Anda di halaman 1dari 44

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air susu ibu (ASI) merupakan makanan terbaik bagi bayi. World

Health Organization (WHO) merekomendasikan ibu sebaiknya memberikan

ASI ekslusif selama 6 bulan dan ASI dilanjutkan selama 2 tahun disertai

dengan makanan pendamping ASI (WHO, 2015). Pernyataan ini didukung

oleh UNICEF yang mendapatkan bahwa waktu pemberian ASI ekslusif

selama 6 bulan. Hal ini berdasarkan bukti ilmiah tentang manfaat ASI bagi

pertumbuhan, perkembangan, dan daya tahan hidup bayi serta sebagai sumber

energy dan nutrisi yang dibutuhkan bayi selama 6 bulan pertama (Nahdiah,

2015).

Pada Tahun 2015 Program MDGs (Millenium Development Goals)

belum mencapai target yang telah ditetapkan. Substainable Development

Goals (SDGs) tahun 2030 merupakan pembangunan berkelanjutan dari MDGs

tahun 2015. Target sistem kesehatan nasional dalam SDGs tahun 2030 yaitu

menetapkan penurunan Angka Kematian Ibu di-bawah 70 per 100.000

kelahiran hidup dan menurunkan Angka Kematian Neonatal 12 per 1.000

kelahiran hidup (Kemenkes RI, 2014). Menghadapi tan-tangan dan target

SDGs tersebut maka perlu adanya program kesehatan ibu dan bayi yang

mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian pada ibu dan bayi.
2

Pada Sidang Kesehatan Dunia ke–65, negara – negara anggora WHO

menetapkan target di tahun 2025 bahwa sekurang – kurangnya 50% dari

jumlah bayi dibawah usia enam bulan diberi ASI Eksklusif. 2 Di Asia

Tenggara capaian ASI eksklusif menunjukan angka yang tidak banyak

perbedaan. Sebagai perbandingan, cakupan ASI Eksklusif di India sudah

mencapai 46%, di Philippines 34%, di Vietnam 27% dan di Myanmar 24%.

Angka ibu yang memberikan ASI kepada bayinya di Indonesia masih

rendah di antara Negara di ASEAN. Indonesia menduduki peringkat 10 dari

18 negara yaitu dengan presentase 32%. Negara Srilangka menduduki urutan

ke satu dengan presentase 76% dan diikuti oleh korea Selatan dengan 65%

(Profil Data Kesehatan Indonesia, 2012). Dari data tersebut menunjukkan

bahwa Indonesia masih jauh tertinggal dalam hal pemberian ASI apabila

dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya.

Upaya yang dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan (bidan) dalam

memenuhi kecukupan ASI pada ibu nifas salah satunya dengan memberikan

KIE dan pelatihan tentang pentingnya pijat oksitosin kepada ibu nifas untuk

kelancaran produksi ASI serta tentang nutrisi dan perawatan payudara

(Roesli, 2013).

Pijat oksitosin merupakan salah satu solusi untuk mengatasi ketidak

cukupnya ASI. Pijat oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang

belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima- keenam dan merupakan

usaha untuk merangsang hormon prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan


3

(Roesli, 2013). Pijatan ini berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin

yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI pun keluar (Rahayu, 2015).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa pijat untuk merangsang

hormon oksitosin memilik manfaat untuk ibu Post Sectio Caesarea dan bayi.

Menurut Lund, et al (2012) bahwa perawatan pemijatan berulang bisa

meningkatkan produksi hormon oksitosin. Efek dari pijat oksitosin itu sendiri

bisa dilihat reaksinya setelah 6-12 jam pemijatan. Pijat oksitosin berfungsi

untuk mensti-mulasi sekresi oksitosin yang merangsang sekresi ASI.

Oksitosin akan bekerja memacu refleks pengeluaran ASI atau refleks

oksitosin yang disebut juga Let Down Reflex (LDR).

Berdasarkan penelitian Maryatun (2019) pijat oksitosin berpengaruh

terhadap jumlah produksi kolostrum menjadi lebih banyak. Penelitian yang

serupa juga dilakukan oleh Rahmawati (2015) bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pijat oksitosin dengan kelancaran produksi ASI.

Berdasarkan hasil penelitian tersebut, saran yang diberikan kepada tempat

pelayanan kesehatan adalah tetap menerapkan intervensi pijat oksitosin bagi

ibu post partum untuk meningkatkan produksi ASI. Berdasarkan hasil

penelitian yang dilakukan oleh Fitri Nuriya Santi (2018) Metode dalam

melaksanakan praktek keperawatan menggunakan desain study kasus yaitu

dengan melaksanakan asuhan keperawatan pada ibu post partum dengan

masalah keperawatan ketidakefektifan menyusui. Pada empat kasus yang

dikelola. Dari hasil penelitian yang dilakukan selama tiga hari didapatkan

penerapan pijat oksitosin berpengaruh terhadap produksi dan kelancaran


4

pengeluaran ASI pada ibu post partum yang mengalami ketidaklancaran

pengeluaran ASI dan pijat ini direkomendasikan untuk ibu post partum yang

mengalami ketidaklancaran pengeluaran ASI.

Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan pengkajian

secara mendalam tentang Analisis Praktek Keperawatan Maternitas dengan

Fokus Penerapan Tekhnik Pijat Oksitosin Pada Asuhan Keperawatan Ibu Post

Sectio Caesarea dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Menyusui di

RS Persahabatan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka pertanyaan dalam penelitian ini, yaitu

Bagaimana Analisis Praktek Keperawatan Maternitas dengan Fokus

Penerapan Tekhnik Pijat Oksitosin Pada Asuhan Keperawatan Ibu Post Sectio

Caesarea dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Menyusui di RS

Persahabatan?

1.3 Tujuan Penelitian

Menganalisis Praktek Keperawatan Maternitas dengan Fokus Penerapan

Tekhnik Pijat Oksitosin Pada Asuhan Keperawatan Ibu Post Sectio Caesarea

dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan Menyusui di RS Persahabatan.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Keilmuan

a. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman penulis tentang

Praktek Keperawatan Maternitas dengan Fokus Penerapan

Tekhnik Pijat Oksitosin Pada Asuhan Keperawatan Ibu Post


5

Sectio Caesarea dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan

Menyusui

b. Meningkatkan pengetahuan penulis tentang Praktek Keperawatan

Maternitas dengan Fokus Penerapan Tekhnik Pijat Oksitosin Pada

Asuhan Keperawatan Ibu Post Sectio Caesarea dengan Masalah

Keperawatan Ketidakefektifan Menyusui

1.4.2 Bagi lahan rumah sakit

Sebagai masukan bagi rumah sakit dalam memberikan Asuhan

Keperawatan Ibu Post Sectio Caesarea dengan Masalah Keperawatan

Ketidakefektifan Menyusui.

1.4.3 Bagi Peneliti

Sebagai sumber informasi pada karya tulis ilmiah ini bermanfaat

bagi bidang pendidikan keperawatan khususnya para peneliti yang

akan melanjutkan pengembangan ilmu keperawatan.


