikasi dalam kehamilan, hidup sehat dengan pemenuhan gizi yang
seimbang, pelaksanaan inisiasi menyusui dini dalam persalinan, serta pelaksanaan senam hamil
secara teratur. Sangat penting bagi wanita untuk mempertahankan atau memperbaiki kondisi
fisiknya bila ia ingin kehamilan yang terbaikdan untuk menghadapi stress yang dialami tubuhnya
karena perkembangan janin. Penyebab kematian ibu tersebut karena kehamilan atau persalinan
yang disebabkan oleh aspek medis, sosial, budaya dan agama. Salah satu aspek medis tersebut
yaitu persalinan dengan komplikasi. Komplikasi dalam kehamilan seperti kehamilan ektopik,
hiperemesis gravidarum, abortus, eklamsia, plasenta previa yang sangat mengancam nyawa ibu
hamil. Dalam mengatasi penyebab masalah tersebut diperlukan pendekatan yang berkualitas
yang dimulai sejak perencanaan kehamilan dan selama masa kehamilan.
(Rahmawati,A.et.al.2019)
Adapun penyebab utama kematian ibu adalah perdarahan, infeksi, dan keracunan
kehamilan (Asrinah,dkk,2010). Reo (1975) melaporkan bahwa salah satu sebab kematian
obstetrik tidak langsung pada kasus kematian ibu adalah Anemia. Anemia merupakan suatu
keadaan dimana kadar Hemoglobin (Hb) di dalam darah lebih rendah daripada nilai normal.
Sebagian besar penyebab anemia di Indonesia adalah kekurangan besi yang berasal dari makanan
yang dimakan setiap hari yang diperlukan untuk pembentukan hemoglobin sehingga disebut
“anemia kekurangan besi” (Depkes RI,2000). Kekurangan zat besi pada ibu hamil dapat
menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel tubuh maupun sel otak.
Anemia gizi dapat menimbulkan kematian janin di dalam kandungan, abortus, cacat bawaan,
Berat Bayi Lahir Rendah (BBLR), anemia pada bayi yang dilahirkan.
b. Tujuan Asuhan Kehamilan
1. Memantau kemajuan kehamilan, memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi
2. Meningkatkan dan mempertahankan kesehatan fisik, mental serta social dan bayi
3. Menemukan sejak dini bila ada masalah atau gangguan dan komplikasi yang mungkin terjadi
selama kehamilan
4. Mempersiapkan kehamilan dan persalinan dengan selamat baik ibu maupun bayi, dengan
trauma seminimal mungkin
5. Mempersiapkan ibu agar masa nifas dan pemberian ASI ekslusif berjalan normal
6. Mempersipkan peran ibu dan keluarga dapat berperan dengan baik dalam memelihara bayi
agar dapat tumbuh kembang secara normal.

2. PERSALINAN
a. Pengertian Persalinan
Persalinan dan kelahiran merupakan hal fisiologi yang akan di alami oleh hampir seluruh
setiap wanita. Namun walaupun hal yang fisiologis tetapi akan membuat ibu merasa cemas
karena pada saat proses persalinan akan mengalami kesakitan yang luar biasa. (Cooper, 2009).
Kecemasan atau ansietas/anxiety adalah gangguan alam perasaan (affactif) yang ditandai dengan
perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami
gangguan dalam menilai realistis atau masih dalam keadaan baik dan sadar, kepribadiannya
masih tetap utuh (tidak mengalami gangguan kepribadian), tingkah dan prilakunya dapat sedikit
terganggu tetapi masih dalam batas normal atau tidak berlebihan (Hawari, 2008). Partus lama
merupakan salah satu dari beberapa penyebab kematian ibu dan janin.
Partus lama adalah persalinan yang berlangsung lebih dari 18 jam yang dimulai sejak adanya
tanda-tanda persalinan. Partus lama akan menyebabkan ibu kehabisan tenaga, dehidrasi, infeksi,
bahkan akan menimbulkan perdarahan yang dapat menyebabkan kematian ibu. Pada janin akan
menjadi fetal distress, infeksi, cedera dan asfiksia yang dapat menimbulkan kematian bayi
(Prawirohardjo, 2008). Pencegahan kecemasan dalam persalinan telah menjadi tujuan pada
tenaga kesehatan khususnya bidan dalam memberi pelayanan asuhan kebidanan dalam asuhan
sayang ibu agar dapat bersalin dengan nyaman, sehat dan tanpa rasa nyeri yang berlebihan.
Bidan memiliki peran dan tanggung jawab sebagai tenaga kesehatan untuk memberikan asuhan
kebidanan secara bio-psiko-sosial dan spiritual. Salah satu peran bidan dalam persalinan adalah
dengan metode nonfarmakologis yang dapat digunakan oleh bidan dalam mengurangi tingkat
kecemasan ibu pada saat menghadapi proses persalinan adalah metode hypnobirthing
(Kuswandi, 2007).
Adapun tanda-tanda persalinan yaitu:
 Kontraksi (His)
 Pembukaan serviks, dimana primigravida >1,8cm dan multigravida 2,2cm
 Pecahnya ketuban dan keluarnya bloody show.

