Anda di halaman 1dari 42

KAJIAN ASUHAN KEBIDANAN PADA MASA NIFAS

“Kasus Nifas 6 Hari Dengan Nyeri Luka Perineum ”

DI SUSUN OLEH KLP 3 :


1. Adhika Wijayanti
2. Dina Taufia
3. Novita Sari
4. Rina Oktaviana
5. Vivin Puspasari

DOSEN MATA KULIAH :


Bd. Lisma Evariny, M.Kes

PROGRAM STUDI S2 ILMU KEBIDANAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan
plasenta) yang telah cukup bulan atau hampir cukup bulan dan dapat hidup
di luar kandungan melalui jalan lahir atau melalui jalan lahir lain dengan
bantuan atau tanpa bantuan (kekuatan sendiri). Proses persalinan dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain fisik/tenaga ibu, jalan lahir,
janin, psikologi ibu danpenolong.
Persalinan dan kelahiran merupakan kejadian fisiologi yang normal
dalam kehidupan. Kelahiran seorang bayi juga merupakan peristiwa sosial
bagi ibu dan keluarga. Peranan ibu adalah melahirkan bayinya, sedangkan
peranan keluarga adalah memberikan bantuan dan dukungan pada ibu
ketika terjadi proses persalinan. Dalam hal ini peranan petugas kesehatan
tidak kalah pentingnya dalam proses persalinan, dalam memberikan
asuhan dan bantuan serta dukungan pada ibu agar seluruh rangkaian proses
persalinan dapat berjalan lancar, bersih serta aman bagi ibu serta bayinya
yang telah lahir (Savitri dkk, 2015:84).
Pertolongan persalinan secara pervaginam baik dengan bantuan
tindakan maupun tanpa tindakan harus mengacu pada prinsip untuk
menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI). Menurut World Health
Organization (WHO) Tahun 2011, saat ini AKI di Indonesia merupakan
angka tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Berdasarkan hasil Survey
Demografi Kesehatan Indonesipa (SDKI) tahun 2007 AKI di Indonesia
228/100.000 kelahiran hidup sedangkan pada tahun 2012 naik menjadi
359/100.000 kelahiran hidup. Data ini menunjukan semakin jauhnya
Indonesia dari target MDG's 2015 yaitu AKI 102 per 100.000 kelahiran
hidup (Karningsih dkk, 2015:42).
Upaya lain yang dilakukan untuk menurunkan kematian ibu dan
bayi yaitu dengan mendorong agar setiap persalinan ditolong oleh tenaga
kesehatan terlatih yaitu dokter spesialis kebidanan dan kandungan
(SpOG), dokter umum, dan bidan, serta diupayakan dilakukan di fasilitas
pelayanan kesehatan. Namun terdapat penurunan, persalinan oleh tenaga
kesehatan dari 90,88% pada tahun 2013 menjadi 88,55% pada tahun 2015
(Profil Kesehatan Indonesia, 2015:112).
Faktor jalan lahir mempunyai peranan penting baik sebelum
maupun sesudah proses persalinan. Perineum merupakan salah satu jalur
yang dilalui pada saat proses persalinan dapat robek ketika melahirkan
atau secara sengaja digunting guna melebarkan jalan keluarnya bayi
(episiotomi). Persalinan pervaginam sering disertai dengan ruptur. Pada
beberapa kasus ruptur ini menjadi lebih berat, vagina mengalami laserasi
dan perineum sering robek terutama pada primigravida, ruptur dapat
terjadi secara spontan selama persalinan pervaginam (Savitri dkk,
2015:84)
Asuhan masa nifas diperlukan karena dalam periode ini merupakan
masa kritis baik ibu maupun bayinya. Diperkirakan 60% kematian ibu
akibat kehamilan terjadi setelah persalinan dan 50% kematian masa nifas
terjadi dalam 24 jam pertama, salah satu penyebabnya adalah pendarahan
masa nifas karena itu diperlukan penanganan yang tepat (Wulandari dkk.
2011, 2).

