Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan


cukup bulan (37-42 minggu) disertai dengan pengeluaran plasenta dan selaput janin
(Nurul Jannah, 2017). Karena menjadi seorang ibu adalah anugrah dari Tuhan yang
tidak dapat dihindarkan dari seseorang wanita. Hal ini juga diyakini oleh budaya
masyarakat bahwa akan sempurna menjadi seorang ibu jika sudah bisa mengandung,
bisa melahirkan dan menyusui. Modal dasar pembentukan manusia berkualitas di
mulai sejak bayi dalam kandungan disertai dengan pemberian Air Susu Ibu (ASI)
sejak usia dini.
Menyusui merupakan suatu cara yang tidak ada duanya dalam memberikan
makanan ideal bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang sehat. Akan tetapi,
menyusui tidak selamanya berjalan dengan normal, karena sebagian ibu dapat
mengalami keluhan seperti adanya payudara yang lecet, kurangnya hisapan oleh bayi
dan faktor pengetahuan cara menyusui yang salah. Sehingga, pada masa nifas atau
post partum ibu mengalami beberapa perubahan, salah satunya perubahan pada
payudara. Payudara ibu nifas atau postpartum akan menjadi lebih besar, keras dan
menghitam disekitar putting, ini menandakan dimulainya proses menyusui. Menyusui
merupakan hal yang penting bagi seorang ibu untuk bayinya, karena air susu ibu
mempunyai banyak sekali nutrisi yang berguna bagi kecerdasan bayi (Setianingrin,
2020).
Menurut data yang didapat dari World Browfeeding Trenah Initiative (WBTI)
pada tahun 2012, hanya 27,5 % ibu di Indonesia yang berhasil memberi ASI esklusif,
dari hasil tersebut membuat Indonesia berada di peringkat 49 dari 51 negara yang
mendukung pemberian ASI eksklusif, cakupan pemberian ASI di Indonesia hanya 42
%. Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Kemenkes tahun 2015 menunjukkan cakupan
ASI eksklusif sebesar 54,3% dari target yang ingin dicapai sebesar 80%. (Kemenkes
RI, 2015). Cakupan ASI di Indonesia mengalami peningkatan menjadi 42% dari 32%.
Di Indoneisa, jumlah ibu menyusui sebesar 96% tetapi hanya 42% ibu yang
memberikan ASI eksklusif ke bayi berusia di bawah 6 bulan (Kementrian Kesehatan,
2014).
Secara Nasional, cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih rendah, baru 33,6
% bayi yang mendapat ASI ekslusif, artinya masih ada sekitar 2/3 bayi di Indonesia
yang kurang mendapatkan ASI. Berdasarkan data dari profil kesehatan Jawa Tengah
pada tahun 2012 menunjukkan cakupan pemberian ASI ekslusif bayi sekitar 37,18%
dari total jumlah bayi sebanyak 181.600 bayi yang mendapatkan ASI eksklusif.
Cakupan ini masih sangat rendah apabila dibandingkan dengan pencapaian tahun
2011 sekitar 80% (Dinas Kesehatan Jateng, 2012).
Secara umum pemberian ASI dipengaruhi beberapa faktor, antara lain
dukungan tenaga kesehatan, keadaan ibu (fisik dan psikologis), perubahan sosial
budaya, tata laksana di rumah sakit, kesehatan bayi (kondisi neonatus dengan BBLR
atau berat badan lahir rendah) atau prematur, pengetahuan ibu, sikap ibu, lingkungan
keluarga, peraturan pemasaran pengganti ASI, dan paritas. Pasien yang mengalami
kendala dalam menyusui bayinya segera setelah lahir dapat juga
dikaitkan dengan masalah keperawatan menyusui tidak efektif (Dwi Retno Wulandari,
2014).

Ketidaklancaran pengeluaran ASI pada ibu setelah melahirkan dapat


disebabkan oleh kurangnya rangsangan hormone oksitosin yang sangat berperan
dalam pengeluaran ASI. Oleh sebab itu perlu adanya upaya yang dilakukan untuk
membantu merangsang keluarnya ASI pada ibu post partum. Dalam proses
pengeluaran ASI terdapat dua hal yang berpengaruh yaitu produksi dan pengeluaran.
Produksi ASI dipengaruhi oleh hormone prolactin dan pengeluaran dipengaruhi oleh
hormone oksitosin (Wulandari, 2018).
Kegagalan ibu untuk menyusukan segera setelah lahir juga akan berpengaruh
pada produksi ASI ibu. Karena menyusukan pertama kali sesudah lahir akan
memberikan rangsangan pada hipofisis untuk mengeluarkan oksitosin. Oksitosin
bekerja merangsang otot polos untuk memeras ASI pada alveoli, lobus serta duktus
yang berisi ASI yang akan dikeluarkan melalui puting susu. Keadaan ini memaksa
hormon prolaktin untuk terus memproduksi ASI. Sehingga semakin sering bayi
menghisap puting susu ibu, maka pengeluaran ASI juga akan semakin lancer
(KARTIKA, 2016). Menyusui tidak efektif merupakan suatu kondisi dimana ibu dan
bayi mengalami ketidakpuasan atau kesulitan pada saat menyusui (Tim Pokja SDKI
DPP PPNI, 2016). Kondisi laktasi yang tidak efektif ini membuat pemberian ASI
menjadi rendah sehingga dapat menjadi ancaman bagi bayi khususnya bagi
kelangsungan hidup bayi pada saat pertumbuhan dan perkembangan.
Penangangan masalah menyusui tidak efektif secara dini dapat dilakukan
dengan pemberian IMD (inisiasi menyusu dini), IMD maksimum dilakukan paling
baik 5 menit setelah kelahiran. Saat IMD, posisi bayi tengkurap didada atau perut ibu
dengan saling bersentuhan, kemudian membiarkan bayi mencari sendiri puting susu
ibunya. Selain dapat mengeluarkan ASI dan kolostrum kelenjar penghasil ASI di
payudara ibu juga memiliki aroma yang khas sehingga memancing bayi mendekati
payudara ibu. Selain dengan cara IMD ada juga dengan cara yang lain yaitu, pijat
darah payudraa yang sakit sekali 2x kearah puting susu, gunakna baby oil untuk
melemaskan dan membuat daerah sekitar payudara tidak kaku. Pemijatan ini juga
dapat membantu pengeluaran ASI. Beri kompres air hangat untuk membantu
memperlancar pengeluaran ASI. Selain itu, nutrisi pada ibu menyusui juga menjadi
hal yang sangat berpengaruh untuk memperlancar ASI. Kebutuhan nutrisi saat
menyusui jauh lebih besar dua kali lipat dibandingkan saat kehamilan. Makanan yang
dikonsumsi ibu sangat berpengaruh terhadap produksi ASI, apabila makanan yang ibu
konsumsi cukup akan gizi dan pola makan teratur maka ASI yang dihasilkan akan
lancar dan berkualitas (Ginting, 2016).
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan, penulis tertarik untuk
menyusun laporan karya ilmiah akhir Ners berjudul “Asuhan Keperawatan dengan
Masalah Menyusui Tidak Efektif Pada Pasien Post Partum di UPTD PUSKESMAS
KINTOM”. Penulis ingin mengaplikasikan pengelolaan keperawatan dengan edukasi
pada pasien dengan menyusui tidak efektif, agar dapat memberikan dukungan yang
optimal dan berkelanjutan.
1.2 Batasan Masalah