Intervensi yang sangat kritis dalam persalinan ini adalah tersedianya tenaga penolong
persalinan yang terlatih. Agar tenaga penolong yang terlatih tersebut (bidan atau dokter) dapat
memberikan pelayanan yang bermutu, maka diperlukan adanya standar pelayanan, karena
dengan standar pelayanan para petugas kesehatan mengetahui kinerja apa yang diharapkan dari
mereka, apa yang harus mereka lakukan pada setiap tingkat pelayanan serta kompetensi apa yang
diperlukan. Salah satu standar yang dimaksud ialah Standar Asuhan Persalinan Normal (APN)
merupakan bagian dari standar pelayanan atau asuhan kebidanan. Dalam pelaksanaan standar
pelayanan kebidanan bidan mengacu pada standar praktek kebidanan yang telah ada dengan
menggunakan pendekatan manajeman kebidanan secara sistematis dalam menerapkan metode
pemecahan masalah mulai dari pengkajian, analisa data, diagnosa kebidanan, perencanaan dan
evaluasi (BKKBN, 2017).
b. Sebab-sebab Persalinan

Ada beberapa teori yang menjelaskan tentang sebab terjadinya persalinan:

- Teori Penurunan Progesteron


Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesterone
menurun. Menurunnya kadar kedua hormon ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus
dimulai (Wiknjosastro dkk, 2005). Selanjutnya otot rahim menjadi sensitif terhadap oksitosin.
Penurunan kadar progesteron pada tingkat tertentu menyebabkan otot rahim mulai kontraksi
(Manuaba, 1998).
- Teori Oksitosin
Menjelang persalinan, terjadi peningkatan reseptor oksitosin dalam otot rahim, sehingga mudah
terangsang saat disuntikkan oksitosin dan menimbulkan kontraksi. Diduga bahwa oksitosin
dapat meningkatkan pembentukan prostaglandin dan persalinan dapat berlangsung terus
(Manuaba, 1998).
- Teori Keregangan
Otot Rahim Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia
otot-otot uterus. Hal ini merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi uteroplasenter
sehingga plasenta mengalami degenerasi (Wiknjosastro dkk, 2005). Otot rahim mempunyai
kemampuan meregang sampai batas tertentu. Apabila batas tersebut sudah terlewati, maka akan
terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai (Manuaba, 1998).
- Teori Prostaglandin
Prostaglandin sangat meningkat pada cairan amnion dan desidua dari minggu ke-15 hingga
aterm, dan kadarnya meningkat hingga ke waktu partus (Wiknjosastro dkk, 2005).
Diperkirakan terjadinya penurunan progesteron dapat memicu interleukin-1 untuk dapat
melakukan “hidrolisis gliserofosfolipid”, sehingga terjadi pelepasan dari asam arakidonat
menjadi prostaglandin, PGE2 dan PGF2 alfa. Terbukti pula bahwa saat mulainya persalinan,
terdapat penimbunan dalam jumlah besar asam arakidonat dan prostaglandin dalam cairan
amnion. Di samping itu, terjadi pembentukan prostasiklin dalam miometrium, desidua, dan
korion leave. Prostaglandin dapat melunakkan serviks dan merangsang kontraksi, bila diberikan
dalam bentuk infus, per os, atau secara intravaginal (Manuaba, 1998).

- Teori Janin
Terdapat hubungan hipofisis dan kelenjar suprarenal yang menghasilkan sinyal kemudian
diarahkan kepada maternal sebagai tanda bahwa janin telah siap lahir. Namun mekanisme ini
belum diketahui secara pasti. (Manuaba, 1998)
- Teori Berkurangnya Nutrisi
Teori berkurangnya nutrisi pada janin diungkapkan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya
(Wiknjosastro dkk, 2005). Hasil konsepsi akan segera dikeluarkan bila nutrisi telah berkurang
(Asrinah dkk, 2010). g. Teori Plasenta Menjadi Tua Plasenta yang semakin tua seiring dengan
bertambahnya usia kehamilan akan menyebabkan turunnya kadar estrogen dan progesteron
sehingga timbul kontraksi rahim (Asrinah dkk, 2010).
3. Tujuan Persalinan Normal

Tujuan persalinan normal adalah menjaga kelangsungan hidup dan memberikan derajat
kesehatan yang tinggi bagi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap, tetapi
dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip keamanan dan kualitas pelayanan dapat
terjaga pada tingkat yang dinginkan (optimal). Melalui pendekatan ini maka setiap intervensi
yang diaplikasikan dalam Asuhan Persalinan Normal (APN) harus mempunyai alasan dan bukti
ilmiah yang kuat tentang manfaat intervensi tersebut bagi kemajuan dan keberhasilan proses
persalinan (JNPK-KR, 2008).