6

BAB 2

TINJAUAN TEORI

2.1 Ketidakefektifan Menyusui

2.1.1 Definisi

Menyusui efektif merupakan pemberian ASI secara langsung dari

payudara kepada bayi dan anak yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi

dengan gejala ibu merasa percaya diri selama proses menyusui (P. S. D.

PPNI, 2016)

Menyusui merupakan cara pemberian makan yang diberikan secara

langsung oleh ibu kepada anaknya namun sering kali ibu menyusui kurang

memahami dan kurang mendapatkan informasi, maka sering kali ibu-ibu

mendapatkan suatu informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif itu

sendiri, tentang cara bagaimana menyusui yang benar kepada bayinya dan

kurangnya informasi yang diberikan tentang dampak apabila ASI eksklusif

itu tidak diberikan dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran

dalam menyusui secara eksklusif pada bayinya (Roesli, 2013)

Menyusui adalah suatu proses alamiah, berjuta-juta ibu diseluruh

dunia berhasial menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang

ASI. Bahkan ibu yang buta huruf sekalipun dapat menyusui anbaknya

dengan baik. Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaannya kita

saat ini melakukan hal yang alamiah tidaklah selalu muda (Nugroho,

Nurrezki, Warnaliza, & Willis, 2014)


7

Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,

lactase dan garam-garam organic yang disekresi oleh kedua belah kelenjar

payudara ibu. Pemberian ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,

langsung atau tidak langsung (diperas) (Nugroho et al., 2014).

Hormon oksitosin diproduksi oleh bagian belakang kelenjar

hipofisis. Hormon tersebut dihasilkan bila ujung saraf disekitar payudara

dirangsang oleh isapan. Oksitosin akan dialirkan melalui darah menuju ke

payudara yang akan merangsang kontraksi otot di sekeliling alveoli

(pabrik ASI) dan memeras ASI keluar dari pabrik ke gudang ASI. Hanya

ASI di dalam gudang ASI yang dapat dikeluarkan oleh bayi dan atau

ibunya. Oksitosin dibentuk lebih cepat dibanding prolaktin. Keadaan ini

menyebabkan ASI di payudara akan mengalir untuk dihisap. Oksitosin

sudah mulai bekerja saat ibu berkeinginan menyusui (sebelum bayi

menghisap). Jika refleks oksitosin tidak bekerja dengan baik, maka bayi

mengalami kesulitan untuk mendapatkan ASI. Payudara seolah-olah telah

berhenti memproduksi ASI, padahal payudara tetap menghasilkan ASI

namun tidak mengalir keluar. Efek penting oksitosin lainnya adalah

menyebabkan uterus berkontraksi setelah melahirkan. Hal ini membantu

mengurangi perdarahan, walaupun kadang mengakibatkan nyeri.

2.1.2 Masalah dalam pemberian ASI


8

Menurut (Nugroho et al., 2014) setiap pekerjaan atau tugas tentu

mempunyai kendala atau hambatan. Demikian pula dalam pemberian ASI,

ada hal-hal yang dapat mengganggu kelancaran pelaksanaannya. Namun

semua masalah tersebut dapat diatasi bila kita mengerti penyebab dan cara

mengatatasinya.

a. Putting susu terendam

Keadaan yang tidak jarang ditemui adalah terdapatnya puting

payudara ibu terbenam, sehingga tidak mungkin bayi dapat menghisap

dengan baik. Keadaan ini sebenarnya dapat dicegah bila ibu

melakukan control yang terartur pada saat kehamilan, dan dokter atau

bidan dengan cermat mengamati bahwa puting susu calon ibu tersebut

terbenam. Puting susu yang terbenam dapat dikoreksi secara perlahan

dengan cara mengurut ujung putting susu dan sedikit menarik-nariknya

dengan jari-jari tangan atau dengan pompa khusus.

b. Puting susu lecet

Rangsangan mulut bayi terhadap puting susu dapat berakibat

puting susu lecet hingga terasa perih. Kemungkinan putting susu lecet

ini dapat dikurangi dengan cara membersihkan putting susu dengan air

hangat setiap kali selesai menyusui. Bila lecet disekitar puting susu

telah terjadi, juga jangan diberi sabun, salep, minyak, atau segala jenis

krim. Biasanya segala jenis tindakan tersebut tidak ditolong, bahkan

mungkin dapat memperburuk keadaan.

c. Radang payudara
9

Radang payudara (mastitis) adalah infeksi jaringan payudara

yang disebabkan oleh bakteri. Penyakit ini biasanya hanya mengenai

sebelah payudara saja. Gejala yang utama adalah payudara

membengkak dan terasa nyeri. Ibu mungkin merasakan payudaranya

panas bahkan dapat terjadi demam. Mastitis sebenarnya tidak akan

menyebabkan ASI menjadi tercemar oleh kuman, sehingga ASI dari

payudara yang terkena dapat tetap diberikan kepada bayi. Namun

karena biasanya rasa nyerinya cukup hebat, ibu-ibu merasa tidak

nyaman untuk menyusui. Sebagai jalan tengah, ASI tetap diberikan

dari payudara yang sehat dan selama menyusui biarkan ASI dari

payudara yang sakit akan menetes, hal ini akan mengurangi rasa nyeri.

Apabila rasa nyeri sudah berkurang dan bayi masih lapar, ASI dari sisi

yang sakit dapat diberikan.

d. Payudara bengkak

Dalam keadaan normal payudara akan terasa kencang bila tiba

saatnya bayi minum, karena kelenjar payudara telah terisi penuh

dengan ASI. Namun apabila payudara telah kencang dan untuk

beberapa waktu tidak dihisap oleh bayi ataupun dipompa, maka dapat

terjadi payudara mengalami pembengkakan, yang menekan saluran

ASI hingga terasa sangat tegang dan sakit.

2.1.3 Pengkajian
10

Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Disini

semua data dikumpulkan secara sistematis guna menentukan status

kesehatan pasien saat ini. Pengkajian harus dilakukan secara komprehensif

terkait dengan aspek biologis, psikologis, social, maupun spiritual pasien

(Roesli, 2013)

a. Indentitas pasien

Meliputi Nama, No.RM, Umur, Jenis Kelamin, Pekerjaan,

Pekerjaan, Agama, Status, Tanggal masuk rumah sakit, Tanggal

pengkajian.

b. Keluhan Utama

Keluhan utama merupakan jawaban yang diberikan atas pertanyaan

“Apa yang menjadi masalah klien? ” atau “Apa yang membuat klien

dibawa ke rumah sakit?” Keluhan utama harus dicatat dengan kata-kata

klien sendiri.

c. Riwayat Kesehatan

1) Riwayat Kesehatan Dahulu

Riwayat kesehatan dahulu meliputi Penyakit pada masa kanak-

kanak, Imunisasi pada masa kanak-kanak dan tanggal injeksi,

Alergi terhadap obat ataupun lingkungan, Kecelakaan dan cedera:

bagaimana, kapan, dan di mana insiden terjadi, tipe cedera,

pengobatan yang diterima, Hospitalisasi untuk penyakit serius: alas

an hospitalisasi, tanggal, pembedahan yang dilakukan, proses


11

pemulihan, Medikasi: semua obat resep dan obat bebas yang

digunakan saat ini.