Batasan pada studi kasus ini dibatasi pada “Asuhan Keperawatan dengan
Masalah Menyusui Tidak Efektif Pada Pasien Post Partum di UPTD PUSKESMAS
KINTOM”.
1.3 Rumusan Masalah

Bagaimana Asuhan Keperawatan dengan Masalah Menyusui Tidak Efektif Pada


Pasien Post Partum di UPTD PUSKESMAS KINTOM.
1.4 Tujuan

1. Tujuan Umum

Melaksanakan Asuhan Keperawatan dengan Masalah Menyusui Tidak


Efektif Pada Pasien Post Partum di UPTD PUSKESMAS KINTOM.
2. Tujuan Khusus

Dalam melakukan Asuhan Keperawatan dengan Masalah Menyusui Tidak


Efektif Pada Pasien Post Partum di UPTD PUSKESMAS KINTOM penulis
diharapkan mampu untuk :
a. Melakukan pengkajian keperawatan Pada Pasien Post Partum dengan
Masalah Menyusui Tidak Efektif di UPTD PUSKESMAS KINTOM.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan Pada Pasien Post Partum dengan
Masalah Menyusui Tidak Efektif di UPTD PUSKESMAS KINTOM.
c. Menyusun perencanaan keperawatan Pada Pasien Post Partum dengan
Masalah Menyusui Tidak Efektif di UPTD PUSKESMAS KINTOM.

d. Melaksanakan tindakan keperawatan Pada Pasien Post Partum dengan


Masalah Menyusui Tidak Efektif di UPTD PUSKESMAS KINTOM.
e. Melakukan evaluasi Pada Pasien Post Partum dengan Masalah Menyusui
Tidak Efektif di UPTD PUSKESMAS KINTOM .
1.5 Manfaat
1. Manfaat teoritis

Studi kasus dapat digunakan untuk mengurangi permasalahan


pada proses menyusui pada pasien post partum.
2. Manfaat praktis
Manfaat Praktis Sebagian tambahan informasi dan sarana
pengaplikasian ilmu pengetahuan tentang tindakan aktif oleh profesi
keperawatan dengan cara memberikan asuhan keperawatan terutama
pada pasien postpartum yang didapatkan dari perkuliahan khususnya di
bidang keperawatan maternitas dengan masalah menyusui tidak efektif.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan disajikan landasan teori telah mendukung penelitian
yaitu: Konsep dasar post partum, konsep dasar menyusui dan konsep dasar
menyusui tidak efektif.

2.1 Konsep Post Partum


2.1.1 Definisi
Post partum atau masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil, masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Roito dkk,
2013). Masa nifas adalah adalah masa setelah plasenta lahir dan berakhir
ketika alatalat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu atau 40 hari dan merupakan
masa pembersihan rahim, sama halnya seperti masa haid (Saleha, 2009).
Masa nifas adalah dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari). Pelayanan masa nifas harus dilakukan
untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi yang meliputi pengobatan,
pencegahan dan lain-lain (Prawirohardjo, 2014).

