Anda di halaman 1dari 66

LAPORAN

PRAKTIK KLINIK KEBIDANAN STASE NIFAS

Disusun Oleh :

Nama : Melia Indrawati


NPM : 210108002

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN PROFESI BIDAN


FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS AISYAH
PRINGSEWU LAMPUNG
TAHUN 2021/2022
BAB I
LATAR BELAKANG

1.1 Latar Belakang


Masa nifas adalah waktu untuk perbaikan tubuh selama persalinan
dan kelahiran. Periode ini juga merupakan waktu untuk mempelajari
perawatan diri dan keterampilan perawatan bayi, penyatuan peran baru dan
kelanjutan ikatan keluarga serta penilaian terhadap bayi baru lahir
(Nasution, S. K. 2011). Pada masa postpartum / masa nifas ibu akan
mengalami beberapa perubahan fisiologi yang salah satunya ialah laktasi.
Laktasi biasa diartikan sebagai proses pembentukan dan pengeluaran air
susu ibu (ASI).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah
kelahiran plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti
keadaan sebelum hamil (Sutanto, 2018). Masa nifas (puerperium) dimulai
sejak 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari
setelah itu (Sutanto, 2018) Pada masa nifas terjadi perubahan-perubahan
psikis ataupun fisik baik primipara maupun multipara. Primipara adalah
seorang wanita yang pernah sekali melahirkan janin yang mencapai
viabilitas (Arma et al., 2015). Salah satu perubahan yang terjadi pada ibu
nifas adalah perubahan pada payudara (Sutanto, 2018). Payudara
merupakan kelenjar yang terdapat di bawah kulit dan di atas otot dada
yang berfungsi untuk menyusui (Sutanto, 2018)
Menurut WHO (World Health Organization), ASI adalah makanan
pertama alami untuk bayi, memberikan semua energi dan nutrisi yang
dibutuhkan bayi. ASI eksklusif selama 6 bulan adalah cara optimal untuk
memberi makan bayi. Setelah itu bayi harus menerima makanan pelengkap
dengan terus menyusui sampai 2 tahun atau lebih. Pemerintah Indonesia
melalui Kementerian Kesehatan juga merekomendasikan para ibu untuk
menyusui eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya (Riskesdas, 2013).
Air Susu Ibu (ASI) eksklusif berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 33 Tahun 2012 adalah ASI yang diberikan kepada bayi sejak
dilahirkan selama enam bulan, tanpa menambahkan atau mengganti
dengan makanan atau minuman lain (kecuali obat, vitamin, dan mineral).
ASI mengandung kolostrum yang kaya akan antibodi karena mengandung
protein untuk daya tahan tubuh dan pembunuh kuman dalam jumlah tinggi
sehingga pemberian ASI eksklusif dapat mengurangi risiko kematian pada
bayi (Kementerian Kesehatan RI, 2017)
Pengeluaran ASI dapat dipengaruhi oleh dua faktor yaitu produksi
dan pengeluaran yang diperoleh dari hisapan bayi. Produksi ASI
dipengaruhi oleh hormon prolaktin, hormon ini muncul setelah menyusui
dan menghasilkan susu untuk proses menyusui berikutnya sedangkan
pengeluaran dipengaruhi oleh hormon oksitosin yang berfungsi memacu
kontraksi otot polos yang ada di dinding alveolus dan dinding saluran,
sehingga ASI di pompa keluar (Roito dkk, 2013).
Banyak upaya untuk meningkatkan produksi ASI salah satunya
adalah pijat oksitosin yang kegunaanya untuk mempercepat syaraf
parasimpatis menyampaikan sinyal ke otak bagian belakang untuk
merangsang kerja hormon oksitosin setelah melahirkan dalam mengalirkan
ASI agar keluar, tindakan ini dapat mempengaruhi 3 hormon prolaktin
yang berfungsi sebagai stimulus produksi ASI pada ibu selama menyusui,
selain itu juga dapat meningkatkan kenyamanan ibu (Wulandari, 2019).
Penelitian yang telah dilakukan oleh Rahayuningsih (2016)
didapatkan hasil bahwa pijat oksitosin dan perawatan payudara
mempunyai peluang lebih besar untuk meningkatkan produksi ASI.
Keadaan payudara ibu seperti puting yang tidak menonjol atau bendungan
payudara juga akan menghambat pengeluaran ASI pada saat menyusui.
Upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan perawatan payudara
(Dewi, V.N.L dan
T. Sunarsih, 2011).
Cara lain yang dapat dilakukan adalah melalui metode
komplementer. Komplementer merupakan metode yang banyak digunakan
karena bersifat alami dan tidak mengandung bahan kimia. Salah satu
metode komplementer adalah akupresur (Ayuningtyas, 2019). Perawatan
payudara pada ibu menyusui begitu penting karena manfaatnya yaitu
untuk
melancarkan air susu ibu yang merupakan makanan pokok pada bayi
melalui pengurutan, sehingga tidak menghambat proses menyusui (Huriah,
2018).
Berdasarkan teori dan studi pendahuluan di atas saya tertarik untuk
melakukan melakukan pemberian Asuhan Kebidanan Pada ibu Nifas
dengan intervensi perawatan payudara dan pijat oksitosin.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin
pada produksi ASI Ny. M Post partum hari ke 3 di PMB Ari Saptuti,
S.ST.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Untuk Mengetahui produksi ASI ibu post partum sebelum
diberikan terapi perawtaan payudaran dan pijat oksitosin di PMB
Ari Saptuti, S.ST.
2. Untuk Mengetahui produksi ASI ibu post partum setelah
diberikan terapi perawtan payudara dan pijat oksitosin di PMB
Ari Saptuti, S.ST.
3. Untuk menganalisis pengaruh terapi perawatan Payudara dan pijat
oksitosin terhadap produksi ASI ibu postpartum di PMB Ari
Saptuti,S.ST.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas


2.1.1 Pengertian
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah
persalinan selesai sampai 6 minggu atau 42 hari. Selama masa nifas,
organ reproduksi secara perlahan akan mengalami perubahan seperti
keadaan sebelum hamil. Perubahan organ reproduksi ini disebut involus
(Maritalia, 2012).

2.1.2 Tahapan Masa Nifas


Menurut Maritalia (2012) masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu:
1. Puerperium dini
Puerperium dini merupakan masa pemulihan awal dimana
ibu diperbolehkan untuk berdiri dan berjalan-jalan. Ibu yang
melahirkan per vagina tanpa komplikasi dalam 6 jam pertama setelah
kala IV dianjurkan untuk mobilisasi segera.
2. Puerperium intermedial
Suatu masa pemulihan dimana organ-organ reproduksi secara
berangsur-angsur akan kembali ke keadaan sebelum hamil. Masa ini
berlangsung selama kurang lebih enam minggu atau 42 hari.
3. Remote puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat kembali dalam
keadaan sempurna terutama bila ibu selama hamil atau waktu
persalinan mengalami komplikasi. Rentang waktu remote puerperium
berbeda untuk setiap ibu, tergantung dari berat ringannya komplikasi
yang dialami selama hamil atau persalinan.

2.1.3 Perubahan Fisiologis Masa Nifas


Ibu dalam masa nifas mengalami perubahan fisiologis. Setelah
keluarnya plasenta, kadar sirkulasi hormon HCG (human chorionic
gonadotropin), human plasental lactogen, estrogen dan progesteron
menurun. Human plasental lactogen akan menghilang dari peredaran
darah ibu dalam 2 hari dan HCG dalam 2 mingu setelah melahirkan.
Kadar estrogen dan progesteron hampir sama dengan kadar yang
ditemukan pada fase follikuler dari siklus menstruasi berturut-turut
sekitar 3 dan 7 hari. Penarikan polipeptida dan hormon steroid ini
mengubah fungsi seluruh sistem sehingga efek kehamilan berbalik dan
wanita dianggap sedang tidak hamil (Walyani, 2017)
Perubahan- perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu masa nifas
menurut Maritalia (2012) dan Walyani (2017) yaitu:
1. Uterus
Uterus merupakan organ reproduksi interna yang berongga dan
berotot, berbentuk seperti buah alpukat yang sedikit gepeng dan
berukuran sebesar telur ayam. Panjang uterus sekitar 7-8 cm, lebar
sekitar 5-5,5 cm dan tebal sekitar 2, 5 cm. Letak uterus secara
fisiologis adalah anteversiofleksio. Uterus terbagi dari 3 bagian yaitu
fundus uteri, korpus uteri, dan serviks uteri.
Menurut Walyani (2017) uterus berangsur- angsur menjadi kecil
(involusi) sehingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil:
a. Bayi lahir fundus uteri setinggi pusat dengan berat uterus 1000 gr.
b. Akhir kala III persalinan tinggi fundus uteri teraba 2 jari bawah
pusat dengan berat uterus 750 gr.
c. Satu minggu postpartum tinggi fundus uteri teraba pertengahan
pusat dengan simpisis, berat uterus 500 gr.
d. Dua minggu postpartum tinggi fundus uteri tidak teraba diatas
simpisis dengan berat uterus 350 gr.
e. Enam minggu postpartum fundus uteri bertambah kecil dengan
berat uterus 50 gr.
Pemeriksaan uterus meliputi mencatat lokasi, ukuran dan
konsistensi antara lain:
a. Penentuan lokasi uterus
Dilakukan dengan mencatat apakah fundus berada diatas atau
dibawah umbilikus dan apakah fundus berada digaris tengah
abdomen/ bergeser ke salah satu sisi.
b. Penentuan ukuran uterus
Dilakukan melalui palpasi dan mengukur TFU pada puncakfundus
dengan jumlah lebar jari dari umbilikus atas atau bawah.
c. Penentuan konsistensi uterus
Ada 2 ciri konsistensi uterus yaitu uterus kerasa terabasekeras
batu dan uterus lunak.
2. Serviks
Serviks merupakan bagian dasar dari uterus yang bentuknya
menyempit sehingga disebut juga sebagai leher rahim. Serviks
menghubungkan uterus dengan saluran vagina dan sebagai jalan
keluarnya janin dan uterus menuju saluran vagina pada saat
persalinan. Segera setelah persalinan, bentuk serviks akan menganga
seperti corong. Hal ini disebabkan oleh korpus uteri yang
berkontraksi sedangkan serviks tidak berkontraksi. Warna serviks
berubah menjadi merah kehitaman karena mengandung banyak
pembuluh darah dengan konsistensi lunak. Segera setelah janin
dilahirkan, serviks masih dapat dilewati oleh tangan pemeriksa.
Setelah 2 jam persalinan serviks hanya dapat dilewati oleh 2-3 jari
dan setelah 1 minggu persalinan hanya dapat dilewati oleh 1 jari,
setelah 6 minggu persalinan serviks menutup.
3. Vagina
Vagina merupakan saluran yang menghubungkan rongga uterus
dengan tubuh bagian luar. Dinding depan dan belakang vagina
berdekatan satu sama lain dengan ukuran panjang ± 6, 5 cm dan ± 9
cm.
Selama proses persalinan vagina mengalami penekanan serta
pereganganan yang sangat besar, terutama pada saat melahirkan
bayi. Beberapa hari pertama sesudah proses tersebut, vagina tetap
berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu vagina kembali
kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara
berangsur- angsur
akan muncul kembali. Sesuai dengan fungsinya sebagai bagian lunak
dan jalan lahir dan merupakan saluran yang menghubungkan cavum
uteri dengan tubuh bagian luar, vagina juga berfungsi sebagai
saluran tempat dikeluarkannya sekret yang berasal dari cavum uteri
selama masa nifas yang disebut lochea. Karakteristik lochea dalam
masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Lochea rubra/ kruenta
Timbul pada hari 1- 2 postpartum, terdiri dari darah segar
barcampur sisa- sisa selaput ketuban, sel- sel desidua, sisa- sisa
verniks kaseosa, lanugo dan mekoneum.
b. Lochea sanguinolenta
Timbul pada hari ke 3 sampai dengan hari ke 7 postpartum,
karakteristik lochea sanguinolenta berupa darah bercampur lendir
c. Lochea serosa
Merupakan cairan berwarna agak kuning, timbul setelah 1
minggu postpartum.
d. Lochea alba
Timbul setelah 2 minggu postpartum dan hanya merupakancairan
putih (Walyani, 2017)
Normalnya lochea agak berbau amis, kecuali bila terjadi infeksi pada
jalan lahir, baunya akan berubah menjadi berbau busuk.