4. Tahapan Persalinan

 Kala 1
Proses pembukaan serviks dari pembukaan 1 – 10 cm, yang dimana kala 1 dibagi menjadi
dua fase:
1. Fase laten = Pembukaan 1-3cm
2. Fase aktif = a) Fase akselerasi: Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 menjadi 4cm
b) Fase dilatasi: Dalam waktu 2 jam pembukaan sangat cepat, dari
pembukaan 4 cm menjadi 9 cm
c) Fase deselerasi: Dalam waktu 2 jam pembukaan menjadi lambat
kembali, yakni dari pembukaan 9 cm ke pembukaan lengkap
Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi
demikian akan tetapi terjadi dalam waktu yang lebih pendek
(Wiknjosastro dkk, 2005).
 Kala II
Tahap dimana janin dilahirkan. Pada kala II, his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-
kira 2 sampai 3 menit sekali. Saat kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada
his dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan
rasa mengedan. Wanita merasakan tekanan pada rektum dan hendak buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia
mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu
his. Dengan his dan kekuatan mengedan maksimal, kepala janin dilahirkan dengan
presentasi suboksiput di bawah simfisis, dahi, muka dan dagu. Setelah istirahat sebentar,
his mulai lagi untuk mengeluarkan badan dan anggota badan bayi (Wiknjosastro dkk,
2005).
 Kala III
Kala III persalinan berlangsung sejak janin lahir sampai plasenta lahir (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004). Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri
agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian, uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan
plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi
lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri (Wiknjosastro dkk, 2005).
 Kala IV
Kala IV persalinan ditetapkan berlangsung kira-kira dua jam setelah plasenta lahir.
Periode ini merupakan masa pemulihan yang terjadi segera jika homeostasis berlangsung
dengan baik (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004). Pada tahap ini, kontraksi otot rahim
meningkat sehingga pembuluh darah terjepit untuk menghentikan perdarahan. Pada kala
ini dilakukan observasi terhadap tekanan darah, pernapasan, nadi, kontraksi otot rahim
dan perdarahan selama 2 jam pertama. Selain itu juga dilakukan penjahitan luka
episiotomi. Setelah 2 jam, bila keadaan baik, ibu dipindahkan ke ruangan bersama
bayinya (Manuaba, 2008)

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persalinan

1. Passenger
Malpresentasi atau malformasi janin dapat mempengaruhi persalinan normal (Taber, 1994).
Pada faktor passenger, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi yakni ukuran kepala janin,
presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Karena plasenta juga harus melalui jalan lahir, maka ia
dianggap sebagai penumpang yang menyertai janin (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
2. Passage away
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan
introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar
panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses
persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relatif kaku
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
3. Power His
Adalah salah satu kekuatan pada ibu yang menyebabkan serviks membuka dan mendorong
janin ke bawah. Pada presentasi kepala, bila his sudah cukup kuat, kepala akan turun dan mulai
masuk ke dalam rongga panggul (Wiknjosastro dkk, 2005). Ibu melakukan kontraksi involunter
dan volunteer secara bersamaan (Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004).
4. Position
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan. Posisi tegak memberi
sejumlah keuntungan. Mengubah posisi membuat rasa letih hilang, memberi rasa nyaman, dan
memperbaki sirkulasi. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok (Bobak,
Lowdermilk & Jensen, 2004)
5. Psychologic Respons
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan bagi wanita dan
keluarganya. Rasa takut, tegang dan cemas mungkin mengakibatkan proses kelahiran
berlangsung lambat. Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus
pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jamjam dilatasi dan melahirkan kemudian
berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan
untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil
yang optimal bagi semua yang terlibat. Wanita yang bersalin biasanya akan mengutarakan
berbagai kekhawatiran jika ditanya, tetapi mereka jarang dengan spontan menceritakannya
(Bobak, Lowdermilk & Jensen, 2004)
3. NIFAS

Masa nifas atau postpartum adalah masa dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir
ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan seperti semula. Masa nifas berlangsung
selama kira – kira 6 minggu (Sulistyawati.2015). Salah satu masalah selama masa nifas adalah
perdarahan post partum. Perdarahan post partum dapat terjadi akibat kegagalan miometrium
untuk berkontraksi setelah persalinansehingga uterus dalam keadaan relaksasi penuh, kurang
baik dan lembek. Salah satu cara agar kontraksi otot- otot uterus tetap baik sampai akhir nifas
yaitu dengan mobilisasi dini dan gerakan sederhana seperti senam nifas. Karena senam nifas
latihan peregangan otot-otot yang dilakukan setelah persalinan (Nugroho, 2012)

Guna mengatasi gangguan masa nifas khususnya dalam proses involusio uteri, maka perawatan
masa post partum sangat diperlukan, diantaranya melalui senam nifas. Dalam hal ini senam
dilakukan untuk melatih mobilisasi dini ibu post partum, sehingga dapat membantu proses
pemulihan organ tubuh setelah persalinan. Senam nifas yang dilakukan setelah melahirkan
merupakan salah satu bentuk bentuk ambulasi dini untuk mengembalikan perubahan fisik seperti
saat sebelum hamil dan mengambalikan tonus otot- otot perut bagian bawah. Kontraksi otot- otot
akan membantu proses involusi yang dimulai setelah plasenta keluar segera setelah melahirkan.
Ambulasi secepat mungkin dan frekuensi sering sangat diperlukan dalam proses involusi
(Indriyastuti, 2014).
Adapun beberapa pengertian lainnya tentang masa nifas adalah sebagai berikut:

1. Masa nifas (puerperium) adalah dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika alatalat
kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. masa nifas berlangsung kirakira 6
minggu, akan tetapi, seluruh alat genital baru pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil
dalam waktu 3 bulan (Prawirohardjo, 2009; Saifuddin, 2002).
2. Masa nifas adalah masa segera setelah kelahiran sampai 6 minggu. selama masa ini, fisiologi
saluran reproduktif kembali pada keadaan yang normal (Cunningham, 2007).
3. Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-
alat kandungan kembali seperti prahamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 2010).
4. Masa puerperium atau masa nifas dimulai setelah persalinan selesai, dan berakhir setelah kira-
kira 6 minggu (Wiknjosastro, 2005).
5. Periode pasca partum (Puerperium) adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai organ-
organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil (Bobak, 2004).
Dari berbagai uraian yang menjelaskan tentang pengertian masa nifas, dapat disimpulkan bahwa
masa nifas adalah dimulai setelah persalinan selesai dan berakhir ketika alat-alat kandungan
kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung selama 6 minggu.
Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada ibu selama masa nifas (Kemenkes
RI, 2013), adalah sebagai berikut.
1. Anjurkan ibu untuk melakukan kontrol/kunjungan masa nifas setidaknya 4 kali, yaitu:
a. 6-8 jam setelah persalinan (sebelum pulang)
b. 6 hari setelah persalinan
c. 2 minggu setelah persalinan
d. 6 minggu setelah persalinan
2. Periksa tekanan darah, perdarahan pervaginam, kondisi perineum, tanda infeksi, kontraksi
uterus, tinggi fundus, dan temperatur secara rutin.
3. Nilai fungsi berkemih, fungsi cerna, penyembuhan luka, sakit kepala, rasa lelah dan nyeri
punggung.
4. Tanyakan ibu mengenai suasana emosinya, bagaimana dukungan yang didapatkannya dari
keluarga, pasangan, dan masyarakat untuk perawatan bayinya.