2.1.2 Periode Post Partum


Periode post partum atau nifas (puerperium) ialah masa enam
minggu sejak bayi lahir sampai organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan normal sebelum hamil (Widia,2015). Masa nifas adalah masa
pemulihan kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat kandungan
kembali seperti prahamil. Lama masa nifas yaitu 6-8 minggu (Mochtar,
2012).
2.1.3 Perubahan Fisiologis dan Psikologis Payudara
1) Perubahan Fisik
Perubahan fisiologis pada masa post partum menurut Bobak
(2005) yaitu:
a. Uterus
Uterus semakin lama akan mengecil (involusi) secara
berangsur-angsur, sehingga akan kembali seperti semula. Uterus
akan menjadi keras setelah plasenta lahir karena adanya kontraksi
dan retraksi otot-otot pada rahim. Fundus uteri akan berada ± 3 jaris
di bawah pusat. Dua hari pertama pada masa post partum fundus
uteri belum menunjukkan banyak perubahan, namun setelah dua
hari itu fundus uteri akan berubah mengecil dengan cepat. Hari ke
10 post partum fundus uteri tidak akan teraba lagi dari luar. Uterus
akan kembali pada ukuran normalnya dalam waktu 6 minggu
b. Serviks
Serviks mempunyai bentuk yang mengganggu seperti corong
berwarna merah kehitaman setelah proses persalinan. Serviks
berkonsistensi lunak kadang-kadang terdapat perlukaan kecil
setelah bayi lahir. Rongga rahim dapat dimasuki tangan stelah
persalinan, setelah 2 jam dapat dilalui 2-3 jari dan hanya dapat
dilalui 1 jari setelah 7 hari pada masa post partum.
c. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan
vagina dalam masa post partum. Lochea rubra berisi darah segar
bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel desidua, sisa verniks
kaseosa, lanugo dan mekonium pada hari pertama post partum. Hari
ke 3-7 post partum muncul lochea sanguinolenta yang berisi darah
berwarna merah kekuningan disertai lendir. Lochea serosa muncul
pada hari ke 7-14 post partum cairan berwarna kekuningan tanpa
darah. Lochea alba merupakan cairan yang keluar setelah dua
minggu masa post partum, cairan tersebut berwarna putih.
d. Sistem Hormonal
Oksitosin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan
bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Oksitosin beraksi
selama proses persalinan kala tiga mengakibatakan pelepasan
plasenta. Kontraksi uterus untuk memperkecil bekas tempat
perlekatan plasenta juga dipengaruhi oleh aksi oksitosin. Wanita
yang memilih untuk menyusui bayinya akan membantu untuk
memperkecil uterus daan memperlancar ASI. Hisapan pada saat
bayi menyusu adalah stimulasi untuk ekskresi atau pengeluaran
oksitosin.
e. Tanda-Tanda Vital
Tekanan darah < 140/90mmHg dapat naik dari tingkat disaat
persalinan 1-3 hari post partum. Suhu tubuh mencapai 380C.
Denyut nadi berkisar antara 60-100X / menit.
2) Perubahan Psikologis
Perubahan psikologis post partum menurut Palupi (2013)
dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Periode taking in
a) Berlangsung 1-2 hari setelah proses persalinan.
b) Ibu pasif terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu menjaga
komunikasi yang baik.
c) Ibu menjadi sangat tergantung pada orang lain, mengharapkan
komunikasi kebutuhan dapat dipenuhi orang lain.
d) Perhatian tertuju pada kekhawatiran tentang perubahan tubuhnya.
e) Ibu bercerita tentang pengalamannya ketika melahirkan secara
berulang-ulang.
f) Diperlukan lingkungan yang kondusif agar ibu dapat tidur dengan
tenang untuk memulihkan keadaan tubuhnya seperti sediakala.
g) Nafsu makan bertambah sehingga dibutuhkan peningkatan nutrisi,
dan kurangnya nafsu makan menandakan ketidaknormalan proses
pemulihan.
2. Periode Taking Hold
a) Berlangsung 3-10 hari setelah melahirkan
b) Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dalam merawat
bayinya. Ibu menjadi sangat sensitive, sehingga mudah tersinggung.
Oleh karena itu membutuhkan dukungan orang-orang terdekat.
c) Saat ini saat yang terbaik untuk ibu mendapatkan penyuluhan
dalam melakukan perawatan diri dan bayinya.
d) Pada periode ini ibu berkonsekuensi pada pengontrolan fungsi
tubuh, misalnya buang air kecil atau buang air besar, mulai
mengubah posisi dari duduk ke jalan, serta belajar tentang perawatan
bagi diri dan bayinya.
3. Periode Letting Go
a) Berlangsung 10 hari setelah melahirkan.
b) Secara umum fase ini terjadi ketika ibu kembali ke rumah.
c) Ibu menerima tanggung jawab sebagai ibu dan mulai
menyesuaikan diri dengan ketergantungan bayinya.
d) Keinginan untuk merawat diri dan bayinya meningkat.
e) Ada kalanya ibu mengalami perasaan sedih yang berkaitan dengan
bayinya, keadaan ini disebut baby blues.

2.1.4 Komplikasi
Beberapa komlikasi post partum menurut (Mochtar, 2012):
a. Perdarahan
Penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum yaitu perdarahan. Perdarahan post partum adalah
kehilangan darah lebih dari 500mL setelah kelahiran.
Kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-
tanda sebagai berikut:
1. Kehilangan darah lebih dari 500ml.
2. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30
mmHg.
3. Hb (Hemoglobin) turun sampai 3 gram%.
b. Infeksi
Infeksi ini ditandai dengan adanya kenaikan suhu tubuh >380c, dalam 2 hari
selama 10 hari pertama post partum

c. Mastitis.
Mastitis atau infeksi payudara di awali pada bulan pertama post partum.
Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu akibat kesalahan
teknik menyusui, diawali dengan pembengkakan
2.1.5 Pathway

