Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Periode pasca persalinan meliputi masa transisi krisis bagi ibu, bayi, dan
keluarganya secara fisiologis, emosional dan sosial, baik di negara maju
maupun berkembang. Hal ini dikarenakan resiko kesakitan dan kematian ibu
serta bayi lebih sering terjadi pada masa pasca persalinan. Keadaan ini
terutama disebabkan oleh faktor ekonomi, di samping ketidaktersediaan
pelayanan atau rendahnya peranan fasilitas kesehatan dalam menyediakan
pelayanan kesehatan yang cukup berkualitas. Rendahnya kualitas pelayanan
kesehatan juga menyebabkan rendahnya keberhasilan promosi kesehatan dan
deteksi dini serta penatalaksanaan yang adekuat terhadap masalah dan
penyakit yang timbul pada masa pasca persalinan (Prawirohardjo, 2008).
Masa persalinan adalah fase khusus dalam kehidupan ibu serta bayi. Bagi
ibu yang mengalami peralinan untuk pertama kalinya, ibu menyadari
terjadinya perubahan kehidupan yang sangat bermakna selama hidupnya.
Keadaan ini ditandai dengan perubahan emosional, fisik, hubungan keluarga
dan pengaturan serta penyesuaian terhadap aturan yang baru. Termasuk di
dalamnya perubahan dari seorang perempuan menjadi seorang ibu disamping
masa pasca persalinan mungkin menjadi masa perubahan dan penyesuaian
sosial ataupun perseorangan (individual).
Masa nifas atau puerperium dimulai sejak setelah lahirnya plasenta sampai
dengan 6 minggu (42 hari) setelah pesalinan. Pelayanan pasca persalinan harus
terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang
meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan
penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI,
cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu (Prawirohardjo,
2008).
Selain masa nifas yang perlu diperhatikan pada ibu nifas adalah keadaan
bayinya yaitu BBL. Periode BBL (neonatus) adalah masa 28 hari pertama
kehidupan manusia.pada masa ini terjadi proses penyesuaian system tubuh
bayi dari kehidupan intrauteri ke kehidupan ekstrauteri. Masaini adalah masa
yang perlu mendapatkan perhatian karena pada masa ini terdapat mortalitas
paling tinggi (rudon, 2006).  Penyebab kematian bayi ini adalah BBLR,
asfiksia, tetanus, infeksi dan masalah pemberian ASI (Kompas, 2008 ).
Salah satu upaya atau cara untuk mengatasi masalah ini, Pelayanan
kesehatan neonatal harus dimulai sebelum bayi dilahirkan, melalui pelayanan
kesehatan yang diberikan kepada ibu hamil atau berbagai bentuk upaya
pencegahan dan penanggulangan dini terhadap faktor-faktor yang
memperlemah kondisi seorang ibu hamil perlu diprioritaskan seperti gizi yang
rendah atau terjadinya anemia, dekatnya jarak antara kehamilan, dan buruknya
hygiene. Disamping itu perlu dilakukan pula pembinaan kesehatan prenatal
yang memadai dan penanggulangan faktor-faktor yang menyebabkan
kematian perinatal yang meliputi perdarahan, hipertensi, infeksi, kelahiran
preterm/bayi berat lahir rendah, asfiksia dan hipotermi. (Myles, 2009).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mahasiswa mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu nifas
fisiologis dan bayi baru lahir fisologis dengan menerapkan pola pikir
melalui pendekatan manajemen kebidanan kompetensi bidan di
Indonesia dan pendokumentasian menggunakan SOAP.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mahasiswa mampu melaksanakan pengkajian data subjektif dan data
obyektif pada masa nifas fisiologis dan bayi baru lahir fisologis
2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa aktual dan masalah
pada masa nifas fisiologis dan bayi baru lahir fisologis
3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi diagnosa potensial dan masalah
potensial dan bayi baru lahir fisologis
4. Mahasiswa mampu mengembangkan rencana tindakan asuhan
kebidanan secara menyeluruh pada masa nifas fisiologis dan bayi
baru lahir fisologis.
5. Mahasiswa mampu melaksanakan rencana tindakan asuhan
kebidanan yang menyeluruh sesuai kebutuhan ibu nifas dan bayi
baru lahir fisologis.
6. Mahasiswa dapat melakukan evaluasi terhadap asuhan yang
diberikan pada ibu nifas fisiologis dan bayi baru lahir fisologis.
7. Mahasiswa dapat mendokumentasikan asuhan kebidanan dengan
menggunakan dokumentasi SOAP.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Masa Nifas


2.1.1 Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau puerperium adalah waktu yang diperlukan untuk
kembalinya organ genetalia menuju bentuk semula (Williams, 2006).
Masa puerperium normal adalah waktu yang diperlukan agar organ
genetalia ibu kembali menjadi normal secara anatomis dan fungsional, yaitu
sekitar 6 minggu (Manuaba, 2007).
Masa nifas (puerperium) adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan
selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra hamil. Lama masa nifas
ini yaitu 6-8 minggu (Syaifuddin, 2002).
2.1.2 Periode Masa Nifas
1. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan.
2. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genitalia yang lamanya 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi. Waktu
untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulan, atau tahun
(Mochtar, 2011).
2.1.3 Involusi Alat-Alat Kandungan
Involusi adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga mencapai
keadaan seperti sebelum hamil. Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:
 Autolysis
Merupakan proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam uterus.
Enzim proteolitik akan memendekkan jaringan otot yang telah sempat
mengendur hingga 10 kali panjangnya dari semula dan 5 kali lebih lebar
dari semula selama kehamilan.
 Atrofi Jaringan
Jaringan yang berproliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar,
kemudian mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi
estrogen yang menyertai pelepasan plasenta.
 Efek Oksitosin
Penyebab kontraksi dan retraksi otot rahim sehingga akan mengompres
pembuluh darah yang akan menyebabkan pengurangan suplai darah ke
uterus. Proses ini membantu mengurangi situs atau tempat implantasi
plesenta serta mengurangi perdarahan (Pusdiknakes, 2003).
Perubahan yang terjadi pada masa nifas sebagai berikut :
1. Uterus
 Segera setelah persalinan, berat uterus sekitar 1000 gram
 Terjadi involusi uterus oleh jaringan ikat
 Berat uterus dan tingginya semakin kecil:
- Hari ke 7 berat uterus 500 gram
- Hari ke 14 berat uterus 300 gram
- Hari ke 28 berat uterus 50 gram
 Setelah satu bulan praktis fundus uteri tidak teraba lagi di atas
sympisis
Penurunan ukuran yang cepat ini direfleksikan dengan perubahan
lokasi uterus yaitu uterus turun dari abdomen dan kembali menjadi organ
panggul (Varney, 2007).
Pada primipara, tonus otot meningkat sehingga fundus pada
umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodic sering
dialami primipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang
awal puerperium. Rasa sakit (after pains) berlangsung 2-4 hari pasca
persalinan. (Bobak, 2004). Setelah plasenta lahir fundus uteri setinggi
pusat, 7 hari pertengahan pusat-simfisis, 14 hari tidak teraba, 42 hari
sebesar hamil 2 minggu, 56 hari uterus kembali normal (Bahiyatun, 2009).
2. Lochia
Lochia adalah cairan secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina pada
masa nifas:
- Lochia Rubra (cruenta)
Lochia ini berwarna merah, berisi darah segar dan sisa-sisa selaput
ketuban, sel-sel desidua, verniks kaseosa, lanugo, dan mekonium.
Lochia rubra keluar selama 2 hari pasca persalinan.
- Lochia Sanguinolenta
Berwarna merah-kuning, berisi darah dan lender. Keluar pada hari ke
3-7 pasca persalinan.
- Lochia Serosa
Berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi. Lochia ini mengandung
leukosit, mucus, sel epitel vagina, desidua nekrotik, dan bakteri
nonpatologis yang keluar pada hari ke 7-14 pasca persalinan.
- Lochia Alba
Berupa cairan putih yang mengandung sebagian besar cairan serosa
dan leukosit ditambah sebagian mucus serviks dan mikroorganisme
yang keluar setelah 2 minggu pasca persalinan.
- Lochia Purulenta
Terjadi infeksi dan keluar cairan seperti pus (nanah) yang berbau
busuk.
- Lochiostasis
Lochia keluar secara tak lancar (Mochtar, 2011).
3. Segmen Bawah Rahim
 Ototnya tidak terlalu banyak sehingga tetap merupakan sub organ pasif
 Kontraksi dan retraksi otot uterus mengembalikan segmen bawah
rahim menjadi isthmus
4. Serviks Uteri
 Muara serviks, yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan menutup
secara bertahap. 2 jari mungkin masih bisa dimasukkan ke dalam
muara serviks pada hari ke 4-6 pasca partum, tetapi hanya tangkai
kuret terkecil yang dapat dimasukkan pada akhir minggu ke 2 (Bobak,
2004).
 Sangat sedikit mengandung otot polos sehingga selama puerperium
tetap terbuka sebagai saluran jalannya lochia.
5. Vagina dan Perineum
 Estrogen pasca partum yang menurun berperan dalam penipisan
mukosa dan hilangnya rugae.
 Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara bertahap ke
ukuran sebelum hamil, 6-8 minggu setelah bayi lahir.
 Kekurangan estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina
dan penipisan mukosa vagina.
 Kekeringan local dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia)
menetap sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi
dimulai lagi.
 Setelah persalinan perineum menjadi kendur karena teregang oleh
tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pulihnya otot perineum
terjadi sekitar 5-6 minggu post partum.
6. Vesika Urinaria
 Dapat mengalami gangguan fungsi akibat persalinan yang lama atau
akibat kateterisasi sebelumnya.
 Dapat terjadi disuria/distensi yang memerlukan penanganan lebih
lanjut.
 Pada kasus yang sedang dengan distensi vesika urinaria perlu dipasang
kateter.
 Sebagian besar persalinan normal tidak menimbulkan gangguan pada
vesika urinaria.
 Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita
melahirkan dapat menyebabkan perdarahan berlebihan karena keadaan
ini bisa menghambat uterus berkontraksi dengan baik. Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung kemih
biasanya akan pulih kembali dalam 5-7 hari setelah bayi lahir.
 Gangguan terjadi akibat episiotomi, persalinan yang lama, bayi yang
besar.
7. Dasar Panggul
 Dasar panggul akan mengalami pengenduran dan memerlukan waktu
untuk kembali normal.
 Kendurnya dasar panggul disebabkan oleh episiotomi yang tidak
dijahit dengan baik, persalinan yang lama, dan bayi besar.
8. Dinding Abdomen
 Memerlukan waktu untuk kembali normal
 Perlu dilakukan senam post partum
Striae abdomen tidak dapat dihilangkan secara sempurna, tetapi dapat
berubah menjadi garis putih keperakan yang halus setelah periode
beberapa bulan. Dinding abdomen lunak setelah pelahiran karena dinding
ini meregang selama kehamilan (Varney, 2007).
9. Berat Badan Ibu
 Segera setelah persalinan, dengan keluarnya bayi, air ketuban,
plasenta, berat badan ibu sudah berkurang sekitar 5-6 kg (Manuaba,
2004).
 Walaupun setelah pengeluaran produksi konsepsi berat badan ibu
berkurang, banyak wanita mengalami peningkatan berat badan pada
beberapa hari pertama setelah persalinan. Hal ini disebabkan oleh
kombinasi peningkatan ACTH, ADH, dan stress yang semuanya
meningkatkan retensi natrium dan air (Jane Coad, 2006).
 Berat biasanya menurun pada hari ke 4 setelah persalinan karena
diuresis meningkat.
10. Payudara
 Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara
selama wanita hamil (estrogen, progesterone, human chorionic
gonadotropin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir.
 Lobus kelenjar mammae sekitar 15-25 buah dan akan terus bercabang
sehingga terdapat acinus, sebagai tempat produksi ASI.
 Setelah placenta lahir maka terdapat dua komponen dominan yang
dapat mengeluarkan ASI, yaitu isapan langsung bayi pada puting susu
dan hormone hipofisis posterior (prolaktin dan oksitosin).
11. Hormonal
 Kadar estrogen dan progeteron menurun ke tingkat sebelum hamil.
Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah
placenta keluar. Kadar terendah nya mencapai kira-kira 1 minggu
pasca persalinan. Penurunan kadar estrogen berkaitan dengan
pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstra selular berlebih
yang terakumulasi selama hamil. Pada wanita yang tidak menyusui,
kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah
melahirkan dan lebih tinggi daripada wanita yang tidak menyusui
setelah persalinan hari ke 17 (Bobak, 2004).
 Selama kehamilan, pembentukan gonadotropin tertekan. Kadar FSH
pulih ke konsentrasi pra hamil dalam 3 minggu setelah persalinan,
tetapi pemulihan sekresi LH memerlukan waktu lebih lama,
bergantung pada lama laktasi. Kadar oksitosin dan prolaktin juga
bergantung pada kinerja laktasi.
12. Tanda-Tanda Vital
 Suhu tubuh
- Dalam 24 jam pertama setelah melahirkan, suhu tubuh mungkin
meningkat sedikit (380C) sebagai respon terhadap stress
persalinan, terutama dehidrasi.
- Fruktuasi suhu ini biasanya transien. Peningkatan suhu yang
menetap mungkin menandakan infeksi.
 Denyut nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi
selama jam pertama setelah bayi lahir. Setelah itu mulai turun dengan
frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah
melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil. Denyut
nadi normal antara 60-100 x/menit.
 Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi ortostatik yang
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah
berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Tekanan darah normal
yaitu < 140/90 mmHg, mungkin bisa naik dari tingkat tersebut disaat
1-3 hari postpartum.
13. Integumen
Cloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Namun, hiperpigmentasi di areola dan linea nigra
tidak menghilang seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita,
hiperpigmentasi pada daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang
pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi
tidak hilang seluruhnnya (Bobak, 2004).
14. Sistem Kardiovaskuler
Penurunan volume darah sangat berkaitan dengan kehilangan darah yang
dialami selama melahirkan. Volume plasma awalnya menurun sebesar
1000 ml karena kehilangan darah dan diuresis. Setelah post partum hari
pertama, volume meningkat 900 ml sampai 1200 ml sebagai akibat
perpinadahan cairan ekstraselular ke dalam ruang intravascular. Ini
mengakibatkan hemodelusi yang menurunkan hematokrit, hemoglobin dan
protein plasma (Walsh, 2007).