B. RUANG LINGKUP

Adapun ruang lingkup penulisan meliputi: Manajemen Asuhan


Kebidanan pada Ny “X” P1A0H1 Nifas 6 Hari Dengan Nyeri Luka
Perineum di Puskesmas X Kota Padang .
C. TUJUAN PENULISAN

Dapat melaksanakan manajemen asuhan kebidanan pada pada Ny


“X” P1A0H1 Nifas 6 Hari Dengan Nyeri Luka Perineum di Puskesmas X
Kota Padang .
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Masa Nifas
1. Pengertian
Masa nifas atau post partum disebut juga puerpurium yang berasal
dari bahasa latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous”
berarti melahirkan. Nifas yaitu darah yang keluar dari rahim karena sebab
melahirkan atau setelah melahirkan (Anggraeni, 2010).
Masa nifas (puerpurium) dimulai sejak plasenta lahir dan berakhir
ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa
nifas berlangsung kira-kira 6 minggu. Puerperium (nifas) berlangsung
selama 6 minggu atau 42 hari, merupakan waktu yang diperlukan untuk
pulihnya alat kandungan pada keadaan yang normal (Ambarwati dan
Wulandari, 2010).
Jadi masa nifas adalah masa yang dimulai dari plasenta lahir
sampai alat- alat kandungan kembali seperti sebelum hamil, dan
memerlukan waktu kira-kira 6 minggu.
2. Tahap Masa Nifas
Tahapan masa nifas adalah sebagai berikut:
a. Puerperium Dini
Kepulihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
Dalam agama Islam dianggap bersih dan boleh bekerja setelah 40 hari.
b. Puerperium Intermedial
Kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu
c. Remote Puerperium
Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama
bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi.
Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan
(Anggraeni, 2010).

3. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

Sistem tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk


menyesuaikan dengan kondisi post partum. Organ-organ tubuh ibu
yang mengalami perubahan setelah melahirkan antara lain (Anggraeni,
2010) :

a. Perubahan Sistem Reproduksi


1) Uterus
Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada
kondisi sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan
melakukan pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana Tinggi Fundus
Uterinya (TFU).
2) Lokhea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas.
Lokhea berbau amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda
pada setiap wanita. Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan
adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan volume
karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis
berdasarkan warna dan waktu keluarnya :
a) Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post
partum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar,
jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi, lanugo (rambut
bayi), dan mekonium.

b) Lokhea sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta


berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum.
c) Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7
sampai hari ke- 14.
d) Lokhea alba

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput


lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini dapat
berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan
adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh
tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang
berlanjut dapat menandakan adanya endometritis, terutama bila disertai
dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar
cairan nanah berbau busuk yang disebut dengan “lokhea purulenta”.
Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea statis”.
3) Perubahan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang


sangat besar selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama
sesudah proses tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur.
Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina

secara berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi


lebih menonjol.
4) Perubahan Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena


sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post
partum hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian
tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil.
b. Perubahan Sistem Pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini
disebabkan karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat
tekanan yang menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan
yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan,
hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.
c. Perubahan Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit


untuk buang air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini
adalah terdapat spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah
mengalami kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis
selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat
menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut
disebut “diuresis”.
d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah
yang berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga
akan menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta
fasia yang

meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan


pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah
persalinan.
e. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah
bertambah, sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada
penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme
kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah
kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga
sampai kelima postpartum.
f. Perubahan Tanda-tanda Vital
Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara lain :
1) Suhu badan
Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit
(37,50 – 38◦ C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan
cairan dan kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan
menjadi biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada
pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu tidak turun, kemungkinan
adanya infeksi pada endometrium.
2) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit.
Denyut nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi
yang melebihi 100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi
atau perdarahan post partum.

3) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan
darah akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat post partum menandakan terjadinya
preeklampsi post partum.
4) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan
ada tanda-tanda syok.