2) Riwayat Kesehatan Sekarang

Riwayat kesehatan sekarang meliputi pertanyaan berupa Kapan

gejala mulai muncul, Apakah awitan gejala mendadak atau

bertahap, Berapa kali masalah terjadi, Lokasi gangguan yang pasti,

Karakter keluhan mis, intensitas nyeri, Faktor yang meningkatkan

atau mengurangi masalah.

3) Riwayat Kesehatan Keluarga

Memastikan factor resiko tertentu, usia saudara kandung, orang

tua, dan kakek nenek serta status kesehatan mereka saat ini.

Perhatian khusus diberikan untuk gangguan seperti penyakit

jantung, hipertensi, diabetes mellitus, kanker, obesitas, alergi dan

setiap gangguan jiwa.

d. Fisiologi

1) Perasaan dan curahan kasih sayang terhadap bayinya.

2) Celotehan atau tangisan bayi

3) Dukungan ayah dalam pengasuhan bayi, seperti menggendong bayi

ke ibu saat akan disusui atau disendawakan, mengganti popok dan

memandikan bayi, bermain, mendendangkan bayi dan membantu

pekerjaan rumah tangga

4) Pijat bayi
12

2.1.4 Intervensi Keperawatan

Pada data pengkajian klien dan pernyataan diagnosis sebagai

petunjuk dalam merumuskan tujuan klien dan merancang intervensi

keperawatan yang diperlukan untuk mencegah, mengurangi, atau

mengilangkan masalah klien (Roesli, 2013).

Tujuan dan kriteria hasil menurut Moorhead, Johnson, Maas, &

Swanson (2013) adalah sebagai berikut:


13

Tabel 1.1
Intervensi Keperawatan
Diagnosa
No Kriteria Hasil NOC NIC
Keperawatan
1 Menyusui efektif 1) Kriteria hasil: 1) NOC: 1) NIC:
berhubungan dengan a) Pertumnbuhan a) a) konseling laktasi
proses produksi ASI bayi dalam rentang Mempertahankan definisi : membantu
normal pemberian ASI mensukseskan dan
b) Perkembangan Definisi : kelanjutan menjaga proses
bayi dalam rentang menyusui dari mulai menyusui
normal (proses) ASI sampai aktivitas-aktivitas :
c) Kemampuan penyapihan (1) berikan informasi
untuk mencairkan makanan bayi/balita mengenai manfat
dan menyusui baik
menghangatkan fisiologis maupun
ASI yang psikologis
tersimpan dengan (2) tentukan
aman keinginan dan
d) Teknik untuk motivasi ibu untuk
mencegah nyeri menyusui dan juga
payudara dengan persepsi mengenai
pijat oksitosin menyusui
e) Mengenali (3) koreksi konsepsi
tanda-tanda yang salah,
penurunan informasi yang
pasokan ASI salah, dan
f) Mengenali ketidaktepatan
tanda-tanda mengenai menyusui
saluran ASI (4) ajarkan ibu dan
tersumbat keluarga cara
g) Kesadaran melakukan pijat
bahwa menyusui oksitosin untuk
14

dapat terus memperlancar


melampaui usia produksi ASI
bayi (5) dukung ibu,
keluarga atau teman
untuk memberi
dukungan
b) Pendidikan orang
tua : bayi
Definisi :
mengajarkan cara
pengasuhan dan
perawatan fisik yang
diperlukan selama
tahun pertama
kehidupan Aktivitas-
aktivitas

(1) Tentukan
pengetahuan,
kesiapan dan
kemampuan
orangtua dalam
belajar mengenai
perawatan bayi
(2) Monitor
kebutuhan belajar
bagi keluarga
(3) Berikan
bimbingan antisipatif
mengenai perubahan
perkembangan
15

selama tahun
pertama kehidupan
(4) Bantu orangtua
dalam
mengartimulasikan
cara untuk
mengintegrasikan
bayi ke dalam
system keluarga

2.2 Sectio Caesarea

2.2.1 Pengertian

Sectio caesaria adalah suatu tindakan untuk melahirkan bayi dengan

berat di atas 500 gr, melalui sayatan pada dinding uterus yang masih utuh

(intact) (Mochtar, 2014). Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah

disproporsi antara ukuran janin dan ukuran pelvis, yakni ukuran pelvis

tertentu tidak cukup besar untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu

melalui pelvis sampai terjadi kelahiran pervagina (Sarwono, 2013).

2.2.2 Patofisiologi

Cephalopelvic disproportion (CPD) adalah disproporsi antara ukuran

janin dan ukuran pelvis, yakni ukuran pelvis tertentu tidak cukup besar

untuk mengakomodasi keluarnya janin tertentu melalui pelvis sampai

terjadi kelahiran pervagina. Dari sini perlu dilakukan pembedahan yang

biasa disebut dengan setio caesaria. Sectio caesaria adalah pembedahan

untuk melahirkan janin dengan membuka perut dan dinding uterus atau
16

vagina atau suatu histerektomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.

Dari sini klien mengalami adaptasi fisiologi dan psikologi.

Pada adaptasi fisiologi seperti terputusnya kontiunitas yang dapat

menyebabkan nyeri. Komplikasi, pendarahan, dan volume darah menurun

dapat menyebabkan resti kurang volume cairan serta jalan masuk

organisme dapat menyebabkan resti infeksi serta Hb turun, O2 dan nutrisi

ke sel berkurang dapat menyebabkan intoleransi aktivitas, efek anestesi

menyebabkan peristaltik usus menurun serta apabila belum flaktus tidak

boleh makan minum akibatnya pemenuhan nutrisi bertahap dapat

menyebabkan terjadinya perubahan pola makan yang akan menyebabkan

munculnya konstipasi. Penurunan hormone estrogen dan progesteron dapat

menyebabkan multimulasi hipofisis anterior dan posterior menimbulkan

sekresi prolaktin yang menimbukan laktasi yang menyebabkan

pengeluaran ASI tidak lancar yang dapat menimbulkan pembengkakan

payudara. Adaptasi psikologi itu ada taking in, taking hold dan letting go.

Kalau taking in dapat menyebabkan ketergantungan yang mengakibatkan

mobilitas fisik menurun yang dapat menyebabkan gangguan perawatan

diri sedangkan taking hold dan letting go kurangnya informasi yang

dimiliki pasien tentang perawatan bayi dan cara menyusui bayi yang benar

menyebabkan kurang pengetahuan tentang perawatan bayi dan cara

menyusui bayi yang benar.


17

2.3 Mekanisme intervensi untuk Mengatasi Masalah

2.3.1 Definisi Pijat Oksitosin

Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai

dari nervus ke 5 - 6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf

parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang

sehingga oksitosin keluar. Pijat oksitosin ini dilakukan untuk merangsang

refleks oksitosin Atau let down reflex. Selain untuk merangsang let down

reflex manfaat pijat oksitosin adalah memberikan kenyamanan pada ibu,

mengurangi bengkak, mengurangi sumbatan ASI, Merangsang pelepasan

hormone oksitosin, mempertahankan produksi ASI.

