Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan memulai

kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui

sebenarnya tidak hanya memberikan kesempatan pada bayi

untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat secara fisik, tapi

lebih cerdas, mempunyai emosi yang lebih stabil,

perkembangan spiritual yang positif, serta perkembangan

sosial yang lebih baik (Roesli, 2000).

WHO merekomendasikan ibu di seluruh dunia guna

menyusui bayinya secara eksklusif untuk mencapai

pertumbuhan, perkembangan dan kesehatan yang optimal.

Sesudah itu, bayi sebaiknya diberi makanan pendamping ASI

dan terus diberi ASI sampai umur 2 tahun atau lebih. Sebagai

pendukung ibu dalam meningkatkan pemberian ASI secara

eksklusif maka WHO dan UNICEF juga merekomendasikan

beberapa hal diantaranya: 1) inisiasi menyusui harus mulai

dilakukan dalam jam pertama setelah neonatus lahir; 2)

neonatus harus diberi ASI eksklusif; 3) ASI harus diberikan

sesering mungkin selama neonatus menginginkannya baik

1
2

siang maupun malam, dan 4) tidak menggunakan botol susu

dan dot bayi (WHO, 2012).

Di Indonesia kebijakan pemerintah untuk mendukung

kesuksesan menyusui dilakukan dengan mengeluarkan

peraturan seperti yang tercantum dalam KEPMENKES RI

450/MENKES/SK/IV 2004 tentang pemberian ASI secara

eksklusif bagi bayi di Indonesia sejak lahir sampai usia 6

bulan dan dianjurkan sampai anak berusia 2 tahun dengan

pemberian makanan tambahan yang sesuai. Semua tenaga

kesehatan yang bekerja di sarana kesehatan

menginformasikan kepada semua ibu melahirkan untuk

memberikan ASI eksklusif dengan mengacu pada 10 langkah

keberhasilan menyusui. Selain itu, ada juga rekomendasi

tentang pemberian makan bayi pada situasi darurat seperti

yang tercantum dalam pernyataan bersama WHO, UNICEF

dan IDAI tahun 2005. Demikian juga pedoman pemberian

makanan pada bayi dan anak pada situasi darurat bagi

petugas kesehatan (DEPKES, 2007); peraturan bersama

Menteri Negara Pemberdayaan Wanita, Menteri Tenaga Kerja

dan Transmigrasi dan Menteri Kesehatan tentang pemberian

ASI selama waktu kerja ditempat kerja, 2008. Ada juga

peraturan terbaru pemerintah seperti yang tertuang dalam PP

No 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI Eksklusif. Selain itu


3

juga dalam peraturan ini membahas tentang larangan untuk

pemberian susu formula sebagai pengganti ASI kepada bayi.

Direktur Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu Anak

Kementerian Kesehatan Indonesia, Slamet Riyadi Yuwono

dalam harian Kompas pada tanggal 8 Juni 2012 menyatakan

ada lima hal yang mempengaruhi dan menyebabkan

rendahnya pemberian ASI eksklusif di Indonesia. Lima hal

tersebut yaitu: belum semua rumah sakit terapkan sepuluh

langkah menuju keberhasilan menyusui (LMKM), belum

semua bayi memperoleh inisiasi menyusui dini (IMD), jumlah

konselor menyusui masih sedikit, promosi susu formula masih

gencar, dan belum semua kantor dan fasilitas umum membuat

ruang menyusui (Kompas, 2012).

Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI, 2007)

melaporkan bahwa di usia lebih dari 25 tahun, sepertiga atau

sekitar 38% wanita di dunia didapati tidak menyusui bayinya

karena terjadi pembengkakan payudara (mastitis). Di

Indonesia berdasarkan SDKI tahun 2008-2009 menunjukkan

bahwa 55% Ibu menyusui mengalami mastitis dan putting

susu lecet, kemungkinan hal tersebut disebabkan karena

kurangnya perawatan payudara selama kehamilan (Subijakto,

2011).
4

Budihardja (2011), mengatakan cakupan pemberian ASI

eksklusif belum memuaskan. Berdasarkan hasil Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2010, cakupan