B. RupturPerineum
1. Pengertian
Perineum merupakan ruang berbentuk jajaran genjang yang
terletak dibawah dasar panggul. Batas–batasnya adalah:
a. Superior: Dasar panggul yang terdiri dari Musculus Levator dan
Musculus Coccygeus.
b. Lateral: tulang dan ligament yang membentuk pintu bawah pinggul
(exitus pelvis):yakni dari depan kebelakang angulus subpubius,
ramus ischiopubicus, tuber ischiadicum, ligamentum
Sacrotuberosum, oscoccygis.
c. Inferior: kulitdan fascia (Oxorn,2010).
Perineum adalah daerah yang terletak antara vulva dan anus,
panjangnya rata- rata 4 cm (Winknjosatro,2007). Perineum merupakan
daerah tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Perineum meregang
pada saat persalinan kadang perlu dipotong (episiotomi) untuk
memperbesar jalan lahir dan mencegah robekan (Sumara,dkk,2002).
Ruptur perineum adalah robeknya perineum pada saat jalan lahir.
Berbeda dengan episiotomy, robekan ini bersifatnya traumatik karena
perineum tidak kuat menahan regangan pada saat janin
lewat(Siswosudarmo, Ova Emilia,2008)

Ruptur adalah luka pada perineum yang diakibatkan oleh rusaknya


jaringan secara alamiah karena proses desakan kepala janin atau bahu
pada saat persalinan. Bentuk ruptur biasanya tidak teratur sehingga
jaringan yang robek sulit dilakukan penjahitan (Sukrisno, Adi
2010)Menurut Oxom (2010), robekan perineum adalah robekan obstetrik
yang terjadi pada daerah perineum akibat ketidakmampuan otot dan
jaringan lunak pelvik untuk mengakomodasi lahirnya fetus.

Persalinan sering kali menyebabkan perlukaan jalan lahir. Luka


yang terjadi biasanya ringan tetapi seringkali juga terjadi luka yang luas
dan berbahaya, untuk itu setelah persalinan harus dilakukan
pemeriksaaan vulva dan perineum (Sumarah, 2009).

Robekan perineum terjadi hampir pada semua persalinan pertama


dan tidak jarang pada persalinan berikutnya. Namun hal ini dapat
dihindarkan atau dikurangi dengan menjaga sampai dasar panggul dilalui
oleh kepala janin dengan cepat (Soepardiman dalam Nurasiah,2012).

2. Anatomiperineum

Perineum merupakan bagian permukaan pintu atas panggulterletak antara


vulva dan anus. Perineum terdiri dari otot dan fascia superfisialis perinci
dan terdiiri dari otot- otot koksigis dan levator anus yang tediri dari 3 otot
penting yaitu muskulus puborekatalis, muskulus pubokoksigis, muskulus
iliokoksigis. Susunan otottersebut merupakan penyangga dari struktur
pelvis, diantaranya lewat uratra, vagina dan rektum. Perineum berbatasan
sebagai berikut: a) Ligamentum arkuata dibagian depan tengah; b) Arkus
iskiopublik dan tuber iskii dibagian lateral lateral depan; c) Ligamentum
sakrotuberosum dibagian lateral belakang; d) Tugas koksigis dibagian
belakangtengah.

Daerah perineum terdiri dari 2bagian:a) Regional disebelah belakang,


disini terdapat muskulus fingter ani eksterna yang melingkari anus; b) Regio
urogenetalis, disini terdapat muskulus bulboka verous, muskulus
transversusu perinealis superfisialis dan muskulus iskiokavernosus.

3. Klasifikasi RupturPerineum

a. Robekan derajatpertama
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan
kulit perineum tepat dibawahnya (Oxorn,2010).Robekan perineum yang
melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat dilakukan sebelum plasaenta
lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan secara
manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu palasenta lahir.
Dengan penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka
dengan cairan anti septik dan luas robekan ditentukan dengan
seksama(Sumarah,2009).
b. Robekan derajatkedua
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling
dalam.Luka ini terutama mengenai garis tengah dan melebar sampai
corpus perineum. Acapkali musculus perineus transverses turut terobek
dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai spinter recti. Biasanya
robekan meluas keatas disepanjang mukosa vaginadan jaringan
submukosa. Keadaan ini menimbulkanluka laserasi yang berbentuk
segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah satu apexpada vagina
dan apex lainnya didekat rectum (Oxorn,2010).
Pada robekan perineumderajat dua, setelah diberi anastesi local otot-
otot difragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah jahitan dan
kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan mengikut
sertakan jaringan- jaringan dibawahnya (Sumarah,2009).

c. Robekan derajatketiga

Robekanderajat ketiga meluas sampai corpus perineum, musculus


transverses perineus dan spinter recti. Pada robekan partialis derajat
ketiga yang robek hanyalah spinter recti; pada robekan yang total, spinter
recti terpotong dan laserasi meluas hingga dinding anterior rectum
dengan jarak yang bervariasi. Sebagaian penulis lebih senang
menyebutkan keadaan ini sebagai robekan derajat keempat (Oxorn,2010).

