Dosen Pengampu :
Disusun oleh :
PRODI S1 KEBIDANAN
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan
Karunianyalah kami dapat menyelesaikan makalah “KEKERASAN OLEH
PASANGAN ” ini dengan baik dan tepat waktu kami menyadari bahwa makalah ini
masih banyak kekurangan-kekurangan karena keterbatasan pengetahuan. Oleh karena
itu, kami sangat mengharapkan bimbingan atau saran dari pembaca untuk
menyempurnakan makalah ini.
Dan tidak luput kami sampaikan terimakasih kepada dosen pembimbing Mata
Kuliah Psikologi kebidanan yaitu Ibu Rina Wijayanti , SKM, MKM yang telah ikut
serta membantu dan membimbing kami dalam mengerjakan makalah.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
COVER..............................................................................................................1
KATA PENGANTAR........................................................................................2
DAFTAR ISI......................................................................................................3
A. Latar Belakang......................................................................................4
B. Rumusan Masalah.................................................................................6
C. Tujuan Penelitian..................................................................................7
D. Manfaat Penelitian................................................................................7
BAB IV PENUTUP…………………………………………………………...25
A. Kesimpulan……………………………………………………………25
B. Saran………………………………………………………………..…25
C. Daftar pustaka………………………………………………………...26
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja atau “adolescence” (Inggris), berasal dari bahasa latin
“adolescere” yang berarti tumbuh kearah kematangan, yang dimaksud bukan
Hanya kematangan fisik saja, tetapi juga kematangan sosial dan psikologis
(Harlock, 2003). Menurut World Health Organization (WHO), yang disebut
Remaja adalah mereka yang berada pada tahap transisi antara masa kanak-
Kanak dan dewasa. Batasan usia remaja menurut WHO yaitu antara 12
sampai 24 tahun. Masa remaja merupakan suatu proses tumbuh kembang yang
Berkesinambungan, yang merupakan masa peralihan dari kanak-kanak ke
dewasa muda dengan batas usia remaja antara 10 sampai 19 tahun dan Belum
kawin (Departemen Kesehatan RI, 2010). Masa remaja merupakan masa
peralihan dari anak-anak menuju dewasa Yang mencakup kematangan mental,
emosional, sosial dan fisik (Hurlock, 1992). Banyak hal yang terjadi dalam
masa remaja salah satu yang menarik adalah trend Berpacaran. Fenomena
berpacaran sudah sangat umum terjadi dalam masyarakat. Pacaran sebagai
proses dua manusia lawan jenis untuk mengenal dan memahami Lawan
jenisnya dan belajar membina hubungan sebagai persiapan sebelum Menikah,
untuk menghindari terjadinya ketidakcocokan dan permasalahan pada Saat
sudah menikah. Masing-masing berusaha mengenal kebiasaan, karakter atau
Sifat, serta reaksi-reaksi terhadap berbagai masalah maupun peristiwa.
Pacaran merupakan proses perkenalan antara dua insan
manusia(Hadi,2010). Perilaku pacaran menurut perspektif sosiologi
merupakan perilaku Yang menyimpang karena berpacaran merupakan
sebagian dari pergaulan bebas. Pacaran berarti tahap untuk saling mengenal
antara seorang pemuda dan pemudi Yang saling tertarik dan berminat untuk
4
menjalin hubungan yang eksklusif (terpisah,sendiri,istimewa). Dengan
pengertian itu, berarti pacaran memang Diarahkan untuk suatu hubungan yang
lebih lanjut, lebih dalam, dan lebih pribadi Lagi. Ini tidak boleh diartikan
sebagai keharusan untuk melanjutkan. Indahnya romantika pacaran sudah
menghipnotis remaja sampai lupa bahwa dibalik indahnya pacaran, kalau
tidak hati-hati justru akan terjebak dalam situasi yang tidak menyenangkan
atau bahkan akan menjadi cerita yang tidak akan terlupakan seumur hidup.
Karena dalam pacaran, ternyata tidak lepas dari hal-hal yang berbau
kekerasan. Bentuk kekerasan lain yang kerap dialami oleh Perempuan yang
berpacaran yaitu kekerasan emosional (emotional abuse). Bentuk kekerasan
emosional termasuk didalamnya adalah menghina, mengutuk, meremehkan,
mengancam, meneror, menghilangkan hak milik, mengasingkan dari keluarga
dan teman, termasuk pula perilaku possessiveness seperti cemburu yang
berlebihan.