15. Sistem Gastrointestinal


Tonus dan motilitas gastrointestinal menurun selama periode past partum.
Tonus abdomen yang lembek disertai penurunan motilitas dapat
menimbulkan distensi gas 2 sampai 3 hari setelah melahirkan. Penurunan
aktifitas usus terutama setelah pembatasan asupan diet selama 24 jam
sampai 36 jam sebelumnya dapat menghambat defekasi selama 1 atau 2
hari pertama post partum (Walsh, 2007).
16. Sistem Ginjal
Perpindahan cairan ekstravaskular ke ruang intravascular dalam beberapa
hari pertama setelah melahirkan mengakibatkan menetapnya peningkatan
aliran darah ginjal selama periode tersebut. Peningkatan aliran darah ke
ginjal ini dikaitkan dengan diuresis dan natriuresis yang mengeluarkan
cairan dan natrium yang tertahan selama trimester ketiga. Penurunan tiba-
tiba oksitosin menyebabkan diuresis karena oksitosin meningkatkan
responsi, resorbsi bebas air (Walsh, 2007).

2.1.4 Perubahan Psikologis Masa Nifas


1. Fase honeymoon
Terjadi intimasi dan kontak yang lama antara ibu, ayah dan bayi. Hal ini
disebut juga psikis honeymoon yang tidak memerlukan hal-hal yang
romantic, masing-masing saling memperhatikan anaknya dan menciptakan
hubungan yang baru.
2. Bonding and attachment (ikatan kasih)
Terjadi pada kala IV dimana diadakan kontak antara ayah-ibu-anak dan
tetap dalam ikatan kasih, penting bagi asuhan untuk memikirkan
bagaimana agar hal tersebut dapat terlaksana.
3. Fase taking in atau tahap ketergantungan
Terjadi pada hari 1-2 post partum, perhatian ibu terutama terhadap dirinya
pasif dan tergantung. Ibu tidak menginginkan kontak dengan bayinya
bukan berarti tidak memperhatikan. Dalam fase ini yang diperlukan ibu
adalah informasi tentang bayinya bukan cara merawat bayi.
4. Fase taking hold
Fase ini berlangsung kira-kira 10 hari. Ibu berusaha mandiri dan
berinisiatif, perhatian terhadap kemampuan mengatasi tubuhnya, misalnya
kelancaran miksi dan defekasi, melakukan aktifitas duduk, jalan, belajar
tentang perawatan diri dan bayinya, akan tetapi masih timbul rasa kurang
percaya diri sehingga mudah mengatakan tidak mampu melakkan
perawatan. Pada saat ini sangat dibutuhkan system pendukung terutama
bagi ibu muda atau primipara, karena pada fase ini seiring dengan
terjadinya post partum blues.
5. Post partum blues
Tingkat estrogen dan progesterone tubuh turun, seringkali emosi yang
tinggi menurun dengan cepat setelah kelahiran. Ibu nifas mengalami
keletihan setelah persalinan, nyeri perineum, pembengkakan mammae dan
after pain sehingga dapat merasa tertekan dan mungkin menangis untuk
hal-hal yang tidak mereka pahami. Perasaan ini disebut post partum blues.
Gejala ini biasanya Nampak pada 1-2 minngu post partum.
6. Fase Letting Go atau saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu 5-6 pasca kelahiran. Tubuh ibu telah sembuh,
secara fisik ibumampu menerima tanggung jawab normal dan tidak lagi
menerima peran sakit. Kegiatan seksualnya telah dilakukan kembali.
7. Reaksi ibu
Terjadi setelah ibu dan ayah mengenali bayinya, yaitu :
- Reaksi positif, termasuk berbicara pada bayi, memeluk, meneliti dan
memberikan tanggapanpositif tentang bayinya. Reaksi ini akan
menimbulkan kooperatif dalam medapatkan ketrampilan perawatan
bayinya.
- Reaksi negative, termasuk apatis dan kecewa terhadap bayinya.
Reaksi ini ibu cenderung malalaikan bayinya disaat mendatang.
Reaksi ibu post partum sangat penting dikaji dalam rangka penyesuaian
dalam mengatasi masalahnya baik oleh ibu nifas sendiri atau perlu bantuan
bidan.
2.1.5 Perawatan Pasca Persalinan
1. Mobilisasi
Yang dimaksud dengan mobilisasi dini adalah beberapa jam setelah
melahirkan, segera bangun dari tempat tidur dan bergerak, agar lebih kuat
dan lebih baik. Keuntungan dari mobilisasi dini adalah melancarkan
pengeluaran lochia, mengurangi infeksi puerperium, mempercepat involusi
alat kandungan, melancarkan fungsi alat gastrointestinal, dan alat
perkemihan. Selain itu juga meningkatkan kelancaran peredaran darah
sehingga mempercepat fungsi ASI dan pengeluaran metabolism
(Manuaba, 1998).
Mobilisasi sangat bervariasi tergantung pada komplikasi persalinan,
nifas atau sembuhnya luka. Jika tidak ada kelainan, lakukan mobilisasi
sedini mungkin, yaitu dua jam setelah persalinan normal. ini berguna
untuk memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina
(lochea). Selain itu juga sangat berguna bagi semua system tubuh terutama
fungsi usus, kandung kemih, dan paru-paru disamping membantu
mencegah thrombosis pada pembuluh darah tungkai dan mengubah
perasaan sakit menjadi sehat.
2. Diet (Nutrisi)
Kebutuhan nutrisi pada masa nifas meningkat 25% yaitu untuk
produksi ASI dan memenuhi kebutuhan cairan yang meningkat tiga kali
dari biasanya. Penambahan kalori pada ibu nifas sebanyak 500 kkal tiap
hari. Makanan yang dikonsumsi ibu berguna untuk melakukan aktivitas,
metabolisme, cadangan dalam tubuh, proses produksi ASI serta sebagai
ASI itu sendiri yang akan dikonsumsi bayi untuk pertumbuhan dan
perkembangannya. Untuk kebutuhan cairannya, ibu menyusui harus
minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum setiap
kali menyusui).
3. Miksi
Pengeluaran air seni akan meningkat 24-48 jam pertama sampai sekitar
hari ke-5 setelah melahirkan. Hal ini terjadi karena volume darah
meningkat pada saat hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan.
Kesulitan miksi mungkin terjadi dalam 24 jam setelah melahirkan karena
reflex penekanan aktifitas detrusor yang disebabkan oleh tekanan pada
basis kandung kemih selama melahirkan, tekanan oleh kepala janin dan
spasme oleh iritasi musculus spincter ani selama persalinan (Derek, 2001:
84). Miksi secara spontan sudah harus dapat dilakukan dalam 8 jam
postpartum. Terkadang ibu sulit kencing, oleh karena itu ibu perlu belajar
berkemih secara spontan dan tidak menahan buang air kecil ketika ada rasa
sakit pada jahitan. Menahan buang air kecil akan menyebabkan terjadinya
bendungan air seni dan gangguan kontraksi rahim sehingga pengeluaran
cairan vagina tidak lancar (Persis H, 1995).
4. Defekasi
Buang air besar harus terjadi pada 2-3 hari post partum. Keadaan ini
bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan
dan awal masa post partum, diare sebelum persalinan, enema sebelum
persalinan, kurang makan atau dehidrasi (Bobak, 2004).
Bila belum terjadi defekasi, dapat mengakibatkan obstipasi, maka
dapat diberikan laksans per oral atau per rectal. Bila belum berhasil maka
dapat dilakukan klisma (Persis H, 1995).
5. Kebersihan Diri
Pada masa nifas Pada masa nifas dianjurkan untuk menjaga
kebersihan diri secara keseluruhan untuk menghindari infeksi, baik pada
seluruh tubuh, pakaian dan luka jahitan. Pada setiap ibu nifas dilakukan
perawat vulva dengan tujuan untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah
vulva, perineum, maupun di dalam uterus, perawatan vulva dilakukan pada
pagi dan sore hari sebelum mandi, sesudah buang air, dan bila ibu merasa
tidak nyaman karena lochia berbau atau ada keluhan rasa nyeri.
- Mengajarkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara
membersihkan daerah di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke
belakang, baru kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Bersihkan
vulva setiap kali buang air kecil atau besar.
- Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut apabila
pembalut sudah penuh sehingga perlu diganti. Kain dapat digunakan
ulang jika telah dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari
atau disetrika.
- Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
- Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menjaga kebersihan luka.
6. Perawatan Payudara
Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya putting susu
lemas, tidak kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayinya. Sangat
dianjurkan agar ibu mau menyusui bayinya karena sangat berguna untuk
kesehatan bayi. Segera setelah bayi lahir ibu sebaiknya menyusuinya
karena dapat membantu proses involusi serta kolostrum mengandung zat
antibody yang berguna untuk kekebalan tubuh bayi.
- Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu.
- Menggunkan BH yang menyokong payudara.
- Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar
pada sekitar puting susu setiap kali selesai menyusui. Meyusui tetap
dilakukan muai dari puting susu yang tidak lecet.
- Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
- Apabila payudara bengkak akibat pembendungan ASI, lakukan:
- Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit.urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau
gunkana sisir untuk mengurut payudara dengan arah menuju puting.
- Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting
susu menjadi lunak.
- Susukan bayi setiap 2-3 jam atau sesuai kebutuhan bayi. Apabila tidak
dapat mengisap seluruh ASI sisanya keluarkan dengan tangan.
- Bersihkan payudara setelah menyusui.
7. Laktasi
Manfaat laktasi yaitu,
- ASI merupakan makanan utama bayi yang mengandung gizi serta
antibody bagi bayi.
- Dengan isapan bayi, proses involusi akan lebih sempurna.
- Menjalin hubungan rasa kasih saying antara ibu dan anaknya.
8. Istirahat
Istirahat atau tidur sangat diperlukan untuk mengembalikan kelelahan
akibat proses persalinan, disamping itu bermanfaat untuk membantu
produksi ASI, proses involusi, mengurangi darah yang keluar serta
mengurangi depresi. Setelah menghadapi ketegangan dan kelelahan saat
melahirkan, usahakan untuk rileks dan istirahat yang cukup, terutama saat
bayi sedang tidur.
Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal, antara
lain: mengurangi jumlah ASI yang diproduksi, memperlambat proses
involusi uterus, memperbanyak perdarahan, bahkan menyebabkan depresi
postpartum dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan dirinya sendiri.
9. Hubungan Seksual
Sarankan secara fisik untuk memulai hubungan seksual begitu darah
merah berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya kedalam
vagina tanpa rasa nyeri, luka jahitan perineum sembuh dan tidak ada rasa
tidak nyaman, aman untuk memulai melakukan hubungan seksual kapan
saja klien siap, tetapi budaya banyak yang mempunyai tradisi menunda
sampai waktu tertentu.
10. Latihan
Latihan setelah melahirkan dilakukan untuk memperlancar sirkulasi darah
dan mengembalikan otot-otot yang kendur, terutama rahim dan perut yang
memuai saat hamil. Latihan untuk ibu primi dapat dilakukan setelah 2 x 24
jam post partum, untuk ibu multi dapat dilakukan setelah 1 x 24 jam post
partum. Latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat membantu,
seperti:
- Dengan tidur terlentang dengan lengan di samping, menarik otot perut
selagi menarik nafas ke dalam dan angkat dagu ke dada: tahan satu
hitungan sampai 5. Rileks dan ulangi sebanyak 10 kali.
- Untuk memperkuat tonus otot jalan lahir dan dasar panggul (latihan
Kegel).
- Berdiri dengan tungkai dirapatkan. Kencangkan otot-otot, pantat dan
pinggul dan tahan sampai 5 hitungan. Kendurkan dan ulangi latihan
sebanyak 5 kali.
- Mulai dengan mengerjakan 5 kali latihan untuk setiap gerakan.
11. Dukungan
Ibu pada masa nifas membutuhkan dukungan emosional dan psikologis
dari pasangan dan keluarga mereka, yang bisa memberikan dukungan
dengan jalan membantu dalam menyelesaikan tugas-tugas di rumah agar
ibu mempunyai lebih banyak waktu untuk mengasuh bayinya. Cegah
timbulnya pertentangan dalam hubungan keluarga yang menimbulkan
perasaan kurang menyenangkan dan kurang bahagia. Ibu dalam masa nifas
bisa merasa takut, oleh karena itu ia akan memerlukan dukungan dan
dorongan dengan perasaan ketidakmampuan serta rasa kehilangan
hubungan yang erat dengan suaminya, dan juga tanggung jawab yang terus
menerus untuk mengasuh bayi dan lain-lainnya.
12. Nasihat Ibu Post Natal
 Sebaiknya bayi disusui
 Sebaiknya melakukan KB untuk menjarangkan atau membatasi
kehamilan. Penggunaan metode KB dibutuhkan sebelum haid pertama
kembali untuk mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB
dapat dimulai 2 minggu setelah melahirkan.
Setiap pasangan harus menentukan sendiri kapan dan bagaimana
mereka ingin merencanakan tentang keluarganya. Idealnya pasangan
menunggu sekurang-kurangnya 2 tahun untuk kehamilan berikutnya.
Meskipun beberapa metode KB mengandung risiko, akan tetapi
menggunakan kontrasepsi lebih aman. Sarankan kapan metode KB itu
dapat dimulai, digunakan untuk wanita pasca persalinan dan menyusui.
 Imunisasi bayi (Mochtar, 1998).
2.1.6 Prinsip dan Tujuan Asuhan pada Masa Nifas
Prinsip dalam memberikan asuhan masa nifas adalah:
1. Menyediakan asuhan fisik yang optimum dan nyaman
2. Menyediakan dukungan psikologis
3. Mendukung kesejahteraan ibu dengan memastikan mendapatkan nutrisi
yang adekuat, istirahat yang cukup dan dapat melakukan aktifitas secara
normal
4. Mencegah komplikasi yang mungkin timbul
5. Mendeteksi secara dini dan melakukan penanganan awal segera pada
komplikasi yang muncul serta melakukan rujukan
6. Mendukung proses menyusui
7. Memberikan edukasi/konseling pada kepada orang tua tentang perawatan
bayi dan membangun keluarga baru
8. Memberikan asuhan dan tuntunan/guidelines yang diperlukan untuk
memastikan bayi tumbuh dan berkembang secara normal
9. Menyediakan kunjungan/follow up yang diperlukan dan dukungan dari
pelayanan kesehatan bagi ibu dan keluarga yang membutuhkan
10. Menyediakan pelayanan KB

Tanda bahaya pada masa nifas di antaranya:


1. Perdarahan pervagina yang luar biasa banyak atau tiba-tiba bertambah
banyak
2. Pengeluaran per vagina yang baunya menusuk
3. Rasa sakit bagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala yang terus-menerus, nyeri ulu hati atau masalah penglihatan
5. Pembengkakan di tangan atau wajah
6. Demam, muntah, rasa sakit waktu buang air kecil atau merasa tidak enak
badan
7. Payudara berubah memrah, panas dan terasa sakit
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu lama
9. Rasa sakit, merah, nyeri tekan dan atau pembengkakan kaki
10. Merasa sangat sedih atau tidak mampu mengasuh sendiri bayinya atau diri
sendiri
(Bahiyatun, 2009 : 114)

Paling sedikit 4 kali kunjungan masa nifas dilakukan untuk menilai status ibu
dan bayi baru lahir, dan untuk mencegah, mendeteksi dan menangani masalah
– masalah yang terjadi.
- Kunjungan ke-1 dilakukan pada 6-8 jam setelah persalinan
o Mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
o Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan rujuk bila
perdarahan berlanjut
o memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarga
bagaimana mencegah perdarahan masa nifas karena atonia uteri
o Pemberian ASI awal
o Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir
o Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermia
o Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan
ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau
sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil
- Kunjungan ke-2 dilaksanakan pada 6 hari setelah persalinan
o Memastikan involusi uterus berjalan normal; uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
o Menilai adanya tanda – tanda demam, infeksi atau perdarahan
abnormal
o Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan dan istirahat
o Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperlihatkan tanda
– tanda penyulit
o Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali
pusat, menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari - hari
- Kunjungan ke-3 dilaksanakan pada 2 minggu setelah persalinan
Sama seperti di atas ( 6hari setelah persalinan )
- Kunjungan ke-4 dilaksanakan pada 6 minggu setelah persalinan
o Menanyakan pada ibu tentang penyulit – penyulit yang ia atau bayi
alami
o Memberikan konseling untuk KB secara dini.