Menjahit robekan perineum derajat tiga harus dilakukan dengan


teliti, mula-mula dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian
fasia prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek
dijahit. Selanjutnya dilakukan penutupan robekan seperti pada robekan
perineum derajat kedua. Untuk mendapatkan hasil yang baik pada
robekan perineum total perlu diadakan penanganan pasca pembedahan
yang sempurna (Sumarah,2009).
d. Robekan derajatkeempat
Robekan yang terjadi dari mukosa vagina, komisura posterior, kulit
perineum, otot perineum, otot spinter ani eksterna, dinding rectum
anterior (Sumarah, 2009). Semua robekan derajat ketiga dan keempat
harus diperbaiki diruang bedah dengan anastesi regional atau umum
secara adekuat untuk mencapai relaksasi sfingter. Ada argument yang
baik bahwa robekan derajat ketiga dan keempat, khususnya jika rumit,
hanya boleh diperbaikioleh profesional berpengalaman seperti ahli bedah
kolorektum, dan harus ditindak-lanjuti hingga 12 bulan setelah kelahiran.
Beberapa unit maternitas memiliki akses ke perawatan spesialis
kolorektal yang memiliki bagian penting untuk berperan
(Maureeboyle,2009).

4. Etiologi RupturPerineum

Robekan pada perineum umumnya terjadi pada persalinan dimana:


a)Kepalajaninterlalu cepat; b) Persalinan tidak dipimpin sebagaimana
mestinya; c) Sebelumya pada perineum terdapat banyak jaringan parut;
d)Pada persalianan dengan distosia bahu (Prawiharjo, 2011); e)
Presentasi defleksi (dahi,muka); f) Primipara; g) Letak sungsang; h) Pada
obstetri dan embriotomi: ekstraksi vakum, ekstraksi forsep, dan
embriotomi(Mochtar,2005).

Robekan perineum berkaitan dengan kelahiran primipara, kala dua


persalinan yang lama, arcus pubis yang sempit, posisi kepala yang
kurang fleksi dan oksipital posterior, presipitasi persalinan,bayi besar
(lebih dari 4000 g), distosia bahu, kelahiran pervaginam dengan bantuan
misalnya forcep tetapi lebih sedikit dengan ventiouse (David,2008).
5. Tanda – Tanda dan Gejala Robekan Jalanlahir
Bila perdarahan masih berlangsung meski kontraksi uterus baik
dan tidak didapatkan adanya retensi plasenta maupun adanya sisa plasenta,
kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir (TaufanNungroho,2012).
Tanda dan gejala robekan jalan lahir diantaranya adalah
perdarahan, Ciri Khas Robekan JalanLahirdarah segar yang mengalir setelah
bayi lahir, uterus berkontraksi dengan baik, dan plasenta normal. Gejala
yang sering terjadi antara lain pucat, lemah, pasien dalam keadaan
menggigil.

a. Kontraksi uterus kuat, keras danmengecil.