5. Tatalaksana atau rujuk ibu bila ditemukan masalah.

6. Lengkapi vaksinasi tetanus toksoid bila diperlukan.


7. Minta ibu segera menghubungi tenaga kesehatan bila ibu menemukan salah satu tanda berikut:
a. Perdarahan berlebihan
b. Sekret vagina berbau
c. Demam
d. Nyeri perut berat
e. Kelelahan atau sesak nafas
f. Bengkak di tangan, wajah, tungkai atau sakit kepala atau pandangan kabur.
g. Nyeri payudara, pembengkakan payudara, luka atau perdarahan putting
8. Berikan informasi tentang perlunya melakukan hal-hal berikut:
a. Kebersihan diri
1) Membersihkan daerah vulva dari depan ke belakang setelah buang air kecil atau besar
dengan sabun dan air.
2) Mengganti pembalut minimal dua kali sehari, atau sewaktu-waktu terasa basah atau kotor
dan tidak nyaman.
3) Mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah
kelamin.
4) Menghindari menyentuh daerah luka episiotomi atau laserasi.
b. Istirahat
1) Beristirahat yang cukup, mengatur waktu istirahat pada saat bayi tidur, karena terdapat
kemungkinan ibu harus sering terbangun pada malam hari karena menyusui.
2) Kembali melakukan rutinitas rumah tangga secara bertahap.
c. Latihan (exercise)
1) Menjelaskan pentingnya otot perut dan panggul.
2) Mengajarkan latihan untuk otot perut dan panggul:
(a) Menarik otot perut bagian bawah selagi menarik napas dalam posisi tidur terlentang
dengan lengan disamping, tahan napas sampai hitungan 5, angkat dagu ke dada,
ulangi sebanyak 10 kali.
(b) Berdiri dengan kedua tungkai dirapatkan. Tahan dan kencangkan otot pantat, pinggul
sampai hitungan 5, ulangi sebanyak 5 kali.
d. Gizi
1) Mengkonsumsi tambahan 500 kalori/hari
2) Diet seimbang (cukup protein, mineral dan vitamin)
3) Minum minimal 3 liter/hari
4) Suplemen besi diminum setidaknya selama 3 bulan pascasalin, terutama di daerah
dengan prevalensi anemia tinggi.
5) Suplemen vitamin A sebanyak 1 kapsul 200.000 IU diminum segera setelah persalinan
dan 1 kapsul 200.000 IU diminum 24 jam kemudian.
e. Menyusui dan merawat payudara
1) Jelaskan kepada ibu mengenai cara menyusui dan merawat payudara.
2) Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya ASI eksklusif.
3) Jelaskan kepada ibu mengenai tanda-tanda kecukupan ASI dan tentang manajemen
laktasi.
f. Senggama
1) Senggama aman dilakukan setelah darah tidak keluar dan ibu tidak merasa nyeri ketika
memasukkan jari ke dalam vagina.
2) Keputusan tentang senggama bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
g. Kontrasepsi dan KB Jelaskan kepada ibu mengenai pentingnya kontrasepsi dan keluarga
berencana setelah bersalin.
Beberapa komponen esensial dalam asuhan kebidanan pada bayi baru lahir selama masa nifas
(Kemenkes RI, 2013) adalah sebagai berikut:
1. Pastikan bayi tetap hangat dan jangan mandikan bayi hingga 24 jam setelah persalinan. Jaga
kontak kulit antara ibu dan bayi (bonding attachment) pada saat inisiasi menyusu dini serta
tutup kepala bayi dengan topi.
2. Tanyakan pada ibu dan atau keluarga tentang masalah kesehatan pada ibu:
a. Keluhan tentang bayinya
b. Penyakit ibu yang mungkin berdampak pada bayi (TBC, demam saat persalinan, KPD > 18
jam, hepatitis B atau C, siphilis, HIV, AIDS, dan penggunaan obat).
c. Cara, waktu, tempat bersalin dan tindakan yang diberikan pada bayi jika ada.
d. Warna air ketuban.
e. Riwayat bayi buang air kecil dan besar.
f. Frekuensi bayi menyusu dan kemampuan menghisap.
3. Lakukan pemeriksaan fisik dengan prinsip sebagai berikut:
a. Pemeriksan dilakukan dalam keadaan bayi tenang (tidak menangis).
b. Pemeriksaan tidak harus berurutan, dahulukan menilai pernapasan dan tarikan dinding dada
bawah, denyut jantung serta perut.
4. Catat seluruh hasil pemeriksaan. Bila terdapat kelainan, apabila Anda berada pada fasilitas
pelayanan primer atau praktik mandiri bidan, maka lakukan rujukan sesua pedoman MTBS
(Manajemen Terpadu Balita Sakit).
5. Berikan ibu nasihat tentang cara merawat tali pusat bayi dengan benar.
a. Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan perawatan tali pusat.
b. Jangan membungkus puntung tali pusat atau mengoleskan cairan atau bahan apapun ke
puntung tali pusat. Nasihatkan hal ini kepada ibu dan keluarga.
c. Mengoleskan alkohol atau povidon yodium masih diperkenankan apabila terdapat tanda
infeksi, tetapi tidak dikompreskan karena menyebabkan tali pusat basah atau lembab.
d. Sebelum meninggalkan bayi, lipat popok di bawah puntung tali pusat.
e. Luka tali pusat harus dijaga tetap kering dan bersih, sampai sisa tali pusat mengering dan
terlepas sendiri.
f. Jika puntung tali pusat kotor, bersihkan (hati-hati) dengan air DTT dan sabun dan segera
keringkan secara seksama dengan menggunakan kain bersih.
g. Perhatikan tanda-tanda infeksi tali pusat: kemerahan pada kulit sekitar tali pusat, tampak
nanah atau berbau. Jika terdapat tanda infeksi, nasihati ibu untuk membawa bayinya ke
fasilitas kesehatan.
6. Jika tetes mata antibiotik profilaksis belum diberikan, berikan sebelum 12 jam setelah
persalinan.
7. Pemulangan bayi Bayi yang lahir di fasilitas pelayanan kesehatan seharusnya dipulangkan
minimal 24 jam setelah lahir, apabila selama pengawasan tidak dijumpai kelainan. Pada bayi
yang lahir normal dan tanpa masalah bidan meninggalkan tempat persalinan paling cepat 2
jam setelah lahir.
8. Kunjungan ulang
a. Terdapat minimal tiga kali kunjungan ulang bayi baru lahir:
1) Pada usia 6-48 jam (kunjungan neonatal 1)
2) Pada usia 3-7 hari (kunjungan neonatal 2)
3) Pada usia 8-28 hari (kunjungan neonatal 3)
b. Lakukan pemeriksaan fisik, timbang berat, periksa suhu, dan kebiasaan makan bayi.
c. Periksa tanda bahaya: Periksa tanda-tanda infeksi kulit superfisial, seperti nanah keluar dari
umbilikus, kemerahan di sekitar umbilikus, adanya lebih dari 10 pustula di kulit,
pembengkakan, kemerahan dan pengerasan kulit.
d. Bila terdapat tanda bahaya atau infeksi, rujuk bayi ke fasilitas kesehatan.
e. Pastikan ibu memberikan asi eksklusif.
f. Tingkatkan kebersihan dan rawat kulit, mata, serta tali pusat dengan baik.
g. Ingatkan orang tua untuk mengurus akte kelahiran bayinya.
h. Rujuk bayi untuk mendapatkan imunisasi pada waktunya.
i. Jelaskan kepada orang tua untuk waspada terhadap tanda bahaya pada bayinya.
FISIOLOGI DAN MANAJEMEN LAKTASI