4. Vulva
Sama halnya dengan vagina, vulva juga mengalami penekanan serta
peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi. Beberapa
hari pertama sesudah proses melahirkan vulva tetap berada dalam
keadaan kendur. Setelah 3 minggu vulva akan kembali kepada keadaan
tidak hamil dan labia menjadi lebih menonjol.
5. Payudara (mamae)
Setelah pelahiran plasenta, konsentrasi estrogen dan progesteron
menurun, prolactin dilepaskan dan sintesis ASI dimulai. Suplai darah ke
payudara meningkat dan menyebabkan pembengkakan vascular
sementara. Air susu sata diproduksi disimpan di alveoli dan harus
dikeluarkan dengan efektif dengan cara dihisap oleh bayi untuk
pengadaan dan keberlangsungan laktasi. ASI yang akan pertama muncul
pada awal nifas ASI adalah ASI yang berwarna kekuningan yang biasa
dikenal dengan sebutan kolostrum. Kolostrum telah terbentuk didalam
tubuh ibu pada usia kehamilan ± 12 minggu.
Perubahan payudara dapat meliputi:
a. Penurunan kadar progesteron secara tepat dengan peningkatanhormon
prolactin setelah persalinan.
b. Kolostrum sudah ada saat persalinan produksi ASI terjadi pada harike
2 atau hari ke 3 setelah persalinan
c. Payudara menjadi besar dan keras sebagai tanda mulainya proses
laktasi (Walyani, 2017)
6. Tanda- tanda vital
Perubahan tanda- tanda vital menurut Maritalia (2012) dan Walyani
(2017) antara lain:
a. Suhu tubuh
Setelah proses persalinan suhu tubuh dapat meningkat 0,5⁰celcius dari
keadaan normal namun tidak lebih dari 38⁰ celcius. Setelah 12 jam
persalinan suhu tubuh akan kembali seperti keadaansemula.
b. Nadi
Setelah proses persalinan selesai frekuensi denyut nadi dapat sedikit
lebih lambat. Pada masa nifas biasanya denyut nadi akan kembali
normal
c. Tekanan darah
Setelah partus, tekanan darah dapat sedikit lebih rendah dibandingkan
pada saat hamil karena terjadinya perdarahan pada proses persalinan.
d. Pernafasan
Pada saat partus frekuensi pernapasan akan meningkat karena
kebutuhan oksigen yang tinggi untuk tenaga ibu meneran/ mengejan
dan memepertahankan agar persediaan oksigen ke janin tetap
terpenuhi. Setelah partus frekuensi pernafasan akan kembali normal.
7. Sistem peredaran darah (Kardiovaskuler)
Denyut jantung, volume dan curah jantung meningkat segera setelah
melahirkan karena terhentinya aliran darah ke plasenta yang
mengakibatkan beban jantung meningkat yang dapat diatasi dengan
haemokonsentrasi sampai volume darah kembali normal, danpembulu
darah kembali ke ukuran semula.
8. Sistem pencernaan
Pada ibu yang melahirkan dengan cara operasi (section caesarea)
biasanya membutuhkan waktu sekitar 1- 3 hari agar fungsisaluran cerna
dan nafsu makan dapat kembali normal. Ibu yang melahirkan secara
spontan biasanya lebih cepat lapar karena telah mengeluarkan energi
yang begitu banyak pada saat proses melahirkan. Buang air besar
biasanya mengalami perubahan pada 1- 3 hari postpartum, hal ini
disebabkan terjadinya penurunan tonus otot selama proses persalinan.
Selain itu, enema sebelum melahirkan, kurang asupan nutrisi dan
dehidrasi serta dugaan ibu terhadap timbulnya rasa nyeri disekitar anus/
perineum setiap kali akan b.a.b juga mempengaruhi defekasi secara
spontan. Faktor- faktor tersebut sering menyebabkan timbulnya
konstipasi pada ibu nifas dalam minggu pertama. Kebiasaan defekasi
yang teratur perlu dilatih kembali setelah tonus otot kembali normal.
9. Sistem perkemihan
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan
terdapat spasine sfingter dan edema leher buli- buli sesudah bagian ini
mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama
persalinan. Urine dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam
waktu 12- 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan,
kadar hormon estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami
penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Uterus
yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
10. Sistem integumen
Perubahan kulit selama kehamilan berupa hiperpigmentasipada wajah,
leher, mamae, dinding perut dan beberapa lipatan sendri karena
pengaruh hormon akan menghilang selama masa nifas.
11. Sistem musculoskeletal
Ambulasi pada umumnya dimulai 4- 8 jam postpartum. Ambulasi dini
sangat membantu untuk mencegah komplikasi dan mempercepat proses
involusi.
2.1.4 Perubahan Psikologis Masa Nifas
Adanya perasaan kehilangan sesuatu secara fisik sesudahmelahirkan akan
menjurus pada suatu reaksi perasaan sedih. Kemurungan dan kesedihan
dapat semakin bertambah oleh karena ketidaknyamanan secara fisik, rasa
letih setelah proses persalinan, stress,kecemasan, adanya ketegangan dalam
keluarga, kurang istirahat karena harus melayani keluarga dan tamu yang
berkunjung untuk melihat bayi atau sikap petugas yang tidak ramah
(Maritalia, 2012). Minggu- minggu pertama masa nifas merupakan masa
rentan bagi seorang ibu. Pada saat yang sama, ibu baru (primipara)
mungkin frustasi karena merasa tidak kompeten dalam merawat bayi
dan tidak mampu mengontrol situasi. Semua wanita akan mengalami
perubahan ini, namun penanganan atau mekanisme koping yang dilakukan
dari setiap wanita untuk mengatasinya pasti akan berbeda. Hal ini
dipengaruhi oleh pola asuh dalam keluarga dimana wanita tersebut
dibesarkan, lingkungan, adat istiadat setempat, suku, bangsa, pendidikan
serta pengalaman yang didapat (Maritalia, 2012).
Perubahan psikologis yang terjadi pada ibu masa nifas menurut Maritalia
(2012) yaitu:
1. Adaptasi psikologis ibu dalam masa nifas
Pada primipara, menjadi orang tua merupakan pengalaman tersendiri
dan dapat menimbulkan stress apabila tidak ditangani dengan segera.
Perubahan peran dari wanita biasa menjadi seorang ibu memerlukan
adaptasi sehingga ibu dapat melakukan perannya dengan baik.
Perubahan hormonal yang sangat cepat setelah proses melahirkan juga
ikut mempengaruhi keadaan emosi dan proses adaptasi ibu pada masa
nifas.
Fase- fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas menurut Dewi
(2012) antara lain adalah sebagai berikut:
a. Fase taking in
Fase taking in merupakan fase ketergantungan yang berlangsung dari
hari pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Ibu terfokus
pada dirinya sendiri sehingga cenderung pasif terhadap
lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami ibu lebih disebabkan
karena proses persalinan yang baru saja dilaluinya. Rasa mules, nyeri
pada jalan lahir, kurang tidur atau kelelahan, merupakan hal yang
sering dikeluhkan ibu. Pada fase ini, kebutuhan istirahat, asupan
nutrisi dan komunikasi yang baik harus dapat terpenuhi. Bila
kebutuhan tersebut tidak terpenuhi, ibu dapat mengalami gangguan
psikologis berupa kekecewaan pada bayinya, ketidaknyamanan
sebagai akibat perubahan fisik yang dialami, rasa bersalah karena
belum bisa menyusui bayinya dan kritikan suami atau keluarga
tentang perawatan bayinya.
b. Fase taking hold
Fase taking hold merupakan fase yang berlangsung antara 3- 10 hari
setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan dan
rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih
sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan
adalah komunikasi yang baik, dukungan dan pemberian penyuluhan
atau pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan bayinya.
c. Fase letting go
Fase ini merupakan fase menerima tanggung jawab peran barunya
sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung selama 10 hari setelah
melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya dan siap menjadi pelindung bagi bayinya.
Perawatan ibu terhadap diri dan bayinya semakin meningkat.
Rasa percaya diri ibu akan peran barunya mulai tumbuh, lebih
mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan bayinya. Dukungan
suami dan keluarga dapat membantu ibu untuk lebih meningkatkan
rasa percaya diri dalam merawat bayinya. Kebutuhan akan istirahat
dan nutrisi yang cukup masih sangat diperlukan ibu untuk menjaga
kondisi fisiknya.
2. Postpartum blues (Baby blues)
Postpartum blues merupakan perasaan sedih yang dialami oleh seorang
ibu berkaitan dengan bayinya. Biasanya muncul sekitar 2 hari sampai 2
minggu sejak kelahiran bayi. Keadaan ini disebabkan oleh perubahan
perasaan yang dialami ibu saat hamil sehingga sulit menerima kehadiran
bayinya.
Ibu yang mengalami baby blues akan mengalami perubahan perasaan,
menangis, cemas, kesepian khawatir, yang berlebihan mengenai sang bayi,
penurunan gairah sex, dan kurang percaya diri terhadap kemampuan
menjadi seorang ibu. Jika hal ini terjadi, ibu disarankan untuk melakukan
hal- hal berikut ini:
a. Minta suami atau keluarga membantu dalam merawat bayi
ataumelakukan tugas- tugas rumah tangga sehingga ibu bisa cukup
istirahat untuk menghilangkan kelelahan.
b. Komunikasikan dengan suami atau keluarga mengenai apa yang
sedang ibu rasakan, mintalah dukungan dan pertolongannya
c. Buang rasa cemas dan kekhawatiran yang berlebihan akan
kemampuan merawat bayi
d. Carilah hiburan dan luangkan waktu untuk istirahat dan
menyenangkan diri sendiri, misalnya dengan cara menonton,
membaca, atau mendengar musik (Maritalia, 2012).
3. Depresi postpartum
Seorang ibu primipara lebih beresiko mengalami kesedihan atau
kemurungan postpartum karena ia belum mempunya pengalaman dalam
merawat dan menyusui bayinya. Kesedihan atau kemurungan yang terjadi
pada awal masa nifas merupakan hal yang umum dan akan hilang sendiri
dalam dua minggu sesudah melahirkan setelah ibu melewati proses
adaptasi. Ada kalanya ibu merasakan kesedihan karena kebebasan,
otonomi, interaksi sosial, kemandiriannya berkurang setelah mempunyai
bayi. Hal ini akan mengakibatkan depresi pasca- persalinan (depresi
postpartum). Ibu yang mengalami depresi postpartum akan menunjukkan
tanda- tanda berikut: sulit tidur, tidak ada nafsu makan, perasaan tidak
berdaya atau kehilangan kontrol, terlalu cemas atau tidak perhatian sama
sekali pada bayi, tidak menyukai atau takut menyentuh bayi, pikiran yang
menakutkan mengenai bayi, sedikit atau tidak ada perhatian terhadap
penampilan bayi, sedikit atau tidak ada perhatian terhadap penampilan diri,
gejalafisik seperti sulit bernafas atau perasan berdebar- debar. Jika ibu
mengalami sebagian dari tanda- tanda seperti yang diatas sebaiknya
segera lakukan konseling pada ibu dan keluarga.
4. Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan
Respon antara ibu dan bayi setelah persalinan menurutMaritalia (2012)
antara lain:
a. Touch (Sentuhan)
Sentuhan yang dilakukan ibu pada bayinya seperti membelai- belai
kepala bayi dengan lembut, mencium bayi, menyentuh wajah dan
ektremitas, memeluk dan menggendong bayi, dapat membuat bayi
merasa aman dan nyaman. Biasanya bayi akan memeberikan respon
terhadap sentuhan ibu dengan cara menggenggam jari ibu atau
memegang seuntai rambut ibu. Gerakan lembut ibu ketika menyentuh
bayinya akan menenangkanbayi
b. Eye to eye contact (Kontak mata)
Kontak mata mempunya efek yang erat terhadap perkembangan
dimulainya hubungan dan rasa percaya sebagai faktor yang penting
sebagai hubungan antar manusia pada umumnya. Bayi baru lahir dapat
memusatkan perhatian pada suatu obyek, satu jam setelah kelahiran
pada jarak sekitar 20- 25 cm, dandapat memusatkan pandangan sebaik
orang dewasa pada usia sekita 4 bulan. Kontak mata antara ibu dan
bayinya harus dilakukansesegera mungkin setelah bayi lahir.
c. Odor (Bau badan)
Pada akhir minggu pertama kehidupannya seorang bayi dapat
mengenali ibunya dari bau badan dan air susu ibunya. Indra
penciuman bayi akan terus terasah jika seorang ibu dapat terus
memberikan ASI pada bayinya.
d. Body warm (Kehangatan tubuh)
Bayi baru lahir sangat mudah mengalami hypothermi karena tidak ada
lagi air ketuban yang melindungi dari perubahan suhu yang terjadi
secara ekstrim di luar uterus. Jika tidak ada komplikasi yang serius
pada ibu dan bayi selama persalinan, bayi dapat diletakkan di atas
perut ibu segera setelah dilakukan pemotongan tali pusat.
e. Voice (Suara)
sejak dilahirkan, bayi dapat mendengar suara- suara dan membedakan
nada, meskipun suara- suara terhalang selama beberapa hari oleh
cairan amnion dari rahim yang melekat pada telinga.
f. Entrainment (Gaya Bahasa)
Bayi baru lahir mulai membedakan dan menemukan perubahan
struktur bicara dan bahasa dari orang- orang yang berada disekitarnya.
Perubahan nada suara ibu ketika berkomunikasi dengan bayinya
seperti bercerita, mengajak bercanda atau sering memarahi bayi,
secara perlahan mulai dapatdipahami dan dipelajari bayi.
g. Biorhythmic (Irama kehidupan)
Selama lebih kurang 40 minggu di dalam rahim, janin terbiasa
mendengar suara detak jantung ibu. Dari suara detak jantung tersebut,
janin mencoba mengenali biorhythmic ibunya dan menyesuaikan
dengan irama dirinya sendiri. Setelah lahir, suara detak jantung ibu
masih akan berpengaruh terhadap bayi.
2.1.5 Kebutuhan Dasar Ibu Masa Nifas
Kebutuhan dasar pada ibu masa nifas menurut Maritalia (2012) dan
Walyani (2017) yaitu:
1. Kebutuhan nutrisi
Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang mengandung zat- zat
yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan dan untuk persiapan
prosuksi ASI, terpenuhi kebutuhan karbohidrat, protein, zat besi,
vitamin dan minelar untuk mengatasi anemia, cairan dan serat untuk
memperlancar ekskresi. Ibu nifas harus mengkonsumsi makanan yang
mengandung zat- zat yang berguna bagi tubuh ibu pasca melahirkan
dan untuk persiapan prosuksi ASI, terpenuhi kebutuhan karbohidrat,
protein, zat besi, vitamin dan minelar untuk mengatasi anemia, cairan
dan serat untuk memperlancar ekskresi. Kebutuhan kalori wanita
dewasa yang sehat dengan berat badan 47 kg diperkirakan sekitar
2200 kalori/ hari. Ibu yang berada dalam masa nifas dan menyusui
membutuhkan kalori yang sama dengan wanita dewasa, ditambah 700
kalori pada 6 bulan pertama untuk membeikan ASI eksklusif dan 500
kalori pada bulan ke tujuh dan selanjutnya.
2. Kebutuhan cairan
Fungsi cairan sebagai pelarut zat gizi dalam proses metabolisme
tubuh. Minumlah cairan cukup untuk membuat tubuh ibu tidak
dehidrasi. Ibu dianjurkan untuk minum setiap kali menyusui dan
menjaga kebutuhan hidrasi sedikitnya 3 liter setiap hari. Asupan tablet
tambah darah dan zat besi diberikan selama 40 hari
postpartum.Minum kapsul Vit A (200.000 unit).
3. Kebutuhan ambulasi
Aktivitas dapat dilakukan secara bertahap, memberikan jarak antara
aktivitas dan istirahat. Dalam 2 jam setelah bersalin ibu harus sudah
melakukan mobilisasi. Dilakukan secara perlahan- lahan dan bertahap.
Dapat dilakukan dengan miring kanan atau kiri terlebih dahulu dan
berangsur- angsur untuk berdiri dan jalan. Mobilisasi dini bermanfaat
untuk:
a. Melancarkan pengeluaran lokia, mengurangi infeksi puerperium.
b. Ibu merasa lebih sehat dan kuat.
c. Mempercepat involusi alat kandungan.
d. Fungsi usus, sirkulasi, paru- paru dan perkemihan lebih baik.
e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah, sehingga
mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
f. Memungkinkan untuk mengajarkan perawatan bayi pada ibu.
g. Mencegah trombosis pada pembuluh tungkai (Walyani, 2017).
4. Kebutuhan eliminasi
Pada kala IV persalinan pemantauan urin dilakukan selama 2 jam,
setiap 15 menit sekali pada 1 jam pertama dan 30 menit sekali pada
jam berikutnya. Pemantauan urin dilakukan untuk memastikan
kandung kemih tetap kosong sehingga uterus dapat berkontraksi
dengan baik. Dengan adanya kontraksi uterus yang adekuat
diharapkan perdarahan postpartum dapat dihindari.
Memasuki masa nifas, ibu diharapkan untuk berkemih dalam 6- 8
jam pertama. Pengeluaran urin masih tetap dipantau dan
diharapkan setiap kali berkemih urin yang keluar minimal sekitar
150 ml. Ibu nifas yang mengalami kesulitan dalam berkemih
kemungkinan disebabkan oleh menurunnya tonus otot kandung
kemih, adanya edema akibat trauma persalinan dan rasa takut
timbulnya rasa nyeri setiap kali berkemih.
Kebutuhan untuk defekasi biasanya timbul pada hari
pertamasampai hari ke tiga postpartum. Kebutuhan ini dapat
terpenuhi bila ibu mengkonsumsi makanan yang mengandung
tinggi serat, cukup cairan dan melakukan mobilisasi dengan baik
dan benar. Bila lebih dari waktu tersebut ibu belum mengalami
defekasi mungkin perludiberikan obat pencahar.
5. Kebersihan diri
Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 40 hari,
kebersihan vagina perlu mendapat perhatian lebih. Vagina merupakan
bagian dari jalan lahir yang dilewati janin pada saat proses persalinan.
Kebersihan vagina yang tidak terjaga dengan baik pada masa nifas dapat
menyebabkan timbulnya infeksi pada vagina itu sendiri yang dapat
meluas sampai ke rahim.
Alasan perlunya meningkatkan kebersihan vagina pada masa nifas
adalah:
a. Adanya darah dan cairan yang keluar dari vagina selama masa nifas
yang disebut lochea.
b. Secara anatomis, letak vagina berdekatan dengan saluran buang air
kecil (meatus eksternus uretrae) dan buang air besar (anus) yang setiap
hari kita lakukan. Kedua saluran tersebut merupakan saluran
pembuangan (muara eksreta) dan banyak mengandung
mikroorganisme pathogen.
c. Adanya luka/ trauma di daerah perineum yang terjadi akibat proses
persalinan dan bila terkena kotoran dapat terinfeksi.
d. Vagina merupakan organ terbuka yang mudah dimasuki
mikroorganisme yang dapat menjalar ke rahim (Maritalia, 2012).
Untuk menjaga kebersihan vagina pada masa nifas dapat dilakukan
dengan cara:
1) Setiap selesai b.a.k atau b.a.b siramlah mulut vagina dengan air
bersih. Basuh dari arah depan ke belakang hingga tidak ada sisa-
sisa kotoran yang menempel disekitar vagina baik itu urin maupun
feses yang mengandung mikroorganisme dan bisa menimbulkan
infeksi pada luka jahitan
2) Bila keadaan vagina terlalu kotor, cucilah dengan sabun atau cairan
antiseptic yang berfungsi untuk menghilangkan mikroorganisme
yang terlanjur berkembangbiak di darah tersebut
3) Bila keadaan luka perineum terlalu luas atau ibu dilakukan
episitomi, upaya untuk menjaga kebersihan vagina dapat dilakukan
dengan cara duduk berendam dalam cairan antiseptic selama 10
menit setelah b.a.k atau b.a.b
4) Mengganti pembalut setiap selesai membersihkan vagina agar
mikroorganisme yang ada pada pembalut tersebut tidak ikut
terbawa ke vagina yang baru dibersihkan
5) Keringkan vagina dengan tisu atau handuk lembut setiap kaliselesai
membasuh agar tetap kering dan kemudian kenakan pembalut yang
baru. Pembalut harus diganti setiap selesai b.a.k atau b.a.b atau
minimal 3 jam sekali atau bila ibu sudah merasa tidak nyaman
6) Bila ibu membutuhkan salep antibiotic, dapat dioleskan sebelum
pembalut yang baru (Maritalia, 2012).
Dibawah ini yang merupakan tanda- tanda infeksi yang bisa dialami
ibu pada masa nifas apabila tidak melakukan perawatanvagina dengan
baik:
a. Suhu tubuh pada aksila melebihi 37,5 ⁰ C.
b. Ibu menggigil, pusing, dan mual.
c. Keputihan yang berbau.
d. Keluar cairan seperti nanah dari vagina yang disertai bau dan rasa
nyeri.
e. Terasa nyeri di perut.
f. Terjadinya perdarah pervagina yang lebih banyak dari biasanya
(Maritalia, 2012)
6. Kebutuhan istirahat dan tidur
Ibu nifas memerlukan istirahat yang cukup, istirahat tidur yang dibutuhkan
ibu nifas sekitar 8 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari. Pada tiga
hari pertama dapat merupakan hari yang sulit bagi ibu akibat menumpuknya
kelelahan karena proses persalinan dan nyeri yang timbul pada luka
perineum. Secara teoritis,pola tidur akan kembali mendekati normal dalam 2
sampai 3 minggu setelah persalinan. Pada ibu nifas, kurang istirahat akan
mengakibatkan:
a. Berkurangnya produksi ASI.
b. Memperlambat proses involusi uterus dan meningkatkan perdarahan.
c. Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayidan
dirinya sendiri (Maritalia, 2012).
7. Kebutuhan seksual
Ibu yang baru melahirkan boleh melakukan hubungan seksual kembali
setelah 6 minggu persalinan. Batasan waktu 6 minggu didasarkan atas
pemikiran pada masa itu semua luka akibat persalinan, termasuk luka
episiotomi dan luka bekas section caesarea (SC) biasanya telah sembuh
dengan baik. Bila suatu persalinan dipastikantidak ada luka atau laserasi/
robek pada jaringan, hubungan seks bahkan telah boleh dilakukan 3- 4
minggu setelah proses melahirkan. Meskipun hubungan telah dilakaukan
setelah minggu ke- 6 adakalanya ibu- ibu tertentu mengeluh hubungan
masih terasa sakit atau nyeri meskipun telah beberapa bulan proses
persalinan. Gangguan seperti ini disebut dispareunia atau rasa nyeri waktu
senggama. Ada beberapa kemungkinan yang dapat menyebabkan
dispareunia:
a. Setelah melahirkan ibu- ibu sering mengkonsumsi jamu- jamu tertentu.
Jamu- jamu ini mungkin mengandung zat- zat yang memiliki sifat
astringents yang berakibat menghambat produksi cairan pelumas pada
vagina saat seorang wanita terangsang seksual.
b. Jaringan baru yang terbentuk karena proses penyembuhan luka
guntingan jalan lahir masih sensitif.
c. Faktor psikologis yaitu kecemasan yang berlebihan (Maritalia,2012).
8. Kebutuhan perawatan payudara
Menurut Walyani (2017) kebutuhan perawatan payudara padaibu masa nifas
antara lain:
a. Sebaiknya perawatan mamae telah dimulai sejak wanita hamil supaya
puting lemas, tidak keras dan kering sebagai persiapan untuk menyusui
bayinya.
b. Bila bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara: pembalutan
mamae sampai tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH
seperti tablet Lynoral dan Pardolel.
c. Ibu menyusi harus menjaga payudaranya untuk tetap bersih dan kering.
d. Menggunakan bra yang menyongkong payudara.
e. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar putting susu setiap kali selesai menyusui, kemudian apabila
lecetnya sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. Asi dikeluarkan
dan diminumkan menggunakan sendok. Selain itu, untuk menghilangkan
rasa nyeri dapat minum paracetamol 1 tabletsetiap 4- 6 jam
9. Latihan senam nifas
Pada masa nifas yang berlangsung selama lebih kurang 6 minggu, ibu
membutuhkan latihan- latihan tertentu yang dapat mempercepat proses
involusi. Salah satu latihan yang dianjurkan pada masa ini adalah senam
nifas. Senam nifas adalah senam yang dilakukan oleh ibu setelah persalinan,
setelah keadaan ibu normal.
Senam nifas sebaiknya dilakukan dalam 24 jam setelah persalinan, secara
teratur setiap hari. Luka yang timbul akibat proses persalinan karena 6 jam
setelah persalinan normal dan 8 jam setelah persalinan Caesar, ibu sudah
dianjurkan untuk mobilisasi dini. Tujuan utama mobilisasi dini adalah agar
peredaran darah ibu dapat berjalan dengan baik sehingga ibu dapat
melakukan senam nifas.
Bentuk latihan senam nifas antara ibu yang melahirkan secara normal
dengan ibu yang melahirkan Caesar tentu akan berbeda. Pada ibu yang
mengalami persalinan Caesar, beberapa jam setelah keluar dari kamar
operasi, pernafasan lah yang dilatih guna mempercepat penyembuhan luka
operasi, sementara latihan untuk mengencangkan otot perut dan melancarkan
sirkulasi darah di tungkaibaru dilakukan 2- 3 hari setelah ibu dapat bangun
dari tempat tidur. Sedangkan pada persalinan normal, bila keadaan ibu
cukup baik, semua gerakan senam bisa dilakukan. Manfaat senam nifas
menurut Maritalia (2012) antara lain:
a. Memperbaiki sirkulasi darah sehingga mencegah terjadinya pembekuan
(trombosis) pada pembuluh darah terutama pembuluh tungkai.
b. Memperbaiki sikap tubuh selama kehamilan dan persalinan dengan
memulihkan dan menguatkan otot- otot punggung.
c. Memperbaiki tonus otot pelvis.
d. Memperbaiki regangan otot tungkai bawah.
e. Memperbaiki regangan otot abdomen setelah hamil dan melahirkan.
f. Meningkatkan kesadaran untuk melakukan relaksasi otot- otot dasar
panggul.
g. Mempercepat terjadinya proses involusi organ- organ reproduksi.
h. Tidak semua ibu setelah persalinan dapat melakukan senam nifas. Untuk
ibu- ibu yang mengalami komplikasi selama persalinan tidak dibolehkan
melakukan senam nifas. Demikian juga untuk penderita kelainan seperti
jantung, ginjal atau diabetes.
10. Rencana KB
Rencana KB setelah ibu melahirkan sangatlah penting, dikarenakan secara
tidak langsung KB dapat membantu ibu untuk dapat merawat anaknya
dengan baik serta mengistirahatkan alat kandungnya.
2.1.6 Komplikasi dan Penyakit Dalam Masa Nifas
Komplikasi dan penyakit yang terjadi pada ibu masa nifas menurut
Walyani (2017) yaitu:
1. Infeksi nifas
Infeksi nifas adalah keadaan yang mencakup semua peradangan alat-
alat genetelia dalam masa nifas. Masuknya kuman- kuman dapat terjadi
dalam kehamilan, waktu persalinan, dan nifas. Demam nifas adalah
demam dalam masa nifas oleh sebab apa pun. Morbiditas puerpuralis
adalah kenaikan suhu badan sampai 38⁰ C ataulebih selama 2 hari dari
dalam 10 hari postpartum. Kecuali pada hari pertama. Suhu diukur 4
kali secara oral.
2. Infeksi saluran kemih
Pada masa nifas dini, sensitivitas kandung kemih terhadap tegangan air
kemih di dalam vesika sering menurun akibat trauma persalinan atau
analgesia epidural atau spinal. Sensasi peregangan kandung kemih juga
mungkin berkurang akibat rasa tidak nyaman yang ditimbulkan oleh
episiotomi yang lebar, laserasi periuretra, atau hematoma dinding
vagina. Setelah melahirkan, terutama saat infus oksitosis dihentikan,
terjadi diuresis yang disertai peningkatan produksi urin dan distensi
kandung kemih. Over distensi yang disertai katerisasi untuk
mengeluarkan air kemih sering menyebabkan infeksisaluran kemih.
3. Metritis
Metritis adalah inspeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah
satu penyebab terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau
kurang adekuat dapat menjadi abses pelvic yang menahun, peritonitis,
syok septik, trombosis yang dalam, embolipulmonal, infeksi felvik yang
menahan dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.
4. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada
payudara dalam rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Bendungan
terjadi akibat bendungan berlebihan pada limfatik dan vena sebelum
laktasi. Payudara bengkak disebabkan karena menyusui yang tidak
kontinu, sehingga sisa ASI terkumpul pada daerah ductus. Hal ini dapat
terjadi pada hari ke tiga setelah melahirkan. Penggunaanbra yang keras
serta keadaan puting susu yang tidak bersih dapat menyebabkan
sumbatan pada ductus.
5. Infeksi payudara
Mastitis termasuk salah satu infeksi payudara. Mastitis adalah
peradangan pada payudara yang dapat disertai infeksi atau tidak, yang
disebabkan oleh kuman terutama Sraphylococcus aureus melalui luka
pada puting susu atau melalui peredaran darah.
6. Abses payudara
Abses payudara merupakan komplikasi akibat peradangan payudara/
mastitis yang sering timbul pada minggu ke dua postpartum (setelah
melahirkan), karena adanya pembengkakan payudara akibat tidak
menyusui dan lecet pada puting susu.
7. Abses pelvis
Penyakit ini merupakan komplikasi yang umum terjadi pada penyakit-
penyakit meluar seksual (sexually transmitted disease/ STDs),
utamanya yang disebabkan oleh chlamydia dan gonorrhea.
8. Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan pada peritoneum yang merupakan
pembungkus visera dalam rongga perut. Peritoneum adalah selaput tipis
dan jernih yang membungkus organ perut dan dinding perut sebelah
dalam.
9. Infeksi luka perineum dan luka abdominal
Luka perineum adalah luka perineum karena adanya robekanjalan lahir
baik karena rupture maupun karena episiotomy pada waktu melahirkan
janin. Rupture perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum
sewaktu persalinan.
10. Perdarahan pervagina
Perdarahan pervagina atau perdarahan postpartum adalah kehilangan
darah sebanyak 500 cc atau lebih dari traktus genetalia setelah
melahirkan. Hemoragi postpartum primer mencakup semua kejadian
perdarahan dalam 24 jam setelah kelahiran.
2.1.7 Program Masa Nifas
Paling sedikit 4 kali melakukan kunjungan pada masa nifas, dengan tujuan
untuk:
1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi.
2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-
kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayi.
3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa
nifas.
4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu
kesehatan ibu nifas maupun bayinya (Walyani, 2017).
Tabel 1. Program Masa Nifas (Walyani, 2017)
Kunjungan Waktu Tujuan
1 6- 8 jam setelah a. Mencegah terjadinya perdarahan pada masa
nifas.
persalinan
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain
perdarahan dan memberikan rujukan bila
perdarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling kepada ibu atau
salah satu anggota keluarga mengenai
bagaimana mencegah perdarahan masanifas
karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI pada masa awal menjadi
ibu.
e. Mengajarkan ibu untuk mempererat
hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara
mencegah hipotermi.
2 6 hari setelah a. Memastikan involusi uteri berjalan normal,
uterus berkontraksi, fundus di bawah
persalinan
umbilicus tidak ada perdarahan abnormal,dan
tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda- tanda demam,
infeksi, atau kelainan pasca melahirkan.
c. Memastikan ibu mendapat cukup cairan,
makanan, dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dan tidak ada tanda- tanda penyulit.
e. Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuhan pada bayi, cara merawat
tali pusat, dan menjaga bayi agar tetaphangat.