2.2 Konsep Dasar Bayi Baru Lahir


2.2.1. Pengertian Bayi Baru Lahir Normal
Bayi baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi
belakang kepala melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan
genap 37 - 42 minggu, dengan berat badan 2500-4000 gram, nilai apgar ≥
7 dan tanpa cacat bawaan (Haws, 2007).
Ciri – ciri bayi normal (Saifuddin, 2008 )
1. Berat badan 2500 – 4000 gram
2. Panjang badan lahir 48 – 50 cm
3. Lingkar dada 30 – 38 cm
4. Lingkar Kepala 33 – 35 gram
5. Bunyi jantung dalam menit pertama kira-kira 180 x/menit kemudian
menurun sampai 120 – 140 x/menit
6. Kulit kemerahan dan licin karena jaringan subcutan cukup terbentuk
dan diliputi vernik caseosa
7. Rambut lanuga tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
8. Kuku agak panjang dan lemas
9. Genetalia (labia mayora sudah menutupi labia minora pada bayi
perempuan)
10. Pada bayi laki-laki testis sudah turun pada kantung skrotum
11. Reflek hisap,menelan, moro dan graps sudah baik
12. Eliminasi baik, urine dan mekanium keluar dalam 24 jam pertama,
mekonium berwarna hitam kecoklatan
2.2.2. Proses Transisi ke Kehidupan Ekstrauterin
2.2.2.1 Periode Transisi
Periode ini merupakan fase tidak stabil selama 6 samapi 8 jam
pertama kehidupan, yang akan dilalui oleh seluruh bayi, dengan
mengabaikan usia gestasi atau sifat persalinan dan melahirkan (Stright,
2004).
Periode transisi adalah waktu ketika bayi menjadi stabil dan
menyesuaikan diri dengan kemandirian ekstrauteri (Varney et al, 2007).
1. Perubahan Spesifik Pada Masa Transisi BBL
1). Fiksi Period of Reactivity
15 menit pertama yaitu bayi pertama kali
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pada stadium awal
ini aktivitas system syaraf simpatik menonjol.
(1) Sistem kardiovaskuler
- Detak jantung cepat tapi tidak teratur, suara jantung
keras
- Tali pusat berdenyut
`- Warna kulit masih kebiruan yang diselingi warna
merah saat
menangis
(2) Traktus Respiratorius
 Pernapasan cepat dan dangkal
 Terdapat ronchi pada paru
 Terlihat pernapasan cuping hidung, merintih, ada
penarikan
dinding thorak
(3) Suhu tubuh cepat turun dan cepat naik
(4) Aktivitas
 Tonus otot meningkat dengan gerakan yang makin aktif
 Ekstremitas atas flexi, bawah extensi
(5) Fungsi usus
Peristaltik usus tidak ada/meningkat ditandai
dengan pengeluaran mekonium. Menjelaskan akhir
stadium ini, aktivitas system parasimpatik juga aktif :
 Detak jantung menjadi teratur, frekuensi turun.
 Tali pusat berhenti berdenyut
 Ujung ekstremitas kebiru-biruan
 Menghasilkan lender encer dan jernih
2.2.2.2 Relative Unresponsive Internal
1 jam kemudian ditandai dengan menurunnya aktivitas
system syaraf otonom, sehingga haru berhati-hati karena hati
menjadi peka terhadap rangsangan, secara klinis dapat dilihat :
1. Denyut jantung menurun
2. Pernapasan menurun
3. Bayi tertidur pulas
4. Lendir mulut tidak ada
5. Ronchi tidak ada
6. Suhu tubuh menurun
2.2.2.3 Second Period of Reactivity (4-5 jam)
Setelah bayi bangun, periode ini dimulai. Kegiatan sistem
syaraf otonom meningkat lagi, secara klinis terlihat :
1. Bayi peka terhadap rangsang
2. Pernapasan normal kembali
3. Detak jantung normal kembali
2.2.3. Adaptasi Bayi Baru Lahir Normal
Memulai segera pernafasan dan perubahan dalam pola sirkulasi
merupakan hal yang esensial dalam kehidupan ekstrauterin. Dalam 24 jam
setelah lahir, sistem ginjal, gastrointestinal, hematologi, metabolik, dan
sistem neurologis bayi baru lahir harus berfungsi secara memadai untuk
maju ke arah, dan mempertahankan kehidupan ekstrauterin (Stright, 2004).
2.2.3.1 Adaptasi pernafasan
Pernafasan awal dipicu oleh faktor-faktor fisik, sensorik, dan
kimia.
1. faktor-faktor fisik meliputi usaha yang diperlukan untuk
mengembangkan paru-paru dan mengisi alveolus yang kolaps
(misalnya, perubahan dalam gradien tekanan)
2. faktor-faktor sensorik meliputi suhu, bunyi, cahaya, suara, dan
penurunan suhu.
3. faktor-faktor kimia meliputi perubahan dalam darah (misalnya
penurunan kadar O2, peningkatan CO2, dan penurunan pH) sebagai
akibat asfiksia sementara selama kelahiran.
4. Frekuensi pernafasan bayi baru lahir normal berkisar antara 30-60 kali
per menit
5. Sekresi lendir mulut dapat menyebabkan bayi batuk dan muntah
terutama selama 12 sampai 18 jam pertama
6. Bayi baru lahir lazimnya bernafas melalui hidung. Respon refleks
terhadap obstruki nasal, membuka mulut untuk mempertahankan jalan
nafas, tidak ada pada sebagian besar bayi sampai 3 minggu setelah
kelahiran.
2.2.3.2 Adaptasi kardiovaskular
1. berbagai perubahan anatomi berlangsung setelah lahir; beberapa
perubahan terjadi dengan cepat dan sebagian lagi terjadi seiring
dengan waktu. (Tabel 2.1)
2. sirkulasi perifer lambat, yang menyebabkan akrosianosis
3. denyut nadi adalah 120 sampai 160 kali per menit saat bangun dan
100 kali per menit saat tidur
4. rata-rata tekanan darah adalah 80/46 mm Hg dan bervariasi sesuai
ukuran dan tingkat aktifitas bayi
Tabel 2.1 Perubahan Sirkulasi Janin Ketika Lahir
Struktur Sebelum Lahir Setelah Lahir
Vena Membawa darah arteri ke hati dan Menutup; menjadi ligamentum teres
umbilikalis jantung hepatis
Arteri Membawa darah arteriol venosa ke Menutup; menjadi ligamentum vesikale
umbilikalis plasenta pada dinding abdominal anterior
Duktus Pirau darah arteri kedalam vena kafa Menutup; menjadi ligamentum
venosus inferior venosum
Duktus Pirau darah arteri dan sebagian darah ven Menutup; menutup menjadi
arteriosus dari arteri pulmonalis ke aorta ligamentum arteriosum
Foramen Menghubungkan atrium kanan dan kiri Biasanya menutup; kadang-kadang
ovale terbuka
Paru-paru Tidak mengandung udara dan sangat Berisi udara dan disuplai darah dengan
sedikit mengandung darah; berisi cairan baik
Arteri Membawa sedikit darah ke paru Membawa banyak darah keparu
pulmonalis
Aorta Menerima darah dari kedua ventrikel Menerima darah hanya dari ventrikel
kiri
Vena kafa Membawa darah vena dari tubuh dan Membawa darah hanya ke atrium
inferior darah arteri dari plasenta kanan
Sumber: Keperawatan Ibu Bayi Baru Lahir, Stright: 2006
2.2.3.3 Perubahan Termoregulasi dan Metabolik
1. Suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajat kelahiran karena
lingkungan eksternal lebih dingin dari pada lingkungan di dalam
uterus