5
selama siklus tersebut berlangsung. Tindakan kekerasan merupakan masalah
sosial yang cukup serius.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan uraian-uraian yang telah dipaparkan
dapat dibuat rumusan masalah : Apa saja bentuk kekerasan dalam berpacaran
dan kekerasan dalam rumah tangga ? Dan apa saja dampak bagi korban yang
mengalami kekerasan ?
C. Tujuan Penelitian
6
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai bentuk-
bentuk dan dampak terjadinya kekerasan dalam pacaran dan juga rumah
tangga terhadap wanita serta cara mempertahankan diri saat kekerasan terjadi.
D. Manfaat penulisan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman dan
Pemikiran bagi subjek penelitian mengenai kekerasan-kekerasan yang
Mungkin dapat terjadi dalam suatu hubungan, sehingga dapat memahami
Bahwa kekerasan bukanlah bagian dari sebuah hubungan antar manusia, dan
Kekerasan tersebut diharapkan dapat dikendalikan dengan menjalin
Komunikasi yang baik dengan pasangan dan lebih memiliki ketegasan dalam
Suatu hubungan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
8
Seperti mengatakan pacarnya gendut, jelek, malas, bodoh, tidak ada
seorangpun yang meninginkan pacarnya, mau muntah melihat pacarnya.
Mereka menerima tipe kekerasan ini, karena mereka tidak memiliki self
esteem yang tinggi, sehingga tidak bisa mengatakan jika saya jelek, mengapa
kamu masih bersama saya sekarang.
b) Intimidating looks
Pasangannya atau pacarnya akan menunjukkan wajah yang kecewa tanpa
mengatakan alasan mengapa ia marah atau kecewa dengan pacarnya, jadi
pihak laki-laki atau perempuannya mengetahui apakah pacarnya marah atau
tidak dari ekspresi wajahnya.
c) Use of pagers and cell phones
Seorang pacar ada yang memberikan ponsel kepada pacarnya, supaya dapat
mengingatkan atau supaya tetap bisa menghubungi pacarnya. Alatkomunikasi
ini memampukan pacarnya untuk memeriksa keadaan pacarnya sesering
mereka mau. Ada juga dari mereka yang tidak memberikan ponsel kepada
pacarnya, namun baik yang memberikan ponsel maupun yang tidak
memberikan ponsel tersebut akan marah ketika orang lain menghubungi
pacarnya, meskipun orangtua dari pacarnya, karena itu mengganggu
kebersamaan mereka. Individu ini harus mengetahui siapa yang menghubungi
pacarnya dan mengapa orang tersebut menghubungi pacarnya.
d) Making a boy/girl wait by the phone
Seorang pacar berjanji akan menelepon pacarnya pada jam tertentu, akan
tetapi sang pacar tidak menelepon juga. Pacar yang dijanjikan akan ditelepon,
terus menerus menunggu telepon dari pasangannya, membawa teleponnya
kemana saja di dalam rumah, misalnya pada saat makan bersama keluarga.
Hal ini terjadi berulangkali, sehingga membuat si pacar tidak menerima
telepon dari temannya, tidak berinteraksi dengan keluarganya karena
menunggu telepon dari pacarnya.
e) Monopolizing a girl’s/ boy`s time
9
Korban dating violence cenderung kehabisan waktu untuk melakukan
aktivitas dengan teman atau untuk mengurus keperluannya, karena mereka
selalu menghabiskan waktu bersama dengan pacarnya.
f) Making a girl`s/ boy`s feel insecure
Seringkali orang yang melakukan dating violence memanggil pacarnya
dengan mengkritik, dan mereka mengatakan bahwa semua hal itu dilakukan
karena mereka sayang pada pacarnya dan menginginkan yang terbaik untuk
pacarnya. Padahal mereka membuat pacar mereka merasa tidak nyaman.