3 2 minggu setelah a. Memastikan involusi uteri berjalan


normal, uterus berkontraksi, fundus di
persalinan
bawah umbilicus tidak ada perdarahan
abnormal, dan tidak ada bau.
b. Menilai adanya tanda- tanda demam,
infeksiatau kelainan pasca melahirkan.
c. Memastikan ibu mendapat cukup
makanan,cairan, dan istirahat.
d. Memastikan ibu menyusui dengan baik
dantidak ada tanda- tanda penyulit.
e. Memberikan konseling kepada ibu
mengenai asuhan pada bayi, cara merawat
tali pusat, dan menjaga bayi agar tetap
f. hangat.
4 6 minggu setelah a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-
penyulit yang dialami atau bayinya.
persalinan
b. Memberikan konseling untuk KB secara
dini.

2.2. Fisiologi Pengeluaran ASI


Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormon. Pengaturan
hormon terdapat pengeluran ASI, dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu sebagai berikut.
1. Pembentukan kelenjar payudara
Pada permulaan kehamilan terjadi peningkatan yang jelas dari duktus
yang baru, percabangan-percabangan dan lobulus, yang dipengaruhi oleh
hormon-hormon plasenta dan korpus leteum.
Tabel 2.1 Proses hormon dalam pembentukan ASI
Hormon Fungsi
Estrogen - Deposit lemak, air dan garam
- Mammae tegang dan terasa penuh
- jepitan saraf terasa sakit
Progesteron - Meningkatkan kematangan alveoli dan
duktus laktiferus
- Persiapan pengeluaran ASI
Prolaktin - Mengeluaran ASI, tetapi fungsinya dihalangi
olehestrogen, progesteron dan human
placenta lactogen harmone
Oksitosin - Merangsang mioepitel sehingga ASI
diperas dari ductus alveolus ASI diperas
dari duktusalvelous mammae dan keluar
melalu
puting.
Sumber: Idawati, Yusari, dan Risneni, 2014.