2. Suplai lemak subkutan yang terbatas dan area permukaan kulit yang
besar dibandingkan dengan berat badan menyebabkan bayi mudah
menghantarkan panas pada lingkungan
3. Kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin terjadi
melalui konduksi, konveksi, radiasi dan evaporasi
4. Trauma dingin/cold stress (hipotermia) pada bayi baru lahir, dalam
hubungannya dengan asidosis metabolic, dapat bersifat mematikan
bahkan pada bayi cukup bulan yang sehat.
5. suhu tubuh aksila 36,5C-37C
2.2.3.4 Adaptasi neurologis
1. Sistem neurologis bayi secara anatomik/fisiologis belum
berkembang sempurna
2. Bayi baru lahir menunjukan gerakan-gerakan tidak terkoordinasi,
pengaturan suhu labil, control otot yang buruk, mudah terkejut, dan
tremor pada ekstermitas.
3. Refleks bayi baru lahir merupakan indikator penting perkembangan
normal.
1). Reflek moro: didapat dengan cara memberikan isyarat kepada
bayi dengan satu teriakan kencang aau gerakan yang
mendadak. Respon BBL berupa menghentakkan tangan dan
kaki lurus ke arah luar, sedangkan lutut fleksi. Tangan
kemudian akan kembali lagi ke arah dada seperti posisi dalam
pelukan. Jari-jari nampak terpisah, membentuk huruf C dan
bayi mungkin menangis.
2). Refleks menggenggam: didapat dengan cara menstimulasi telapak
tangan bayi dengan objek, atau dengan jari pemeriksa. Respon bayi
berupa menggenggam dan memegang dengan erat, sehingga dapat
diangkat sebentar dari tempat tidur
3). Reflek Babinski : didapat dengan cara menyentuh atau
menggoyangkan telapak. Respon bayi berupa jari-jari kaki akan
membuka.
4). Tonic neck: didapat dengan menelentangkan bayi. Respon berupa bila
kepala menengok ke arah kanan, maka bagian tubuhnya seperti
bergerak ke arah sebaliknya dengan kedua tangan biasanya
menggenggam. Posisi akan nampak seperti pemain anggar.
5). Reflek mencari: Bayi menoleh kearah dimana terjadi sentuhan pada
pipinya
6). Refleks menghisap: didapat saat sisi mulut bayi baru lahir atau
dagunya disentuh. Sebagai respons, bayi akan menoleh ke samping
untuk mencari sumber objek, dan membuka mulutnya untuk mengisap
7). Refleks menelan: bayi baru lahir menelan berkoordinasi dengan
menghisap bila cairan ditaruh dibelakang lidah (Stright : 2004,
Ladewig:2006 )
2.2.3.5 Adaptasi Gastrointestinal
1. Enzim-enzim digestif aktif pada waktu lahir dan dapat menyokong
kehidupan ekstrauterin pada kehamilan 36 minggu sampai 38
minggu
2. Perkembangan otot dan refleks yang penting untuk menghantarkan
makanan sudah terbentuk waktu lahir
3. Pencernaan protein dan karbihidrat telah tercapai; pencernaan dan
absorbsi lemak kurang baik karena tidak adekuatnya enzim-enzim
pankeas dan lipase
4. Pengeluaran mekonium, yang merupakan tinja berwarna hitam
kehijauan, lengket, dan mengandung darah samar, diekresikan dalam
24 jam pada 90 % bayi baru lahir normal
5. Beberapa bayi baru lahir menyusu segera bila diletakkan pada
payudara; sebagian lainnya memerlukan 48 jam untuk menyusu
secara efektif
6. Gerakan acak tangan ke mulut dan menghisap jari telah diamati
didalam uterus; tindakan-tindakan ini berkembang baik pada waktu
lahir dan diperkuat rasa lapar
2.2.3.6 Adaptasi Ginjal
1. Laju filtrasi glomerolus secara relatif rendah pada waktu lahir
disebabkan oleh tidak adekuatnya area permukaan kapiler glomerolus
2. Meskipun keterbatasan ini tidak mengancam bayi baru lahir yang
normal, tetapi menghambat kapasitas bayi untuk berespon terhadap
stresor
3. Penurunan kemampuan untuk mengekresikan obat-obatan dan
kehilangan cairan yang berlebihan mengakibatkan asidosis dan
ketidakseimbangan cairan
4. Sebagian besar bayi baru lahir berkemih dalam 24 jam pertama
setelah lahir dan dua sampai enam kali sehari pada 1 sampai 2 hari
pertama; setelah itu mereka bekemih 5 sampai 20 kali dalam 24 jam
5. Urine dapat keruh karena lendir dan garam asam urat; noda
kemerahan (debu batu bata) dapat diamati pada popok karena kristal
asam urat
2.2.3.7 Adaptasi Hati
1. Selama kehidupan janin dan sampai tingkat tertentu setelah lahir,hati
terus membantu pembentukan darah
2. Selama periode neonatus, hati memproduksi zat esensial untuk
pembekuan darah
3. Penyimpanan zat besi ibu cukup memadai bagi bayi sampai lima bulan
kehidupan ekstrauterin; pada saat ini bayi baru lahir menjadi rentan
terhadap defisiensi zat besi
4. Hati juga mengontrol jumlah bilirubin tak terkonjugasi yang
bersikulasi, pigmen berasal dari hemoglobin dan dilepaskan dengan
pemecahan sel-sel darah merah
5. Bilirubin terkonjugasi dapat meninggalkan sistem vaskular dan
menembus jaringan ekstravaskular lainnya (misalnya, kulit, sklera, dan
membran mukosa oral) mengakibatkan warna kuning yang disitilahkan
jaundice atau ikterus
2.2.3.8 Adaptasi Sistem Imun
1. Bayi baru lahir tidak dapat membatasi organisme penyerang di pintu
masuk
2. Imaturitas sejumlah sistem pelindung secara signifikan meningkatkan
risiko infeksi pada periode bayi baru lahir
3. respon inflamasi berkurang, baik secara kualitatif maupun kuantitatif
4. fagositosis lambat
5. keasaman lambung dan produksi pepsin dan tripsin belum berkembang
sempurna sampai usia 3 sampai 4 minggu
6. imunoglobin A (Ig A) hilang dari saluran pernafasan dan perkemihan;
kecuali jika bayi tersebut menyusu ASI, Ig A juga tidak terdapat
saluran GI
7. Infeksi: penyebab utama morbiditas dan mortalitas selama periode
neonatus
2.2.4. Penanganan Bayi Baru Lahir Normal
2.2.4.1 Pencegahan infeksi
Bayi baru lahir sangat rentan terhadap infeksi yang disebabkan
oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama proses persalinan
berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir.sebelum menangani bayi
baru lahir pastikan upaya pencegahan infeksi dilakukan seperti:
1. cuci tangan dengan seksama sebelum dan sesudah bersentuhan
dengan bayi
2. pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan
3. pastikan semua peralatan yang digunakan telah didensifektan
4. pastikan semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan
untuk bayi, sudah dalam keadaan bersih.
2.2.4.2 Pencegahan kehilangan panas
Mekanisme pengaturan temperatur tubuh pada bayi baru lahir,
belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak segera
dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh maka BBL dapat
mengalami hipotermia. Bayi hipotermia, sangat berisiko tinggi untuk
mengalami kesakitan berat atau bahkan kematian. Hipotermia mudah
terjadi pada bayi yang tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera
dikeringkan dan diselimuti walaupun berada dalam ruangan yang
relativ hangat (Suranadi, 2008).
BBL dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara berikut
(Suranadi, 2008):
1). Evaporasi adalah jalan utama bayi kehilangan panas. Kehilangan panas
dapat terjadi karena penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh
oleh panas tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak
segera dikeringkan. Kehilangan panas juga terjadi pada bayi yang lahir
terlalu cepat dimandikan dan tubuhnya tidak segera dikeringkan dan
diselimuti.
2). Konduksi adalah kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung
antara tubuh bayi dengan permukaan yang dingin. Meja, tempat tidur
atau timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan
menyerap panas tubuh bayi melalui mekanisme konduksi apabila bayi
diletakkan diatas benda-benda tersebut
3). Konveksi adalah kehilangan panas tubuh yang terjadi saat bayi
terpapar udara sekitar yang lebih dingin. Bayi yang dilahirkan atau
ditempatkan di dalam ruangan yang dingin akan cepat mengalami
kehilangan panas. Kehilangan panas juga terjadi jika terjadi konveksi
aliran udara dari kipas angina, hembusan udara melalui ventilasi atau
pendingin ruangan.
4). Radiasi adalah kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan
di dekat benda-benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari
suhu tubuh bayi. Bayi bisa kehilangan panas dengan cara ini karena
benda-benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi
1. Mencegah kehilangan panas
Cegah terjadinya kehilangan panas melalui upaya sebagai berikut (APN,
2007):
1). Keringkan bayi dengan seksama
Pastikan tubuh bayi dikeringkan segera setelah lahir untuk mencegah
kehilangan panas yang disebabkan oleh evaporasi cairan ketuban pada
tubuh bayi. Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga
merupakan rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai
pernafasannya.
2). Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat
Segera setelah mengeringkan tubuh bayi dan memotong tali pusat,
ganti handuk atau kain yang dibasahi oleh cairan ketuban kemudian
selimuti tubuh bayi dengan selimut/kain yang hangat, kering dan
bersih. Kain basah di dekat tubuh bayi dapat menyerap panas tubuh
bayi melalui proses radiasi.
3). Selimuti bagian kepala bayi
Pastikan bagian kepala bayi ditutupi atau diselimuti setiap saat. Bagian
kepala bayi memiliki luas permukaan yang relativ luas dan bayi akan
dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak tertutup.
4). Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya
Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat menjaga kehangatan tubuh dan
mencegah kehilangan panas. Anjurkan ibu untuk menyusukan bayi
segera setelah lahir. Sebaiknya pemberian ASI harus dimulai dalam
waktu satu jam pertama.
5). Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat
Tempatkan bayi dilingkungan yang hangat. Idealnya BBL ditempatkan
di tempat tidur yang sama dengan ibunya. Menempatkan bayi bersama
ibunya adalah cara yang paling mudah untuk menjaga bayi tetap
hangat, mendorong ibu segera menyusukan bayinya dan mencegah
paparan infeksi pada bayi.
6). Jangan segera memandikan bayi baru lahir
Karena bayi baru lahir cepat dan mudah kehilangan panas tubuhnya
(terutama jika tidak berpakaian), sebelum melakukan penimbangan,
terlebih dahulu selimuti dengan kain atau selimut bersih dan kering.
Bayi sebaiknya dimandikan setelah enam jam stelah lahir.
Memandikan bayi dalam beberapa jam pertama setelah lahir dapat
menyebabkan hipotermia yang sangat membahayakan kesehatan bayi
baru lahir.
2.2.4.3 Merawat tali pusat
1. Mengikat tali pusat
Ikat puntung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan
menggunakan benang desinfeksi tingkat tinggi atau klem plastic
tali pusat kemudian lakukan simpul kunci atau jepitan secara
mantap klem tali pusat tersebut.
2. Perawatan tali pusat
1). Jangan membungkus tali pusat/perut ataupun mengoleskan
bahan atau ramuan apapun ke puntung tali pusat.
2). Pemakaian alcohol/betadin masih diperkenankan sepanjang
tidak menyebabkan tali pusat basah/lembab.
3). Beri nasehat pada ibu tentang cara :
(1) Melipat popok di bawah puntung tali pusat
(2) Jika puntung tali pusat kotor cuci secara lembut dengan air
matang dan keringkan dengan kain bersih.
(3) Beritahu ibu untuk mencari bantuan jika tali pusat menadi
merah atau mengeluarkan darah atau nanah.
2.2.4.4 Pemberian ASI
Rangsangan isapan bayi pada puting susu ibu akan diteruskan oleh
serabut syaraf ke hipofie anterior untuk mengeluarkan hormon prolaktin.
Proklaktin inilah yang memacu payudara untuk menghasilkan ASI.
Semakin sering bayi menghisap puting susu akan semakin banyak
prolaktin dan ASI dikeluarkan.
1. Refleks laktasi
Dimasa laktasi, terdapat 2 mekanisme refleks pda ibu yaitu refleks
prolaktin dan refleks oksitosin yang berperan dalam produksi ASI dan
involusi uterus (khususnya pada masa nifas).
2. Refleks mencari puting susu (rooting refleks)
Bayi akan menoleh kearah dimana terjadi sentuhan pada pipinya. Bayi
akan membuka mulutnya apabila bibirnya disentuh atau berusaha
untuk menghisap benda yang disentuh tersebut.
3. Refleks menghisap (sucking refleks)
Rangsangan puting susu pada langit-langit bayi menimbulkan refleks
menghisap. Isapan ini akan menyebabkan areola dan puting susu ibu
tertekan gusi, lidah dan langit-langit bayi sehingga sinus laktiferus
dibawah areola dan ASI terpancar keluar.
4. Refleks menelan (swallowing refleks)
Kumpulan ASI dimulut bayi mendesak otot-otot daerah mulut dan
faring untuk mengaktifkan refleks menelan dan mendorong ASI ke
dalam lambung bayi.
2.2.4.5 Pencegahan infeksi pada mata
Salep mata untuk pencegahan infeksi mata dapat diberikan setelah
ibu atau keluarga memomong bayi dan diberi ASI. Pencegahan infeksi
mata tersebut menggunakan salep mata tetrasiklin 1%. Salep antibiotika
tersebut harus diberikan dalam waktu satu jam setelah kelahiran. Upaya
profilaksis infeksi mata tidak efektif jika diberikan lebih dari satu jam
setelah kelahiran (JNPK-KR/POGI, 2007).
2.2.4.6 Profilaksis perdarahan bayi baru lahir
Semua BBL diberikan vitamin K1 injeksi 1 mg dosis tunggal
intramuscular dipaha kanan sesegera mungkin untuk mencegah
perdarahan bayi baru lahir akibat defisiensi vitamin K yang dapat dialami
oleh sebagian bayi baru lahir (APN, 2007).
2.2.4.7 Pemberian imunisasi hepatitis B
Imunisasi Hepatitis B bermanfaat mencegah infeksi Hepatitis B
terhadap bayi, terutama jalur penularan ibu-bayi. Terdapat 2 jadwal
pemberian imunisasi Hepatitis B. jadwal pertama imunisasi Hepatitis B
sebanyak 3 kali, yaitu pada usia 0 (segera setelah lahir menggunakan
uniject), 1 dan 6 bulan. Jadwal ke 2, imunisasi Hepatitis B sebanyak 4
kali, yaitu pada usia 0, dan DPT + Hepatitis B pada 2,3,dan 4 bulan usia
bayi.
Tabel 2.2 Jadwal imunisasi
Imunisasi Jumlah pemberian Jadwal
Regimen tunggal 3 kali 1. usia 0-7 hari (segera setelah lahir)
1 2. usia 1 bulan
3. usia 6 bulan
Regimen 4 kali 1. usia 0- 7 hari (segera setelah lahir)
kombinasi 2. usia 2 bulan
3. usia 3 bulan
4. usia 4 bulan
Sumber: Asuhan Persalinan Normal 2007
2.2.5 Pemeriksaan Fisik Bayi Baru Lahir
Menurut Suranadi (2008), pemeriksaan ini harus dilakukan dalam waktu
24 jam untuk mendeteksi kelainan yang mungkin terabaikan pada
pemeriksaan di kamar bersalin. Pemeriksaan bayi perlu dilakukan dalam
keadaan telanjang dibawah lampu yang terang yang berfungsi sebagai
pemanas untuk mencegah kehilangan panas. Tangan serta alat yang
digunakan untuk pemerikasaan fisik harus bersih dan hangat.
Pemeriksaan ini meliputi:
 Aktivitas fisik
Keaktifan bayi baru lahir dinilai dengan melihat posisi dengan
gerakan tungkai dan lengan. Pada bayi baru lahir yang sehat,
ekstermitas berada dalam keadaan fleksi, dengan gerakan tungkai dan
lengan aktif dan simetris.
 Tangisan bayi
Tangisan bayi dapat memberikan keterangan tentang keadaan bayi.
Tangisan melengking ditemukan pada bayi dengan kelainan
neurologis, sedangkan tangisan yang lemah/merintih terdapat pada
bayi dengan kesulitan pernafasan.
 Wajah bayi baru lahir
Wajah bayi baru lahir dapat menunjukan kelainan yang khas, misalnya
sindrom Down, sindrom Pierre-Robin, sindrom de Lange, dan
sebagainya.
 Keadaan gizi
Dinilai dari berat dan panjang badan, disesuaikan dengan masa
kehamilan tebal lapisan sub kutis serta kerutan pada kulit
 Pemeriksaan suhu
Suhu tubuh bayi baru lahir diukur pada aksila. Suhu bayi baru lahir
normal adalah 36,5-37,5oC. suhu meningkat dapat ditemukan pada
dehidrasi, gangguan serebral, infeksi, atau kenaikan suhu lingkungan.
 Tingkat pernafasan
BBL umumnya bernafas antara 40-60 x/menit, dihitung selama satu
menit penuh dengan mengamati naik turun perutnya, bayi dalam
keadaan tenang
 Detak jantung
Jantung bayi baru lahir normalnya berdetak antara 120-160 x/menit
dengan menggunakan stetoskop dapat didengar dengan jelas ditelinga
tetapi biasanya untuk mengevaluasi bayi baru lahir pada menit
pertama dan menit kelima setelah kelahirannya menggunakan sistem
APGAR. Nilai APGAR akan membantu dalam
menentukan tingkat keseriusan dari depresi bayi baru lahir yang
terjadi serta langkah segera yang akan diambil. Hal yang perlu dinilai
antara lain warna kulit bayi, frekuensi jantung, reaksi terhadap
rangsangan, aktifitas, tonus otot dan pernafasan bayi, masing-masing
diberi tanda 0, 1 atau 2 sesuai dengan kondisi bayi.
Klasifikasi klinik :
- Nilai 7-10 : bayi normal
- Nilai 4-6 : bayi dengan asfiksia ringan
Tabel 2.3 APGAR Score
Tanda-tanda 0 1 2
A : Apperence Pucat atau Tubuh merah Seluruh tubuh merah
(warna kulit) biru
P : Pulse (frekuensi Tidak ada Dibawah 100, lemah dan Diatas 100, detak
jantung) detak jantung lamban jantung kuat
G : Grimace (reaksi Tidak ada Menyeringai atau kecut Bersin / batuk saat
terhadap rangsang) respon penghisapan lendir
A : Activity Tidak ada Ada sedikit Seluruh ekstrimitas
gerakan bergerak aktif
(tonus otot)
R : Respiration Tidak ada Pernafasan perlahan, bayi Menangis kuat
(pernafasan) terdengar merintih
2.2.6 Beberapa Hal yang Harus dilakukan Terhadap Bayi
 Jaga bayi tetap bersih apa saja yang masuk dalam mulut bayi harus
bersih
 Jaga tali pusat agar tetap bersih dan kering. 2.1.9.3 Biarkan bayi
menyusu terus, dimulai dari hari pertama setelah dilahirkan
 Ukur suhu bayi
 Ukur berat badan setelah 10 hari untuk mengetahui apakah berat
badannya sudah normal
 Jaga bayi tetap hangat
 Anjurkan pada ibu untuk membawa bayinya untuk imunisasi