Ketika pacar mereka terus menerus dikritik, mereka akan merasa bahwa
semua yang ada pada diri mereka buruk, tidak ada peluang atau kesempatan
untuk meninggalkan pasangannya.
g) Blaming
Semua kesalahan yang terjadi adalah perbuatan pasangannya, bahkan mereka
sering mencurigai pacar mereka atas perbuatan yang belum tentu
disaksikannya, seperti menuduhnya melakukan perselingkuhan.
h) Manipulation / making himself look pathetic
Hal ini sering dilakukan oleh pria. Perempuan sering dibohongi oleh pria, pria
biasanya mengatakan sesuatu hal yang konyol tentang kehidupan, misalnya
pacarnyalah orang yang satu-satunya mengerti dirinya, atau mengatakan
kepada pacarnya bahwa dia akan bunuh diri jika tidak bersama pacarnya lagi.
i) Making threats
Biasanya mereka mengatakan jika kamu melakukan ini, maka saya akan
melakukan sesuatu padamu. Ancaman mereka bukan hanya berdampak pada
pacar mereka, tetapi kepada orangtua, dan teman mereka.
j) Interrogating
Pasangan yang pencemburu, posesif, suka mengatur, cenderung
menginterogasi pacarnya, dimana pacarnya berada sekarang, siapa yang
bersama mereka, berapa orang laki-laki atau wanita yang bersama mereka,
atau mengapa mereka tidak membalas pesan mereka.
10
k) Humiliating her/ him in public
Mengatakan sesuatu mengenai organ tubuh pribadi pacarnya kepada pacarnya
di depan teman-temannya. Atau mempermalukan pacarnya di depan teman-
temannya.
l) Breaking treasured items
Tidak memperdulikan perasaan atau barang-barang milik pacar mereka, jika
pasangan mereka menangis, mereka menganggap hal itu sebuah kebodohan.
2. Sexual Abuse
Sexual abuse adalah pemaksaan untuk melakukan kegiatan atau kontak
seksual sedangkan pacar mereka tidak menghendakinya (Murray, 2007). Pria
wanita (Hamby, Sugarman, & Boney-McCoy, dalam Heatrich & O`Learry,
2007). Menurut Murray (2007), sexual abuse terdiri dari:
a) Date rape
Melakukan hubungan seks tanpa ijin pasangannya atau dengan kata lain
disebut dengan pemerkosaan. Biasanya pasangan mereka tidak mengetahui
apa yang akan dilakukan pasangannya pada saat itu.
b) Unwanted touching
Sentuhan yang dilakukan tanpa persetujuan pasa ngannya, sentuhan ini kerap
kali terjadi di bagian dada, bokong dan yang lainnya.
c) Unwanted kissing
Mencium pasangannya tanpa persetujuan pasangannya, hal ini bisa terjadi di
area publik atau di tempat yang tersembunyi.
d) Physical Abuse
Physical abuse adalah perilaku yang mengakibatkan pacar terluka secara fisik,
seperti memukul, menampar, menendang dan sebagainya (Murray, 2007).
Wanita juga melakukan kekerasan tipe ini dengan pasangannya akan tetapi
konsekuensi fisik yang dihasilkan tidak begitu berbahaya seperti yang
dilakukan pria terhadap wanita. (Cantos, Neidig, & O’Leary, 1994;
11
Cascardi,Langhinrichsen, & Vivian, 1992; Stets & Straus, dalam Heatrich &
O`Learry, 2007). Physical abuse terdiri dari (Murray, 2007):
1) Hitting, beating, shoving, pushing
Ini merupakan tipe abuse yang dapat dilihat dan di dentifikasi, perilaku
ini diantaranya adalah memukul, menampar, menggigit, mendorong ke
dinding dan mencakar baik dengan menggunakan tangan maupun
dengan menggunakan alat. Hal ini menghasilkan memar, patah kaki,
dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan sebagai hukuman kepada
pasangannya. (Mark McGwire dan Sammy Sosa dalam Murray, 2007)
2) Restraining
Perilaku ini dilakukan pada saat menahan pasangan mereka untuk
tidak pergi meninggalkan mereka, misalnya mengenggam tangan atau
lengannya terlalu kuat.
3) Roughhousing/play wrestling
Menjadikan pukulan sebagai permainan dalam hubungan, padahal
sebenarnya pihak tersebut menjadikan pukulan-pukulan ini sebagai
taktik untuk menahan pasangannya pergi darinya. Ini menandakan d
ominasi dari pihak yang melayangkan pukulan tersebut.
D. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah derajat dukungan yang diberi kan kepada
individu khususnya sewaktu dibutuhkan oleh orang-orang yang memiliki
hubungan emosional yang dekat dengan orang tersebut (Gonollen & Bloney
dikutip Zuliawati, 2010). Berdasarkan teori-teori di atas dapat ditarik
kesimpulan bahwa dukungan sosial adalah bentuk pertolongan yang didapat
oleh individu dari orang-orang yang memiliki arti seperti keluarga, sahabat,
teman, saudara, rekan kerja atupun atasan atau orang yang dicintai oleh
individu yang bersangkutan, pertolongan tersebut dapat berupa materi, emosi,
dan informasi.