Pada trimester pertama kehamilan, prolaktin dari


adenohipofisis/hipofisis anterior mulai merangsang kelenjar air susu
untuk menghasilkan air susu yang dihasilkan kolostrum. Pada masa nifas
pengeluaran kolostrum masih dihambat oleh estrogen dan progesteron,
tetapi jumlah prolaktin meningkat, hanya aktivitas dalam pembuatan
kolostrum yang ditekan.
Pada trimester kedua kehamilan, laktogen plasenta mulai
merangsang untuk pembuatan kolostrum. Keaktifan dari rangsangan
hormon-hormon terhadap pengeluaran air susu telah didemontrasikan
kebenarannya bahwa seorang ibu yang melahirkan bayi berumur empat
bulan dimana bayinya meninggal, tetap keluar kolostrum (Vivian dan
Sunarsih,2011:11).
2. Pembentukan air susu
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang snagat kompleks antara
rangsangan mekanik, saraf, dan bermacam-macam hormom. Pengaturan
hormon terhadap pengeluaran ASI dapat dibedakan menjadi tiga bagian,
yaitu:
1. Produksi air susu ibu (prolaktin)
Pada akhir kehamilan, horman prolaktin memegang peranan untuk
membuat kolostrum, namun jumlah kolostrum terbatas karena
aktivitas prolaktin dihambat oleh estrogen dan progesteron yang
kadarnya memang tinggi. Setelah partus, lepasnya plasenta dan
kurang berfungsinya korpus leteum membuat estrogen dan
progesteron sangat berkurang, ditambah dengan adanya isapan bayi
yang merangsang puting susu dan kalang payudara yang akan
merangsang ujung-ujung saraf sensorik yang berfungsi sebagai
reseptor mekanik.
Rasangan ini dilanjutkan ke hipotalamus melalu medula spinalis
hipotalamus yang akan menekan pengeluaran faktor- faktor yang
memacu sekresi prolaktin. Faktor-faktor yang memacu sekresi
prolaktin akan merangsang hopofisis anterior sehingga keluar
prolaktin. Hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi
untuk membuat air susu.
Kadar prolaktin pada ibu menyusui akan normal pada tiga bulan
setelah melahirkan sampai penyapihan anak dan pada saat tersebut
tidak akan ada peningkatan prolaktin walau ada isapan bayi, namun
pengeluran air susu tetap berlangsung (Vivian, dan Sunarsih,
2011:11). Menurut Yusari dan Risnaeni, (2016). Pada seorang ibu
yang hamil dikenal dua reflex yang masing-masing berperan dalam
pembentukan dan pengeluaran air susu, yaitu:
a. Refleks prolaktin
Pada ibu yang menyusui, prolaktin akan meningkatkan dalam
keadaan-keadaan seperti: Stress atau pengaruh psikis, Anestesi,
Operasi, Rangsangan puting susu, jenis kelamin dan obat-
obatan trangulizer hipotalamus seperti reserpin, klorpromazin
dan fenitiazid.
b. Refleks let down
Faktor-faktor yang meningkatkan reflex ini adalah : melihat
bayi, mendengarkan suara bayi, mencium bayi, dan memikirkan
untuk menyusui bayi. Beberapa refleks yang memungkinkan
bayi baru lahir untuk memeroleh ASI adalah: Refleks rooting :
Memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu
apabila ia diletakkan dipayudara. Refleks menghisap : Saat bayi
mengisi mulutnya dengan putih susu atau pengganti puting
susu sampai ke langit keras dan punggung lidah. Refleks ini
melibatkan rahang, lidah dan pipi.
Refleks menelan : Yaitu gerakan pipi dan gusi dalam menelan
areola, sehingga refleks ini merasang pembentukan rahang
bayi.
c. Let-Down Reflex dan pijat Oksitosin
Oksitosin diprokduksi oleh kelenjar pituitary posterior
(neurohipofis). Saat bayi menghisap areola akan mengirimkan
stimulasi ke neurohipofisis untuk memproduksi dan melepaskan
oksitosin akan masuk kealiran darah ibu dan merasang sel otot
di sekeliling alveoli berkontraksi membuat ASI yang telah
terkumpuldidalamnya mengalir ke saluran-saluran ductus.
Oksitosin akan bekerja memacu refleks pengeluaran ASI atau
refleks oksitosin yang juga disebut “milk let down/milk ejection
reflex (MER)/ let-down reflex (LDR)”. Saat terjadi LDR banyak
ibu merasakan gejala sensasi menggelenyar, geli, gatal, ada yang
merasa sensasi sedikit nyeri juga ada yang merasa rileks namun
ada juga yang tidak merasakan apa-apa sama sekali.
Tanda yang bisa diamati saat terjadinya LDR adalah keluarnya
ASI dari payudara yang sedang tidak digunakan, juga perubahan
pola isapan bayi dari cari cepat dan dangkal menjadi lambat,
dalam dan tanda bayi menelan ASI, terdengar suara bayi
menelan ASI atau terlihat sedikit susu di sudut mulut bayi. Pada
saat ibu memerah LDR bisa diamati dengan tanda keluarnya
aliran ASI yang deras dari payudara. jika ibu memompa atau
memerah ASI, ASI akan tampak memancar ke seluruh arah.
(Yusari dan Risnaeni, 2016:22). Yusari dan Risnaeni, (2016).
Ringkasan tanda dan sensasi reflex oksitosin aktif:
a) Adanya sensasi sakit seperti diperas dia menggelenyar di
dalam payudara sesaat sebelum atau selama menyusui
bayinya.
b) ASI mengalir dari payudaranya saat dia memikirkan bayinya,
atau mendengar bayinya menangis.
c) ASI menetes dari payudaranya yang lain, ketika bayinya
menyusu.
d) ASI mengalir dari payudaranya dalam semburan halus jika
bayi melepaskan payudara saat menyusu.
e) Adanya nyeri yang berasal dari kontraksi rahim, kadang
diiringi dengan keluarnya darah lochia selama menyusui di
hari-hari pertama.
f) Isapan yang terlambat dan tegukan oleh bayi, menunjukan
ASI mengalir dan ditelan oleh bayi.
g) Ibu merasakan haus
Menstimulasi reflek oksitosin aktif atau refleks pengeluaran asi
(let-down reflex) saat penting saat menyusui maupun memerah
ASI untuk mengeluarkan ASI secara efektif dari payudara.
Hanya sedikit ASI yang ada diputing dan tanpa menstimulasi
LDR akan banyak ASI yang masih tertinggal dijaringan
payudara ibu. Yusari dan Risnaeni, (2016). Cara
membangkitkan let-down reflex (LDR) dengan memanggil
oksitosin:
a) Ibu menyusui bayi ditempat yang tenang dan nyaman.
b) Lakukan relaksasi: Mandi air hangat, kompres hangat
dipunggung dan pundak, pijat oksitosin, lakukan relaksasi
pernafasan, minum hangat, packing pikiran-pikiran positif
(hynobreastfeeding)dan ambil posisi yang nyaman.
c) Segera menyusui sebelum bayi menangis kelaparan. Kenali
tanda bayi lapar. Jika bayi terlanjut menangis biasanya ibu
akanpanik dan stress sehingga sulut terjadi LDR.
d) Lakukan kontak kulit dengan bayi: Buka bedongan baju,
sarung tangan bayi, pakaikan popok saja. Jika dingin bisa
pakaikan kaos kaki, topi serta ibu dan bayi berselimut
bersama.Tetap hangat dan tetep terjadi kontak kulit.
e) Rangsangan payudara: Pijat payudara dengan lembut atau
usap kulit payudara dengan sisir dari arah luar ke arah
puting.
f) Lakukan stimulasi puting : Gulung-gulung, gelitikin atau
puntir-puntir diantara jari telunjuk dan jari samapai terasa
sensasi ASI keluar.
g) Kompres hangat dipayudara. Bisa juga menyemprot air
hangat ke payudara (misalnya memakai shower).
h) Ibu juga bisa meminta bantuan untuk memijat oksitosin.
Pijat oksitosin dilakukan dengan cara memijat area di
sekitar tulang punggung (vertebreta thoratica) untuk
merangsang keluarnya oksitosin.
i) Oksitosin juga berfungsi menyebabkan kontraksi rahim.
Kontraksi ini membantu mengurangi pendarahan, namun
dapat menyebabkan nyeri rahim dan keluarnya darah
selama menyusui dibeberapa hari pertama. Nyerinya bisa
sangat hebat.
2. Pemelihara pengeluaran asi susu
Hubungan yang utuh antara hiporilamus dan hipofisis akan
menatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Hormon-
hormon ini sangat perlu untuk pengeluaran pemulaan dan
pemeliharaan penyediaan air susu selama menyusui. Bila susu
tidak di keluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi
darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui
dan berkurangnya rasangan menyusui oleh bayi misalnya
kekuatan isapan yang kurang., frekuensi isapan yang kurang,
serta singkatnya untuk menyusui. Hal ini berarti pelepasan
prolaktin yang cukup diperlukan untuk mempertahankan
pengeluaran airsusu mulai sejak minggu pertama kelahiran.
2.2.1 Tanda Bayi Cukup ASI
Menurut Vivian, dan Sunarsih (2011), Bayi usia 0-6 bulan, dapat
dinilaimendapatkan kecukupan ASI bila mencapai keadaan
sebagai berikut.
1. Bayi minum ASI tiap 2-3 jam atau 24 jam minimal
mendapatkan ASIkali 8 pada 2-3 minggu pertama.
2. Kotoran berwarna kuning dengan frekunsi sering dan warna
menjadilebih muda pada hari kelima setelah lahir.
3. Bayi akan buang air kecil (BAK) paling tidak 6-8x sehari
4. Ibu dapat mendengarkan pada saat bayi menelan ASI.
5. Payudara terasa lebih lembek, yang menandakan ASI telah habis
6. Warna bayi merah (tidak kuning) dan kulit terasa kenyal.
7. Pertumbuhan berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) bayi
sesuaidengan grafik pertumbuhan.
8. Perkembangan motorik baik (bayi aktif dan motoriknya sesuai
denganrentang usianya).
9. Bayi kelihatan puasa, sewaktu-waktu saat lapar akan bangun
dan tidurdengan cukup.
10. Bayi menyusu dengan kuat (rakus), kemudian melemah dan
tidurpulas.

2.2.2 Volume ASI perhari


Produksi ASI selalu berkesinambungan. Setelah payudara
disusukan, maka payudara akan kosong dan melunak. Pada
keadaan ini, ibu tidak akan kekurangan ASI, karena ASI akan terus
diproduksi melalui isapan bayi, dan mempunyai keyakinan mampu
memberi ASI pada bayinya. Dengan demikian, ibu dapat menyusui
secara ekslusif samapi 6 bulan, setelah itu bayi harus mendapatkan
makanan tambahan. Dalam keadaan normal, volume susu
terbanyak dapat diperoleh pada lima menit pertama. rata-rata bayi
menyusu selama 15-25 menit. Bayi normal memerukan 160-165 cc
per kilogram berat badan perhari. Secara alamiah, bayi akan
mengatur kebutuhan sendiri. Semakin sering bayi menyusu, maka
payudara akan memproduksi lebih banyak ASI. Demikian pulu
pada bayi yang lapar atau bayi kembar, dengan semakin kuat daya
isapnya, maka payudara akan semaikin banyak memproduksi ASI.
Produksi ASI berkisar 600 cc sampai 1 liter perhari (Astuti,
Judistiani, Rahmad, Susanti, 2015:188)
1. hari-hari pertama : 10-100 cc
2. usia 10-14 hari : 700 – 800 cc
3. usia 6 bulan : 400 - 700 cc
4. usia 1 tahun : 300 – 350 cc
2.3 Upaya Memperbanyak ASI
Menurut Yusari A, Risneni (2016) Upaya untuk memperbanyak
ASI, diantaranya:
1. Tingkatkan frekuensi menyusui/memompa/memeras ASI. Jika
anakbelum mau menyusu karena masih kenyang, perahlah/pompalah
ASI. Ingat, produksi ASI prinsipnya based on demand sama seperti
prinsip pabrik. Jika makan sering diminta (disusui/diperas/dipompa)
maka makin banyak yang ASI yang diproduksi.
2. Kosongkan payudara setelah anak selesai menyusui. Makin sering
dikosongkan, maka produksi ASI juga makin lancar.
3. Ibu harus dalam keadaaan relaks. Kondisi psikologis ibu
menyusui sangat menentukan keberhasilan ASI eksklusif. Menurut
hasil penelitihan, > 80% lebih kegagalan ibu menyusui dalam
memberikan ASI eksklusif adalah faktor psikologis ibu menyusui.
ingat: 1 pikiran “duh ASI peras saya cukup gak ya?” maka pada saat
bersamaan ratusan sensor pada otak akan memerintahkan hormon
oksitosin (produksi ASI) untuk bekerja lambat. Dan akhirnya
produksi ASI menurut.
4. Hindari pemberian susu formula, Terkadang karena banyak
orangtua merasa bahwa ASInya masih sedikit atau takut anak tidak
kenyang, banyak yang segera memberikan susu formula. Padahal
pemberian susu formula itu justru akan menyebabkan ASI semakin
tidak lancar. Anak relatif malas menyusu atau malah bingung puting
terutama pemberian susu formula dengan dot. Begitu bayi
diberikan susu formula, maka saat ia menyusu pada ibunya akan
kekenyangan. Sehingga volume ASI makin berkurang makin sering
susu formula diberikan makin sedikit ASI yang diproduksi.
5. Hindari penggunaan DOT atau empeng. Jika ibu ingin
memberikan ASI peras/pompa (ataupun memilih susu formula)
berikan ke bayi dengan menggunakan sendok, bukan dot. Saat ibu
memberikan dengan dot, maka anak dapat mengalami bingung
puting (nipple confusion). Kondisi dimana bayi hanya menyusu di
ujung puting seperti ketika menyusu dot.
6. Datang klinik laktasi. Jangan ragu untuk menghubungi atau
konsultasi dengan klinik laktasi.
7. Ibu menyusui mengkonsumsi makanan bergizi.
8. Lakukan Perawatan payudara : Massage/pemijatan payudara dan
kompres air hangat dan air dingin bergantian.
Berikut ini adalah persiapan yang perlu dilakukan untuk
memperlancarpengeluaran ASI :
a. Membersihkan puting susu dengan air atau minyak, sehingga
epitelyang lepas tidak menumpuk.
b. Puting susu ditarik setiap mandi, sehingga menonjol
untukmemudahkan isapan bayi.
c. Bila puting susu belum menonjol, dapat menggunakan
pompa susu atau dengan jalan operasi.
Produksi ASI yang rendah adalah akibat dari :
a. Kurang sering menyusui atau memerah payudara.
b. Apabila bayi tidak bisa menghisap ASI secara efektif, hal ini
terjadi akibat hal-hal berikut ini:
1) Struktur : Mulut dan rahang yang kurang baik.
2) Teknik : Perlekatan yang salah.
3) Kelainan : Endokrin ibu (jarang yang terjadi)
4) Jaringan : Payudara hipoplasti
5) Kelainan : Metabolisme atau pencernaan bayi, sehingga
tidak dapat mencerna ASI
2.4 Upaya Memperbanyak ASI dengan Perawatan Payudara Breast Care
1. Pengertian Breast Care
Perawatan payudara (breast care) adalah suatu tindakan atau pengurutan
pemberian rangsangan secara teratur pada otot-otot payudara untuk
memperbaiki sirkulasi darah, merawat puting payudara agar bersih dan tidak
mudah lecet, serta mempelancar produksi ASI. Dengan perawatan payudara
yang benar, akan dihasilkan produksi ASI yang baik, selain itu bentuk
payudara pun akan tetap baik selama menyusui. Perawatan payudara pasca
persalinan merupakan perawatan payudara semasa hamil. (S. Astuti, Tina,
Lina dan Ari, 2015:52)
2. Tujuan Breast Care
Menurut S. Astuti, Tina, Lina dan Ari, (2015) Tujuan Breast Careyaitu:
a. Menjaga kebersihan payudara agar terhindar dari infeksi.
b. Mengenyalkan puting susu supaya tidak mudah lecet.
c. Menjaga puting susu agar tetap menonjol.
d. Menjaga bentuk payudara tetap baik.
e. Mencegah terjadinya Penyumbatan.
f. Memperbanyak prokduksi ASI.
g. Melancarkan air susu ibu.
h. Mencegah bendungan ASI.
i. Mengetahui adanya kelainan pada payudara.
Jika tidak dilakukan perawatan payudara sedini mungkin, maka
berbagai dampak negatif dapak timbul, yaitu:
a. Puting susu datar atau tenggelam
b. Anak sulit menyusui
c. Waktu keluar ASI sedikit atau terbatas
d. Pembengkakan pada payudara
e. Payudara meradang
f. Payudara kotor
g. Ibu belum siap menyusui
h. Puting akan mudah lecet
3. Prinsip-prinsip
Menurut Idawati, Yusari, dan Risneni, (2014)
a. Perawatan payudara
b. Dikerjakan secara sistematis
c. Memelihara kebersihan sehari-hari
d. Nutrisi ibu menyusui lebih baik dan banyak dari sebelumnya.
e. Memakai BH yang bersih dan menyokong
4. Waktu Pelaksanaan
Pelaksanaan perawatan payudara postnatal dimulai sedini mungkin, yaitu
1-2 hari setelah bayi dilahirkan dan dilakukan sebanyak 2 kali sehari. Pada
saat akan mandi, daerah areola jangan dibasuh dengan sabun karena dapat
menyebabkan kering pada bagian areola. (S. Astuti, Tina, Lina dan Ari,
2015).
5. Persiapan Alat
a. Baby oil secukupnya
b. Kapas secukupnya
c. Waslap 2 buah
d. Handuk bersih 2 buah
e. Bengkok
f. 2 baskom berisi air (hangat dan dingin)
g. Bra yang bersih dan terbuat dari katun.
6. Persiapan Ibu
a. Cuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir dan keringkandengan
handuk
b. Ibu duduk tegak
c. Baju ibu bagian depan dibuka
d. Handuk dipasang dan ditempatkan dibawah payudara
7. Cara perawatan Payudara pada Masa Menyusui.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan perawatan
payudara pasca persalinan, yaitu:
a. Puting susu dikompres dengan kapas minyak selama 3-4 menit,
kemudian dibersihkan dengan kapas minyak tadi.
b. Pengenyalan, yaitu puting susu dipegang dengan ibu jari dan jari
telunjuknya, diputar kedalam sebanyak 5-10 kali dan diputar dan
diputar keluar sebanyak 5-10 kali.
c. Pengurutan payudara, yang terdiri dari pengurutan pertama, kedua,
ketiga, dan keempat.
d. Pengurutan pertama
- Licinkan telapak tangan dengan menggunakan sedikit minyak
atau baby oil
- Letakkan kedua tangan di antara kedua payudara menghadapke
bawah. Mulai dari tengah telapak tangan melingkar payudara
dari bagian tengah ke arah atas, ke samping kanan- kiri
selanjutnya menuju ke arah bawah, lalu ke arah atas dan angkat.
Kemudian, lepaskan tangan dengan cepat kearah depan sehingga
tangan menyangga payudara. Perhatikan gambar berikut ini.
- Lakukan sebanyak 20 kali selama 5 menit.