Oksitosin (Oxytocin) adalah salah satu dari dua hormone yang

dibentuk oleh sel-sel neuronal nuclei hipotalamik dan disimpan dalam

lobus posterior pituitary, hormone lainnya adalah vasopressin. Ia memiliki

kerja mengontraksi uterus dan menginjeksi ASI (Suherni, 2015).

2.3.2 Manfaat pijat oksitosin bagi ibu nifas dan ibu menyusui, diantaranya :

a. Mempercepat penyembuhan luka bekas implantasi plasenta

b. Mencegah terjadinya perdarahan post partum

c. Dapat mempercepat terjadinya proses involusi uterus

d. Meningkatkan produksi ASI

e. Meningkatkan rasa nyaman pada ibu menyusui

f. Meningkatkan hubungan psikologis antar ibu dan keluarga


18

Efek fisiologis dari pijat oksitosin ini adalah merangsang kontraksi

otot polos uterus baik pada proses saat persalinan maupun setelah

persalinan (Sibagariang, 2015).

2.3.3 Intervensi Keperawatan pijat oksitosin

a. Sikap dan perilaku

b. Menyambut klien dengan sopan dan ramah

c. Memperkenalkan diri kepada klien

d. Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan

e. Tanggap terhadap reaksi klien dan kontak mata

f. Persiapan alat

g. Menyiapkan alat dan bahan:Baby oil atau minyak kelapa, Air hangat,

Handuk atau washlap,

h. Mencuci tangan

i. Menyiapkan klien dengan melepas pakaian atas dan BH

j. Mengatur ibu duduk rileks bersandar ke depan, tangan dilipat di atas

meja dengan kepala diletakkan di atasnya dan biarkan payudara

terlepas tanpa bra. Letakkan handuk di atas pangkuan ibu. Jika ibu

tidak mampu untuk duduk, pijatan bisa dilakukan dengan

memposisikan ibu miring kiri atau miring kanan.

k. Melakukan pemijatan di sepanjang sisi otot tulang belakang,

menggunakan kepalan tangan dengan kedua ibu jari menunjuk ke

depan dan memberikan gerakan- gerakan melingkar kecil- kecil


19

dengan kedua ibu jari. Gerakan tersebut dapat merangsang keluarnya

hormon oksitosin yang dihasilkan oleh hypofisis posterior

l. Melakukan pemijatan 2- 3 menit.

Teknik

a. Melaksanakan dengan tepat dan sistematis.

b. Menjaga privasi pasien

c. Mengevaluasi perasaan ibu.

d. Menanyakan kepada ibu tentang seberapa ibu paham dan mengerti

tehnik refleksi oksitosin(perawatan payudara)

e. Evaluasi perasaan ibu

f. Simpulkan hasil kegiatan

g. Lakukan kontrak kegiatan selanjutnya

h. Akhiri kegiatan

i. Perawat cuci tangan

j. Mendokumentasikan hasil tindakan

k. Catat hasil tindakan di catatatn perawat (tanggal, jam, paraf, nama

terang, kegiatan dan hasil pengamatan) (Roesli, 2013).

2.3.4 Penatalaksanaan

Merangsang refleks oksitosin membantu pengeluaran ASI. Cara

merangsang refleks oksitosin bisa dilakukan dengan pijat oksitosin,

dengan langkah sebagai berikut :

a. Bantu ibu secara psikologis :

1) Bangkitkan rasa percaya diri ibu


20

2) Cobalah mengurangi sumber – sumber nyeri dan kecemasanya

3) Bantu ibu membangun pikiran dan perasaan positif tentang bayinya

b. Bantu ibu secara praktis :

1) Duduk tenang dan sendirian atau dengan suami, keluarga, teman

yang mendukung. Beberapa ibu dapat memerah ASI dengan

mudah

2) Mendekap bayi dengan kontak kulit, jika memungkinkan. Jika

tidak memungkinkan ibu dapat memandangi bayinya. Jika ini tidak

memungkinkan juga, kadang hanya dengan foto banyinya pun bisa

membantu

3) Minum minuman hangat yang menenangkan. Tidak dianjurka

minum kopi karena mengandung kafein

4) Menghangatkan payudaranya. Sebagai contoh : ibu dapat

menempelkan kompres hangat, atau air hangat, atau mandi

pancuran air hangat

5) Merangsang puting susunya. Ibu dapat menarik dan memutar

putingnya secara perlahan dengan jari – jarinya

6) Memijat atau mengurut payudaranya dengan ringan

7) Memijat punggungnya.

Ibu duduk, bersandar ke depan, melipat lengan diatas meja di

depannya, dan meletakan kepala di atas lengannya. Payudara tergantung

lepas, tanpa pakaian. Penolong memijat di sepanjang kedua sisi tulang

belakang ibu (Marmi, 2012).


21

Menggunakan dua kepalan tangan dengan ibu jari nmenunjuk ke

depan, tekan kuat – kuat membentuk gerakan – gerakan melingkar kecil

dengan kedua ibu jrainya. Pada saat bersamaan, ia meminjat ke arah

bawah pada kedua sisi tulang belakang, dari leher ke arah tulang belikat,

selama 2 atau 3 menit.

Gambar 2.9

Pijat Oksitosin

Sumber : Roesli (2013)

Pijatan pada tulang belakang ibu disebut dengan pijatan oksitosin.

Pijat oksitosin salah satu solusi untuk mengatasi ketidaklancaran produksi

ASI. Pijat oksitosin dilakukan pemijatan pada sepanjang tulang belakang

(vertebrae) sampai tulang costae kelima dan keenam (Roesli, 2013).


22

BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 PENGKAJIAN

A. BIODATA

Nama : Ny. E

Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 26 tahun

Status Perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

Alamat : Jln. Pembangunan, Lingkungan I

Nifas : Nifas hari ke 4

Tanggal Persalinan : 13 September 2019

Tanggal Pengkajian : 17 September 2019

B. KELUHAN UTAMA

Klien mengatakan setelah sectio caesarea hari ke-4 ASI tidak keluar

sehingga bayi diberi susu formula (keterlambatan produksi ASI), klien

mengatakan bayi menolak menyusu, klien mengatakan puting susu tidak

keluar.

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

a. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya:
23

Klien mengatakan bayinya menolak menyusu karena ASI tidak

keluar.

2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan:

Klien mengatasinya hanya dengan memberi bayi susu formula.

b. Severity : klien menyatakan keinginan untuk meningkatkan

kemampuan memberi ASI eksklusif

D. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

a. Penyakit yang pernah dialami :Pasien mengatakan tidak mempunyai

penyakit

b. Pengobatan/tindakan yang dilakukan : Tidak ada

c. Pernah dirawat/dioperasi : Pasien tidak pernah dirawat di rumah sakit

d. Lama dirawat : Tidak ada

e. Alergi : Pasien tidak mempunyai riwayat alergi

f. Imunisasi : Lengkap

E. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

Klien post SC dengan, Selesai operasi jam 13.00 tgl 12 September 2019.

Kesadaran CM, SC dengan Spinal Analgesia. Diagnosa medis klien

dengan G1P2A0 umur kehamilan 40 minggu 5 hr, Pengkajian

dilakukakan pada tanggal 16 September 2019 pukul 07.50 WIB klien

mengatakan ASI belum keluar, Belum diperkenalkan dengan bayinya.