2.3 Konsep Dasar Manajemen Asuhan pada Ibu Nifas


2.3.1 Pengkajian data
A. Data Subyektif
1)Biodata
a) Umur
< 20 tahun : alat-alat reproduksi belum matang, mental dan
psikisnya belum siap.
> 35 tahun : rentan untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas
(Salehah, 2009).
b) Pendidikan
Pendidikan yang dijalani seseorang memiliki pengaruh pada
peningkatan kemampuan berfikir, dimana seseorang yang
berpendidikan lebih tinggi akan dapat mengambil keputusan
yang lebih rasional, umumnya terbuka untuk menerima
perubahan atau hal baru dibandingkan dengan individu yang
berpendidikan lebih rendah (Depkes RI, 2002).
2)Keluhan Utama
6 – 8 jam pp : nyeri perut, nyeri jahitan, ASI tidak keluar/sedikit.
6 hari pp : nyeri perut, gatal pada luka jahitan, bengkak pada
kaki, puting lecet.
2 minggu pp : cemas, puting lecet, bengkak pada kaki.
6 minggu pp : puting lecet, bengkak pada kaki (Siti Salehah, 2009)
3)Riwayat Obstetri
Kehamilan Persalinan Anak Nifas
No Tmp Hidu Pen KB
Suami UK Peny Jenis Pnlg Peny Sex BB Mati Laktasi
t p y
1