E. Sumber-Sumber Dukungan Sosial
12
Suami, keluarga,teman sahabat.
F. Penyebab Kekerasan dalam Pacaran
World Report On Violence And Health (2002) mengindikasikan enam
faktor yang menyebabkan kekerasan dalam pacaran diantaranya:
1) Faktor Individual.
Faktor demografi yang dapat menyebabkan seseorang melakukan
kekerasan kepada pasangannya adalah usia yang muda dan memiliki
status ekonomi yang rendah serta memiliki prestasi akademis yang
rendah atau pendidikan yang rendah.
2) Sejarah Kekerasan dalam Keluarga.
Studi yang dilakukan di Brazil, Afrika dan Indonesia menunjukkan
bahwa kekerasan dalam pacaran cenderung dilakukan oleh laki-laki
yang sering mengobservasi ibunya yang mengalami kekerasan dalam
rumah tangga.
3) Penggunaan Alkohol.
Alkohol dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan individu
dalam menginterpretasikan sesuatu.
4) Gangguan Kepribadian.
Penelitian di Canada menunjukkan bahwa laki-laki yang menyerang
pasangannya cenderung mengalami emotionally dependent, insecure
dan rendahnya self-esteemsehingga sulit mengontrol dorongan-
dorongan yang ada dalam diri mereka.
G. Dampak Kekerasan dalam Pacaran
Dampak dari kekerasan dalam pacaran adalah luka psikologis yang
memerlukan waktu penyembuhan yang cukup lama dan tidak dapat
dipastikan. Serta dampak kejiwaan,sosial,fisik.
BAB III
13
PEMBAHASAN
a. PENGERTIAN KEKERASAN
1. Kekerasan dalam pacaran
Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) adalah kekerasan atau
ancaman melakukan kekerasan dari satu pasangan yang belum
menikah terhadap pasangannya yang lain dalam konteks berpacaran
atau tunangan (Sunusi, 2006). KDP tidak hanya dialami oleh
perempuan saja, kaum lelaki pun ada juga yang menjadi korban
kekerasan pacaran tetapi perempuan cenderung menjadi korban
dibandingkan dengan lelaki, dengan angka kejadian 70% mengakui
bahwa mereka mendapat pelecehan dari pasangannya. Namun tidak
hanya perempuan yang mengalami kekerasan dalam pacaran,
sebanyak 27% laki-laki mengakui bahwa pasangan perempuan mereka
melakukan pelecehan dalam waktu pacaran (Mulford & Giordano ,
2009). Pacaran pada remaja merupakan suatu proses dimana seorang
remaja mencari identitas diri seperti ingin diakui, dihormati dan yang
paling penting ingin dihargai oleh lingkungan. Hubungan berpacaran
di kalangan masyarakat kenyataanya, seringkali ada hal-hal yang
bersifat negatif. Indahnya berpacaran sudah banyak menghipnotis para
remaja, bahkan sampai lupa banyak resiko yang terjadi dibalik
indahnya pacaran yaitu kekerasan. Pacaran dapat memberikan efek
negatif jika dalam pacaran muncul perilaku seksual dan kekerasan
(BKKBN,2013). Remaja dalam perkembangannya cenderung sulit
dalam pengendalian diri sehingga rentan mengalami ataupun
melakukan kekerasan dalam pacaran (KDP).
Kekerasan dalam masa pacaran merupakan tindakan yang
dianggap tidak lazim, karena seorang pasangan melakukan tindakan–
tindakan yang dianggap merugikan dan mendatangkan penderitaan
14
kepada pasangannya yang belum ada ikatan yang sah menurut hukum
atau ikatan pernikahan. Penderitaan tersebut dapat berupa
penganiayaan, ada pula bentuk kekerasan lainnya yaitu kekerasan
psikis yang berupa ancaman, perintah atau pemaksaan untuk
melakukan atau menerima perlakuan dari pasangannya serta
mengendalikan pasangannya dengan mengecilkan kepercayaan diri
dan kemampuan untuk independent secara tingkah laku. Kekerasan
dalam pacaran ini menyebabkan korban yang menerima KDP menjadi
minder (harga diri rendah), depresi, stress pasca trauma, bunuh diri,
penyalahgunaan alkohol, obat-obatan, kecemasan, rasa malu,
terisolasi, dan rasa tertekan (Mendatu, 2007).