b. Perdarahan terjadi langsung setelah anak lahir, perdarahan ini terus
menerus setelah massase atau pemberian uterotonika langsung
mengeras tapi perdarahan tidak berkurang. Dalam hal apapun, robekan
jalan lahirharusdapat diminimalkan karena tak jarang perdarahan
terjadi karena robekan dan ini menimbulkan akibat ynag fatal seperti
terjadinya syok (Rukiyah,2012).
c. Bila perdarahan berlangsung meski kontraksi uterus baik dan tidak
didapatkan adanya retensi plasenta maupun sisa plasenta,
kemungkinan telah terjadi perlukaan jalan lahir(Taufan2012).
6. Pencegahan Terjadinya rupturPerineum
Laserasi spontan pada vagina atauperineum dapat terjadi saatbayi
dilahirkan, terutama saat kelahiran kepala dan bahu. Kejadian laserasi akan
meningkat jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Janin
bekerjasama dengan ibu selama persalinan dan gunakan manufer tangan
yang tepat untuk mengendalikan kelahiran bayi serta membantu mencegah
terjadinya laserasi. Kerjasama ini dibutuhkan terutama saat kepala bayi
dengan diameter 5-6 cm telah membuka vulva (crowning). Kelahiran kepala
yang terkendali dan perlahan memberikan waktu pada jaringan vagina dan
perineum untuk melakukan penyesuaian dan akan mengurangi kemungkinan
terjadinya robekan. Saat kepala mendorong vulva dengan diameter 5-6 cm
bimbing ibu untuk meneran dan berhenti untuk beristirahat atau bernapas
dengan cepat.

7. MempersiapkanPenjahitan

a. Bantu ibu mengambil posisi litotomi sehingga bokongnya berada di


tepi tempat tidurmeja.
b. Tempatkan handuk atau kain bersih di bawah bokongibu.
c. Jika mungkin, tempatkan lampu sedemikian rupa sehinnga perineum
padat dilihatjelas.
d. Gunakan teknik aseptik pada saatmemeriksa robekanatau episiotomi,
memberikan anastesi lokal dan menjahitluka.
e. Cuci tangan menggunakan sabun dan air bersih yang mengalir.
f. Pakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau yangsteril.
g. Dengan menggunakan aseptik, persiapkan peralatan dan bahan –
bahan disinfeksi tingkat tinggi untukpenjahitan.
h. Duduk dengan posisi santai dan nyaman sehingga luka bisa dengan
mudah dilihat dan panjahitan tanpakesulitan.
i. Gunakan kain/kasa disinfeksi tingkat tinggi atau bersih untuk
menyeka vulva, vagina dan perineum ibu dengan lembut, bersihkan
darah atau bekuan darah yang ada sambil menilai dalam luasnyaluka.
j. Periksa vagina, servik dan perineum secara lengkap, pastikan bahwa
laserasi/ sayatan perineum hanya merupakan derajat satu atau lebih
jauh untuk memeriksa bahwa tidak terjadi robekan derajat tiga atau
empat. Masukkan jari yang bersarung tangan ke dalam anus dengan
hati –hati dan angkat jari tersebut perlahan –lahan untuk
mengidentifikasi sfinter ani. Raba tonus atau ketegangan sfinger.Jika
sfingter terluka, ibu mengalami laserasi derajat tiga atau empat dan
harus segera dirujuk. Ibu juga dirujuk jika mengalami laserasiserviks.
k. Ganti sarung tangan sengan sarungtangan disinfeksi tingkat tinggi
atau steril yang baru setelah melakukan pemeriksaaanrektum.
l. Berikan anastesilokal.
m. Siapkanjarum(pilihjarumyangbatangnyabulat,tidakpipih)danbenang.
n. Gunakan benang kronik 2-0 atau 3-0. Benang kromik bersifat lentur,
kuat, tahan lama dan paling sedikit menimbulkan reaksi
jaringan.Tempatkan jarum pada pemegang jarum dengan sudut 90
derajat, jepit dan jepit jarum tersebut(APN2012).

8. Penanganan Rupturperineum

Menurut nugroho (2012) ada beberapa langka untuk menangani


ruptur perineum.
a. Sebelum merepair luka episiotomy laserasi, jalan lahir harus
diekpose/ditampilkan dengan jelas, bila diperlukan dapat
menggunakan bantuan speculumsims.
b. Identifikasi apakah terdapat laserasi serviks, jika harus direpair
terlebih dahulu.
c. Masukkan tampon atau kassa kepuncak vagina untuk menahan
perdarahan dari dalam uterus untuk sementara sehingga luka
episiotomi tampakjelas.
d. Masukkan jari ke II dan III dalam vagina dan regangkan untuk
dinding vagina untuk mengekpose batas atas (ujung)luka.
e. Jahitan dimulai 1 cm prosimal puncak luka, luka dinding vagina
dijahit kearah distal hingga batas commissuraposterior.
f. Rekontruksi diapgrama urogenital (otot perineum) dengan cromic
catgut2-0.
g. Jahitan diteruskan dengan penjahitanperineum.
Menurut 0xorn (2010) adabeberapa langkah menangani ruptur perineum