Berisi tentang riwayat kehamilan, persalinan, nifas yang lalu. Hal ini penting
untuk mengetahui faktor risiko pada kehamilan, persalinan, dan nifas berikutnya.
Ibu yang mempunyai riwayat kehamilan, persalinan, maupun nifas dengan
preeklampsi maka mempunyai faktor resiko yang lebih besar dapat terulang
kembali pada kehamilan, persalinan, maupun nifas berikutnya.
4) Riwayat Persalinan Sekarang
Tanggal persalinan, jenis persalinan, jenis kelamin anak, keadaan
bayi meliputi PB, BB, penolong persalinan, penyulit, perdarahan.
5)Riwayat Kesehatan Klien
Tidak pernah menderita penyakit jantung, hipertensi, asma,
diabetes mellitus, ginjal, hepatitis dan TBC serta apakah
mempunyai riwayat hamil kembar (gemelli).
6)Pola Fungsional Kesehatan
a) Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ibu nifas biasanya meningkat seiring dengan
persiapan untuk laktasi. Selain itu, diet juga akan mempercepat
pemulihan kesehatan dan kekuatan ibu pasca melahirkan.
b) Eliminasi :
BAK fisiologis akan terjadi <6 jam pasca melahirkan,
sedangkan BAB biasanya terjadi 2-3 hari pasca melahirkan.
c) Istirahat
Seorang wanita yang dalam masa nifas dan menyusui
memerlukan waktu lebih banyak untuk istirahat karena sedang
dalam proses penyembuhan, terutama organ-organ reproduksi
dan untuk kebutuhan menyusui bayinya.
d) Aktivitas
Ditanyakan sejauh mana ibu melakukan mobilisasi dini, apakah
mengalami hambatan atau kesulitan
e) Personal hygiene
Ibu nifas harus mengganti pakaiannya minimal 2x/hari, ganti
celana dalam dan pembalut minimal 3x/ hari (Bahiyatun, 2009)
7)Riwayat Psikososial dan Budaya :
Kehamilan ini direncanakan atau tidak, diterima dikeluarga atau
tidak, pendamping selama nifas, tradisi atau adat istiadat yang
berlaku di keluarga saat nifas, pengambil keputusan.
Jenis kontrasepsi yang pernah digunakan, lamanya, keluhan selama
menggunakan kontrasepsi, rencana kontrasepsi setelah masa nifas
ini.
B. Data Obyektif
1)Pemeriksaan umum
a. Keadaan Umum : baik
b. Tanda-tanda vital
- Tekanan darah
Tekanan darah normal, sistolik 90-120 mm hg dan
diastolik 60-80 mm hg, pasca melahirkan pada kasus normal,
tekanan darah biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan
darah bisa menjadi lebih rendah pasca melahirkan
diakibatkan oleh perdarahan. Tekanan darah sistolik
<90mmhg mengindikasikan Syok perdarahan awal, tekanan
darah sangat rendah mengindikasikan syok perdarahan lanjut
dan tekanan darah tinggi mengindikasikan pre
eklampsia/eklampsia seperti tekanan darah > 200 mmhg
mengindikasikan eklampsi yang berprognosis buruk
berdasarkan Kriteria Eden.
Jika ibu tidak memiliki riwayat morbiditas terkait dengan
hipertensi, biasanya tekanan darah kembali ke kisaran normal
dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Oleh karna itu
berdasar evidance based, pengukuran tekanan darah tidak
perlu dilakukan secara rutin tanpa ada indikasi klinis.
- Suhu
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2° C. Pasca
melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5° C dari
keadaan normal. Peningkatan suhu badan sampai 24 jam
pertama masa nifas pada umumnya disebabkan oleh
dehidrasi, yang disebabkan oleh keluarnya cairan pada waktu
melahirkan, selain itu juga bisa disebabkan karena istirahat
dan tidur yang diperpanjang selama awal persalinan. Tetapi
pada umumnya setelah 12 jam post partum suhu tubuh
kembali normal. Kenaikan suhu yang mencapai ≥ 38ºC
adalah mengarah ke tanda-tanda infeksi (Saleha, 2009).
Normalnya 24 jam pertama setelah sekresi ASI, payudara
meregang dan keras, seringkali disertai peningkatan suhu
badan sesaat, yang berkisar 37,8-39° C yang berlangsung
sekitar 4-16 jam. Kurang lebih pada hari ke 4 pp, suhu badan
akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada pembentukan ASI,
kemunkinan payudara membengkak, maupun infeksi pada
endometrium (40° C), mastitis (39,5° C - 40° C), traktus
genitalis maupun sistem lain, eklampsia berdasarkan Kriteria
Eden Suhu >39° C mengindikasikan eklampsia yang
berprognosis jelek.
- Nadi
Nadi berkisar antara 60-100x/menit. Denyut nadi yang
meningkat selama persalinan akhir, kembali normal setelah
beberapa jam postpartum. Pasca melahirkan denyut nadi
dapat menjadi bradikardi/takikardi.
Bradikardi : Nadi lemah dan cepat kolaps dengan tanda-
tanda syok dan tekanan darah rendah dapat
mengindikasikan pembentukan hematoma.
Takikardi : Nadi yang cepat pada ibu yang sehat
mengindikasikan bahwa ia menderita anemia,
tiroid, disfungsi hormonal lain. Denyut nadi di
atas 100x/menit pada masa nifas adalah
mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini
salah satunya bisa diakibatkan oleh proses
persalinan sulit atau karena kehilangan darah
yang berlebihan. Apabila denyut nadi
>100/menit selama puerpurium
mengindikasikan hemoragi pascapartum
lambat. Pada syok perdarahan awal, nadi cepat
110x/menit atau lebih , syok perdarahan lanjut
nadi sangat cepat dan lemah Berdasarkan
kriteria Eden, nadi >120/menit menunjukkan
eklampsia yang prognosisnya jelek. (Varney,
2007)
- Pernapasan
Pada masa nifar, pernapasan harus berada pada rentang
yang normal, yaitu sekitar 16-24x/menit. Pada ibu postpartum
umumnya pernafasan lambat/normal. Hal ini dikarenakan ibu
dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi istirahat.Bila
ada respirasi cepat postpartum (>30x per menit) mungkin
karena tanda-tanda syok perdarahan awal, sedangkan pada
syok perdarahan lanjut pernafasan cepat dan dangkal
(Suherni, 2009).
2) Pemeriksaan fisik
- Wajah : tidak oedema, tidak pucat,
- Mata : konjunctiva merah muda, sclera putih
- Payudara : konsistensinya lunak, tidak terdapat bendungan ASI,
puting susu menonjol, ada colostrum/ASI
- Abdomen/ Uterus
6 – 8 jam pp :  3 jari bawah pusat, konsistensi uterus keras,
kontraksi baik.
6 hari pp : Pertengahan pusat simpisis, konsistensi uterus
keras, kontraksi baik.
2 minggu pp : tidak teraba diatas simpisis.
6 minggu pp : tidak teraba
- Genetalia : Tidak terdapat oedema pada labia mayora maupun
labia minora, jahitan perineum baik dan tidak ada
tanda-tanda infeksi, terdapat pengeluaran berupa:
6 – 8 jam PP : darah segar warna merah, tidak berbau busuk,
jumlahnya.
6 hari PP : darah bercampur lendir berwarna merah
kekuningan, tidak berbau busuk, jumlahnya.
2 minggu PP : lendir, tidak berbau busuk, jumlahnya.
6 minggu PP : berwarna putih seperti krim, tidak berbau busuk,
jumlahnya.
- Ekstrimitas atas/ bawah
Tidak ada oedema, tidak ada varices, refleks baik.
2.3.2 Intrepetasi data diagnosis dan masalah
1) Diagnosa Kebidanan
PAPAH, PP........jam/hari
2) Masalah
- Perut terasa mules, Nyeri perineum, Konstipasi, Hemoroid
2.3.3 Identifikasi diagnosa & masalah potensial
Infeksi (vulvitis, vaginitis, servisitis, tromboflebitis, endometritis,
peritonitis, infeksi jahitan operasi jika SC), Perdarahan, Infeksi saluran
kemih, Patologi menyusui (puting susu lecet, payudara bengkak, saluran
susu tersumbat, mastitis, abses payudara)
2.3.4 Identifikasi tindakan segera
1) Mandiri : pada beberapa situasi yang memerlukan penanganan
segera (emergensi) dimana bidan harus segera melakukan tindakan
untuk menyelamatkan pasien.
2) Kolaborasi : dengan dokter spesialis obstetri dan ginekologi atau
dengan tenaga kesehatan lain yang ahli dibidangnya untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim
kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien.
3) Merujuk : bila terjadi komplikasi.
2.3.5 Perencanaan tindakan
1) Jelaskan hasil pemeriksaan kepada ibu dan keluarga
R/ informasi yang jelas mengoptimalkan asuhan yang diberikan
2) Jelaskan penyebab dari keluhan atau masalah yang dirasakan ibu
R/ informasi yang jelas memberikan kenyaman klien
3) Bimbing ibu untuk mobilisasi bertahap
R/ mobilisasi mencegah thrombosis vena dan tromboemboli, serta
mempercepat pemulihan kondisi ibu post partum
4) Bimbing ibu massage fundus uteri untuk membantu kontraksi uterus
R/ massage akan membantu uterus berkontraksi dengan baik ditandai
dengan teraba keras dan bundar sehingga dapat mencegah perdarahan
5) Berikan dukungan psikologis kepada ibu dalam menghadapi perubahan
fisik, psikologis, dan peran sosial yang dialaminya
R/ dukungan psikologis akan membantu ibu dan keluarga lebih mudah
menghadapi perubahan fisik, psikologis, dan peran sosial di
masyarakat.
6) Observasi keluhan, TTV, ASI, kontraksi uterus, TFU, jahitan perineum,
dan lochea.
R/ Memantau kondisi ibu dapat mencegah terjadinya komplikasi masa
nifas
7) Bimbing tentang perawatan payudara dan cara menyusui yang benar
R/ ASI yang lancar dapat memberikan kenyamanan dan pertumbuhan
serta perkembangan yang baik bagi bayi
8) Berikan HE tentang :
a. Tanda bahaya nifas
Pusing berat, mata kunang-kunang, perdarahan sur-sur, panas yang
tinggi, perut terasa sangat nyeri.
b. Tanda bahaya bayi baru lahir
Malas minum, sianosis, sesak napas, ikterus, panas atau suhu badan
rendah, retraksi dada, BBLR.
c. Perawatan tali pusat bayi
Ajarkan ibu untuk merawat tali pusat bayinya dengan perawatan
kering hanya mengunakan kasa kering saja tanpa ditambahi/dibubuhi
apapun agar tidak terjadi infeksi.
d. Kebersihan diri
- Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
- Ajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun
dan air. Memastikan bahwa ibu mengerti untuk membersihkan daerah
di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus.
Menjelaskan kepada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai
buang air kecil atau besar.
- Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali sehari.
- Sarankan ibu untuk mencuci tangan dengan sabun dan air sebelum dan
sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
- Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, menyarankan
kepada ibu untuk menghindari menyentuh daerah luka.
2.3.6 Pelaksanaan tindakan
Melakukan rencana asuhan menyeluruh yang telah diuraikan pada
langkah 5.
2.3.7 Evaluasi
Dilakukan evaluasi dari keefektifan dari asuhan yang diberikan
Tanggal/jam
1) Subjektif: data yang diambil dari pasien
2) Objektif : hasil pengkajian dari petugas kesehatan
3) Analisis : merupakan diagnosa dari pemeriksaan subjektif dan
objektif
4) Penatalaksanaan : menentukan rencana tindakan selanjutnya
2.4 Konsep Asuhan Kebidanan pada Bayi Baru Lahir
I. Pengumpulan data
Pada tanggal : Pukul :
A. Data Subyektif
1. Identitas
1) Nama Bayi, Ibu dan Suami
Untuk membedakan antar pasien atau menetapkan identitas pasti pasien
kerena mungkin memiliki nama yang sama dengan alamat dan nomor
telepon yang berbeda.
2) Umur
Umur bayi dituliskan agar pada perawatannya sesuai dengan yang
dibutuhkan bayi. Umur ibu dan ayah bayi agar tenaga kesehatan
mengetahui psikologis orang tua bayi.
3) Suku/Bangsa
Untuk mengetahui kondisi sosial budaya keluarga bayi yang dapat
mempengaruhi perilaku kesehatan bayi.
4) Agama
Dalam hal ini berhubungan dengan perawatan penderita yang
berhubungan dengan ketentuan agama. Antara lain dalam keadaan yang
gawat ketika memberi pertolongan
dan perawatan dapat diketahui dengan siapa harus berhubungan,
misalnya agama islam memanggil ustadz, dan sebagainya.
5) Pendidikan ibu dan ayah
Untuk mengetahui tingkat intelektualnya. Tingkat pendidikan
mempengaruhi sikap perilaku kesehatan seseorang.
6) Pekerjaan ibu dan ayah
Ditanyakan pada ibu maupun ayah bayi. Hal ini untuk mengetahui taraf
hidup dan sosial ekonomi keluarga.
7) Alamat
Untuk mengetahui bayi tinggal dimana, menjaga kemungkinan bila ada
bayi yang namanya sama, bersamaan datang. Ditanyakan alamatnya, agar
dapat dipastikan bayi yang mana hendak ditolong itu. Alamat juga
diperlukan bila mengadakan kunjungan kepada penderita.
8) Telepon
Ditanyakan bila ada, untuk memudahkan komunikasi.
9) No Register bayi
Nomer ini dapat digunakan sebagai petunjuk dari rekam medik untuk
mempermudah pencarian dan membedakan rekam medik pasien yang
lainnya.
2. Keluhan Utama
Keluhan yang tampak dan dirasakan oleh bayi dan tenaga kesehatan. Pada
asuhan ini bayi normal tidak ada keluhan.
3. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
1) Riwayat Prenatal
Riwayat kehamilan yang mempengaruhi bayi baru lahir adalah
kehamilan yang tidak ada komplikasi seperti DM, hepatitis, jantung
ashma, hipertensi dan TBC. Frekuensi ANC dan keluhan selama hamil.
Suntikan TT selama hamil, kebiasaan mengkonsumsi jamu-jamuan atau
merokok, pola nutrisi ibu dan pantang makanan selama kehamilan.
2) Riwayat Natal
Tanggal dan jam berapa bayi lahir, berapa usia kehamilan saat
persalinan, jenis persalinan normal atau dengan tindakan. Jenis kelamin
bayi, APGAR score 7-10, lama kala satu 8-10 jam, lama kala dua 30-90
menit, BB 2500 gr-4000 gr, PB 48 cm - 52 cm, bagaimana ketubannya ,
tempat persalinan dan penolong persalinan.
3) Riwayat Post Natal
Mengobservasi tanda-tanda vital bayi, perdarahan pada tali pusat
bayi, bayi sudah BAB dan BAK.
4. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat kesehatan keluarga yang paling banyak berpengaruh terhadap bayi
adalah penyakit menular seperti HIV, hepatitis dan TBC, atau penyakit
menahun seperti DM, jantung, hipertensi ginjal.