pemberian ASI eksklusif pada bayi hingga usia 6 bulan hanya

15,3 persen. Hasil Riskesdas 2010, juga menyatakan bahwa

jenis makanan prelaktal yang paling banyak diberikan ialah

susu formula (71,3 persen). Makanan prelaktal ialah makanan

atau minuman yang diberikan kepada bayi baru lahir, hal ini

terjadi karena para Ibu mengatakan ASI belum keluar dan

juga ada karena tradisi. Padahal produksi ASI di awal

memang masih sedikit dan kegiatan menyusui akan

merangsang keluarnya ASI. Budihardja (2011) juga

menyatakan, rendahnya penggunaan ASI tak lepas dari faktor

budaya, kurangnya pengetahuan Ibu hamil, keluarga, jajaran

kesehatan, dan masyarakat akan pentingnya ASI.

Data dari Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah tahun

2008 jumlah bayi usia 0-6 bulan sebanyak 562.427 jiwa dan

yang diberikan ASI secara eksklusif sebanyak 162.900 jiwa

(28.96%) (Kusumaningrum, 2010).

Faktor utama yang mempengaruhi dalam pemberian ASI

adalah produksi ASI itu sendiri. Produksi ASI yang kurang dan

lambat keluar dapat menyebabkan Ibu tidak memberikan ASI

pada bayinya dengan cukup. Bila bayi tidak mendapat ASI


5

secara eksklusif akan terjadi gangguan pemenuhan gizi pada

bayi dan bayi mudah terkena infeksi penyakit yang dapat

mengakibatkan kematian pada bayi.

Banyak faktor lain yang mempengaruhi produksi ASI

diantaranya asupan nutrisi pada Ibu menyusui, penggunaan

kontrasepsi, pijat payudara, emosi Ibu pada saat menyusui,

serta anatomi dan fisiologi dari payudara ibu (Kristiyanasari,

2009). Faktor-faktor ini sangat erat kaitannya dengan jumlah

ASI yang dihasilkan nanti pada saat menyusui untuk itu para

Ibu menyusui harus mempersiapkan masa menyusuinya

dengan memperhatikan faktor-faktor ini.

Pijat payudara (breast care) merupakan salah satu cara

yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi ASI.

Selain itu pijat payudara juga dapat memperlancar

pengeluaran ASI yang sudah diproduksi di dalam alveoli-

alveoli yang ada di dalam kelenjar payudara ke duktus

laktiferus. Pijat payudara juga bertujuan agar payudara

senantiasa bersih dan mudah dihisap oleh bayi. Merawat

payudara sangat baik untuk dilakukan, karena bisa membuat

payudara terlihat lebih indah dan kencang bagi Ibu menyusui

dan dapat juga memudahkan bayi dalam mengkonsumsi ASI.

Selain itu memijat payudara secara teratur bisa juga

mengurangi resiko luka saat menyusui. Gerak pijatan ini


6

bermanfaat melancarkan refleks pengeluaran ASI,

meningkatkan volume ASI dan mencegah bendungan ASI

pada payudara. Seorang Ibu harus mempersiapkan payudara

Ibu untuk dapat menghasilkan ASI yang berkualitas serta

dapat menyusui dengan baik. Persiapan payudara Ibu

dibutuhkan dari mulai usia kehamilan 32 minggu (Roesli,

2009).

Perawatan payudara pada masa kehamilan berbeda

dengan perawatan payudara pada masa laktasi. Pada masa

kehamilan perawatan payudara yang dilakukan berupa

menjaga kebersihan payudara sedangkan perawatan

payudara pada waktu menjelang kelahiran hingga masa

laktasi yaitu berupa pemijatan pada payudara. Pemijatan

tersebut dilakukan dengan harapan bahwa apablia terdapat

penyumbatan pada duktus laktiferus dapat ditangani sehingga

pada waktunya ASI akan keluar dengan lancar. Selain itu pijat

payudara bermanfaat merangsang payudara mempengaruhi

hipofisis untuk mengeluarkan hormon prolaktin (hormon yang

membantu dalam produksi ASI) dan hormon oksitosin yang

berfungsi untuk meningkatkan kontraksi uterus untuk

memperlancar proses persalinan dan meningkatkan

pengeluaran ASI dari alveoli penghasil ASI pada payudara Ibu

ke duktus laktiferus. Pijat payudara menjelang masa laktasi


7

hingga masa laktasi sering dianjurkan kepada para Ibu hamil

dan Ibu masa laktasi mulai dari masa antenatal yaitu pada

trimester ke tiga kehamilan hingga masa laktasi.