Dampak secara individu akan menyebabkan harga diri rendah
dan konsep diri yang menjadi negatif. Hal ini akan berpengaruh pada
prestasi akademik dimana korban akan takut untuk ke sekolah, nilai
akademik menurun dan juga bolos sekolah. Berdasarkan konsep
kekerasan yang telah dikemukakan di atas, maka dapat dipahami
bahwa kekerasan adalah tindakan atau perbuatan seseorang atau
sekelompok orang yang berakibat pada kesengsaraan dan penderitaan
baik secara fisik, seksual, psikologi, termasuk tindakan pemaksaan,
baik yang terjadi di ranah dosmetik maupun publik. Dari adanya
konsep kekerasan dan konsep pacaran yang telah dikemukakan, maka
dapat dipahami bahwa antara kekerasan dan pacaran ada ketertarikan,
dimana tidak selamanya hubungan percintaan selalu identik dengan
hal-hal yang indah dan menyenangkan, namun sebenarnya tanpa
disadari dalam hubungan pacaran pernah terjadi kekerasan. Secara
umum konsep kekerasan mengacu pada dua hal yakni, pertama
kekerasan merupakan suatu tindakan untuk menyakiti orang lain
sehingga menyebabkan luka – luka atau mengalami kesakitan dan
15
kedua kekerasan yang merujuk pada penggunaan kekuatan fisik yang
tidak lazim dalam suatu kebudayaan (Wiyata, 2002: 7).
2. Kekerasan dalam rumah tangga
Kekerasan terutama kekerasan dalam rumah tangga merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat
kemanusiaan serta merupakan bentuk diskriminasi. Apabila dikaitkan
dengan fenomena perempuan, maka yang berkembang selama ini
menganggap bahwa kaum perempuan cenderung dilihat sebagai
“korban” dari berbagai proses sosial yang terjadi dalam masyarakat
selama ini. Oleh karena itu, sekecil apapun kekerasan yang dilakukan
dapat dilaporkan sebagai tindak pidana yang dapat di proses hukum.
Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) adalah setiap perbuatan
terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis,
dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk
melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan
secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.
Dalam penanganan korban KDRT terhadap perempuan,
pekerja sosial harus terlibat dalam upaya penanganan terpadu dari
berbagai sektor. Perspektif pekerjaan sosial memandang bahwa korban
KDRT harus segera mungkin untuk mendapatkan jaminan
perlindungan dan keamanan serta pendampingan sosial agar korban
dapat berfungsi sosial kembali. Tindak kekerasan dalam masyarakat
sebenarnya bukan suatu hal yang baru. Berbagi pendapat, persepsi,
dan definisi mengenai kekerasan dalam rumah tangga berkembang
dalam masyarakat. Pada umumnya orang berpendapat bahwa KDRT
adalah urusan intern keluarga dan rumah tangga. Berbagai kasus
berakibat fatal dari kekerasan orang tua terhadap anaknya, suami
terhadap istrinya, majikan terhadap rumah tangga, terkuak dalam surat
16
kabar dan media massa. Kekerasan dalam rumah tangga sebenarnya
bukan merupakan hal yang baru. Namun, selama ini selalu
dirahasiakan atau ditutup-tutupi oleh keluarga, maupun oleh korban
sendiri atau keluarga. Kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga
mengandung sesuatu yang spesifik atau khusus. Kekhususan tersebut
terletak pada hubungan antara pelaku dan korban, yaitu hubungan
kekeluargaan atau hubungan pekerjaan (majikan-pembantu rumah
tangga).