Gambar 2.1 Pathway Post Partum


2.2 Konsep Menyusui

2.2.1 Definisi

Menyusui mempunyai dua pengertian, yaitu produksi dan


pengeluaran ASI. Payudara mulai dibentuk sejak embrio berumur 18-
19 minggu. Pembentukan tersebut selesai ketika mulai
menstruasi dengan terbentuknya hormon estrogen dan progesteron yang
berfungsi untuk maturase alveoli. Sementara itu, hormon prolaktin
berfungsi untuk produksi ASI selain hormon lain seperti insulin,
tiroksin, dan lain-lain (Roito dkk, 2013).
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat,
tetapi ASI biasanya belum keluar karena masih dihambat oleh kadar
estrogen yang tinggi. Pada hari kedua atau hari ketiga pasca persalinan,
kadar estrogen dan progesteron turun drastis, sehingga pengaruh
prolaktin lebih dominan dan saat itu sekresi ASI semakin lancar.
Refleks yang sangat penting pada ibu dalam proses laktasi, yaitu reflex
prolaktin dan refleks aliran, yang timbul akibat perangsangan puting
susu oleh hisapan bayi (Roito dkk, 2013).
2.2.2 Fisiologi Menyusui
Menurut (Anggraini Y, 2010) pemberian ASI terdapat 2 refleks
yang berperan sebagai pembentukan dan pengeluaran air susu,yaitu:
1) Refleks Prolaktin
Saraf sensoris banyak terdapat pada puting susu, bila saraf
tersebut dirangsang, timbul impuls yang menuju hipotalamus,
yaitu selanjutnya ke kelenjar hipofisis depan sehingga kelenjar
ini mengeluarkan hormon prolaktin. Hormon tersebut yang
berperan dalam produksi ASI di tingkat alveoli. Refleks
prolaktin muncul setelah menyusui dan menghasilkan susu
untuk proses menyusui berikutnya. Prolaktin lebih
banyak dihasilkan pada malam hari dan refleks prolaktin
menekan ovulasi. Mudah dipahami bahwa makin sering
rangsangan penyusunan, maka makin banyak ASI yang
dihasilkan (Roito dkk, 2013).
2) Refleks Aliran
Rangsangan puting susu tidak hanya diteruskan sampai ke
kelenjar hipofisis bagian belakang yang mengeluarkan hormon
oksitosin. Hormon itu berfungsi memacu kontraksi otot polos
yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran, sehingga ASI
di pompa keluar. Refleks oksitosin bekerja sebelum atau setelah
menyusui untuk menghasilkan aliran air susu dan menyebabkan
kontraksi uterus. Semakin sering menyusui, semakin baik
pengosongan alveolus dan saluran sehingga semakin kecil
kemungkinan terjadi bendungan susu sehingga proses menyusui
makin lancar. Saluran ASI yang mengalami bendungan tidak
hanya mengganggu penyusunan, tetapi menyebabkan
kerentanan terhadap infeksi (Roito dkk, 2013).
Tiga refleks yang penting dalam mekanisme hisapan bayi,
adalah refleks menangkap (rooting refleks), refleks menghisap
(sucking refleks), dan refleks menelan (swallowing refleks).
Refleks menangkap muncul ketika bayi baru lahir yang
tersentuh pipinya akan menoleh kearah sentuhan tersebut dan
bila bibirnya dirangsang dengan papila mamae, bayi akan
membuka dan berusaha untuk menangkap puting susu. Apabila
langit-langit mulut bayi tersentuh, biasanya oleh puting susu,
refleks menghisap akan muncul. Sebagian besar areola harus
tertangkap mulut bayi untuk mencapai bagian belakang palatum
bayi, hal ini akan merangsang sinus gusi, lidah, dan
palatum sehingga ASI terperas keluar, kemudian mulut bayi
akan terisi ASI dan bayi akan menelannya atau refleks menelan
(Roito dkk, 2013).
Air susu ibu senantiasa diproduksi secara berkesina -
mbungan, dan payudara akan terasa kosong dan melunak
setelahnya, pada keadaan ini ibu tetap tidak akan kekurangan
ASI. ASI akan terus diproduksi asalkan bayi tetap mengisap,
ibu cukup makan dan minum, dan keinginan kuat untuk
memberi ASI pada anaknya (Roito dkk, 2013).
2.2.3 Manfaat ASI
Menurut (Anggraini Y., 2010) manfaat ASI sebagai berikut:
1) ASI merupakan sumber makanan yang mengandung nutrisi yang
lengkap untuk bayi.
2) ASI dapat meningkatkan daya tahan tubuh bayi yang mengandung
zat antibody sehingga akan jarang sakit.
3) ASI meningkatkan kekebalan tubuh.
4) Menunjang perkembangan kepribadian, dan kecerdasan emosional.
5) Mengurangi perdarahan setelah melahirkan.
6) Dengan menyusui maka akan terjadi rasa sayang antara ibu dan bayi.
7) Melindungi anak dari serangan alergi
2.2.4 Faktor-Faktor Yang mempengaruhi produksi ASI
Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi ASI menurut
Maritalia (2014), diantaranya sebagai berikut:
1) Makanan
Makanan yang dikonsumsi ibu sangat berpengaruh terhadap
produksi ASI, apabila makanan yang dikonsumsi ibu cukup dan
bergizi maka produksi ASI ibu pun lancar.
2) Ketengan jiwa dan pikiran
Produksi ASI yang baik dipengaruhi oleh kondisi jiwa dan
pikiran ibu yang tenang, jika keadaan psikologis ibu tertekan akan
mempengaruhi produksi ASI ibu.
3) Penggunaan Alat kontreasepsi
Penggunaan alat kontrasepsi pada ibu menyusui sangat
diperhatikan karna akan mempengaruhi produksi ASI. Kontrasepsi
yang dianjurkan yaitu kondom, IUD, pil progestin, suntik hormonal
3 bulan.
4) Perawatan Payudara
Perawatan payudara bermanfaat merangsang payudara untuk
mempengaruhi hipofisis mengeluarkan hormon proklatin dan
oksitosin (Susi, 2020).
5) Anatomi Payudara
Jumlah lobus dalam payudara akan mempengaruhi produksi
ASI dan perlu diperhatikan juga bentuk papilla dan puting susu ibu.
6) Faktor isapan anak atau frekuensi penyusuan
Semakin sering bayi menyusu semakin banyak prolaktin
yang di produksi sehingga makin banyak produksi ASI. Bayi cukup
bulan frekuensi penyusuan direkomendasikan paling sedikit 8 kali
perhari pada periode awal setelah persalinan.
7) Motivasi ibu untuk menyusui
Motivasi dan kepercayaan diri yang baik pada ibu akan
meningkatkan proses laktasi atau menyusui terjadi dengan baik.