Dari hasil observasi ketika dilakukan cek kolostrum belum keluar dan

belum IMD. Klien terpasang infus RL 20 tpm.TD 125/90, Nadi 85x/mnt,

suhu 36ºC, RR 18x/mnt. TFU 2 jari dibawah pusat.


24

F. RIWAYAT OBSTETRIK

Komplikasi Masalah
Kondisi
No Umur Kehamila Penolong
persalinan Nifas anak
n
1 4 hari Tidak ada Sectio Tidak Baik Dokter
masalah caesarea ada dan dan
masalah sehat bidan

G. RIWAYAT KB

Ibu tidak menggunakan KB

H. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL

a. Persepsi pasien tentang penyakitnya

Persepsi klien terhadap pemberian ASI itu adalah pemberian ASI

sangat penting, tetapi klien tidak tahu cara mengatasinya.

b. Konsep diri:

1) Gambaran diri

Klien menerima seluruh bagian tubuhnya, tanpa merasa ada yang

kurang

2) Ideal diri

Klien menginginkan mampu memberi ASI kepada bayinya

3) Harga diri

Klien cukup dihargai di lingkungan sekitar dan dalam

pengambilan keputusan di lingkungan keluarga

4) Peran diri

Klien berperan sebagai istri.

c. Keadaan emosi : Keadaan emosi klien stabil


25

d. Hubungan sosial

1) Orang yang berarti:

Orang tua, terutama ibu klien adalah orang yang berarti bagi klien.

2) Hubungan dengan keluarga:

Hubungan klien dengan keluarga baik

3) Hubungan dengan orang lain:

Hubungan klien dengan orang lain baik, tampak teman-teman dan

tetangga klien datang menjenguk klien.

4) Hambatan dalam hubungan dengan orang lain:

Klien tidak memiliki hambatan dalam berhubungan dengan orang

lain

e. Spiritual

1) Nilai dan keyakinan

Klien meyakini Allah SWT sebagai Tuhan yang berkuasa atas

segalanya dan hanya kepada-Nya tempat memohon.

2) Kegiatan ibadah

Klien rajin mengerjakan shalat 5 waktu.

I. PEMERIKSAAN FISIK

Status obstetrik : P1A0 Bayi rawat gabung : tidak Jika tidak alasan: bayi

dirawat di peristi karena tidak langsung nangis, AS 5-6-7

Keadaan umum baik

Kesadaran compos mentis

BB / TB : 67kg /153m
26

Tanda vital

Tekanan darah : 125/90mm Hg Nadi : 85x /menit Suhu36o C RR 18 x/

menit

Kepala Leher

Kepala : mesosepal, rambut hitam bersih

Mata : sklera tidak anemis atau ikterik, penglihatan baik

Hidung : tidak ada polip,fungsi membau baik

Mulut : bersih, tidak ada sariawan, tidak ada caries gigi

Telinga : bersih, tidak ada gangguan pendengaran

Leher : tidak ada pembesaran tiroid

Dada

Jantung : tidak ada cardio megali, S1 S2 vesikuler

Paru : tidak ada odem pulmo

Payudara: puting kurang menonjol,agak kotor, ASI belum keluar,

riwayat menyusui anak pertama hanya kira-kira 60 hari karena ASI

tidak lancar

Masalah khusus : produksi ASI kurang baik

Abdomen

Terdapat luka post SC tertutup kasa dan hipavix, terdapat linea

nigra, terdapat satriae gravidarum tidak ada distensi kandung

kemih, tinggi fundus uteri 2 jari dibawah pusat, kontraksi baik,

involusi teraba keras. Terdapat lokhea dengan jumlah kurang lebih


27

100 cc dengan warna kemerahan, konsistensi kental, berbau khas,

jenis lokhea rubra

Ekstremitas

Ekstremitas atas : edema : tidak

Ekstremitas bawah

Edema : tidak,

Varises : tidak,

Tanda Homan : positif 2

Masalah khusus :ekstrimitas bawah baru bisa digerakan, mobilisasi

miring kanan dan miring kiri

Keadaan mental

Adaptasi psikologis : pasien kooperatif

Penerimaan terhadap bayi : pasien kawatir dengan kondisi bayi

Kemampuan menyusui :belum menyusui, bayi di peristi

Program Terapi

1. Infuse RL 20 tpm

2. Injeksi Ceftriaxon 2 x 1 gr IV

3. Injeksi Ketorolak 2 x 30 mg IV

4. Injeksi Metronidazol 3 x 500 mg IV

Hasil Pemeriksaan Penunjang

Hasil pemeriksaaan tanggal 13 September 2019 dengan hasil Hemoglobin

11,9 g/dl (11,7- 15,5), Leukosit 18,5 10^3/ul (3,6- 11,0), Hematokrit 37 %
28

(35- 47), Eritrosit 4,1 10^6/ul (3,80- 5,20), dan Trombosit 232 10^3/ul

(150.000- 440.000).

3.2 MASALAH KEPERAWATAN

Tgl/Jam Data Problem Etiologi


13/9/2019 DS:klien belum bisa Ketidakefektifan Suplai ASI yang
14.30 menyusui bayinya, Pemberian ASI tidak adekuat
ASInya belum keluar.
DO:bayi rewel dan sering
menangis, ASI keluar
hanya jika dipencet
aerolanya, ASI berwarna
bening kekuningan, dan
hanya sedikit. Klien
nampak sedih karena
belum bisa menyusui
bayinya.
TD 110/70 mmHg, Nadi
80 x/menit, Suhu 36,5 C,
RR 20 x/menit.
14.40 DS:klien mengatakan Nyeri Agen cedera
nyeri biologis
DO: Nyeri pada luka
bekas operasi (P: nyeri
bertambah saat tubuh
bergerak, bersin dan batuk
berkurang saat diam
berbaring, Q: nyeri seperti
diiris-iris, R: nyeri di
daerah perut pada luka
bekas operasi, S: skala
nyeri 6,
T: nyeri terus-menerus),
klien tampak lemah dan
29

wajah meringis menahan


nyeri, terdapat luka bekas
operasi hari ke 1 tertutup
perban dan hipavix.
TD 110/70 mmhg, Nadi
80 x/menit, Suhu 36,5 C,
RR 20 x/menit.

3.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Tujuan dan hasil


Tgl/Jam Intervensi Rasionalisasi
DP Kriteria Hasil
13/8/19 Dx.1 Setelah dilakukan
10.30 tindakan a) Mengkaji a) mengidentifikasi dan
keperawatan selama keadaan payudara intervensi dini dapat
2x24 jam, klien mencegah terjadinya
ketidakefektifan luka atau pecah puting
pemberian ASI dapat tanpa memperhatikan
teratasi dengan lamanya menyusui.
kriteria hasil : Ibu b) Memberikan b) mendukung memberi
dan bayi akan informasi tentang ASI melalui pendidikan
mengalami pentingnya gizi klien nutrisional.
keefektifan untuk klien
pemberian ASI yang menyusui
ditunjukkan c) Memberikan c) membantu menjamin
Kemantapan informasi tentang suplai susu adekuat,
pemberian ASI; perawatan mencegah puting pecah
bayi/ibu, payudara dan luka, memberikan
Pemeliharaan kenyamanan
pemberian ASI, d) Memberikan d) Pijat oksitosin
Penyapihan terapi pijat bermanfaat untuk
pemberian ASI, oksitosin pada memberikan
Pengetahuan klien kenyamanan pada ibu,
pemberian ASI mengurangi bengkak
(engorgement),
30

mengurangi sumbatan
ASI, merangsang
pelepasan hormon
oksitosin,
mempertahankan
produksi ASI ketika
ibu dan bayi sakit.
e) kontak awal
e) Memberikan
mempunyai efek
dorongan pada
positif pada durasi
klien untuk lebih
menyusui kontak kulit
sering menyusui
mulainya tugas-tugas
bayinya.
ibu meningkatkan
ikatan dengan bayi.