Pada umumnya masalah kekerasan dalam rumah tangga sangat
erat kaitannya dengan ketiadaan akses perempuan kepada sumber daya
ekonomi (financial modal dan benda-benda tidak bergerak seperti
tanah, dan sumber- sumber kesejahteraan lain), usia, pendidikan,
agama dan suku bangsa. Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT)
yang dialami perempuan juga berlapis-lapis artinya bentuk kekerasan
yang dialami perempuan bisa lebih dari satu bentuk kekerasan baik
secara fisik, psikologis, seksual dan ekonomi. Maka Kekerasan Dalam
Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan
secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau
perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup
rumah tangga. Pengertian di atas tidak menunjukkan bahwa pelaku
kekerasan terhadap perempuan hanya kaum pria saja, namun dalam
kehidupan keluarga sering terjadi pertentangan dan perbedaan
pendapat yang saling berujung pada tindak kekerasan fisik yang
dilakukan oleh suami terhadap istri. Sehingga suami yang semestinya
berfungsi sebagai pengayom justru berbuat yang jauh dari harapan
anggota keluarganya. Dalam KDRT (Kekerasan Dalam Rumah
Tangga) mendapat tanggapan yang serius dari berbagai organisasi
17
perempuan baik yang berhubungan dengan pemerintah maupun
nonpemerintah hingga lahirnya UU No. 23 Tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
b. BENTUK-BENTUK KEKERASAN
1. Fisik
Mencakup memukul, menampar, mencekik, menendang, melempar barang ke
tubuh korban, menginjak, melukai dengan tangan kosong atau alat/ senjata
membunuh.
2. Psikologi
Berteriak-teriak, menyumpah, mengancam merendahkan, mengatur,
melecehkan, menguntit dan memata- matai, tindakan lain yang
menimbulkan rasa takut (termasuk yang diarahkan kepada orang-orang
terdekat korban misalnya keluarga, anak, suami, teman dekat dll).
3. Seksual
Melakukan tindakan yang mengarah ke ajakan atau desakan seksual
seperti menyentuh, meraba mencium, dan melakukan tindakan-tindakan
lain yang tidak dikehendaki korban, memaksa korban menonton produk
pornografi, gurauan-gurauan seksual yang tidak dikehendaki korban,
ucapan – ucapan yang merendahkan dan melecehkan dengan mengarah
pada aspek jenis kelamin/ seks korban, memaksa berhubungan seks tanpa
persetujuan korban, dengan kekerasan fisik maupun tidak , memaksa
melakukan aktivitas-aktivitas seksual yang tidak disukai, merendahkan,
menyakiti atau melukai korban. Pornografi ( dengan dampak sosial yang
sangat luas bagi perempuan pada umumnya).
4. Finansial
Mengambil uang korban, menahan atau tidak memberikan pemenuhan
kebutuhan finansial korban, mengendalikan dan mengawasi pengeluaran
18
uang sampai sekecil-kecilnya, semuanya dengan maksud untuk dapat
mengendalikan tindakan korban.
5. Spiritual
Merendahkan keyakinan dan kepercayaan korban, memaksa korban untuk
meyakini hal-hal yang tidak diyakininya, memaksa korban
mempraktikkan ritual dengan keyakinan tertentu.
19
seseorang dan dapat menyebabkan kematian. Kekerasan fisik meliputi
memukul, menampar, menjambak rambut, menendang, mendorong, melempar
benda.
b. Kekerasan non fisik merupakan tindakan yang bertujuan merendahkan citra
atau kepercayaan diri seseorang baik melalui kata-kata maupun melalui
perbuatan yang tidak disukai oleh korbannya. Berdasarkan penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa bentuk-bentuk kekerasan dalam pacaran meliputi
bentuk kekerasan secara fisik, psikologis, seksual, spritual dan secara
ekonomi.
20
kekerasan, percaya bahwa pelaku telah perbuatannya dan berjanji tidak
akan mengulanginya lagi.
d. Cinta Sayang dan Alasan lainnya yang selalu dipergunakan oleh
Korban
21
muncul dalam program siaran televise maupun adegan sensual dalam film
tertentu dapat memicu tindakan kekerasan terhadap pasangan.
d. Peran jenis kelamin, pada banyak kasus korban dalam kekerasan dalam
pacaran adalah perempuan. Hal ini terkait dengan aspek sosio budaya yang
menanamkan peran jenis kelamin yang membedakan laki-laki dengan
perempuan. Laki-laki dituntut untuk memiliki citra maskulin dan macho,
sedangkan perempuan lemah gemulai. Laki-laki dipandang wajar jika agresif,
sedangkan diharapkan mengekang agresivitasnya. Berdasarkan uraian diatas
dapat disimpulkan bahwa faktor penyebab terjadinya kekerasan adalah budaya
dalam masyarakat, pola asuh dan lingkungan keluarga yang kurang
menyenangkan, peer group, media masa, dan jenis kelamin.