2.3 Konsep Menyusui Tidak Efektif


2.3.1 Definisi
Menurut SDKI, definisi menyusui tidak efektif yakni kondisi
dimana ibu dan bayi mengalami ketidakpuasan atau kesukaran pada
proses menyusui. Kegagalan dalam proses menyusui sering
disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah pada
ibu ataupun pada bayinya, dan pada sebagian ibu yang tidak paham
dengan masalah ini, kegagalan tersebut dianggap masaalah yang
diakibatkan oleh anaknya saja,padahal masalah bisa diakibatkan oleh
faktor ibu dan anak ( Maryunani, 2015 ).
2.3.2 Etiologi
Beberapa faktor yang berhubungan yang dialami oleh pasien
dengan masalah menyusui tidak efektif, antara lain
1. Fisiologis
a. Ketidakadekuatan suplai ASI
b. Hambatan pada neonatus (mis. Prematuritas, sumbing)
c. Anomali payudara ibu (mis. Puting yang masuk ke dalam)
d. Ketidakadekuatan refleks menghisap bayi
e. Payudara bengkak
f. Riwayat operasi payudara
g. Kelahiran kembar
2. Situasional
a. Tidak rawat gabung
b. Kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan /
atau metode menyusui
c. Kurangnya dukungan keluarga
d. Faktor budaya
2.3.3 Tanda dan Gejala
1). Gejala dan tanda mayor masalah menyusui tidak efektif menurut
SDKI yaitu
1. Subjektif, antara lain
a. Kelelahan maternal
b. Kecemasan maternal
2. Objektif, antara lain
a. Bayi tidak mampu melekat pada payudara ibu
b. ASI tidak menetes/ memancar
c. BAK bayi kurang dari 8 kali dalam 24 jam
d. Nyeri dan/ atau lecet terus menerus setelah minggu kedua
2). Gejala dan tanda minor masalah menyusui tidak efektif menurut
SDKI yaitu
1. Subjektif (tidak tersedia)
2. Objektif, antara lain
a. Intake bayi tidak adekuat
b. Bayi menghisap tidak terus menerus
c. Bayi menangis saat disusui
d. Bayi rewel dan menangis terus dalam jam-jam pertama
setelah menyusui
e. Menolak untuk menghisap
2.3.4 Populasi berisiko
Adapun ibu yang berisiko mengalami masalah
menyusui tidak efektif, antara lain
1. Abses payudara
2. Mastitis
3. Carpal tunnel syndrome
4. Bayi prematur
5. Pembedahan payudara sebelumnya
6. Riwayat kegagalan menyusui sebelumnya
7. Masa cuti melahirkan yang pendek (International, 2018)
2.3.5 Penatalaksanaan
Berdasarkan keputusan Kementrian Kesehatan RI
No.450/Menkes/SK/IV/2014 mengenai pemberian ASI pada bayi di
Indonesia, maka pemerintah menyelenggarakan upaya yang dapat
mensukseskan keberhasilan dalam proses menyusui yaitu melalui
program “Sepuluh Langkah Menuju Keberhasilan Menyusui”
diantaranya :
a. Memilih kebijakan tertulis mengenai pemberian ASI
dikomunikasikan secara rutin dengan staf pelayanan kesehatan.
b. Melatih semua staf pelayanan kesehatan yang diperlukan untuk
menerapkan kebijakan tersebut.
c. Memberitahukan keuntungan dan penatalaksanaan pemberian ASI
pada semua ibu hamil.
d. Membantu ibu memulai pemberian ASI dalam wakttu setengah jam
setelah kelahiran.
e. Memperlihatkan kepada ibu yang belum berpengalaman bagaimana
cara meneteki dan tetap memberikan ASI meskipun ibu terpisah dari
neonatus.
f. Tidak memberikan makanan atau minuman lain selain ASI kepada
neonatus kecuali diindikasikan secara medis.
g. Mempraktekkan rawat gabung, mengijinkan ibu dan neonatus
untuk terus bersama-sama 24 jam sehari.
h. Mendorong pemberian ASI setiap neonatus memintanya.
i. Tidak memberikan dot atau empeng pada neonatus yang diberi ASI.
j. Mendorong dibentuknya kelompok pendukung ASI dan merujuk para
ibu ke kelompok tersebut ketika mereka sudah keluar dari rumah sakit
atau klinik.
2.4 Konsep Asuhan Keperawatan dengan Masalah Menyusui Tidak Efektif
pada Pasien Post Partum
2.4.1 Pengkajian
Pengkajian yaitu tahapan awal dari proses keperawatan, data
dikumpulkan secara sistematis yang digunakan untuk menentukan status
kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilaksanakan secara
komprehensif terkait dengan aspek biologis, psikologis, sosial, dan
spiritual (Kozier, 2010).
1. Identitas pasien
Meliputi nama pasien, nomor registrasi, diagnosa medis, umur,
suku/bangsa, status perkawinan, agama, pendidikan, alamat, tanggal
masuk rumah sakit, tanggal pengkajian
2. Pola fungsi kesehatan.
a. Pola persepsi-pemeliharaan kesehatan
1) Keluhan utama
Pada ibu setelah operasi caesar biasanya merasa nyeri
pada luka insisi dapat menurunkan inisiasi menyusui dini
sehingga dapat mengakibatkan masalah dalam menyusui
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Pada umumnya didapatkan keluhan ibu dalam menyusui
yang biasanya ditandai dengan ketidakadekuatan suplai ASI,
hambatan pada neonatus, ketidakadekuatan refleks menghisap
bayi, payudara bengkak, tidak rawat gabung.
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Didapatkan data klien pernah riwayat sectio caesarea
sebelumnya atau tidak, kegagalan menyusui sebelumnya atau
tidak.
4)Riwayat penyakit keluarga
Meliputi penyakit keturunan atau menular yang
pernah diderita anggota keluarga
5) Riwayat kehamilan dan persalinan sekarang
Pada saat dikaji klien melahirkan pada kehamilan ke
berapa, lama masa kehamilan, dan kelainan selama hamil, kaji
tanggal persalianan, jenis persalinan, penyulitan persalinan,
keadaan anak, apgar score dan lain-lain.
b. Pola Metabolik Nutrisi
Kaji frekuensi pemberian makanan pada ibu , ketidakmampuan
makan karena insisi dapat menyebabkan masalah pada nutrisi ibu yang
seharusnya diperhatikan dalam waktu nifas dan menyusui bayi, juga
perhitungan balance cairan (pada ibu dan bayi), meliputi:
1) Input cairan (makanan dan minuman), berapa cc
2) Cairan infus, berapa cc
3) Therapy injeksi, berapa cc
4) Air metabolism, berapa cc
5) Feses, berapa cc (normal 1 bab feses = 100 cc)
6) Adanya muntah atau tidak
7) IWL
c. Pola eliminasi
Sebagian besar, tidak mengalami masalah pada eliminasi urine
namun tetap perlu dikaji frekuensi, konsistensi, kepekatan, warna,
jumlah dan bau urine. Sebagian besar, ibu dengan operasi sectio
caesarea akan dipasang kateter sebelum proses persalinan, pola
eliminasi pada bayi juga perlu dikaji karena mempengaruhi adanya
masalah dalam pemberian ASI pada ibu untuk bayinya.
d. Pola Istirahat Tidur
Mencakup tidur malam : waktu dan lamanya, tidur siang :
waktu dan lama dan keluhan. Pola istirahat tidur menurun karena ibu
merasa cemas karena memikirkan bayi yang baru dilahirkannya.
e. Pola Aktivitas
Pola aktivitas terganggu akibat nyeri sendi dan otot sehingga
memerlukan bantuan dari perawat atau keluarga.
f. Pola seksualitas-reproduksi
Adanya riwayat penyakit hubungan seksual, dan
bagaimana tindakan pengendalian kelahiran.
g. Pola toleransi stress – koping
Status psikososial ibu, meliputi , citra tubuh dan persepsi
stressor seperti keluarga dan karier, dukungan emosional dari orang
lain.
h. Pola Kognitif- perseptual
Meliputi tingkat pemahaman ibu dan pandangan tentang
pemberian ASI
i. Pola persepsi diri-konsep diri
Mengkaji tentang persepsi klien terhadap masalah pemberian
ASI yang dialaminya, bagaimana klien merasakan perubahan yang
terjadi setelah mempunyai anak.
j. Pola Peran-Hubungan
Biasanya ibu akan cemas karena kehilangan peran dalam
keluarga dan masyarakat karena harus menjalani rawat inap di rumah
sakit.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Dukung pasien untuk terus berdoa dan berpasrah diri agar lebih
tenang sehingga dapat mengembalikan ketenangan pada pasien.
3. Pemeriksaan fisik (head to toe), difokuskan antara lain
a. Keadaan umum pasien (menurun atau baik)
b. Kesadaran (composmentis)
c. Mata, meliputi :
1) Konjungtiva pada ibu dan bayi (anemis atau merah muda)
2) Sklera berwarna putih atau kuning (ikteris)
d. Mammae/payudara
1) Sudah mengeluarkan kolostrum atau belum