Terjadinya masalah dalam menyusui seperti

pembengkakkan pada payudara, nyeri dan lecet pada puting

payudara, penyumbatan payudara yang semuanya itu

berdampak pada kualitas produksi ASI yang kurang atau

bahkan tidak dapat keluar sehingga Ibu tidak dapat menyusui

bayinya. Masalah ini dapat diatasi dengan melakukan pijat

payudara secara teratur. Mengingat pijat payudara sangat

penting dalam masa menyusui maka para Ibu menyusui

diharapkan dapat mengetahui bagaimana cara pijat payudara

saat menyusui dengan baik (Kristiyanasari, 2009).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Subijakto (2011) pada

13 Ibu menyusui yang menjadi responden di Mojokerto

didapati bahwa sebagian responden mempunyai pengetahuan

tentang pijat payudara yang kurang (54%) responden, kriteria

pengetahuan baik (31%), dan berpengetahuan cukup (8%).

Ibu atau responden yang memiliki pengetahuan kurang

tentang cara pijat payudara (breast care) mempengaruhi sikap

atau perilakunya untuk melakukan pijat payudara sehingga

terjadi bendungan ASI yang dapat membuat ASI tidak lancar.


8

Hasil penelitian lainnya yang dilakukan oleh Corry Sartika

Dewi pada tahun 2008 dengan judul penelitian hubungan

antara perawatan payudara postnatal dengan teknik

pemberian ASI pada Ibu-ibu yang memberikan ASI eksklusif

di dusun Sempu Yogyakarta. Hasil penelitian pada 40 orang

Ibu yang menjadi responden didapati bahwa Ibu yang

melakukan perawatan payudara dengan baik (67,5%), dan Ibu

yang memberikan ASI eksklusif dengan baik (87,5%). Hasil

analisa data didapati bahwa ada hubungan antara ibu yang

melakukan perawatan payudara postnatal dengan

kesuksesan pelaksanaan ASI eksklusif.

Pada waktu penulis menjalani praktik klinik di RS Panti

Wilasa Citarum Semarang pada tanggal 7 – 12 November

2011 di ruang Perinatologi, ditemukan beberapa Ibu yang

dirawat di ruang Bougenvile tidak dapat memberikan ASI

kepada bayinya karena ASI tidak keluar maupun sangat

sedikit, sehingga bayinya diberi susu formula untuk mengganti

ASI yang tidak dapat diberikan oleh sang Ibu.

Berdasarkan masalah di atas maka peneliti ingin meneliti

tentang keterkaitan pengetahuan Ibu tentang pentingnya Pijat

payudara terhadap kelancaran produksi ASI, karena Pijat

payudara sangat berpengaruh terhadap produksi ASI, di


9

ruang Bougenvil Rumah Sakit Panti Wilasa Citarum

Semarang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimanakah keterkaitan pengetahuan Ibu menyusui

tentang pijat payudara terhadap kelancaran produksi ASI di

Ruang Bougenvil RS Panti Wilasa Citarum Semarang.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui keterkaitan pengetahuan Ibu menyusui

tentang pijat payudara terhadap kelancaran produksi

ASI di Ruang Bougenvile RS Panti Wilasa Citarum

Semarang.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan

pengetahuan Ibu menyusui tentang pijat payudara.

b. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan persiapan

Ibu.

c. Mengidentifikasi dan mendeskripsikan kelancaran

produksi ASI pada Ibu menyusui.


10

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Profesi Keperawatan

Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi

tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan

keperawatan maternitas mulai dari antenatal care

hingga postnatal care.

1.4.2 Bagi Responden dan Masyarakat

Sebagai sumber informasi pengaruh tentang pijat

payudara terhadap kelancaran produksi ASI.

1.4.3 Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan untuk dapat meningkatkan mutu

pelayanan kesehatan pada masa antenatal care

hingga postnatal care.

Anda mungkin juga menyukai