Gambar 2.1 Pengurutan Pertama


Sumber : Sri Astuti, Tina D.J, Lina R, Ari I. S, (2015).
e. Pengurutan kedua
- Gunakan kembali baby oil untuk melicinkan telapak tangan
- Topang payudara kiri oleh telapak tangan kiri dan jari-jari tangan
kanan saling dirapatkan, lalu buat gerakan memutar dengan dua
atau tiga jari tangan kanan sambil menekan mulai dari pangkal
payudara dan berakhir pada puting susu.
- Lakukan hal yang sma pada payudara kanan dengan gerakan yang
sama.
Gambar 2.2 Pengurutan Kedua
Sumber : Sri Astuti, Tina D.J, Lina R, Ari I. S, (2015).
f. Pengurutan ketiga
- Licinkan telapak tangan dengan baby oil.
- Topang payudara kiri dengan telapak tangan kiri.
- Kepalkan jari-jari tangan kanan seperti
menggenggam, kemudian dengan buku-buku jari
(tulang kepalan), tangan
kanan mengurut payudara kiri dari pangkal ke arah
putingsusu. Untuk payudara kanan, lakukan, gerakan
yang sama
- Lakukan sebanyak 20 kali selama 5 menit.

Gambar 2.3 Pengurutan Ketiga


Sumber : Sri Astuti, Tina D.J, Lina R, Ari I. S,
(2015).
g. Penguratan keempat
- Berikan rangsangan payudara dengan
menggunakan air hangat dan dingin.
Lakukan secara bergantian selama 5menit.
Gambar 2.4 Pengurutan Ketiga
Sumber : Sri Astuti, Tina D.J, Lina R, Ari I. S,
(2015).
h. Menyelesaikan Breast Care Bersihkan dan keringkan
payudara.

2.5 Upaya Memperbanyak ASI dengan Pijat Oksitosin


1. Pengertian Pijat Oksitosin
Pijat stimulasi oksitosin adalah pemijatan pada sepanjang tulang
belakang (vertebrae) sampai tulang costae kelima-keenam dan
merupakan usaha untuk merangsang hormone prolaktin dan
oksitosin setelah melahirkan. Pijat ini berfungsi untuk meningkatkan
hormone oksitosin yang dapat menenangkan ibu, sehingga ASI
otomatis keluar (Astutik, 2014). Pemijatan pada tulang belakang
costae kelima-keenam yang dilakukan pada ibu setelah melahirkan
untuk membantu kerja hormone oksitosin dalam pengeluaran ASI,
mempercepat syaraf parasimpatis menyampaikan sinyal ke otak
bagian belakang untuk merangsang kerja oksitosin dan mengalirkan
ASI agar keluar (Desmawati 2013). Tindakan pijat pada sepanjang
tulang belakang dapat mempengaruhi hormone prolaktin yang
berfungsi sebagai stimulus produksi ASI pada ibu selama menyusui.
Tindakan ini dapat membuat ibu merasa rileks dan melancarkan
aliran syaraf serta saluran ASI pada kedua payudara (Amin, 2011).
2. Langkah - langkah pijat stimulasi oksitosin (Astutik, 2014)
- Ibu duduk bersandar kedepan, lipat lengan di atas meja dan
meletakkan kepala diatas lengannya
- Payudara tergantung lepas tanpa pakaian
- Seseorang memijat disepanjang kedua sisi tulang belakang ibu,
menggunakan ibu jari atau kepalan tangan
- Tekan kuat membentuk gerakan melingkar kecil dengan kedua
ibu jari, pijat mulai dari leher, turun kebawah kearah tulang
belikat selama 2 – 3 menit

Gambar 2.5 Pijat stimulasi oksitosin (Astutik, 2014)


3. Faktor – faktor yang mempengaruhi keberhasilan
pijat stimulasi oksitosin
Ibu harus memperhatikan faktor –faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pijat stimulasi oksitosin yaitu mendengarkan suara bayi
yang dapat memicu aliran yang memperlihatkan bagaimana produksi
susu dapat dipengaruhi secarapsikologi dan kondisi.
Teori yang diungkapkan oleh pilitery (2003) dalam penelitian leli
(2012) bahwa pijatan oksitosin dapat merangsang hipofisis anterior
dan posterior untuk mengeluarkan hormone oksitosin. lingkungan
saat menyusui, rasa percaya diri sehingga tidak muncul persepsi
tentang ketidakcukupan suplai ASI, mendekatkan diri dengan bayi,
relaksasi yaitu latihan yang bersifat merilekskan maupun
menenangkan seperti meditasi, yoga, dan relaksasi progresif dapat
membantu memulihkan ketidakseimbangan saraf dan hormone serta
memberikan ketenangan alami, sentuhan dan pijatan ketika
menyusui, dukungan suami, dan keluarga, minum minuman hangat
yang menenangkan dan tidak dianjurkan ibu minum kopi karena
mengandung kafein, menghangatkan payudara, merangsang putting
susu yaitu menarik dan memutar putting secara perlahan dengan jari
– jari ibu (Astutik, 2014).
BAB III
TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS FISIOLOGIS


TERHADAP Ny. M P2A0 POST PARTUM HARI KE 7
DI PMB ARI SAPTUTI,S.ST

Tanggal/Pengkajian : 12-11-2021 Jam : 15.30 No rekam medis : 001

A. Subjektif

1. Nama Istri : Ny.M Nama Suami : Tn.R


Umur : 30 th : 31 th
Pendidikan : SMA : SMA
Pekerjaan : IRT : IRT
Suku/Bangsa : Jawa : Jawa
Agama : Islam : Islam
Alamat : Sukamulya : Sukamulya
No. Telp :- :

2. Alasan datang ke ( ) RS, () BPM, ( ) Puskesmas


Ibu mengatakan ingin melakukan periksa kunnungan pasca bersalin
3. Keluhan Utama :
Ibu mengatakan tidak ada keluhan yang terlalu signifikan, namun ibu
merasakan ASI nya kurang. Karena setelah menyusu bayi tetap rewel
4. Riwayat Persalinan yang Lalu
Jenis Penolong Komplikasi Lahir Masalah
No. Tanggal JK BB PB
Persalinan persalinan Pukul Nifas
1 25 () Bidan Tidak ada 23.30 Laki- 2700 48 Tidak
Maret Spontan WIB laki gram ada
207 ( ) SC
( ) Vakum
Eks
( ) Forcep
Eks

5. Riwayat persalinan sekarang :


Tempat melahirkan : PMB Ari Saptuti, S.ST
Ditolong oleh : Bidan
Jenis persalinan : Normal Spontan
6. Komplikasi/kelainan dalam persalinan : Tidak ada
Lama Persalinan :- Jam-Menit
7. Lama persalinan
Catatan Waktu :
Kala I : 1 Jam 30 Menit
Kala II : 15 Menit
Kala III : 5 Menit
Ketuban Pecah : Jam 18.15 WIB, () Spontan, ( ) Amniotomi
8. Plasenta : () Spontan, Jam 18.39 WIB
( ) Manual, () Lengkap, Ukuran 25 cm
Berat 500 Gram
9. Pola kebutuhan sehari-hari

Kebutuhan Selama nifas Keluhan


Nutrisi : Makan Normal, 3 kali sehari. 1 porsi Nasi dan Tidak ada
Minum lauk- pauk serta sayuran
Minum > 8 gelas air putih sehari
Eliminasi : BAK BAK Normal Tidak ada
BAB BAB Normal
Istirahat dan Ibu istirahat Ketika bayi tertidur Tidak ada
tidur
Aktivitas Ibu tetap melakukan aktivitas seperti biasanya Tidak ada
Personal hygine Mandi : 2 kali sehari Tidak ada
Ganti pembalut : > 4
kali
Ganti celana dalam > 3 kali
Gosok gigi > 2 kali sehari
Pola seksual Belum melakukan hubungan seksual setelah Tidak ada
persalinan yang sekarang

10. Perilaku kesehatan


Penggunaan alkohol/obat-obatan sejenisnya : Tidak pernah
Merokok ,makan sirih : Tidak Pernah
Penggunaan jamu-jamuan : Tidak Pernah
11. Riwayat Psiko sosial
a. Tanggapan dan dukungan keluarga terhadap masa nifasnya :
- Keluarga sangat membantu dan mendukung ibu dalam masa
nifasnya
b. Tanggapan ibu atas kelahiran : sangat senang dan Bahagia atas
kelahiran anaknya
c. Lingkungan yang berpengaruh
Tinggal dengan siapa : suami dan anak pertama
d. Kepercayaan dan adat-istiadat : Tidak ada
12. Pengetahuan ibu tentang masa nifas : ibu megatakan Sudah mengetahui
tentang masa nifas dari pengalaman terdahulu, serta dari bidan, keluarga
dan media social seperti Instagram, facebook dan internet lainya
B. Objektif
1. Pemeriksaan Umum
a. Kesadaran : () Baik, (-) Cukup, (-) Lemah
b. Kesadaran : () Composmentis, (-) Apatis, (-) Samnolen, (-) Sopor,
(-) Koma
c. TTV
TD : 120/80mmHg () Berbaring, (-) Duduk, (-) Berdiri
R : 21 x/menit () Teratur, (-) Tidak Teratur, (-)
Dalam,
(-) Dangkal
N : 83 x/menit () Teratur, (-) Tidak Teratur
S : 36.5°C () Aksila, (-) Oral, (-) Rektal

2. Pemeriksaan Fisik
a. Wajah : () Tidak Pucat, ( ) Sianosis
b. Mata
Kelopak Mata : Odema (-) Ya, () Tidak
Konjungtiva : () Merah Muda, (-) Pucat, (-) Hiperemi
Sclera : () Putih, (-) Kuning, (-) Perdarahan
c. Mamae : () Tidak Bengkak, (-) Radang,(-)Ada
Benjolan, ()Tidak ada benjolan
Pembesaran : () Simetris, (-) Asimetris
Putting Susu : ()Menonjol, (-) Datar, (-)Tenggelam,(-)Bersih, (-
) Kotor, (-) Hiperpigmentasi
Areola/Papila Pengeluaran : () ASI, (-) Kolostrum
Rasa Nyeri : (-) Ada, () Tidak Ada
d. Abdomen
Konsistensi : () Lunak, (-) Keras
Kandung Kemih : () Kosong, (-) Penuh
e. Punggung dan Pinggang
Posisi : (-) Skiolosis, (-) Lordosis, (-) Kiposis
Pinggang : (-) Nyeri, () Tidak ada nyeri
f. Ekstremitas atas dan bawah
Ekstremitas bagian atas
Oedema : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Kekakuan Otot dan Sendi : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Ketegangan : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Kemerahan : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Ekstremitas bagian bawah
Oedema : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Varises : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Ketegangan : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Kemerahan : (-) Kanan (+/-), (-) Kiri (+/-)
Reflek Patella : (+) Kanan (+/-), (+) Kiri (+/-)
Tanda Hofman : Tidak ada
3. Pemeriksaan Kebidanan
a. Uterus : TFU : pertengahan pusat dan sympisis
b. Kontraksi : baik
c. Anogetalia : Normal
d. Pengeluaran pervaginam : lochea () Sanguinolenta
Perdarahan (-)
e. Perineum : () Utuh, Robekan tingkat (-),
(-) Episiotomi, (-) Anastesi,
Jahitan dengan : -
Keadaan luka : -
Tanda radang : Tidak ada
f. Perdarahan : Kala I ± 25ml, Kala II ± 100 ml
Kala III ± 50ml, Kala IV ± 50
ml Selama Operasi : - ml
g. Tindakan Lain : (-) Infus cairan, (-) Transfusi darah, (-) Golongan
4. Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal : 12 November 2021
Hb : 12,0 gr/dl

C. ASSESMENT
1. diagnosa/masalah kebidanan :
- Ny. M usia 30 th P2A0 Post partum hari ke 7
2. diagnosa/masalah potensial : Tidak ada (jika tidak ada tidak perlu ditulis)

D. PLANNING OF ACTION
Tanggal : 12 November 2021
1. Memberikan informasi hasil pemeriksaan kepada ibu dalam keadaan baik
dan tidak ada masalah/kelainan. TTV ibu dalam batas normal, dari hasil
pengkajian dan pemeriksaan obyektif semua dalam batas normal
Rasional : agar ibu mengetahui hasil pemeriksaan yang telah dilakukan
padanya Dengan hasil baik dan tidak ada masalah
Evaluasi : ibu sudah mengetahui dan sangat senang akan hassil
pemeriksaan yang telah dilakukan
2. Menjelaskan pada ibu bahwa keluahan yang ia rasakan mengenai Produksi
ASInya berkurang, dapat disebabkan oleh beberapa factor. Seperti :
makanan ibu, alat kontrasepsi, isapan bayi dan frekuensi bayi menyusu,
hormone prolactin, dan hormone oksitosin, piskologis ibu, serta Teknik
menyusui juga mempengaruhi produksi ASI. Upaya dalam memperbanyak
ASI dapat dilakukan dengan metode Farmakologi dan Non Farmakologi
seperti Perawatan payudara dan pijat oksitosin. Jika ibu bersedia bidan
akan menjelaskan dan memperagarakan cara perawatan payudara dengan
metode breast care dan pijat oksitosin.
Rasional : agar ibu mengetahui factor penyebab terjadinya produksi ASI
berkurang dan upaya memperbanyak ASI
Evaluasi : ibu mengerti, dan ibu ingin mengetahui bagaimana cara
perawatan payudara dan pijat oksitosin.
3. Melakukan Informed consent dan choice pada ibu untuk dilakukannya
perawatan payudara (breast care) dan pijat oksitosin pada ibu sebelum
dilakukan Tindakan.
Rasional : agar ibu dan bidan melakukan persetujuan terlebih dahulu
sebelum dilakukannya intervensi tersebut dan mencegah terjadinya
kesalahapahaman antara bidan dan ibu.
Evaluasi : ibu mengerti dan bersedia dilakukan breast care dan pijat
oksitosin
4. Menjelaskan dan memperagarakan Breast care dan pijat oksitosin
a. Breast care
Langkah 1. Langkah 2. Langkah 3
- Beri baby oil di telapak
- Topang payudara kiri
tangan
- Topang payudara kiri
oleh telapak tangan kiri dengan telapak tangan kiri.
- Letakkan kedua tangan
di antara kedua payudara
dan jari-jari tangan - Kepalkan jari-jari tangan kanan
kanan saling dirapatkan, seperti menggenggam,kemudian
menghadapke bawah. lalu buat gerakan dengan buku-buku jari (tulang
- Mulai dari tengah memutar dengan dua kepalan), tangan kanan mengurut
telapak tangan atau tiga jari tangan payudara kiri dari pangkal ke
melingkar payudara dari kanan sambil menekan arah putingsusu. Untuk payudara
bagian tengah ke arah mulaidari pangkal kanan, lakukan, gerakan yang
atas, ke samping kanan- payudara dan berakhir sama
kiri selanjutnya menuju pada puting susu.
ke arah bawah, lalu ke - Lakukan sebanyak 20 kali
- Lakukan hal yang sma selama 5 menit
arah atas dan angkat.
pada payudara kanan
Kemudian, lepaskan
dengan gerakan yang Langkah 4.
tangan dengan cepat sama. - Berikan rangsangan payudara
kearah depan sehingga
tangan menyangga dengan menggunakan air hangat
payudara. dan dingin. Lakukan secara
bergantian selama 5menit
- 20 kali selama 5 menit.
- Menyelesaikan Breast Care
Bersihkan dan keringkan
payudara.