Dx.2 Setelah dilakukan


Manajemen nyeri: a) Tehnik terapeutik
tindakan
a) Gunakan tehnik membuka hubungan
keperawatan selama
komunikasi yang saling percaya
2x24 jam, nyeri
terapeutik untuk sehinga informasi
berkurang, dengan
mengetahui mudah didapat
kriteria
pengalaman nyeri
hasil:mengunakan
pasien dan
tindakan pengurang
evaluasi b) Memantau
nyeri, melaporkan
b) Kaji skala nyeri /mengevaluasi tingkat
nyeri terkontrol,
pasien tiap 6 jam perkembangan nyeri
ekspresi wajah
atau saat/setelah pasien dan mengkaji
rileks, skala nyeri 3
latihan efektifitas tindakan
gerak/mobilisasi yang sudah dilakukan
c) Nafas dalam
c) Ajarkan tehnik meningkatkan suplai
pengurang nyeri O2, relaksasi
secara non menurunkan
31

farmakologi ketegangan otot


(nafas dalam,
distraksion,
relaksasi, dll) dan
evaluasi hasilnya
verbal/ non verbal
d) Meningkatkan
d) Anjurkan aliran balik vena dan
mobilitas sesuai memperlancar
kemampuan peredaran darah
e) Tindakan
e) Kelola terapi pengurang nyeri
sesuai indikasi farmokoterapi dan
antibiotic yang
berfungsi
mempercepat
penyembuhan luka
operasi
f) Mengetahui indikasi
f) Observasi ketidaknormalan
adanya lochea uterus yang dapat
(warna,bau, memperberat nyeri
volume,kosistensi)
g) Kontraksi dan TFU
g) Observasi indikasi normal/tidak
adanya kontraksi pemulihan uterus yang
uterus dan TFU akan mempengaruhi
tingkat nyeri pasien

3.4 IMPLEMENTASI KEPERAWATAN


32

No.
Tgl/Jam Tindakan Implementasi Respon TTD
DP
13/9/19 dx.1 Mengkaji keadaan payudara Payudara tampak
10.30 klien penuh,ASI keluar
sedikit bila areola
dipencet
10.35 Memberikan informasi tentang Ny.S mengatakan
pentingnya gizi untuk klien paham makanan apa
menyusui yang dapat
memperlancar ASI
10.40 Memberikan informasi tentang Ny.S memahami
perawatan payudara tentang cara perawatan
payudara yang
diajarkan
10.45 Memberikan terapi pijat Ny.S kooperatif, suami
oksitosin pada klien dapat mempraktekan
pijat oksitosin
11.00 Memberikan dorongan pada Bayi sudah rawat
klien untuk lebih sering gabung, klien mulai
menyusui bayinya menyusui bayinya
meskipun bayi rewel
14/9/19 Memberikan terapi pijat Ny.S kooperatif, suami
15.30 oksitosin pada klien akan melakukan pijat
oksitosin pada istrinya
apabila sudah pulang
15.45 Memberikan dorongan pada ASI keluar sedikit saat
klien untuk lebih sering bayi menyusu, reflek
menyusui bayinya hisap bayi bagus/kuat,
bayi sudah tidak rewel
lagi
16.00 Memberikan terapi pijat Ny.S kooperatif, suami
oksitosin pada klien akan melakukan pijat
oksitosin pada istrinya
apabila sudah pulang
33

16.35 dx.2 Menanyakan ke Ny.D tentang Skala nyeri berkurang


tingkat nyeri yang dialami menjadi 4, panjang
sekarang episode nyeri
berkurang.,Ny. D
tampak rileks dan
tidak ada ketegangan
otot
16.45 Mengingatkankan kembali pada Klien dapat dan mau
klien untuk mempraktekan mempraktekan tehnik
tehnik pengurang nyeri : nafas nafas dalam dan
dalam dan relaksasi apabila relaksasi apabila nyeri
nyeri itu datang datang
16.50 Memberi injeksi pengurang rasa Injeksi Ketorolak 30
nyeri ketorolak IV dan mg IV dan Injeksi
Ceftriaxon 1 gr Ceftriaxon 1 gr IV
masuk

3.4 EVALUASI

No. Perkembangan
Tgl/Jam TTD
DP SOAP
14/9/19 Dx.1 S: Ny.S mengatakan ASI sudah keluar, dan sudah
17.00 disusukan ke bayinya
O: cek kolostrum sudah keluar dan sudah IMD, payudara
tidak teraba keras
A: Masalah ketidakefektifan pemberian ASI teratasi
P: Lanjutkan intervensi
● Memberikan terapi pijat oksitosin pada klien
● Memberikan dorongan pada klien untuk lebih sering
menyusui bayinya

17.35 Dx.2 S: Ny.D mengatakan nyeri sudah berkurang dan bisa


mengontrol nyeri
O: Skala nyeri berkurang menjadi 4, panjang episode
34

nyeri berkurang.,Ny. D tampak rileks dan tidak ada


ketegangan otot. Tanda vital TD : 110/80 mmHg, RR : 18
x/mnt, N: 85 x mnt, S : 36,3o C.
A: Masalah nyeri akut belum teratasi
P: Lanjutkan intervensi
 Kaji tingkat nyeri pasien terhadap efek dari terapi
yang sudah diberikan
 Motivasi pasien untuk rutin melakukan
aktifitas/mobilisasi sesuai kemampuan dan
mengurangi tirah baring di tempat tidur
 Kelola terapi obat sesuai indikasi
35

BAB 4

ANALISIS KASUS

4.1 Profil Lahan Praktik

..............................

4.2 Analisis Masalah Keperawatan

Berdasarkan tinjauan kasus Klien post SC dengan, Selesai operasi jam

13.00 tgl 12 September 2019. Kesadaran CM, SC dengan Spinal Analgesia.

Diagnosa medis klien dengan G1P2A0 umur kehamilan 40 minggu 5 hr,

Pengkajian dilakukakan pada tanggal 16 September 2019 pukul 07.50 WIB

klien mengatakan ASI belum keluar, Belum diperkenalkan dengan bayinya.

Dari hasil observasi ketika dilakukan cek kolostrum belum keluar dan belum

IMD. Klien terpasang infus RL 20 tpm.TD 125/90, Nadi 85x/mnt, suhu 36ºC,

RR 18x/mnt. TFU 2 jari dibawah pusat.