2) Bentuk simetris atau asimetris


3) Puting susu menonjol atau tidak
4) Adanya pengeluaran atau tidak
5) Kebersihan cukup atau kurang
6) Adanya kelainan lecet
e. Ektremitas
Adanya kelemahan otot dalam proses pemberian ASI atau tidak.
f. Integumen
Turgor kulit
g. Adanya nyeri/kenyamanan P,
Q, R, S, T nyeri
2.4.2 Diagnosis keperawatan
Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI, hambatan pada neonatus, ketidakadekuatan refleks oksitosin, tidak
rawat gabung. D0029 (PPNI T.p.,2016 & Wilkinson,2016).
2.4.3 Rencana keperawatan
A. Tujuan : Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama (….) maka
status menyusui membaik, dengan kriteria hasil :
1) Perlekatan bayi pada payudara ibu meningkat
2) Kemampuan ibu memposisikan bayimdengan benar meningkat
3) Miksi bayi lebih dari 8 kali/ 24 jam
4) Berat badan bayi meningkat
5) Tetesan / pancaran ASI meningkat
6) Suplai ASI adekuat
7) Puting tidak lecet setelah 2 minggu melahirkan
8) Kepercayaan diri ibu meningkat
9) Bayi tidur setelah menyusu
10) Payudara ibu kosong setelah menyusui
11) Intake bayi mengingkat
12) Hisapan bayi meningkat
13) Lecet pada puting menurun

14) Kelelahan maternal menurun


15) Kecemasan maternal menurun
16) Bayi rewel menurun
17) Bayi menangis setelah menyusu menurun
B. Intervensi
Menurut SIKI, ada dua intervensi utama sesuai permasalahan
dalam pemberian ASI yakni Edukasi menyusui dan konseling laktasi
1. Observasi :
a. Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
b. Identifikasi tujuan atau keinginan menyusui
c. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan dilakukan
konseling menyusui
d. Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui
e. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama proses
menyusui
2. Terapeutik
a. Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
b. Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
c. Berikan kesempatan untuk bertanya
d. Dukung ibu mengingkatkan kepercayaan diri dalam menyusui
e. Libatkan system pendukdung : suami, keluarga, tenaga
kesehatan dan masyarakat
f. Gunakan teknik mendengarkan aktif (mis. Duduk sama tinggi,
dengarkan permasalahan ibu)
g. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar
3. Edukasi
a. Berikan konseling menyusui
b. Jelaskan manfaat menyusui bagi ibu dan bayi
c. Ajarkan 4 (empat) posisi menyusui dan perlekatan (latch on)
dengan benar
d. Ajarkan perawatan payudara postpartum (mis. Memerah ASI,
pijat payudara, pijat oksitosin)
e. Ajarkan teknik menyusui yang tepat sesuai kebutuhan ibu.
2.4.4 Implementasi
Implementasi keperawatan adalah melaksanakan intervensi keperawatan,
implemetasi merupakan komponen dari proses keperawatan yaitu, kategori
dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai
tujuan dan kriteria hasil yang dicapai untuk mencapai tujuan dari kriteria hasil
yang diperlukan yang diperlukan dari asuhan keperawatan dilakukan dan
diselesaikan. Implementasi mencakup melakukan membantu dan
mengerahkan aktifitas kehidupan sehari-hari. Implementasi keperawatan
sesuai dengan intervensi yang telah dibuat (Andarmoyo,2013).

2.4.5 Evaluasi
Merupakan hasil perkembangan ibu dengan berpedoman kepada hasil dan
tujuan yang hendak dicapai (Mitayani, 2009).
BAB III
STUDI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN NY. W POST PARTUM DENGAN


MASALAH KEPERAWATAN MENYUSUI TIDAK EFEKTIF DI RUANGAN NIFAS
UPTD PUSKESMAS KINTOM

FORMAT PENGKAJIAN POST NATAL CARE

Nama Preceptee : Awaludin Nurdiansah


NIM : PO7120422161
Tempat Praktek : UPTD Puskesmas Kintom
Tanggal Praktek : 20 Februari 2023

I. Biodata
1. Klien
Nama        : Ny. W
Umur                : 25 Thn
Agama              : Islam
Suku                 : Saluan
Pekerjaan          : Wiraswasta
Pendidikan       : SMA
Alamat             : Kel. Mendono
Tanggal masuk : 21 februari 2023
Jam masuk : 05.00 Wita
Ruang/ kelas : Poned Puskesmas Kintom
Kamar No. :1
Pengkajian tanggal : 21 Frebruari 2023
Jam : 05.00

2. Identitas Penanggung jawab (situasi klien)


Nama                : Tn. S
Umur                : 25 Thn
Agama              : Islam
Suku                : Saluan
Pekerjaan         : Wiraswasta
Pendidikan       : SMA
Alamat             : Kel. Mendono

3. Status perkawinan
Umur menikah pertama : 23 Tahun
Lama menikah  : 2 Tahun
Dengan suami sekarang : Ya
4. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Ibu mengeluh payudaranya terasa bengkak, merah, nyeri dan terasa keras, ibu mengatakan ASI
nya belum keluar, ibu mengatakan suhu badannya terasa panas, ibu mengatakan bayinya malas
menyusui dan ibu merasa cemas dengan keadaannya.