WHO (2002) merekomendasikan untuk menyusui secara eksklusif dalam 6 bulan pertama
kehidupan bayi dan melanjutkan menyusui untuk waktu dua tahun, karena ASI sangat seimbang
dalam memeuhi kebutuhan nutrisi bayi baru lahir, dan merupakan satusatunya makanan yang
dibutuhkan sampai usia enam bulan, serta nutrisi yang baik untuk diteruskan hingga masa usia
dua tahun berdampingan dengan makanan pendamping. Keuntungan dalam menyusui adalah
bahwa ASI langsung tersedia, tidak mengeluarkan biaya, dapat diberikan secara langsung bila
dibutuhkan dan pada suhu yang tepat, dan bayi dapat mengatur jumlah yang dibutuhkan pada
setiap waktu menyusu. Bahan-bahan yang terdapat dalam ASI sifatnya eksklusif, tidak dapat
ditiru oleh ASI formula dan memberi banyak manfaat baik untuk ibu maupun untuk bayi.
Meskipun banyak sekali manfaat dan keuntungan pemberian ASI, namun WHO memperkirakan
hanya 40% dari seluruh bayi di dunia yang mendapat ASI untuk jangka waktu enam bulan
(Pollard, 2015).
1. Pembentukan payudara (mammogenesis)
Mammogenesis adalah istilah yang digunakan untuk pembentukan kelenjar mammae atau
payudara yang terjadi dalam beberapa tahap berikut ini (Pollard, 2015).
a. Embriogenesis
Pembentukan payudara dimulai kira-kira minggu keempat pada masa kehamilan, baik janin
laki-laki maupun janin perempuan. Pada usia 12 hingga 16 minggu pembentukan puting dan
areola jelas tampak. Saluran-saluran laktiferus membuka ke dalam cekungan payudara, yang
kemudian terangkat menjadi puting dan areola (Walker, 2002). Setelah lahir, beberapa bayi
yang baru lahir mengeluarkan cairan yang disebut watch’s milk, yang disebabkan oleh
pengaruh hormon-hormon kehamilan yang berkaitan dengan produksi air ASI (yang tidak
dijumpai pada bayi yang lahir prematur) (Lawrence dan Lawrence, 2005).
b. Pubertas
Tidak ada pertumbuhan payudara lagi sampai tingkat pubertas, ketika kadar estrogen dan
progesteron mengakibatkan bertumbuhnya saluran-saluran laktiferus, alveoli, putting dan
areola. Penambahan ukuran payudara disebabkan oleh adanya penimbunan jaringan lemak
(Geddes, 2007)
c. Kehamilan dan laktogenesis
Pembesaran payudara merupakan salah satu tanda mungkin kehamilan. Pada minggu
keenam kehamilan estrogen memacu pertumbuhan saluran-saluran laktiferus, sementara
progesteron, prolaktin dan human placental lactogen (HPL) menyebabkan timbulnya
proliferasi dan pembesaran alveoli, payudara terasa berat dan sensitif (Stables dan Rankin,
2010). Dengan bertambahnya suplai darah, vena-vena dapat terlihat pada permukaan
payudara. Pada usia 12 minggu kehamilan terjadi pigmentasi dalam jumlah banyak pada
areola dan puting karena bertambahnya sel-sel melanosit, yang berubah warna menjadi
merah/coklat. Kelenjar Montgomery juga lebih besar dan mulai mengeluarkan lubrikan
serosa untuk melindungi puting dan areola. Kira-kira pada 16 minggu, diproduksi kolustrum
(laktogenesis I) di bawah pengaruh prolaktin dan HPL, tetapi produksi yang menyeluruh
ditekan oleh bertambahnya kadar estrogen dan progesteron. Laktasi merupakan titik dimana
payudara sudah mencapai pembentukannya yang sempurna.
4. BAYI BARU LAHIR (NEONATUS)
a. Sistem Pernafasan
Bayi baru lahir (BBL) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran, berusia 0-28 hari.
BBL memerlukan penyesuain fisiologi berupa maturasi, adaptasi (menyusuaikan diri dari
kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstraurine) dan tolerasi BBL untuk dapat hidup dengan baik.
Bayi baru lahir disebut juga dengan neonatus merupakan individu yang sedang bertumbuh dan
baru saja mengalami trauma kelahiran serta harus dapat melakukan penyesuaian diri dari
kehidupan intrauterine ke kehidupan ekstrauterin.
Masa yang paling kritis neonatus adalah ketika harus mengatasi resistensi paru pada saat
pernapasan janin atau bayi pertama. Pada saat persalinan kepala bayi menyebabkan badan
khususnya toraks berada di jalan lahir sehingga terjadi kompresi dan cairan yang terdapat dalam
percabangan trakheobronkial keluar sebanyak 10-28 cc. Setelah torak lahir terjadi mekanisme
balik yang menyebabkan terjadinya beberapa hal sebagai berikut yaitu:
 Inspirasi pasif paru karena bebasnya toraks dari jalan lahir
 Perluasan permukaan paru yang mengakibatkan perubahan penting: pembuluh darah
kapiler paru makin terbuka untuk persiapan pertukaran oksigen dan karbondioksida,
surfaktan menyebar sehingga memudahkan untuk menggelembungnya alveoli, resistensi