Masalah yang ditemukan yaitu ketidakefektifan menyusui ibu post

sectio caesarea hal ini dikarenakan ketidakmampuan menyusui membuat ibu

post sectio caesarea semakin merasa tidak percaya diri dan cemas. Kondisi

ini bila tidak ditangani akan membuat ibu stress dan produksi ASI akan

semakin berkurang. Upaya yang lain yaitu dari tenaga medis khususnya bidan

dan perawat untuk dapat membantu ibu mengatasi ketidaknyamanan dan

memberikan intervensi agar ibu merasa lebih nyaman sehingga ASI dapat

keluar dengan lancar.

Pada responden yang telah dilakukan pijat oksitosin, mereka

melakukannya dengan cara memijat secara langsung kepada ibu nifas


36

sekaligus mengajarkan kepada suami/ keluarganya sehingga diharap-kan

mereka dapat melakukannya secara mandiri di rumah. Dengan melakukan

pijatan ini secara rutin maka akan dapat memacu produksi hormone oksitosin

yang selanjutnya akan meningkatkan produksi ASI.

Pada dasarnya pelaksanaan suatu program yang telah ditetapkan oleh

pemerintah harus sejalan dengan kondisi yang ada, baik itu di lapangan

maupun di luar lapangan. Yang mana dalam kegiatannya ini melibatkan

beberapa unsur disertai dengan usahausaha dan didukung oleh alat-alat

penunjang.

Dunia ilmu keperawatan, terdapat teknik komplementer terapi musik

untuk menenangkan jiwa bagiorang yang mendengarkannya.Penelitian yang

dilakukan pada sapi membuktikan bahwa sapi yang mendengarkan musik

sambil diperas air susunya akan menghasilkan volume air susu yang lebih

banyak dibandingkan dengan sapi yang diperah susunya tidak diperdengarkan

musik. Perubahan kondisi ini merangsang pengeluaran hormone prolaktin

(Sibagariang, 2015).

Teknik relaksasi lain yang dapat digunakan adalah pijat oksitosin yakni

pemijatan tulang belakang pada nervus ke 5-6 sampai ke scapula yang akan

mempercepat kerja otot syaraf parasimpatis yang merangsang hipofise

posterior, sehingga produksi ASI menjadi lancar.

Hasil penelitian membuktikan bahwa saat dimulainya seorang ibu mulai

menyusui bayinya setelah partus dengan kelelahan ibu akibat partus,

peningkatan hormon stres dan penurunan frekuensi pemberian ASI.


37

Pemijatan oksitosin diharapkan mampu merangsang pengeluaran hormon

prolaktin.

Hasil evaluasi pada ibu yang dilakukan pijat oksitosin juga mereka

merasa sangat tertarik untuk belajar metode pijat oksitosin ini dan mereka

merasakan bahwa ASI nya semakin lancar setelah dilakukan pemijatan secara

rutin. Dari beberapa hal tersebut terlihat bahwa pijat oksitosin dapat

membantu memperlancar produksi ASI dan manfaatnya dapat dirasakan oleh

masyarakat sehingga patut untuk dijadikan pijakan khususnya bagi tenaga

kesehatan untuk mengajarkan tehnik ini terutama pada ibu-ibu yang

menyusui.

4.3 Analisis Intervensi Keperawatan

Berdasarkan tinjauan pustaka dari intervensi Ny. E G1 P1 A0 Terdapat

luka post SC tertutup kasa dan hipavix, terdapat linea nigra, terdapat satriae

gravidarum tidak ada distensi kandung kemih, tinggi fundus uteri 2 jari

dibawah pusat, kontraksi baik, involusi teraba keras. Terdapat lokhea dengan

jumlah kurang lebih 100 cc dengan warna kemerahan, konsistensi kental,

berbau khas, jenis lokhea rubra, yang dilakukan yaitu pemijatan oksitosin.

Upaya untuk meningkatkan produksi ASI pada ibu melahirkan secara khusus

difokuskan kepada upaya untuk meningkatkan kinerja hormon oksitosin. Efek

dari pijat oksitosin itu sendiri bisa dilihat reaksinya setelah 6-12 jam

pemijatan. Pijat oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang

mulai dari nervus ke 5-6 sampai scapula yang akan mempercepat kerja saraf
38

parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak bagian belakang sehingga

oksitosin keluar (Hamranani, 2015).

Hasil penelitian Azriani dan Handayani (2016) pijat oksitosin dapat

memberikan rangsangan pada payudara myoepithelial untuk berkontaksi,

sehingga ASI dapat dikeluarkan dengan mudah dan lancar. Pemijatan ini

dapat mestimulus sistem saraf perifer, meningkatkan rangsangan dan

konduksi impuls saraf, dapat melemahkan dan meghentikan rasa sakit dan

dapat memperbaiki aliran darah ke jaringan dan organ tubuh. Pemijatan ini

juga dapat membuat otot menjadi tidak tegang dan memberikan efek

terapeutik yang dapat menimbulkan rasa nyaman dan rileksasi sehingga ibu

mengeluarkan ASInya juga lancar (Azriani dan Handayani, 2016).

Menurut penelitian Sriyati dan Sari (2015) pemijatan punggung atas

merupakan suatu titik akupesur yang berdampak pada untuk memperlancar

ASI. Saraf yang ada dipayudara itu berasal dari tulang belakang bagian atas

diantara tulang belikat. Tulang belakang pada perempuan sering mengalami

ketegangan otot. Ketegangan otot ini dapat dilakukan pemijatan dengan cara

memijat punggung atas supaya dapat merilekskan bahu dan dapat

menstimulasi refleks let-down dan dapat membantu proses laktasi pada ibu

yang sedang mengalami gangguan produksi ASI. Kesimpulan pada penelitian

ini menunjukkan bahwa ada pengaruh pijat oksitosin terhadap jumlah

produksi ASI pada ibu menyusui.

Upaya yang harus dilakukan dari tenaga medis khususnya bidan dan

perawat untuk dapat membantu ibu mengatasi ketidaknyamanan dan


39

memberikan intervensi agar ibu merasa lebih nyaman sehingga ASI dapat

keluar dengan lancar. Dunia Ilmu keperawatan,terdapat teknik komplementer

terapi musik untuk menenangkan jiwa bagi orang yang mendengarkannya

(Nurgiwiati, 2015)

4.4 Impilikasi Asuhan Keperawatan pada Klien

Impilikasi Asuhan Keperawatan pada Ny. E G1P1A0 dengan Mengkaji

keadaan payudara klien Payudara tampak penuh,ASI keluar sedikit bila areola

dipencet, Memberikan informasi tentang pentingnya gizi untuk klien

menyusui, Memberikan informasi tentang perawatan payudara, Memberikan

terapi pijat oksitosin pada klien, Memberikan dorongan pada klien untuk

lebih sering menyusui bayinya, Memberikan terapi pijat oksitosin pada klien,

Memberikan dorongan pada klien untuk lebih sering menyusui bayinya,

Memberikan terapi pijat oksitosin pada klien, Menanyakan ke Ny.D tentang

tingkat nyeri yang dialami sekarang, Mengingatkankan kembali pada klien

untuk mempraktekan tehnik pengurang nyeri : nafas dalam dan relaksasi

apabila nyeri itu datang dan Memberi injeksi pengurang rasa nyeri ketorolak

IV dan Ceftriaxon 1 gr.