b. Pijat Oksitosin
- Ibu duduk bersandar kedepan, lipat lengan di atas meja dan
meletakkan kepala diatas lengannya
- Payudara tergantung lepas tanpa pakaian
- Seseorang memijat disepanjang kedua sisi tulang belakang ibu,
menggunakan ibu jari atau kepalan tangan
- Tekan kuat membentuk gerakan melingkar kecil dengan kedua ibu
jari, pijat mulai dari leher, turun kebawah kearah tulang belikat
selama 2 – 3 menit
Rasional : agar ibu dapat melakukan Breast care dan pijat oksitosin
Evaluasi : ibu mengerti dan dapa kooperatif serta mampu memperagakan
Kembali breast care dan pijat oksitosin yg dibantu oleh suaminya
5. Menganjurkan ibu untuk istirahat yang cukup, minimal 8 jam /hari, ibu
istirahat Ketika bayi tidur atau jika bayi tidak rewel
Rasional : agar kebutuhan istirahat ibu tercukupi dan ibu dapat beristirahat
Evaluasi : ibu bersedia untuk itsirahat jika bayi tertidur dan tidak rewel
6. Menjelaskan pada ibu tanda bahaya nifas yang biasanya sering terjadi pada
ibu selama menyusui ini, yaitu payudara terasa sakit, merah, dan terasa
panas, yang terburuk adalah payudara bisa berisi nanah jika tidak teratasi
sehingga menyebabkan demam dan infeksi pada payudra. Hal ini dapat
disebabkan oleh perawatan payudara yang tidak benar, menyusui dengan
teknik yang tidak tepat, frekuensi menyusui yang tidak teratur, serta
saluran asi yang tersumbat
Rasional : agar ibu mengetaui tanda bahaya nifas yang dapat terjadi jika
ibu tidak melakukan perawatan payudara atau teknik menyusui yang
benar.
Evaluasi : ibu sudah mengerti
7. Menjelaskan pada ibu cara melakukan teknik menyusui yang benar
Rasional : agar ibu mengetahui cara melakukan teknik menyusui yang
benar Evaluasi : ibu sduah mengerti dan dapat memperagakan cara
melakukan teknik menyusui yang benar
8. Menganjurkan ibu melakukan follow up atau memberikan pertanyaan jika
ibu tidak mengerti dengan penjelasan yang sudah diberikan bidan
Rasional : agar jika ada yang tidak ibu mengerti bidan dapat menjelaskan
Kembali
Evaluasi : ibu sudah mengerti dan dapat melakukan follow up
9. Menjelaskan pada ibu kapan kunjungan ulang Kembali yaitu pada tanggal
19 November 2021
Rasional : agar ibu mengetahui kunjungan ulang berikutnya
Evaluasi : ibu mengerti dan bersedia melakukan kunjungan ulang
CATATAN PERKEMBANGAN
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS
PADA NY. M USIA 30 TAHUN P2A0 POST PARTUM 14 HARI

Tanggal : 19 November 2021

Data Subjektif :
1. Ibu mengatakan ASI nya banyak keluar, bayi nya hanya diberikan ASI saja,
2. Ibu mengatakan tetap melakukan Breast Care dan pijat Oksitosin di rumah,
pijat oksitosin dibantu oleh suami atau kakak perempuannya di Rumah
3. Ibu mengatakan bayinya tidur dengan nyenyak dan durasi lebih lama

Data Obyektif :
1. Pemeriksaan Umum :
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran : Komposmentis
c. Keadaan emosisonal :
Baik d.
2. Tanda-Tanda Vital :
a. Tekanan Darah : 120/70 mmHg
b. Nadi : 80 kali/ menit
c. RR : 21 kali/ menit
d. Suhu : 36.7oC
3. Pemeriksaan fisik
a. Kepala : normal, rambut tidak rontok banyak, tidak ada benjolan ataupun
massa
b. Muka : Normal, simetris, tidak odema
c. Mata : normal. Tidak ikterik dan tidak anemis
d. Leher : tidak ada nyeri tekan, tidak ada pembengkakan kelenjar thyroid,
kelenjar getah bening, maupun vena jugularis eksterna
e. Dada : normal, simetris, pernapasan normal, bunyi jantung lup dup
f. Payudara : Normal tidak ada nyeri tekan, tidak ada masa, tidak ada
kemerahan tanda-tanda infeksi, pengeluaran ASI
g. Abdomen : tidak ada masa, TFU sudah tidak teraba, tidak asites, dan
pembesaran normal
h. Ekstermitas :
- Atas : pergerakan normal dan tidak ada keluhan
- Bawah : pergerakan Normal, reflek patella ada kanan dan kiri, tidak ada
tanda hofman, dan tidak ada varises
i. Anogenital
- Vulva dan Vagina : bersih, tidak ada pembengakakn kelenjar bartholini,
dan tidak ada varises, tidak ada tanda-tanda infeksi
- Pengeluaran : lochea serosa (kecoklatan)
- Perenium : tidak ada tandatanda infeksi

Assesment :
Ny. M usia 30 tahun P2A0 post partum hari ke 14

Planning of Action
1. Menginformasikan pada ibu tentang hasil pemeriksaan: keadaan umum ibu
baik, kesdaran composmentis, TD : 120/80 mmHg, N : 80x/menit, S : 36,7
o
C, RR : 21x/menit, payudara ada pengeluaran ASI
Evaluasi : Ibu mengerti dengan penjelasan yang deberikan dan senang
dengan hasil pemeriksaan
2. Melakukan evaluasi pada ibu tentang perawatan payudara breast care dan
pijat oksitosin yang telah didapatkan dan diterapkan. dengan
mempertanyakan ibu kualitas tidur bayinya, memerah ASI dan melakukan
penimbangan berat badan bayi
Evaluasi : ibu mengatakan bayinya tidur nyenyak dan durasi tidur lebih
lama setelah menyusui. Setelah ibu mengkonsumsi kapsul daun kelor
selama seminggu ini. Berat badan bayi bertambah
3. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
Evaluasi : ibu mengatakan saat ini ibu makan 3x/ hari dan banyak minum air
6-7 gelas/hari, dan ibu punya waktu untuk istirahat jika bayi sudah tidur
4. Memastikan ibu menyusui dengan baik mengingatkan ibu agar tetap
memberikan ASI pada bayinya sesering mungkin sambil menyuruh ibu
menyusui bayinya dan hanya memberikan ASI saja sampai bayi berumur 6
bulan.
Evaluasi : Ibu memahami penjelasan yang diberikan dan berniat
memberikan ASI saja pada bayinya sampai umur 6 bulan seperti anak
pertamanya terdahulu.
5. Menjelaskan pada ibu senam nifas, karena senam nifas memiliki manfaat
yang sangat baik untuk membantu pemulihan organ-organ tubuh ibu
Kembali seperti semula, agar ibu mengetahui manfaat senam nifas dan dapat
melakukan senam nifas di rumah
Evaluasi : ibu mengerti dan bersedia melakukan senam nifas
6. Memberikan dukungan pada ibu dan memberikan pujian pada ibu bahwa
ibu sudah cukup baik dalam masa nifas dan melakukan perawatan bayinya
dengan baik. agar ibu merasa mendapatkan dukungan dan ibu tidak merasa
sendiri sehingga mencegah terdajinya baby blues
Evaluasi : dukungan dan pujian sudah diberikan pada ibu
7. Melakukan follow up pada ibu dan memberikan ibu kesempatan bertanya
tentang masa nifas maupun perawatan bayinya. Sehingga bidan mengetahui
apakah ibu memahami penjelasan yang telah diberikan bidan. Serta
kesempatan ibu bertnya untuk membantu ibu dalam mengambil keputusan
dan mendapatkan informasi yang ingin ia ketahui
Evaluasi : ibu dapat melakukan follow up dengan baik.

Pratikan

(………………)

Mengetahui

Pembimbing Lahan Pembimbing Akademik

(…………………) (.………………..)
NIP NIK
BAB IV
PEMBAHASAN

Studi kasus asuhan kebidanan pada Ny. M dilakukan berdasarkan subjektif


dari hasil pengkajian penulis kepada ibu dan data objektif dengan inspeksi dan
pemeriksaan fisik terhadap ibu nifas hari ke 7, yaitu tanggal 12 November 2021 di
PMB Ari Saptuti, S.ST. Ibu mengatakan Produksi ASInya sedikit sehingga ibu
khawatir karena bayinya rewel dan menangis terus Pengeluaran ASI yang normal
hari pertama adalah 10-100 cc perhari sedangkan hari kedua 150-300 cc perhari
sedangkan pada kasus Ny. M pengeluaran ASI pada hari ke 7 kurang dari 150 cc
perhari.
Pada hal ini penulis sudah memberikan asuhan dengan menjelaskan faktor
apa saja yang dapat menghambat proses pengeluaran ASI, memberikan dukungan
dan motivasi kepada ibu serta mengajarkan ibu cara melakukan perawatan
payadara (Breastcare) dan pijat Oksitosin kemudian menganjurkan untuk
dilakukan secara rutin pagi dan sore, pijat oksitosin pada pagi hari dilakukan
dengan saya sedangkan sorenya dilakukan dengan suaminya atau kakak
perempuannya di rumah.
Pada 2 minggu setelah persalinan dilakukan pemeriksaan, ibu dalam
keadaan baik, TTV dalam batas normal yaitu TD : 120/80 mmHg, Suhu : 36,7 ºC,
R : 21x/menit, dan nadi : 80x/menit. Tinggi fundus uteri diatas simfisis, kontraksi
baik. Pengeluaran ASI normal dan ibu mengatakan bayinya sering menyusui 2-3
jam sekali. Pengeluaran lochea berwarna kuning kecoklatan (serosa), dan tidak
ada komplikasi pada ibu. Dalam upaya pengeluaran ASI ada 2 hal yang
mempengaruhi yaitu produksi dan pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi oleh
hormon prolactin dan pengeluaran ASI dipengaruhi hormon oksitosin. Ibu
menyusui penting menjaga suasana hati dan jiwa dalam kondisi baik dan bahagia.
Bila ibu mengalami kecemasan, stress maka produksi oksitosin bisa terhambat dan
pada akhirnya akan menghambat proses keluarnya ASI. (Wulandari. F.T,dkk,
2014).
Pada kasus ini penatalaksanaan yang diberikan menurut penulis tidak
ditemukan kesenjangan antara teori dan praktik. dengan jurnal penelitihan
Rahayuningsih 2016 “Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin pada
Produksi ASI: Kajian di RSUD Sukoharjo”. Populasi yang digunakan adalah
semua ibu post partum. Kelompok Intervensi yaitu 30 Ibu Nifas dengan volume
ASI 10 ml – maksimal 50 ml, usia 20-35 Tahun dan dilakukan selama sehari
minimal 1 kali dan maksimal 3 kali. Dengan hasil Perawatan payudara dan pijat
oksitosin secara signifikan dapat meningkatkan produksi ASI. Ibu nifas
dianjurkan untuk melakukan perawatan payudara dan pijat oksitosin, guna
meningkatkan produksi ASI. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemberian
metode perawatan payudara Breast care dan pijat oksitosin sangat efektif untuk
memperbanyak produksi ASI pada ibu Nifas
BAB V
SIMPULAN

5.1 Simpulan
Dapat disimpulkan, pada langkah penerapan Asuhan Kebidanan
pada Ny. M usia 30 tahun P2A0 ini tidak ada kesenjangan antara teori dan
praktik, serta proses produksi ASI dapat berjalan lancar dan normal di hari ke
8 dan dilakukan evaluasi pada hari ke 14 masa nifas. Maka dapat dikatakan
metode breastcare, pijat oksitosin, berhasil untuk memperbanyak produksi
ASI pada masa nifas.

5.2 Saran
5.2.1 Bagi Universitas Aisyah Pringsewu
Agar insitusi pendidikan khususnya dibidang kesehatan untuk
mempromosikan manfaat ASI dengan cara memberikan pelatihan atau
mengajarkan tentang perawatan payudara dan terapi pijat oksitosin
kepada mahasiswa agar dengan mudah tersebar luas melalui kegiatan-
kegiatan komunitas ataupun penelitian-penelitian. Sehingga keluarga
ibu postpartum dapat mengetahui teknik melakukan pijat oksitosin yang
sangat banyak manfaatnya.
5.2.2 Bagi Mahsiswa
Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan salah satu
referensi dalam suatu penelitian selanjutnya terutama dalam pemberian
pojat oksitosin terhadap kelancaran ASI ibu nifas
5.2.3 Bagi PMB Ari saptuti, S.ST.
Diharapkan PMB Ari saptuti, S.ST dapat meningkatkan
pemantauan pelayanan pada ibu post partum, serta dapat menjadikan
Perawatan Payudara dan pijat oksitosin dalam terapi komplementer
Asuhan kebidanan pada ibu nifas. Serta memberikan pendidikan pada
Bidan pelaksana di PMB maupun ibu nifas untuk melakukan perawatan
payudara dan pijat oksitosin.
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati ER, Wulandari D. (2010). Asuhan Kebidanan Nifas. Jogjakarta: Nuha


Medika.

Anggraini Y.(2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta: Pustaka Rihama

Annisakarnadi. (2014). Let Down Reflex dan Pijat Oksitosin : Dunia Sehat

Astuti, S., Tina, J., Lina, R., & Ari, I, S. (2015). Asuhan Kebidanan Nifas dan
Menyusui. Jakarta: Erlangga.

Dewi, V.N.L dan T. Sunarsih. 2011. Asuhan Kebidanan pada Ibu Nifas. Jakarta :
Salemba Medika

Endah, N, S., dan I, Masdinarsah. 2011. Pengaruh Pijat Oksitosin terhadap


Pengeluaran Kolostrum Pada Ibu Post Partum di Ruang Kebidanan
Rumah Sakit Muhammadiyah. Skripsi.Stikes Jendral A. Yani
Cimahi. Bandung

Marmi, (2014). Asuhan Kebidanan Masa Nifas "Peurperium Care". 2 ed.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Maritalia, Dewi. 2012. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Yogyakarta :


Pustaka Pelajar

Yeyeh Rukiah & Lia Yulianti, 2018. Buku Saku Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Masa Nifas. 1 ed. Jakarta Timur: CV. Trans Info Media.

Yusari Asih & Risnesi, 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas da Menyusui. 1
ed. Jakarta Timur: CV. Trasn Info Media.