b. Keluhan lain
klien mengatakan Nyeri pada daerah perineum dirasakan ibu sejak selesai bersalin, nyeri di
rasakan seperti berdenyut-denyut dengan skala nyeri sedang serta nyeri hilang timbul (tidak
menetap)

c. Penyakit yang diderita


klien mengatakan tidak ada riwayat penyakit yang menyertai kehamilan seperti sakit kepala
yang hebat, nyeri perut yang hebat, dan kejang. Tidak ada riwayat ketergantungan obat, alkohol,
dan merokok.Serta keluarga tidak memiliki penyakit menular dan menurun

d. Penyakit yang pernah didertia


klien mengatakan tidak ada riwayat menderita penyakit serius seperti penyakit jantung,
Diabetes Melitus (DM), hepatitis, tumor, hipertensi, Penyakit Menular Seksual (PMS) dan
tuberkulosis (TBC)

e. Penyakit keturunan
klien mengatakan tidak ada penyakit keturunan

5. Riwayat kehamilan dan persalinan


G:1 P:0 A:0
Masa gestasi : 38-40 minggu
Kelainan selama hamil : Tidak ada
Tanggal persalinan terakhir : 23/02/2023
Jenis persalinan : Normal
Lama persalinan : kala I (4 jam), Kala II (2 jam), Kala III (1 jam), Kala IV
(3 jam)
Perdarahan : Sedikit
Penyulit dalam persalinan : Tidak ada
Keadaan anak : Baik
Apgar score : Nilai 8
Kelainan bawaan : Tidak Ada
Rawat gabung : Iya

6. Data nutrisi
Makan dalam sehari : Pola makan ibu teratur
Jenis makanan
 Lauk pauk : ya
 Sayuran : ya
 Buah-buahan : ya
 Susu/suplemen : ya
Makanan dan minuman tambahan : Susu Ibu Hamil
Napsu makan : Baik
Makanan pantangan : Tidak Ada pantangan makanan selama proses kehamilan
Masalah nutrisi : Tidak Ada masalah nutrisi selama proses kehamilan

7. Data eliminasi
a. BAK
 Frekuensi : 5-7 kali sehari
 Volume : + 1200 cc
 Warna : Kuning keruh
 Bau : Khas
 Keluhan : Tidak ada
b. BAB
 Frekuensi : 1 x sehari
 Volume : Lunak
 Warna : Kuning
 Konsistensi : Lunak
 Bau : Khas
 Keluhan : Tidak ada

8. Data istirahat
 Tidur dalam sehari : 7 - 10 jam perhari
 Malam hari : 7 - 8 jam
 Keluhan : Tidak ada

9. Data aktivitas
 Kemampuan ambulasi : Pasien masih belum bisa banyak bergerak, hanya bisa duduk.
 Waktu : 1 jam
 Keluhan : Nyeri pada perinium

II. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan umum
a. Tampak sakit : Lemah
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Tanda-tanda vita;
 TD : 100/68 mmHg
 Nadi : 78 x/menit
 Pernafasan : 20 x/menit
 Suhu : 36,5 oc
d. Konjunctiva : Anemis
e. Sclera : Putih
2. Keadaan payudara
a. Bentuk : Normal
b. Putting : Keluar
c. Pengeluaran : Ada
d. Pembengkakan : Ada

3. Abdomen
a. Ivolusi uteri :  
b. Tinggi fundus uteri : 2 jari di bawah pusat
c. Kontraksi uterus : Baik
d. Posisi uterus : Sebelah belakang atas dari kandung kemih dan di depan rektum
e. Distensi fleksus abdominalis : Panjang 2 cm, Lebar 4 cm
f. Peristaltic usus : 2 x/menit

4. Vulva/Perineum/rectum
a. Lokhea
 Warna : Merah terang
 Jenis : Lubra
 Banyaknya : 2 kali ganti pembalut
b. Kebersihan : Baik
c. Oedema : Ya
d. Varices : Tidak ada
e. Hemoroid : Tidak ada
f. Luka jahitan : Ruptur 3 jahitan
g. Keadaan luka : Kemerahan
h. Infeksi : Belum ada tanda-tanda infeksi
i. Keluhan : Nyeri pada luka jahitan

5. Tungkai bawah
a. Tromboplebitis : Tidak ada
b. Tanda hormon : Tidak ada
c. Oedema : Tidak ada

III. Data Penunjang


Tidak di lakukan pemeriksaan

IV. Terapi yang Diterima

Hari/tanggal/jam Jenis Terapi Rute pemberian Dosis Indikasi Terapi

V. ANALISA DATA
N DATA MASALAH PENYEBAB
O
1 DS : ketidakadekuatan Menyusui Tidak
 Klien mengatakan asi belum keluar suplai ASI Efektif
 Ibu mengeluh payudaranya terasa
bengkak, merah, nyeri dan terasa keras
 Ibu mengatakan ASI nya belum keluar
DO :
 Nampak bayi tidak menghisap terus
menerus
 Payudara tampak bengkak
 Nyeri tekan pada payudara

2 DS : Pencedera Fisiologis Nyeri Akut


Pasien mengatakan ia merasa nyeri pada
area perineumnya Pasien mengatakan nyeri
jika perut bagian bawahnya ditekan.
DO :
pengkajian Nyeri dilakukan
P = nyeri saat bergerak
Q = berdenyut-denyut
R = di perineum
S = 5 (sedang)
T = hilang timbul

3 DS : prosedur tindakan Resiko infeksi


Pasien mengatakan ia merasa nyeri pada invasif
area perineumnya Pasien mengatakan nyeri
jika perut bagian bawahnya ditekan.