Pijat merupakan salah satu solusi untukmengatasi produksi ASI. Pijat

adalah pemijatan pada sepanjang tulang belakang (vertebrae) sampai tulang

costae kelima-keenam dan merupakan usaha untuk merangsang hormon

prolaktin dan oksitosin setelah melahirkan (Roesli, 2015). Pijatan ini

berfungsi untuk meningkatkan hormon oksitosin yang dapat menenangkan

ibu, sehingga ASI pun otomatis keluar. Pijat oksitosin adalah suatu tindakan
40

pemijatan tulang belakang (Servikal vetebrae hingga coste 6) yang akan

mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk menyampaikan perintah ke otak

bagian belakang sehingga oksitosin keluar.


41

BAB 5

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan studi kasus pada Ny. E berusia 26, dengan riwayat

obstetric G1P1A0 dan masa nifas yang ke-4. Berdasarkan pengkajian klien

mengeluhkan bahwa setelah melahirkan ASI tidak keluar (keterlambatan

produksi ASI),. Produksi ASI keluar sedikit setelah seminggu melahirkan dan

klien juga tidak tahu cara perawatan payudara. Hasil pemeriksaan tekanan

darah 110/70 mmHg, suhu tubuh 36,8 oC, nadi 78 x/menit, pernapasan 20

x/menit, TB 158 cm dan BB 55 kg. Payudara simetris, warna aerola hitam,

kondisi puting tidak menonjol keluar, ketidakadekuatan produksi ASI. Tanda

REEDA tidak ada yaitu redness (kemerahan), edema (bengkak, echimosis

(perdarahan di bawah kulit), drainage (rembesan), dan approximatly (jahitan

tidak menyatu) tidak ada. Setelah dilakukan pengkajian keperawatan pada

Ny. E ditemukan masalah keperawatan yaitu ketidakefektifan pemberian ASI.

Setelah itu dilakukan intervensi dan implementasi yang direncanakan

selama 2 hari. Intervensi yang dapat dilakukan sesuai dengan kondisi pasien

yaitu dilakukan pemijatan oksitosin, jelaskan kepada klien tentang pentingnya

manfaat ASI dan nutrisi, lakukan perawatan payudara menurut HOFFMAN

dan berikan pendidikan kesehatan tentang perawatan payudara untuk puting

datar dengan menggunakan leaflet.

Kemudian intervensi instruksikan kepada ibu tentang alat pemompa

payudara untuk mengurangi kongesti payudara tidak dilakukan karena


42

kondisi payudara ibu tidak mengalami pembengkakan. Untuk diagnosa

ketidakefektifan pemberian ASI, intervensi dan implementasi yang

direncanakan selama 2 hari dan hasil evaluasi masalah hanya terasi sebagian.

5.2. Saran

a. Bagi Instansi Pendidikan

Bagi institusi pendidikan agar lebih banyak menyediakan buku yang

berhubungan dengan kebutuhan dasar nutrisi (ketidakefektifan pemberian

ASI) pada ibu post sectio caesarea sebagai bahan acuan bagi mahasiswa

guna meningkatkan kualitas pendidikan khususnya mahasiswa

Keperawatan Ners.

b. Bagi Praktik Keperawatan

Para praktisi keperawatan dapat meningkatkan pelayanan asuhan

keperawatan pada klien dengan prioritas masalah kebutuhan dasar nutrisi

(ketidakefektifan pemberian ASI) pada ibu post sectio caesarea.

c. Bagi Mahasiswa

Agar menggali lebih dalam lagi ilmu pengetahuan yang berhubungan

dengan kebutuhan dasar nutrisi (ketidakefektifan pemberian ASI) pada

ibu post sectio caesarea.


43

DAFTAR PUSTAKA

Azriani, D., dan Handayani, S. 2016. The Effect Of Oxytocin Massage On Breast
Milk Production. Journal Of Dama International Researchers (DIJR)
1(8): 47-50.

Fitri Nuriya Santi, 2018. Analisis Praktek Keperawatan Maternitas Dengan


Fokus Penerapan Tekhnik Pijat Oksitosin Pada Asuhan Keperawatan
Ibu Post Partum dengan Masalah Keperawatan Ketidakefektifan
Menyusui. Jurnal Kesehatan Panca Bhakti Lampung, Volume VI, No.
1, April 2018, diakses tanggal 15 Oktober 2019.

Hamranani, S. S. T. 2015. Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus


Pada Ibu Post Partum Dengan Persalinan Lama Di Rumah Sakit
Wilayah Kabupaten Klaten. Jurnal Ilmu Kesehatan 6(12).

Kementerian Kesehatan RI. Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2015. Jakarta:


Kementrian Kesehatan Republik Indonesia

Maryatun, 2019. Peningkatan Produksi Asi Ibu Menyusui Pasca Melalui


Pemberian Pijat Oksitosin dan Terapi Musik Klasik (Mozart) Wilayah
Kerja Puskesmas Kradenan 2. GASTER Vol. 17 No. 2 Agustus 2019.
diakses tanggal 15 Oktober 2019.

Marmi.2012. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mochtar,R. 2014. Sinopsis Obstetetri. Jakarta : EGC.

Nahdiah, Lailatif.S. 2015. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Tanda kecukupan


ASI pada ibu Nifas di Wilayah Kerja Puskesmas Ngoresan, (Diakses
pada 16 Oktober 2019) dari : www.digilib.uns.ac.id.

Nugroho, Nurrezki, Warnaliza, & Willis, 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Nifas Normal. EGC. Jakarta.

Nurgiwiati, E. 2015. Terapi Alternatif dan Komplementer dalam Bidang


Keperawatan. In Media. Bogor.

Rahmawati, Eli. 2015. Hubungan Pijat Ok-sitosin Dengan Pengeluaran ASI Pada
Ibu Post Partum Hari 1-2 Di BPM HJ.NL Kota Balikpapan. Jurnal
Husada Mahakam Volume III No.8 November 2014 hal 389-442
44

Rahayu, D., Santoso, B., dan Yunitasari, E. 2015. Produksi ASI Ibu Dengan
Intervensi Acupresure Point For Lactation Dan Pijat Oksitosin.
Jurnal Ners 10(1): 9-19.

Roesli,U. 2013. Mengenal ASI Ekslusif. Jakarta : Trubus Aqriwidya.


Safrina, Renny sinaga, Yusliana Naing-golan. 2016. Perbedaan Efektivitas
Antara Pijat Oksitosin Dan Pijat Payudara Terhadap Involusi Uteri
Pada Ibu Post Partum Di BPM Kota Pematangsiantar Tahun 2015.
Jurnal Penelitian Kesehatan Suara Forikes Volume VII Nomor 1,
Januari 2016 ISSN:2086-3098.

Suherni, S. dkk.(2008). Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya.

Sibagariang, E. E dkk.2015. Kesehatan Reproduksi Wanita. Jakarta : CV. Trans


Info Media

Soetjiningsih, dan Ranuh, N. Gde. 2014. Tumbuh Kembang Anak. Edisi 2. EGC.
Jakarta

Anda mungkin juga menyukai