Walyani, E, S., & Endang, P. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas & Menyusui.
Yogyakarta: PT Pustaka Baru.
LAMPIRAN
Telaah jurnal (PICO)

Nama : Melia Indrawati

Judul : Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin pada Produksi ASI:
Kajian di RSUD Sukoharjo

e-ISSN: 2549-0257
http://thejmch.com/index.php?journal

1. Pasien, populasi, Problem :


30 Ibu Nifas dengan volume ASI 10 ml – maksimal 50 ml, usia 20-35
Tahun.
2. Intervensi :
Perawatan Payudara dan Pijat oksitosin
3. Comparison (Pembanding)
Tidak diberikan Intervensi
4. Outcome (Hasil):
Perawatan payudara dan pijat oksitosin secara signifikan dapat
meningkatkan produksi ASI. Ibu nifas dianjurkan untuk melakukan
perawatan payudara dan pijat oksitosin, guna meningkatkan produksi ASI
Diterjemahkan dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia - www.onlinedoctranslator.com

Rahayuningsih et al./ Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin

Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin


pada Produksi ASI:
Kajian di RSUD Sukoharjo
Tutik Rahayuningsih1), Ambar Mudigdo2), Bisma Murti2,3)

1)Sekolah Politeknik Kesehatan, Poltekkes Bhakti Mulia, Surakarta


2)Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta
3)Program Magister Kesehatan Masyarakat, Universitas Sebelas Maret, Surakarta

ABSTRAK

Latar belakang: Prevalensi pemberian ASI eksklusif di Sukoharjo tahun 2015 sebesar 39,05% masih jauh di
bawah target nasional sebesar 80%. Sebuah penelitian telah menunjukkan bahwa pijat oksitosin
meningkatkan pelepasan hormon oksitosin (OT), dan akhirnya menurunkan hormon adrenokortikotropin
(ACTH), oksida nitrat (NO), dan beta-endorphin (BE). Pelepasan hormon OT ini akan meningkatkan ejeksi
ASI, yang memfasilitasi produksi ASI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perawatan
payudara dan pijat oksitosin terhadap produksi ASI pada ibu nifas.
Subyek dan metode: Penelitian ini merupakan Randomized Controlled Trial (RCT), yang dilakukan di
Rumah Sakit Sukoharjo, Jawa Tengah 19 Oktober hingga 18 November 2016. Sebanyak 90 ibu nifas
dipilih secara acak dan kemudian dialokasikan ke dalam kelompok perawatan payudara dan kelompok
pijat oksitosin. Variabel terikat adalah produksi ASI. Variabel bebas adalah perawatan payudara dan
pijat oksitosin. Perubahan produksi ASI sebelum dan sesudah intervensi antara kedua kelompok diuji
dengan uji Mann-Whitney.
Hasil: Peningkatan produksi ASI pada kelompok perawatan payudara dan pijat oksitosin (mea = 17,37,
SD= 9,70) lebih besar dibandingkan dengan kelompok kontrol (mean=1,58, SD=1,69), dan signifikan
secara statistik (p<0,001). .
Kesimpulan: Perawatan payudara dan pijat oksitosin secara signifikan dapat meningkatkan
produksi ASI. Ibu nifas dianjurkan untuk melakukan perawatan payudara dan pijat oksitosin, guna
meningkatkan produksi ASI.

Kata kunci: perawatan payudara, pijat oksitosin, produksi ASI.

Koresponden:
Tutik Rahayuningsih. Sekolah Politeknik Kesehatan, Poltekkes Bhakti Mulia, Surakarta.
Email: tutikrahayu_abm@yahoo.co.id.

LATAR BELAKANG meningkatkan daya tahan, kecerdasan, dan kasih


Air Susu Ibu (ASI) adalah air susu yang sayang dengan ibunya (Roesli, 2013).

diproduksi oleh manusia untuk bayi dan Berdasarkan data survei Demografi

merupakan sumber nutrisi utama bagi bayi yang Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 20-12 tentang

belum dapat mencerna makanan padat. Menurut AKB di Indonesia, terdapat 32 kematian per 1.000

Nugroho (2014) ASI merupakan makanan alami kelahiran hidup. Angka tersebut lebih tinggi dari

pertama bagi bayi, mengandung semua energi angka kematian bayi yang diharapkan dalam

dan zat gizi yang dibutuhkan bayi di bulan MDG's pada tahun 2015 yaitu 23 per 1.000

pertama kehidupannya. ASI Eksklusif adalah kelahiran hidup (Kementerian Kesehatan, 2014).

pemberian ASI tanpa makanan tambahan lain AKB di Indonesia tahun 2012 akibat kurangnya

pada bayi usia 0-6 bulan (Nurheti, 2010). ASI pemberian ASI pada bayi usia kurang dari 6

Eksklusif memberikan banyak manfaat bagi bayi, bulan mencapai 54% pada bayi usia 2-3 bulan,

seperti untuk nutrisi, 19% pada bayi usia 7-9 bulan,

e-ISSN: 2549-0257 101


Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak (2016), 1(2): 101-109https://
doi.org/10.26911/thejmch.2016.01.02.05

13% bayi di bawah 2 bulan telah diberikan


susu formula dan 1 dari 3 bayi berusia 2-3 fungsi menyusui dan isapan bayi yang
bulan telah diberikan makanan tambahan menyebabkan ibu menjadi malas dan
(Pusat Laktasi Indonesia, 2012). menunda untuk menyusui bayinya. Dari
Salah satu faktor penyebab tingginya pengkajian awal didapatkan 10 ibu nifas.
AKB ini adalah rendahnya cakupan ASI Pada hari pertama, ASI dari 6 subjek
eksklusif, karena tanpa ASI eksklusif bayi penelitian (60%) belum keluar. Para ibu
lebih rentan terhadap berbagai penyakit mengeluh bahwa mereka memiliki
yang meningkatkan angka kesakitan dan persediaan susu yang rendah, dan khawatir
kematian. Pemberian ASI eksklusif bayinya tidak disusui sehingga mereka
membantu menurunkan AKB sebesar 13% memilih untuk memberikan susu formula.
(Roesli, 2013). Fakta di rumah sakit menunjukkan
Data laporan yang dikeluarkan oleh rendahnya produksi dan ejeksi ASI pada ibu
SDKI 2007 menunjukkan cakupan ASI nifas pada hari pertama setelah melahirkan
eksklusif pada bayi usia 0-6 bulan sebesar menjadi kendala dalam pemberian ASI dini.
32%. Sedangkan SDKI melaporkan pada Sebuah studi oleh Nilamsari et al. (2014)
tahun 2012 terjadi peningkatan bayi yang menunjukkan bahwa 60% dari 47 ibu nifas
mendapatkan ASI eksklusif sebesar 42%. memiliki suplai ASI yang rendah pada hari
Jumlah hasil survei ini jelas di bawah target pertama sampai hari ketiga setelah
WHO untuk cakupan ASI minimal 50%. melahirkan. Penelitian Isnaini (2015)
Cakupan ASI eksklusif di Indonesia masih menunjukkan bahwa dari 78 ibu nifas, 44
di bawah target yaitu bayi usia 0-6 bulan (56,4%) ibu nifas mengeluh tidak ada ASI
dengan angka cakupan 61,5%, pada hari pertama nifas, dan 13 (16,6%) ibu
sedangkan cakupan ASI eksklusif tahun nifas mengeluh. tentang suplai ASI yang
2012 sebesar 33,6%, dan tahun 2013 rendah dan 21 (27%) post partum mengeluh
sebesar 54,3%. ASI tidak keluar dengan lancar
Cakupan ASI eksklusif di Jawa Tengah pada menyebabkan ibu memilih susu formula.
tahun 2011 sebesar 45,86%, pada tahun Menurut Cox (2006) ibu yang tidak menyusui
2012 menjadi 25,06% dan pada tahun bayinya pada hari-hari pertama disebabkan
2013 menjadi 57,67%, angka tersebut oleh kecemasan dan kecemasan ibu.
masih jauh dari target nasional cakupan ketakutan akan produksi ASI yang rendah
ASI eksklusif pada tahun 2014 yaitu dan kurangnya pengetahuan ibu tentang
sebesar 80%. proses menyusui. Dua puluh empat jam
Cakupan ASI Eksklusif di Kabupaten setelah melahirkan merupakan momen yang
Sukoharjo 54,73% dan cakupan ASI sangat penting bagi keberhasilan menyusui
Eksklusif di RS Sukoharjo sebesar 39,05%, selanjutnya.
dimana Dinas Kesehatan Kabupaten Ketidakcukupan produksi ASI menjadi
Sukoharjo menargetkan bayi mendapat alasan utama seorang ibu berhenti
ASI Eksklusif sebesar 65% (Kemenkes menyusui sejak dini. Ibu merasa ASI tidak
2014, Pangesti et al. ., 2015). cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi dan
mendukung penambahan berat badan bayi.
Berdasarkan wawancara dengan Perawatan yang efektif untuk meningkatkan
Kepala Ruang Bersalin RSUD Sukoharjo produksi ASI antara lain perawatan
diperoleh data ibu nifas belum menyusui payudara dengan menjaga kesehatan
bayinya karena kelelahan saat persalinan, payudara dan pijat payudara, senam
tidak mengetahui payudara dan pijat oksitosin.

102 e-ISSN: 2549-0257


Rahayuningsih et al./ Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin

Perawatan payudara bertujuan untuk SUBJEK DAN METODE


melancarkan peredaran darah dan mencegah Desain penelitian ini adalah Randomize
tersumbatnya saluran produksi ASI sehingga Controlled Trial (RCT). Penelitian dilakukan
dapat memperlancar aliran ASI selama menyusui. pada tanggal 19 Oktober hingga 18 November
Pijat oksitosin adalah pijatan pada bagian 2016 di RS Sukoharjo. Populasi penelitian
sepanjang tulang belakang hingga tulang rusuk adalah ibu nifas. Teknik pengambilan sampel
ke-5 dan ke-6 yang merupakan upaya untuk yang digunakan adalah simple random
merangsang hormon prolaktin dan oksitosin sampling, 90 sampel ibu nifas. Teknik
setelah melahirkan dan dapat menenangkan ibu, pengumpulan data dilakukan dengan
sehingga ASI dapat keluar (Widiyanti, 2014). menggunakan check list. Analisis data
Tujuan penelitian ini adalah untuk dilakukan dengan menggunakan IBM SPSS
menganalisis pengaruh perawatan 22.
payudara dan pijat oksitosin terhadap
produksi ASI pada ibu nifas di RS HASIL
Sukoharjo Jawa Timur. 1. Karakteristik mata pelajaran
Karakteristik subjek penelitian ditunjukkan
Tabel 1. Karakteristik subjek penelitian pada Tabel 1.
Variabel n Berarti median SD min. Maks.
Usia ibu (thn) 90 28.38 28.00 5.515 18 42
Produksi ASI sebelum 90 1.22 0.00 1.970 0 10
perawatan (cc)
Produksi ASI setelah perawatan (cc) 90 8.13 3,00 10.925 0 50

Perbedaan 90 6.91 2.50 9.485 -3 40

Berdasarkan Tabel 1.30 subjek penelitian yang


sedangkan hasil post test produksi ASI yang
melakukan perawatan payudara dan pijat
dihasilkan maksimal 50 cc.
oksitosin dan 60 subjek penelitian sebagai
B. Uji normalitas
kelompok kontrol sebagian besar didominasi
Hasil uji normalitas pada kelompok
oleh ibu usia 20-35 tahun sebanyak 76 orang
perlakuan dan kelompok kontrol
(84,4%) dan kelompok terendah ibu dengan
diperoleh hasil p<0,001 maka data
usia <20 tahun. tahun sebanyak 6 orang
berdistribusi tidak normal.
(6,7%). Karakteristik sampel data berkategori
C. Analisis Bivariat
kelompok intervensi dan kelompok kontrol dan
Hasil analisis bivariat perbedaan produksi
90 subjek pada kelompok intervensi penelitian
ASI sebelum dan sesudah perawatan
sebanyak 30 orang (33,33%) dan kelompok
payudara dan pijat oksitosin ditunjukkan
kontrol sebanyak 60 orang (66,7%).
pada Tabel 2.
2. Pengujian Hipotesis
A. Analisis univariat
Analisis univariat disajikan tentang
pengaruh perawatan payudara dan pijat
oksitosin terhadap hasil pra produksi ASI
yang diproduksi maksimal 10 cc
Tabel 2. Hasil Uji Mann Whitney Perubahan Produksi ASI Sebelum dan
Setelah Perlakuan Antara Kelompok Intervensi dan Kelompok Kontrol
Variabel n Berarti median SD P

e-ISSN: 2549-0257 103


Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak (2016), 1(2): 101-109https://
doi.org/10.26911/thejmch.2016.01.02.05

Perawatan payudara dan kontrol pijat


oksitosin
30 17.57 15.00 9.70 <0.001
60 1.58 1.00 1.69
Tabel 2 menunjukkan perbedaan yang signifikan Pijat tocin akan terasa tenang, rileks,
secara statistik dalam produksi ASI antara meningkatkan ambang nyeri dan sayang
kelompok yang diberikan perawatan payudara + pada bayi, sehingga merangsang pelepasan
pijat oksitosin dan kelompok kontrol. Ibu nifas hormon oksitosin dan mempercepat
yang diobati dengan pijat payudara dan oksitosin pengeluaran ASI (Endah, 2011).
menghasilkan ASI lebih banyak daripada Penelitian ini melakukan tindakan
kelompok yang tidak diobati. (Berbeda rerata simultan pijat payudara dan oksitosin.
perlakuan = 17,57, SD = 9,70; selisih rerata Perawatan payudara adalah pemijatan
kontrol = 1,58, SD = 1,69; p <0,001). payudara dengan memberikan rangsangan
Hasil penelitian menunjukkan rerata ± pada duktus laktiferus, sedangkan pijat
SD pre test dan post test pada kelompok oksitosin adalah pemijatan sepanjang tulang
intervensi adalah 17,57 ± 9,70 dan pada belakang hingga tulang rusuk ke-5 dan ke-6
kelompok kontrol adalah 1,57 ± 1,69. Hal ini pada tubuh ibu. Tujuan dari tindakan
menunjukkan bahwa Ho ditolak dan Ha kombinasi ini merangsang pengeluaran
diterima, artinya ada pengaruh positif hormon oksitosin untuk menghasilkan susu.
perawatan payudara dan pijat oksitosin Intervensi dilakukan berdasarkan Standar
terhadap produksi ASI. Operasional Prosedur (SOP) yang diberikan
kepada ibu nifas.
DISKUSI Menurut Sulistyawati (2009)
ASI Eksklusif adalah makanan pertama, kombinasi kedua metode tersebut
utama dan terbaik yang alami untuk bayi. menghasilkan peningkatan produksi ASI
Manfaat ASI begitu besar karena dapat melalui rangsangan sentuhan pada
mengurangi risiko bayi terkena penyakit. payudara dan punggung ibu yang akan
Selain itu, menyusui membantu merangsang produksi oksitosin sehingga
pertumbuhan dan perkembangan terjadi kontraksi sel-sel mioepitel.
kecerdasan anak. Tidak semua ibu nifas Ibu nifas merasakan sakitnya
mengeluarkan ASI karena terdapat persalinan dan menyebabkan ibu malas
interaksi yang sangat kompleks antara menyusui bayinya sehingga menunda
rangsangan mekanik, saraf, dan berbagai pemberian ASI di hari-hari pertama
hormon yang mempengaruhi pengeluaran kelahiran. Keterlambatan proses menyusui
oksitosin untuk membantu produksi ASI menyebabkan bayi mengalami defisiensi
(Prasetyono, 2009). nutrisi, hubungan emosional dengan ibu
Oleh karena itu perlu dilakukan terganggu dan kontraksi kontraksi mioepitel
pengeluaran ASI pada ibu nifas. Dalam hal menurun. Jika proses menyusui tertunda,
ini ada dua proses yaitu produksi dan maka dapat diambil tindakan alternatif
pengeluaran. Produksi ASI dipengaruhi dengan memberikan perawatan payudara
oleh hormon prolaktin sedangkan untuk meningkatkan produksi ASI.
pengeluarannya dipengaruhi oleh hormon Hasil penelitian menjelaskan bahwa perawatan

oksitosin. Hormon oksitosin akan keluar payudara efektif dilakukan untuk memerah ASI.