DO :
 Luka jahitan tampak kemerahan
 Luka tampak basah
VI. INTERVENSI KEPERAWATAN

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI


O KEPERAWATAN
1 (D.0029) (L.03029) (I.03093)
Menyusui tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi permasalahan
efektif b/d keperawatan selama 3 x 24 yangibu alami selama proses
ketidakadekuatan jam diharapkan tingkat menyusui.
asi nyeri pasien menurun 2. Identifikasi keinginan dan
dengan kriteria hasil : tujuan menyusui.
1. Perlekatan bayi pada 3. Identifikasi keadaan emosional
payudara ibu ibu saat akan dilakukan
meningkat konseling menyusui.
2. Kemampuan Terapeutik
memposisikan bayi 1. Gunakan tehnik mendengar
dengan benar aktif
meningkat
2. Berikan pujian terhadap
3. Suplai asi adekuat perilakuibu yang benar.
meningkat Edukasi
1. Ajarkan tehnik menyusui
yangtepat sesuai kebutuhan ibu.

2 Resiko infeksi b/d (L.14137) (I.14539)


prosedur tindakan 1. monitor tanda dan gejala infeksi
invasif Setelah dilakukan tindakan
lokal dan sistemik
keperawatan selama 3 x 24
2. Batasi jumlah pengunjung
jam diharapkan tingkat 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
infeksi pasien menurun kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
dengan kriteria hasil :
4. Pertahankan teknik aseptic pada
1. Kemerahan menurun pasien berisiko tinggi
5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Nyeri menurun 6. Ajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
3. Bengkak menurun
7. Kolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
3 (D.0077) (L.08066) (I.08238)
Nyeri akut b/d agen Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencedera fisiologis
keperawatan selama 3 x 24 durasi frekuensi, kualitas,
jam diharapkan tingkat intensitas nyeri
nyeri pasien menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : 3. Identifikasi respon nyeri non
1. Keluhan nyeri dari verbal
cukup meningkat 4. Identifikasi faktor yang
menjadi menurun memperberat dan memperingan
2. Meringis dari cukup nyeri
meningkat menjadi 5. Fasilitasi istrahat dan tidur
menurun 6. Ajarkan tehnik nonfarmakologis
3. Gelisah menurun untuk mengurangi rasa nyeri
4. Frekuensi nadi Kolaborasi pemberia analgetik
membaik jika perlu
VII. IMPLEMENTASI DAN EVEALUASI KEPERAWATAN

Hari/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


tanggal KEPERAWATAN
Selasa Nyeri akut b/d agen 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi S:
21/02/ pencedera fisiologis klien mengatakan masih nyeri pada daerah
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2023 jahitan
Hasil : klien mengatakan nyeri saat bergerak dan
O:
berdenyut-denyut di perineum serta nyeri di rasakan
 Skala nyeri 5 (sedang)
hilang timbul
 Klien tampak meringis
2. Mengidentifikasi skala nyeri
A:
Hasil : skala 5 (sedang)
Masalah nyeri akut
3. Mengidentifikasi respon nyeri non verbal
P : lanjutkan intervensi
Hasil : klien tampak meringis
1. Identifikasi skala nyeri
4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
2. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
memperingan nyeri
Hasil : klien mengatakan nyeri di rasakan ketika
3. Fasilitasi istrahat dan tidur
banyak bergerak
4. Ajarkan tehnik nonfarmakologis untuk
5. Memfasilitasi istrahat dan tidur
mengurangi rasa nyeri
Hasil : klien tampak nyaman dengan istirahat
5. Kolaborasi pemberian terapi
6. Mengajarkan tehnik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Hasil : klien paham tehnik yang telah di ajarkan
7. Kolaborasi pemberia analgetik jika perlu
Hari/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
tanggal KEPERAWATAN
Selasa Menyusui tidak 1. Identifikasi permasalahan yang ibu alami selama S:
21/02/ efektif b/d Ibu memiliki keinginan untuk menyusui di
2023 ketidakadekuatan asi proses menyusui. tunjukan dengan mendekatkan mulut bayi
ke puting susu ibu
Hasil : Asi tidak keluar dan daya isap bayi
kurang adekuat O:
 Nampak asi keluar sedikit
2. Identifikasi keinginan dan tujuan menyusui.
 Nampak daya isap bayi tidak adekuat
Hasil : ibu memiliki keinginan untuk menyusui
A:
3. Identifikasi keadaan emosional ibu saat akan Masalah menyusui tidak efektif
dilakukan konseling menyusui P : lanjutkan intervensi
Hasil : Ibu tampak kooperatif mendengarkan 1. Identifikasi permasalahan yang ibu
alami selama proses menyusui.
konseling tentang menyusui
2. Identifikasi keinginan dan tujuan
4. Gunakan tehnik mendengar aktif menyusui.
Hasil : Ibu mengatakan kondisi yang di alami 3. Identifikasi keadaan emosional ibu
saat akan dilakukan konseling
5. Berikan pujian terhadap perilaku ibu yang benar. menyusui
Hasil : Ibu merasa senang 4. Gunakan tehnik mendengar aktif
5. Berikan pujian terhadap perilaku ibu
6. Ajarkan tehnik menyusui yang tepat sesuai yang benar.
kebutuhan ibu 6. Ajarkan tehnik menyusui yangtepat
sesuai kebutuhan ibu
Hasil : Ibu mengetahui cara agar bayi dapat
menyusui dengan efektif
Hari/ DIAGNOSA JAM IMPLEMENTASI EVALUASI
tanggal KEPERAWATAN
Selasa Resiko infeksi b/d 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan S:
21/02/ prosedur tindakan klien mengatakan nyeri pada luka jahitan
2023 invasif sistemik
Hasil : klien mengatakan luka jahitan tampak warna O:
kemerahan tetapi tidak mengeluarkan cairan seperti  Nampak luka kemerahan
 Klien tampak meringis
nanah
2. Membatasi jumlah pengunjung A:
Masalah Resiko Infeksi
Hasil : tampak pengunjung hanya keluarga pasien
P : lanjutkan intervensi
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
1. monitor tanda dan gejala infeksi lokal
pasien dan lingkungan pasien dan sistemik
Hasil : Perawat mencuci tangan setiap sesudah dan 2. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
sebelum kontak dengan pasien pasien
4. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko 3. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
berisiko tinggi
tinggi
4. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi 5. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
Hasil : klien paham apa yang telah di jelaskan
6. Kolaborasi pemberian terapi
6. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan benar
Hasil : klien mengerti yang telah di ajarkan
7. Kolaborasi pemberian terapi

Anda mungkin juga menyukai