22
b. Reaksi Formasi
Reaksi formasi adalah bagaimana mengubah suatu impuls yang Mengancam
dan tidak sesuai serta tidak dapat diterima norma Sosial diubah menjadi suatu
bentuk yang lebih dapat diterima.
c. Proyeksi
Proyeksi adalah mekanisme pertahanan dari individu yang menganggap suatu
impuls yang tidak baik, agresif dan tidak dapat diterima sebagai bukan
miliknya melainkan milik orang lain. Proyeksi merupakan usaha untuk
menyalahkan orang lain mengenai kegagalannya, kesulitannya atau keinginan
yang tidak baik.
d. Regresi
Regresi adalah suatu mekanisme pertahanan saat individu kembali ke masa
periode awal dalam hidupnya yang lebih menyenangkan dan bebas dari
frustasi dan kecemasan yang saat ini dihadapi.
e. Rasionalisasi
Rasionalisasi merupakan mekanisme pertahanan yang melibatkan pemahaman
kembali perilaku individu untuk membuatnya menjadi lebih rasional dan
dapat diterima oleh individu. Individu berusaha memaafkan atau
mempertimbangkan suatu pemikiran atau tindakan yang mengancamnya
dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa ada alasan yang rasional dibalik
pikiran dan tindakan itu.
f. Pemindahan
Suatu mekanisme pertahanan dengan cara memindahkan impuls terhadap
objek lain karena objek yang dapat memuaskan Id tidak tersedia.
g. Sublimasi
Berbeda dengan pemindahan, yang mengganti objek untuk memuaskan Id,
sublimasi melibatkan perubahan atau penggantian dari impuls Id itu sendiri.
Sublimasi merupakan dorongan kehendak atau cita-cita yang yang tak dapat
23
diterima oleh norma-norma di masyarakat lalu disalurkan menjadi bentuk lain
yang lebih dapat diterima bahkan ada yang mengagumi.
h. Isolasi
Isolasi adalah cara seseorang untuk menghindari perasaan yang tidak dapat
diterima dengan cara melepaskan diri dari peristiwa yang seharusnya terikat,
merepresikannya dan bereaksi terhadap peristiwa tersebut tanpa emosi. Hal ini
sering terjadi pada psikoterapi.
i. Intelektualisasi
Sering bersamaan dengan isolasi, individu mendapatkan jarak yang lebih jauh
dari emosinya dan menutupi hal tersebut dengan analisis intelektual yang
abstrak dari individu itu sendiri.
j. Penyekatan Emosional
Penyekatan emosional akan terjadi apabila seseorang mempunyai tingkat
keterlibatan emosionalnya dalam keadaan yang dapat menimbulkan
kekecewaan atau yang menyakitkan.
k. Simbolisasi
Simbolisasi merupakan suatu mekanisme apabila suatu ide atau obyek
digunakan untuk mewakili ide atau obyek lain, sehingga sering dinyatakan
bahwa simbolisme merupakan bahasa dari alam tak sadar.
l. Undoing
Dalam undoing, individu akan melakukan perilaku atau pikiran ritual dalam
upaya untuk mencegah impuls yang tidak dapat diterima.
m. Penyangkalan
Mekanisme pertahanan ini paling sederhana dan primitive. Penyangkalan
berusaha untuk melindungi diri sendiri terhadap kenyataan yang tidak
menyenangkan. Hal ini dilakukan dengan cara melarikan diri dari kenyataan
atau kesibukan dengan hal-hal lain.
BAB IV
24
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kekerasan Dalam Pacaran (KDP) adalah kekerasan atau ancaman
melakukan kekerasan dari satu pasangan yang belum menikah terhadap
pasangannya yang lain dalam konteks berpacaran atau tunangan. Kekerasan
dalam masa pacaran merupakan tindakan yang dianggap tidak lazim, karena
seorang pasangan melakukan tindakan–tindakan yang dianggap merugikan
dan mendatangkan penderitaan kepada pasangannya yang belum ada ikatan
yang sah menurut hukum atau ikatan pernikahan.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
25
Rochmat Wahab (2010), Jurnal Kekerasan Dalam Rumah Tangga:
Perspektif Psikologis dan Edukatif.
Dian, Ungki. Y.D. (2008). Atas Nama Cinta (Sebuah Studi Kasus
tentang Mahasiswi Korban Kekerasan dalam Pacaran). (Skripsi). Universitas
Negeri Yogyakarta, Yogyakarta.
26
Minderof, Albertine. (2013). Psikologi Sastra. Jakarta: Yayasan
Pustaka Obor.
27