dengan rangsangan pada puting susu Penelitian lain dari Maria (2012) menyebutkan bahwa

melalui isapan mulut bayi atau melalui kebiasaan merawat payudara pada ibu menyusui

pijatan pada tulang belakang ibu. Tujuan dapat memperlancar produksi ASI hingga 36 kali lebih

pemberian oksigen ibu besar dibandingkan menyusui

104 e-ISSN: 2549-0257


Rahayuningsih et al./ Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin

ibu yang tidak melakukan perawatan kelenjar susu (Departemen Kesehatan,


payudara. Gerakan pada perawatan 2007).
payudara dengan teknik pijat dianjurkan Penelitian ini dilakukan pada ibu
dengan tangan dan jari karena lebih praktis, nifas dengan memperhatikan waktu
efektif, efisien dan memiliki keunggulan pelaksanaan, sejak ibu melahirkan dan
tekanan yang lebih baik yang berguna untuk dilakukan satu hari pada pagi dan sore
merangsang refleks pengeluaran ASI dan hari. Intervensi dilakukan pada hari
juga merupakan cara yang efektif untuk pertama sampai hari ketiga post partum.
meningkatkan volume ASI. Jumlah produksi ASI sebelum perawatan
Perawatan payudara merupakan payudara dan pijat oksitosin dikeluarkan
upaya perawatan khusus melalui pemberian dengan memerah susu dengan tangan
rangsangan pada otot payudara ibu dengan dan diukur menggunakan gelas ukur
memberikan pijatan badan. Kegiatan ini dalam ml. Hasil yang diperoleh volume ASI
sebaiknya dilakukan pada pagi dan sore hari maksimal sebelum perawatan payudara
sebelum mandi dan diharapkan dapat dan pijat oksitosin adalah 10 ml. Dilihat
memberikan rangsangan pada kelenjar susu dari volumenya yang masih terbilang kecil,
ibu agar dapat memproduksi ASI (Wulandari, hal ini terjadi karena upaya ibu menyusui
2011). Secara fisiologis, perawatan payudara dalam mengatasi masalah menyusui
dilakukan dengan cara merangsang belum maksimal dan ibu menyusui yang
payudara mempengaruhi hipofisis posterior dijadikan subjek penelitian belum
untuk mengeluarkan lebih banyak hormon mengetahui dan belum pernah melakukan
oksitosin melalui pemijatan. Pengeluaran perawatan payudara dan pijat oksitosin.
oksitosin juga dipengaruhi oleh isapan bayi
oleh reseptor di sistem duktus. Ketika Berdasarkan uji Mann Whitney rerata ±
saluran dirangsang dengan pijatan, saluran SD pre test dan post test pada kelompok
akan menjadi lebar atau melunak dengan intervensi adalah 17,57 ± 9,70 dan pada
melepaskan oksitosin oleh hypofise yang kelompok kontrol adalah 1,57 ± 1,69.
berperan untuk memeras Air Susu Ibu dari Penelitian ini menunjukkan bahwa implan
alveoli (Saleha, 2009). Pada hari-hari payudara dan pijat oksitosin dapat
pertama kelahiran bayi, jika isapan cukup, meningkatkan produksi ASI, meningkatkan
produksi ASI mendapat perawatan payudara
Pijat oksitosin adalah pijatan tulang dan pijat oksitosin (mean= 17,37; SD= 9,70) >
belakang pada daerah punggung dari tulang ibu yang tidak diobati (mean=1,58, SD=1,69),
rusuk ke 5-6 memanjangkan kedua sisi tulang dan perbedaannya adalah signifikan secara
belakang ke tulang belikat yang akan statistik (p <0,001).
mempercepat kerja saraf parasimpatis, saraf Hal ini menunjukkan bahwa Ho
yang berasal dari medula oblongata dan pada ditolak dan Ha diterima artinya ada
daerah sakrum sumsum tulang belakang, pengaruh positif perawatan payudara dan
merangsang hipofise posterior untuk pijat oksitosin terhadap produksi ASI.
melepaskan oksitosin, oksitosin merangsang Terlihat adanya perbedaan produksi ASI
kontraksi sel otot polos yang mengelilingi yang signifikan sebelum dan sesudah
duktus laktikus kelenjar susu menyebabkan kombinasi metode breast care dan pijat
kontraktilitas mioepitel payudara sehingga oksitosin pada ibu nifas. Peningkatan
meningkatkan emisi ASI dari produksi ASI terlihat dari volume

e-ISSN: 2549-0257 105


Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak (2016), 1(2): 101-109https://
doi.org/10.26911/thejmch.2016.01.02.05

ASI sebelum intervensi perawatan


payudara dan pijat oksitosin dari 0-10 ml dalam kelancaran produksi ASI sebelum
menjadi 10-50 ml setelah kombinasi dua dan sesudah pijat punggung (oksitosin)
pijatan. dan kompres hangat payudara.
Produksi ASI mengacu pada volume Kesimpulannya pijat punggung lebih
ASI yang dikeluarkan oleh payudara. efektif dalam produksi ASI dibandingkan
Intervensi baik perawatan payudara kompres hangat payudara. Penelitian yang
maupun metode pijat oksitosin pada dilakukan oleh Isnaini (2015) menyebutkan
prinsipnya bertujuan untuk membuat bahwa ada hubungan antara pijat
otot- otot miokardium berkontraksi, oksitosin pada ibu nifas dengan
merilekskan pikiran dan memperlancar pengeluaran ASI. Hubungan perawatan
pengeluaran ASI. Pengeluaran ASI terjadi payudara dan pijat oksitosin terhadap
karena sel otot polos di sekitar kelenjar produksi ASI dapat meningkatkan
payudara menyusut sehingga memeras produksi ASI secara signifikan melalui
ASI untuk keluar. ASI bisa keluar dari stimulasi pijatan pada otot payudara
payudara karena mengecilnya otot yang secara langsung menyebabkan kontraksi
bisa dirangsang oleh hormon yang disebut sel mioephitel dan menyebabkan ASI
oksitosin. Melalui stimulasi pijat payudara keluar dengan lancar saat bayi menyusu
atau stimulasi tulang belakang akan pada ibunya. .
mengendurkan ketegangan dan Penelitian lain oleh Mardyaningsih
menghilangkan stres, dibantu oleh (2010), tentang efektivitas kombinasi
hisapan bayi pada puting segera setelah teknik pijat marmetted dan oksitosin
bayi lahir dengan kondisi bayi normal, terhadap produksi ASI pada ibu pasca
sesar, hasil kombinasi teknik Marmet dan
pijat oksitosin berpengaruh terhadap
peningkatan produksi ASI. Kesimpulan
dari penelitian produksi ASI sangat
dipengaruhi oleh hormon prolaktin yang
Volume ASI yang diproduksi dan akan menghasilkan ASI, dan hormon
dikeluarkan oleh kelenjar payudara dapat oksitosin berpengaruh terhadap
berbeda oleh faktor-faktor yang kelancaran pengeluaran ASI, karena
mempengaruhi seperti makanan yang semakin banyak ASI yang keluar maka
dikonsumsi ibu, ketenangan jiwa dan raga, produksi ASI akan semakin meningkat,
penggunaan alat kontrasepsi, perawatan sehingga pada penelitian diatas dapat
payudara, anatomi payudara, faktor fisiologis, menyimpulkan kombinasi teknik marmet
pola istirahat, hisapan anak. faktor atau dan pijat oksitosin dapat merangsang
frekuensi menyusui, bayi lahir, usia kehamilan hormon prolaktin dan oksitosin.
saat melahirkan, dan konsumsi rokok dan Keberhasilan ibu dalam menyusui
alkohol (Astutik, 2014). Sulistyawati (2009) dipengaruhi oleh faktor setelah melahirkan.
berpendapat bahwa pelepasan oksitosin dapat Produksi ASI dapat meningkat atau menurun
dihambat oleh keadaan emosional ibu, tergantung pada stimulasi payudara terutama
ketakutan, kelelahan, rasa malu, pada minggu pertama menyusui. Penelitian ini
ketidakpastian, atau rasa sakit. melakukan dua intervensi bersamaan yaitu
Hasil penelitian ini seperti yang dilakukan perawatan payudara dan pijat oksitosin dan
oleh Nurhanifah (2013) terdapat perbedaan memperoleh hasil peningkatan ASI secara
signifikan

106 e-ISSN: 2549-0257


Rahayuningsih et al./ Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin

produksi. Penelitian sebelumnya telah menggunakan luaran kolostrum pada ibu post
dua metode yang berbeda dan hanya satu yang efektif partum di ruang kebidanan rumah
dalam meningkatkan produksi ASI, sehingga penelitian sakit muhammadiyah Bandung.
ini menggabungkan dua metode penelitian Jurnal kesehatan kartika.
sebelumnya yang hasilnya efektif meningkatkan Hidayat AA (2008). Metode penelitian ke-
produksi ASI. perawatan dan teknik analisis data.
Jakarta: Salemba Medika.
REFERENSI Isnaini N, Rama D (2015). pijat hubungan
Ambarwati ER, Wulandari D (2010). Asuh- oksitosin pada ibu nifas terhadap
sebuah kebidanan nifas. Jogjakarta: kontes asi di wilayah kerja
Nuha Medika. puskesmas raja basa indah bandar
Anggraini Y (2010). Asuhan kebidanan lampung tahun 2015. Jurnal
masa nifas. Yogyakarta: kebidanan 1 (2). Juli 2015.
Pustaka Rihama. Jellife DB, Jellife EFP (2006). Masyarakat
Asmuji, Diyan I (2016). Keluarga teladan penilaian gizi dengan referensi
centered maternity care sebagai khusus untuk negara berkembang
strategi optimalisasi ibu yang kurang tehnocallo. Publikasi Medis
kompeten. Jurnal Ners. 10 (1) April Oxford. Oxford. New York. Tokyo.
2016. Fakultas Ilmu Kesehatan Kemenkes (2014a). Kondisi
Universitas Muhammadiyah Jember. program kesehatan anak indonesia.
Astuti RY (2014). Payudara dan laktasi. Jakarta: Kemenkes RI.
Jakarta: Salemba Medika. Kemenkes (2014b). Situasi dan analisis
Azwar (2008). Pengantar kuliah obstetri. ASI eksklusif. Jakarta: Kemenkes RI.
Jakarta: EGC. Latifah J, Abdurahman W, Agianto (2015).
Bahiyatun (2009). Buku ajar kebidanan Perbandingan breast care dan pijat
panti nifas biasa. Jakarta: EGC. Bobak oksitosin terhadap produksi asi pada
IM, Lowdermilk. Jensen MD ibu post partum normal. DK Uni
(2012). Buku ajar 1000 ibu hamil. Ed. versitas Lambung Mangkurat. 3(1).
4. Jakarta: EGC. Mardiyaningsih E (2010). Efektifitas kom-
Cox S (2006). Menyusui dengan percaya diri binasi teknik marmet dan pijat oksitosin
ce: panduan untuk belajar menyusui dapat meningkatkan produksi ASI.
dengan percaya diri. Jakarta: Fakultas Ilmu Keperawatan Program
Gramedia. Magister Ilmu Keperawatan Kekhususan
Dahlan S (2012). Statistik untuk kedok- Keperawatan Maternitas. Jakarta:
teran dan kesehatan (deskriptif, biva Universitas Indonesia. Maria LA, Masni.
riat, dan multivariat) dilengkapi Burhanuddin B (2012).
aplikasi dengan menggunakan SPSS. Faktor determinan pro duksi asi di
Jakarta: Salemba Medika. rumah sakit umum daerah dr m
Depkes RI (2007). Manajemen laktasi. haulussy ambon. http://
Jakarta: EGC. pasca.unhas.ac.id/jurnal/- files/
Dewi VNL, Tri S (2011). Asuhan kebidanan 57b47a5800888bc5419f5609ac
pada ibu nifas. Jakarta: Salemba 17ac4e.pdf.
Medika. Maryunani A (2009). Asuhan pada ibu
Endah SN, Masdinarsah I (2011). Penga- dalam masa nifas (pasca melahirkan).
ruh pijat oksitosin terhadap penge- Jakarta: TransInfo Media.

e-ISSN: 2549-0257 107


Jurnal Kesehatan Ibu dan Anak (2016), 1(2): 101-109https://
doi.org/10.26911/thejmch.2016.01.02.05

Muliani RH (2014). perbedaan produksi


asi sebelum dan sebelum dilakukan Prasetyono DS (2009). Buku pintar as
kombinasi metode massase depan eksklusif. Yogyakarta: Diva Pers.
(breast care) dan pijat belakang (pijat Rahayu D, Budi S, Esty Y (2015). Produksi
oksitosin) pada ibu menyusui 0-3 asi ibu dengan intervensi titik
bulan di wilayah kerja puskesmas akupresur untuk laktasi dan pijat
kesamiran kabupaten tegal. oksitosin. FK Universitas Airlangga
Nilamsari MA, Wagiyo, Elisa (2014). Peng- Surabaya. Jurnal ners. 10 (1).
perawatan payudara terhadap Roesli U (2013). Mengenal asi eksklusif.
ekskresi asi pada ibu post partum di Jakarta: Trubus Agriwidya. Safitri,
rumah bersalin mardi rahayu Wahyu N, Susilaningsih, Ardi P
semarang. Jurnal Ilmu Pengetahuan (2015). Pijat punggung dan
dan Kebidanan (JIKK). Nugroho T, percepatan lomba asi pada ibu post
Nurrezki, Desi W, Wilis partum. Poltekkes Kemenkes
(2014). Buku Ajar Asuhan Malang. Jurnal informasi kesehatan
Kebidanan Nifas (Askeb 3). indonesia (JIKI), 1 (2): 148-153. Saleha
Yogyakarta: Nuha Medika. S (2009). Asuhan kebidanan pada
Nurhanifah F (2013). Perbedaan efektifitas masa nifas.Jakarta: Salemba Medika.
massage punggung dan kompres Sarwinanti (2014). Terapi pijat oksitosin
hangat payudara terhadap meningkatkan produksi asi pada ibu
peningkatan pertumbuhan produksi post partum. Jurnal kebidanan dan
asi di desa majang tengah kerja 2000-an. 10 (1): 47-53.
puskesmas pamotan dampit malang. Sastroasmoro (2007). Membina tumbuh
Rsud Merauke. Jurnal 2000, 4 (2). kembang anak. Jakarta: IDAI. Setiawan
Nurheti, Yuliarti (2010). Keajaiban as- AS (2011). Metodologi penelitian
makanan terbaik untuk kesehatan, kebidanan DIII, DIV, S1 dan S2.
kecerdasan, dan kelincahan si Yogyakarta: Nuha Medika.
kecil. Yogyakarta: CV Andi. Siregar S (2010). Statistik deskriptif untuk
Pangesti DK, Sulastri, Kartinah (2015). penelitian. Jakarta: Pers Rajawali.
Gambaran mempersembahkan air Sugiyono (2011). Statistik untuk peneliti-
susu ibu dengan bayi usia 6-12 bulan NS. Bandung : Alfabeta
di kesa kadilangu kecamatan baki Suherni (2010). Perawatan masa nifas.
kabupaten sukoharjo. Fakultas ilmu Yogyakarta: Fitramaya.
Keperawatan Universitas Sulaiman (2015). Efek oksitosin
Muhammadiyah Surakarta. pijat ibu nifas terhadap produksi ASI
Patel U (2013). Efek pijat punggung pada di surakarta indonesia. Konferensi
laktasi pada ibu postnatal. Jurnal Internasional tentang Kesehatan dan
internasional penelitian medis dan Kesejahteraan (ICH-WB) 2016.
Review. Fakultas Kedokteran Universitas
Polit DF, Beck CT (2006). Penting dari Sebelas Maret.
penelitian keperawatan: metode, Sulistyawati A (2009). Buku ajar asuhan
penilaian, dan pemanfaatan (edisi kebidanan pada ibu nifas. Ed. 1.
ke-6). Philadelphia: Lippincot Yogyakarta: Andi.
Williams & Walkims. Widiasih R (2008). Masalah-masalah
dalam menyusui. Seminar manaje-

108 e-ISSN: 2549-0257


Rahayuningsih et al./ Pengaruh Perawatan Payudara dan Pijat Oksitosin

laki-laki laktasi. Bandung Fakultas Ilmu riau. Poltekkes Kemenkes


Keperawatan Universitas Padjajaran. Tanjungpinang. Jurnal Kesehatan, 5(2).
Widiyanti AF, Heni S, Kartika S, Rini S Wulandari SR, Sri H (2011). Asuhan kebi-
(2014). Perbedaan antara dilakukan danan ibu masa nifas. Yogyakarta:
pijatan oksitosin dan tidak dilakukan Penerbitan Gosyen.
pijatan oksitosin terhadap produksi
pada ibu nifas di wilayah kerja
puskesmas ambarawa. Akbid Ngudi
Waluyo Ungaran.
Wulandari FT, Fidyah A, Utami D (2014).
Pengaruh pijat oksitosin terhadap
pengeluaran kolostrum pada ibu post
partum di Rsud provinsi kepulauan

e-ISSN: 2549-0257 109

Anda mungkin juga menyukai