B. Data Objektif
Keadaan Umum : baik
Tanda-tanda vital :
S : 36,5 oC – 37,5oC
N : 120-160 x/menit RR : 40-60
x/menit
Kepala : tidak ada caput succedaneum, chepal hematoma, keadaan
fontanela mayor dan minor masih membuka.
Muka : bentuk simetris, warna kulit merah muda
Mata : bentuk simetris, tidak ada strabismus dan nistagmus, sklera
putih dan conjungtiva merah muda.
Hidung : bentuk simetris, tidak ada septum, tidak ada PCH.

Telinga : bentuk simetris, serumen tidak berlebihan.


Mulut : bibir tidak pucat, tidak ada labioskizis, palatoskizis dan labio
palatoskizis.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar thyroid, kelenjar limfe dan
bendungan vena jugularis, tidak webbed neck.
Dada : tidak ada retraksi, berbentuk silindris
Abdomen : bentuk silindris, tidak ada hepatomegali, tali pusat basah,tali
pusat tidak ada perdarahan dan tidak ada tanda-tanda infeksi.
Punggung: tidak ada spina bifida.
Genetalia : panjang penis 3-4 cm, lebar 1-1,3 cm, tidak ada hipospadia dan
epispadia, terdapat 2 testis pada palpasi skrotum.
Anus : tidak ada atresia ani dan tidak ada atresia rekti.
Ekstremitas : simetris, tidak ada sindactili atau polidactili.

Pemeriksaan Neurologis
Reflek Moro : apabila bayi diberi sentuhan mendadak, maka
akan menimbulkan gerak terkejut.
Reflek Menggenggam : apabila telapak tangan bayi disentuh dengan jari
pemeriksa, maka bayi akan berusaha
menggenggam.
Reflek Rooting : apabila pipi bayi disentuh denga jari, maka ia
akan menolehkan kepalanya mencari sentuhan
tersebut.
Reflek Sucking : apabila puting susu menyentuh bibirnya, maka
bayi akan berusaha menghisap.

II. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Aktual


Diagnosa aktual : Bayi Baru Lahir Fisiologis dengan Spontan
Belakang Kepala

III. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial


Diagnosa potensial : hipotermia.
IV. Identifikasi Kebutuhan dan Tindakan Segera
Mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter untuk
dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan yang
lain sesuai dengan kondisi klien.

V. Perencanaan
1. Jelaskan hasil pemeriksaan pada ibu tentang keadaan bayinya.
Rasional : penjelasan hasil pemeriksaan membuat ibu mengetahui
keadaan bayinya.
2. Observasi TTV pada bayi (APGAR Score)
Rasional : pantau untuk mengetahui kondisi bayi dan menentukan
tindakan selanjutnya
3. Bersihkan jalan nafas bayi dengan slem serta bersihkan seluruh tubuh
bayi dari sisa darah dan cairan ketuban kecuali wajah dan telapak tangan
sambil dilakukan rangsang taktil kemudian lakukan IMD pada bayi
dengan menyelimutinya dengan kain kering.
Rasional : pembersihan dilakukan untuk melebarkan jalan nafas dan
mencegah terjadinya hipotermia pada bayi, wajah dan telapak tangan
merupakan perangsang bayi menuju puting susu ibu saat IMD.
4. Timbang berat badan bayi dan ukur panjang badan bayi
Rasional : untuk mengetahui berat badan dan panjang badan bayi apakah
tergolong normal atau tidak normal.
5. Lakukan perawatan tali pusat dengan kasa kering
Rasional : perawatan dengan kasa kering dapat menghindarkan bayi dari
infeksi karena tidak mengandung air sehingga tidak ada kuman.
6. Pakaikan baju dan popok bayi
Rasional : untuk menghindarkan bayi dari hipotermia dan sebagai
estetika bagi tubuh bayi.
7. Berikan salep mata pada bayi.
Rasional : pemberian salep mata dapat menghindarkan infeksi mata pada
mata bayi.
8. Berikan vitamin K pada bayi.
Rasional : vitamin K dapat mencegah perdarahan pada bayi.
9. Cegah hipotermia pada bayi dengan menggedong bayi dengan selimut
dan meletakkan bayi kedalam cove.
Rasional : kain selimut dan cove bisa menghangatkan tubuh bayi
sehingga dapat mencegah hipotermia pada bayi.
10. Berikan kebutuhan nutrisi bagi bayi dengan segera memberikan bayi
kepada ibunya untuk diberi ASI.
Rasional : ASI nutrisi yang paling baik untuk bayi dan juga mengandung
imun bagi bayi.
11. Ganti popok bayi bila BAB atau BAK.
Rasional : popok bayi yang lembab dan basah terkena BAB atau BAK
bisa mengakibatkan terjadinya hipotermia pada bayi.
12. Lakukan evaluasi terhadap keadaan bayi.
Rasional : evaluasi keadaan bayi untuk mengetahui keadaan bayi dan
mendeteksi adanya kelainan.

VI. Pelaksanaan
Melaksanakan rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah diuraikan pada
perencanaan.

VII. Evaluasi
Dilakukan evaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan.

2.5
DAFTAR PUSTAKA

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran


Bandung. 1983. Obstetri Fisiologi. Bandung: Eleman

Coad, Jane; Dunstall, Melvyn. 2007. Anatomi & Fisiologi Untuk Bidan. Jakarta:
EGC

Cunningham, F. Gary, et al. 2006. Obstetri Williams Vol. 1. Jakarta: EGC

Jaringan Nasional Pelatihan Klinik. 2007. Acuan Persalinan Normal. Jakarta:


JNPK-KR/POGI dan JHPIEGO Corporation

Persatuan Obstetri dan Ginekologi Indonesia, dkk. 2002. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT Bina Pustaka


Sarwono Prawirohardjo

Uliyah, Musrifatul; Hidayat, A. Azis Alimul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek


Klinik Untuk Kebidanan Edisi 2. Jakarta: Salemba Medika

Anda mungkin juga menyukai