• Robekan derajatpertama
Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin.
Tujuannya adalah merapatkan kembali jaringan yang terpotong dan
menghasilkan hemostatis. Pada rata-rata kasus beberapa jahitan
terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulit perineum sudah
memadai. Jika perdarahannya banyak dapat digunakan jahitan angka-
8, jahitan karena jahitan ini kurang menimbulkan tegangan dan lebih
menyenagkan bagi pasiennya.

• Robekan derajat kedua lapis demi lapis: a) Jahitan terputus, menerus


ataupun jahitan simpul digunakan untuk merapatkan tepi mukosa
vagina dan submukosanya; b) Otot-otot yang dalam corpus perineum
dijahit menjadi satu dengan terputus; c) Jahitan subcutis bersambung
atau jahitan terputus, yang disimpulkan secara longgar menyatukan
kedua tepikulit3
• Robekan derajat ketiga yang total diperbaiki lapis demilapis:

• Dinding anterior rectum diperbaiki dengan jahitan memakai


chromic catgut halus 000 atau 0000 yang menyatu dengan jarum.
Mulai pada apex, jahitan terputus dilakukan pada submukosa
sehingga tunica serosa,musculusdan submukosa rectum
tertutuprapat.
• Garis perbaiki ulang dengan merapatkanfascia perirectal dan
fascia septum rectovaginalis. Digunakan jahitan menurus atau
jahitan terputus.
• Pinggir robekan spincter recti (yang telah mengerut) diidentifikasi
dijepit dengan forceps allis dan dirapatkan dengan jahitan terputus
atau jahitan berbentuk angka- 8 sebanyak duabuah.
• Mukosa vagina kemudian diperbaiki seperti pada episotomi garis
tengah, dengan jahitan menerusatauterputus.
• Musculusperineus dijahit menjadi satu dengan jahitanterputus.
• Kedua tepi kulit dijahit menjadi satu dengan jahitan subculus
menerus atau jahitan terputus yang disimpulkan secaralonggar.

Perbaikan pada robekan partial. Perbaikanpada robekan partial derajat


ketiga serupa denganperbaikan pada robekan total, kecuali dinding rectum masih
utuhdan perbaikan dimulai dengan menerapkan kembali kedua ujung spchinter
recti terobek (Oxorn,2010).
9. Pengobatan Robekan JalanLahir
Pengobatan yang dapat dilakukan untuk robekan jalan lahir adalah
dengan memberikan uterotonika setelah lahirnya plasenta, obat ini tidak
boleh diberikan sebelum bayi lahir. Manfaat dari pemberian obat ini
adalah untuk mengurangi terjadinya perdarahan pada kala III dan
mempercepat lahirnya plasenta.
Perawatan luka perineum pada ibu setelah melahirkan berguna
untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan, menjaga kebersihan,
mencegah infeksi dan mempercepat penyembuhan luka. Perawatan
perineum umumnya bersamaan dengan perawatan vulva. Hal-hal yang
perlu diperhatikan adalah: a)Mencegah kontaminasi dengan rectum; b)
Menangani dengan lembut jaringan luka; c) Menbersihkan darah yang
menjadi sumber infeksi dan bau (Saifuddin,2001).

10. Komplikasi

Resiko komplikasi yang mungkin terjadi jika ruptur perineum tidak


segera diatasi, yaitu:
a. Perdarahan
Seorang wanita dapat meninggal karena perdarahan pasca
persalinan dalam waktu satu jam setelah melahirkan. Penilaian dan
penataksanaan yang cermat selama kala satu dan kala empat persalinan
sangat penting. Menilai kehilangan darah yaitu dengan cara memantau
tanda vital, mengevaluasi asal perdarahan, serta memperkirakan jumlah
perdarahan lanjutan dan menilai tonus otot(Depkes,2006).

