Disusun Oleh:
Kelompok 5
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nifas adalah masa ibu setelah melahirkan bayi, kurang lebih sampai
40 hari (Prawiraharjo, 2008). Masa nifas merupakan tahap pengenalan bayi
setelah lahir dan cara memberikan perawatan pada bayi mulai dari
pemberian nutrisi maupun pencegahan dari infeksi. Pemberian nutrisi pada
bayi baru lahir dilakukan dengan cara pemberian ASI yang baik yaitu ASI
Eksklusif, tetapi kadang ibu mengalami kesulitan dalam pemberian ASI
karena anggapan ASI belum keluar dan masih kaku dalam pemberian ASI
terlebih pada ibu muda yang pertama kali melahirkan.
Menurut World Health Organization (WHO) pemberian ASI secara
eksklusif adalah Ibu hanya memberikan ASI saja tanpa memberikan bayi
makanan dan minuman pendamping selain ASI termasuk air putih selama
menyusui (kecuali obat- obatan dan vitamin atau mineral tetes) sejak bayi
lahir hingga berumur 6 bulan. Setelah waktu 6 bulan bayi dapat dikenalkan
makanan pendamping ASI dan dianjurkan tetap memberikan ASI
dilanjutkan hingga dua tahun atau lebih (WHO,2019). Prosentase
pemberian ASI eksklusif di Indonesia tahun 2018 sendiri masih rendah yaitu
65,16%. Daerah Indonesia bagian Timur memiliki cakupan yang masih
rendah yaitu 20,43%, diikuti dengan Provinsi Jawa Tengah dengan Cakupan
64,19% (Kemenkes RI, 2019) Praktik menyusui selalu menjadi trend topik
dalam beberapa tahun terakhir.
Intervensi dikembangkan di berbagai tingkatan yang dirancang
untuk meningkatkan keberhasilan dari praktik menyusui pada ibu. Praktek
menyusui, tidak semata- mata ditentukan oleh faktor biologis, tetapi
Sebagian besar juga dipengaruhi oleh status sosial ekonomi ibu, Pendidikan
dan pendapatan. Penelitian lain yang dilakukan Suresh et al (2014)
menjelaskan bahwa masalah menyusui adalah kontributor masalah utama
dalam kegagalan menyusui. Beberapa tren predictor kegagalan menyusui
adalah dipercepatnya waktu pulang dari pasangan ibu-bayi dari rumahsakit
karena factor pribadi dan penanganan masalah menyususi yang tidak benar.
Penelitian juga menjelaskan bahwa masih ditemukannya kekurangan data
dan minimalnya informasi yang tepat dinegara-negara berkembang.
cakupan ASI eksklusif yang rendah dapat merugikan terutama bagi bayi,
ibu, keluarga bahka nnegara. Hal ini disebabkan karena ASI sangat banyak
manfaatnya. Anatolitou(2012) memaparkan tentang manfaat pemberian
ASI untuk tubuh kembang bayi termasuk berat badan bayi.
Madhavi dan Manik yamba(2016) menemukan factor pendukung
pemberian ASI eksklusif yaitu paritas, pelayananan antenatal,
carapersalinan, berat badan bayi, waktu inisiasi menyusu dini dan
pemberian makan prelaktal. Penelitian Yacub,Gul (2013) mengidentifikasi
alasan tidak memberikan ASI eksklusif adalah produksi ASI sedikit, ibu
bekerja, ibu sakit/lemah, dan bayi sakit. Haryani (2014) juga memaparkan
tentang alasan ibu bekerja tidak memberikan ASI eksklusif, yaitu rasa
malas, beban kerja tinggi, waktu cuti terbatas, sarana prasarana yang kurang
dan tuntutan kebutuhan ekonomi keluarga yang mengharus kan bekerja.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Rawat,etal (2018)
dijelaskan bahwa salah satu penyebab kegagalan proses menyusui pada
primipara dan dalam minggu pertama melahirkan adalah ibu merasa
kesulitan pada pelekatan saat menyusui dana merasa ASI tidak cukup.