pembuluh darah paru makin menurun sehingga dapat meningkatkan aliran darah menuju
paru, pelebaran toraks secara pasif yang cukup tinggi untuk menggelembungkan seluruh
alveoli yang memerlukan tekanan sekitar 25 mm air.
 Saat toraks bebas dan terjadi inspirasi pasif selanjutnya terjadi dengan ekspirasi yang
berlangsung lebih panjang untuk meningkatkan pengeluaran lendir.
Diketahui pula bahwa intrauteri, alveoli terbuka dan diisi oleh cairan yang akan
dikeluarkan saat toraks masuk jalan lahir. Sekalipun ekspirasi lebih panjang dari inspirasi,
tidak selurh cairan dapat keluar dari dalam paru. Cairan lendir dikeluarka dengan mekanisme
berikut yaitu perasan dinding toraks, sekresi menurun, dan resorbsi oleh jaringan paru
melalui pembuluh limfe (Manuaba, 2007).
b. Sistem Kardiovaskular
Terdapat perbedaan prinsip antara sirkulasi janin dan bayi karena paru mulai berkurang dan
sirkulasi tali pusat putus. Perubahan ini menyebabkan berbagai bentuk perubahan hemodinamik
yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
 Darah vena umbilikalis mempunyai tekanan 30-35 mmHg dengan saturasi oksigen
sebesar 80-90% karena hemoglobin janin mempunayi afinitas yang tinggi terhadap
oksigen.
 Darah dari vena cava inferior yang kaya oksigen dan nutrisi langsung masuk oramen
ovale dari atrium kanan menuju atrium kiri. Atrium kanan menerima aliran darah yang
berasal dari vena pulmonalis.
 Aliran darah dari vena cava superior yang berasal dari sirkulasi darah ekstremitas bagian
atas, otak, dan jantung, akan langsung masuk atrium kanan dan selanjutnya langsung
menuju ventrikel kanan.
 Curah jantung janin pada saat mendekati aterm adalah sekitar 450 cc/kg/menit dari kedua
ventrikel jantung janin.
 Aliran dari ventrikel kiri dengan tekanan 25-28 mmHg dengan saturasi 60% sksn menuju
ke arteri koroner jantung, eketremitas bagian atas, dan 10% menuju aorta desenden.
 Aliran dari ventrikel kanan, dengan tekanan oksigen 20-23 mmHg dengan saturasi 55%
akan menujuk ke aorta desenden yang selanjutnya menuju ke sirkulasi abdomen dan
ekstremitas bagian bawah.
Pada saat lahir terjadi pengembangan alveoli paru sehingga tahanan pembuluh darah paru
semakin menurun karena:
 Endothelium relaxing factor menyebabkan relaksasi pembuluh darah dan menurunkan
tahanan pembuluh darah paru.
 Pembuluh darah paru melebar sehingga tahanan pembuluh darah makin menurun.
Dampak hemodinamik dari berkembangnya paru bayi adalah aliran darah menuju paru
dari ventrikel kanan bertambah sehingga tekanan darah pada atrium kanan menurun karena
tersedot oleh ventrikel kanan yang akhirnya mengakibatkan tekanan darah pada atrium kiri
meningkat dan menutup foramen ovale, shunt aliran darah atrium kanan kekiri masih dapat
dijumpai selama 12 jam dan total menghilang pada hari ke 7-12 (Manuaba, 2007).
c. Pengaturan Suhu
Bayi kehilangan panas melalui empat cara, yaitu:
 Konveksi: pendinginan melaui aliran udara di sekitar bayi. Suhu udara di kamar bersalin
tidak boleh kurang dari 20 C dan sebaiknya tidak berangin. Tidak boleh ada pintu dan
jendela yang terbka. Kipas angin dan AC yang kuat harus cukup jauh dari area resusitasi.
Troli resusitasi harus mempunyai sisi untuk meminimalkan konveksi ke udara sekitar
bayi.
 Evaporasi: kehilangan panas melalui penguapan air pada kulit bayi yang basah. Bayi baru
lahiryang dalam keadaan basah kehilangan panas dengan cepat melalui cara ini. Karena
itu, bayi harus dikeringkan seluruhnya, termasuk kepala dan rambut, sesegera mungkin
setelah dilahirkan.
 Radiasi: melalui benda padat dekat bayi yang tidak berkontak secara langsung dengan
kulit bayi. Panas dapat hilang secara radiasi ke benda padat yang terdekat, misalnya
jendela pada musim dingin. Karena itu , bayi harus diselimuti, termasuk kpalanya,
idealnya dengan handuk hangat.
 Konduksi: melalui benda-benda padat yang berkontak dengan kulit bayi (Prawirohardjo,
2013).
d. Sistem Ginjal
Ginjal bayi belum matur sehingga menyebabkan laju filtrasi glomerulus rendah dan
kemampuan reabsorbsi tubular terbatas. Urin pertama keluar dalam 24 jam pertama dan dengan
frekuensi yang semakin sering sesuai intake.
e. Sistem Pencernaan
Secara struktur sudah lengkap tapi belum sempurna, mukosa mulut lembab dan pink. Lapisan
keratin berwarna pink, kapasitas lambung sekitar 15-30 ml, feses pertama berwarna hijau
kehitaman (Myles, 2009).