Penelitian lain yang dilakukan oleh Jacobs, etal (2013) juga membuktikan
bahwa mayoritas responden menjelaskan bahwa ibu merasa produksi ASI
sedikit sehingga memutuskan untuk memberikan susupendamping
Sedangkan penelitian yang dilakukan Madhavi dan Manik yamba(2016)
menemukan factor yang menjadi alas an tidak memberikan ASI eksklusif
adalah kesulitan menyusui.
Dari beberapa penelitian diatas dapat dibuktikan bahwa kegagalan
proses menyusui bukanlah dari factor biologi si ibu namun lebih
dikarenakan kesulitan bagi ibu dalam peran pertamanya sehingga hal ini
mempengaruhi teknik perlekatan yang tidak benar pada saat menyusui dan
adanya rasa bahwa produksi ASI tidak lancer dan sedikit. Ilmu pengetahuan
yang terus berinovasi menemukan bahwa adanya pijat oksitosin dapat
meningkatkan produksi ASI (Rahayuningsih,2016).
B. Rumusan masalah
Bagaimana Pengaruh Pijat Oksitosin pada kuantitas Produksi ASI
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk Mengetahui Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap Kuantitas
produksi ASI
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui mekanisme Pijat Oksitosin
b. Untuk mengetahui Cara Melakukan Pijat Oksitosin
c. Untuk mengetahui Ketidaknyamanan dan Kepuasan Pijat Oksitosin
D. Manfaat
1. Teoritis
Makalah ini diharapkan dapat berguna dalam menambah wawasan
dan pengetahuan dalam bidang kebijakan dalam kebidanan.
2. Praktis
Makalah ini diharapkan dapat berguna memberikan kontribusi yang
positif khususnya dalam pelayanan kebidanan terutama untuk
mensukseskan kampanye pemberian ASI.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air Susu Ibu (ASI) adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam-garam organik yang disekresi oleh kelenjar-kelenjar
mammae Ibu yang berguna sebagai makanan bayi, dalam ASI terkandung zat-
zat gizi yang diperlukan oleh bayi untuk pertumbuhan dan mengandung zat
kekebalan yang sangat penting untuk mencegah timbulnya penyakit serta
mudah dicerna oleh bayi (Sudoharjo, 2013) ASI adalah suatu emulsi lemak
dalam larutan protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang disekresikan
oleh kelenjar payudara yang berguna sebagai makanan bagi bayi (Siregar,
2004). Menurut Pilliteri (2003) yang dimaksud dengan ASI adalah cairan
yang diproduksi oleh payudara ibu dan merupakan sumber gizi yang ideal
untuk bayi.
B. Hormon-Hormon Pembentuk ASI
1. Progesteron
Hormon progesteron ini mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran
alveoli. Tingkat progesteron akan menurun sesaat setelah melahirkan dan
hal ini dapat mempengaruhi produksi ASI berlebih
2. Estrogen
Hormon estrogen ini menstimulasi saluranASI untuk membesar.
Hormon estrogen akanmenurun saat melahirkan dan akan tetap rendah
selama beberapa bulan selama masih menyusui. Pada saat hormon
estrogen menurun dan ibu masih menyusui, di anjurkan untuk
menghindari KB hormonal berbasis hormone estrogen karena kana
menghambat produksinya ASI.
3. Prolaktin
Hormon prolaktin merupakan suatu hormon yang di sekresikan
oleh grandula pituitary. Hormon ini berperan dalam membesarnya alveoli
saat masa kehamilan. Hormon prolaktin memiliki peran penting dalam
memproduksi ASI, karena kadar hormon ini meningkat selama
kehamilan. Kadar hormon prolaktin terhambat olek plasenta, saat
melahirkan dan plasenta keluar hormon progesterone dan estrogen mulai
menurun sampai tingkat dilepaskan dan diaktifkannya hormon prolaktin.
Peningkatan hormonprolaktin akan menghambat ovulasi yang bias di
katakana menmpunyai fungsi kontrasepsi alami, kadar prolaktin yang
paling tinggi adalah pada malam hari.
4. Oksitosin
Hormon oksitosin berfungsi mengencangkan otot halus pada
rahim pada saat melahirkan dan setelah melahirkan. Pada saat setelah
melahirkan, oksitosin juga mengancangkan otot halus pada sekitar
alveoli utuk memeras Asi menuju saluran susu. Hormon
oksitosin juga berperan dalam proses turunnya air susu let
down/milk ejection reflex
(Nugroho et al., 2014) Beberapa manfaat pemberian ASI khususnya ASI eklklusif
yang dapat diperoleh bayi :
PEMBAHASAN
Pijat oksitosin merupakan salah satu teknik releksasi yang dilakukan pada
ibu pasca melahirkan untuk mendukung kelancaran proses menyusui. Pijat ini
biasanya dilakukan pada ibu yang mengalami gangguan produksi ASI pada awal
pasca melahirkan. Banyak penelitian yang sudah dilakukan terkait dengan pijat
oksitosin baik dari segi efektifitas terhadap produksi ASI maupun manfaat yang
lainnya.
Pijat oksitosin merupakan sebagai salah satu terapi rileksasi sederhana yang
dilakukan melalui pemijatan pada bagian penggung belakang ibu sampai costa ke
5 dengan bantuan orang lain yakni pendamping masa nifas ibu. Pendamping dalam
hal ini yakni keluarga ibu nifas. Keluarga terdekat akan memberikan jalinan
hubungan kedekatan emosional yang kuat dan dapat sebagai salah satu aspek
menjaga privacy klien. Pada penelitian Lestari, P dkk tahun 2020 yang berjudul
efektifitas edukasi pijat oksitosin terhadap keluarga ibu nifas dengan berat badan
bayi terdapat beberapa jenis keluarga yang terlibat dalam pijat oksitosin.
B. Saran
1. Bagi ibu nifas
Diharapkan bagi ibu nifas agar mengikuti apabila ada penyuluhan atau
dari tenaga kesehatan tentang pijat oksitosin yang bermanfaat untuk
kelancaran produksi ASI.
2. Bagi petugas kesehatan
Diharapkan petugas kesehatan khususnya bidan dan perawat di rumah
sakit melakukan penyuluhan atau pelatihan tentang pijat oksitosin dan
mengikut sertakan suami dalam pelatihan tersebut.
3. Bagi mahasiswa
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu referensi
dalam suatu penelitian selanjutnya terutama dalam pemberian pojat
oksitosin terhadap kelancaran ASI ibu nifas.
4. Bagi peneliti selanjutnya
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang lebih baik, diharapkan
penelitinselanjutnya meneliti tentang pendidikan, pekerjaan, dan usia
suami yang dapat mempengaruhi peran suami dalam melakukan pijat
oksitosin.
DAFTAR PUSTAKA
Anatolitou F. Human milk benefits and breastfeeding. Journal Pediatric
Neonatal Individual Med. 2012;1(1):11-8
Astutik, R. 2014. Payudara dan Laktasi. Jakarta: Salemba Medika
Ayers, J. F. (2000). The use of alternative therapies in the support of
breastfeeding. Journal of Human Lactation, 16(1), 52-56. Dalam
Anderson, L., Kynoch, K., & Kildea, S. (2016). Effectiveness of breast
massage in the treatment of women with breastfeeding problems: a
systematic review protocol. JBI database of systematic reviews and
implementation reports, 14(8), 19-25.
Ballard O, Morrow AL. Human milk compotition: nutriens and bioactive
factors. Pediatr Clin North Am. 2013;60(1):49- 74. doi:
10.1016/j.pcl.2012.10.002.
Cho, J., Ahn, H. Y., Ahn, S., Lee, M. S., & Hur, M. H.
(2012). Effects of oketani breast massage on breast pain, the breast milk
pH of mothers, and the sucking speed of neonates. Korean
Journal of Women Health Nursing, 18(2), 149-158.
Dewi, Kunawati Tungga 2018. Pengaruh Frekuensi Pijat Oksitosin Pada Ibu
10 HariPertama Postpartum Terhadap Peningkatan
Berat Badan Bayi Di Wilayah Kerja Puskesmas Gribig
Kota Malang. http://repository.ub.ac.id/id/eprint/1675 20
Diknes Bantul, 2014. Rakerkesda. Manfaat Kolostrum untuk Kesehatan
Secara Menyeluruh https://dinkes.bantulkab.go.id/berita/arsip/2014-
10