Refleks Bayi Baru lahir


a. Reflek Moro
Bayi akan mengembangkan tangan lebar dan melebarkan jari, lalu membalikkan dengan
tangan yang cepat seakan-akan memeluk seseorang. Diperoleh dengan memukul permukaan
yang rata dimana dekat bayi dibaringkan dengan posisi telentang.
b. Reflek rooting
Timbul karena stimulasi taktil pipi dan daerah mulut. Bayi akan memutar kepala seakan
mencari putting susu. Refleks ini menghilang pada usia 7 bulan.
c. Reflek sucking
Timbul bersamaan dengan reflek rooting untuk mengisap putting susu dan menelan ASI.
d. Reflek batuk dan bersin
Untuk melindungi bayi dan obsmuksi pernafasan.
e. Reflek graps
Timbul jika ibu jari diletakkan pada telapak tangan bayi, lalu bayi akan menutup telapak
tangannya atau ketika telapak kaki digores dekat ujung jari kaki, jari kaki menekuk.
f. Reflek walking dan stapping
Reflek ini timbul jika bayi dalam posisi berdiri akan ada gerakan spontan kaki melangkah ke
depan walaupun bayi tersebut belum bisa berjalan. Menghilang pada usia 4 bulan.

g. Reflek tonic neck


Reflek ini timbul jika bayi mengangkat leher dan menoleh kekanan atau kiri jika diposisikan
tengkurap. Reflek ini bisa diamati saat bayi berusia 3-4 bulan.
h. Reflek Babinsky
Muncul ketika ada rangsangan pada telapak kaki, ibu jari akan bergerak keatas dan jari-jari
lainnya membuka, menghilang pada usia 1 tahun. i. Reflek membengkokkan badan (Reflek
Galant) Ketika bayi tengkurap, gerakan bayi pada punggung menyebabkan pelvis membengkok
ke samping. Berkurang pada usia 2-3 bulan.
j. Reflek Bauer/merangkak
Pada bayi aterm dengan posisi tengkurap. BBL akan melakukan gerakan merangkak dengan
menggunakan lengan dan tungkai. Menghilang pada usia 6 minggu.
DAFTAR PUSTAKA

Bahiyatun. (2009). Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. Jakarta: EGC.
D. K. P. Bengkulu. 2017 Profil Dinas Kesehatan Provinsi Bengkulu Tahun 2016. Bengkulu,.
Hatihar.et.al. 2020. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Pada kehamilan. Penerbit Cv. Cahaya
Bintang Cemerlang anggota IKAPI. Poso.
JNPK-KR, 2012, Asuhan Persalinan Normal dan Inisiasi Menyusui Dini, JHPIEGO Kerja
Sama Save The Children Federation Inc-US, Modul. Jakarta.
Kementerian Kesehatan RI. (2015). Buku Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta: Kemenkes RI.
MedikaDepartemen Kesehatan RI. 2007. Pelatihan APN Bahan Tambahan IMD. Jakarta:
JNPKKR-JHPIEGO.
Maryanti, Dwi., Sujianti., Tri, B. 2011. Neonatus, Bayi & Balita. Jakarta: TIM
Muslihatun, W.N., 2010. Asuhan Neonatus Bayi Dan Balita. Yogyakarta: Fitra Maya
Maryunani, A. (2009). Asuhan pada ibu dalam masa nifas (postpartum). Jakarta: TIM.
N. T. Rullynil, Ermawati, and L. Evareny, “Pengaruh Senam Nifas terhadap Penurunan
Tinggi Fundus Uteri pada Ibu Post Partum diRSUP DR. M. Djamil Padang,” J.
Kesehat. Andalas, vol. 3, no. 3, pp. 318–326, 2014.
Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Asuhan Kebidanan Terkini Hasil Evidence
Based, MIDWIVES SEMINAR, Pengukuhan Bidan Delima SUMSEL.
Pediatri, S. 2000. Satgas Imunisasi IDAI. Jadwal Imunisasi Rekomendasi IDAI, 2
Prawirohardjo, S. 2013. Ilmu Kebidanan, Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Rahmawati,A.et.al.2019. Influence of physical and phisilogical of pregnant woment toward
status of mother and baby. Jurnal kebidanan.9 (2) :148-152
Rohani, S.ST., et.al. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba
Roosleyn, T. 2016. Strategi Dalam Penanggulangan Pencegahan Anemia Pada Kehamilan.
Jurnal Ilmiah Widya. 3 (3): 1-9
Setiyani, A, dkk. 2016. Asuhan Kebidanan, Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah. Jakarta:
Kemenkes RI
Stright, B. R. 2005. Panduan belajar:keperawatan ibu-bayi baru lahir (3thed). (Maria A. &
Wijayarni, Trans). Jakarta: EGC

Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Penuntun Belajar Kompetensi Asuhan Kebidanan Persalinan.
Yogyakarta: Pustaka Rihama
Walyani and Purwoastuti, Asuhan Kebidanan Masa NIfas dan Menyusui. Yogyakarta: PT
Pustaka Baru, 2015.Ermalena, “The 4th ICTOH Indikator Kesehatan SDGs di
Indonesia,” 2017.
Windiyati, 2018.ANALISIS PENERAPAN ASUHAN PERSALINAN NORMAL (APN) DI
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH DOKTER SOEDARSO PONTIANAK
TAHUN 2018.Jurnal Kebidanan. 8 (2): 288-23.
Yanti, S.ST, M.Keb. 2010. Penuntun Belajar Kompetensi Asuhan Kebidanan Persalinan.
Yogyakarta: Pustaka Rihama

Anda mungkin juga menyukai