b. FistulA
Fistula dapat terjadi tanda diketahui penyebabnya karena perlukaan
pada vagina menembus kandung kencing atau rectum. Jika kandung
kencing luka, maka air kencing akan segera keluar melalui vagina.
Fistula dapat menekan kandung kencing atau rektum yang lama antara
janin dan panggul,sehingga terjadi iskemia (Depkes,2006)

c. Hematoma

Hematoma dapat terjadi akibat trauma partus pada persalinan


karena adanya penekanan kepala janin serta tindakan persalinan yang
ditandai dengan rasa nyeri pada perineum dan vulva berwarna biru dan
merah.Hematoma dibagian pelvis bisa terjadi dalam vulva perineum
dan fosa iskiorektalis. Biasanya karena trauma perineum tetapi bisa
juga dengan varikositasvulva yang timbul bersamaan dengan gejala
peningkatan nyeri. Kesalahan yang menyebabkan diagnosis tidak
diketahui dan memungkinkan banyak darah yang hilang. Dalamwaktu
yang singkat, adanya pembengkakan biru yang tegang pada salah satu
sisi introitus di daerah ruptur perineum (Martius, 1997).

d. Infeksi
Infeksi pada masanifas adalahperadangan di sekitar alat genitalia
pada kala nifas. Perlukaan pada persalinan merupakan tempat
masuknya kuman ke dalam tubuh sehingga menimbulkan infeksi.
Dengan ketentuan meningkat suhu tubuh melebihi 38℃, tanpa
menghitung pireksia nifas. Setiap wanita yang mengalami pireksia
nifas harus diperhatikan, diisolasi, dan dilakukan inspeksi pada
traktus genetalis untuk mencari laserasi, robekan atau luka
episiotomi (Liwellyin,2001).
Robekan jalan lahir selalu meyebabkan perdarahan yang berasal
dari perineum, vagina, serviks, dan robekan uterus (ruptur uteri).
Penanganan yang dapat dilakukan dalamhal ini adalah dengan
melakukan evaluasi terhadap sumber dan jumlah perdarahan. Jenis
robekan perineum adalah mulai dari tingkatan ringan sampai dengan
robekan yang terjadi pada seluruh perineum yaitu mulai dari derajat
satu sampai dengan derajat empat. Ruptur perineum dapat diketahui
dari tanda dan gejala yang muncul serta penyebab terjadinya.
Dengan diketahuinya tanda dan gejala terjadinya rupture perineum,
maka tindakan dan penanganan selanjutnya dapatdilakukan.
Kaitan yang ditemukan dalam penulisan ini adalah penyebab
terjadinya ruptur perineum, hal-hal yang dapat dilakukan serta tanda
dan gejala yang terlihat serta upaya lanjutan yang berkaitan dengan
penangannya.

C.Pendokumentasian Asuhan Kebidanan (SOAP)

Format SOAP pada umunya digunakan untuk pengkajian awal pada


pasien.

1. Subjektive(S)

Menggambarkan pendokumentasian hanya


pengumpulan data klien melalui anamnesa. Tanda gejala
subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari pasien, suami
atau keluarga (identitas umum, keluhan, riwayat menarche,
riwayat perkawinan, riwayat kehamilan, riwayat persalinan,
riwayat KB, riwayat penyakit, riwayat penyakit dalam
keluarga, riwayat penyakit keturunan, riwayat psikososial,
pola hidup). Catatan ini berhubungan dengan masalah sudut
pandang pasien. Ekspresi pasien mengenai kekahwatiran dan
keluhannya dicatat sebagai kutipan langsung atau ringkasan
yang berhubungan dengan diagnosa. Pada orang yang bisu,
dibagian data belakang “S” diberi tanda “O” atau “X” ini yang
akan menjadi tanda orang bisu. Data subjektif menguatkan
diagnosa yang akan dibuat.

2. Objektif(O)

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan


fisik klien, hasil lab, dan test diagnostik lain yang dirumuskan
dalam data fokus untuk mendukung assesment. Tanda gejala
objektif yang diperoleh dari hasil pemeriksaan (tanda keadaan
umum, fital sign, fisik, khusus kebidanan, pemeriksaan dalam,
laboratorium dan pemeriksaan penunjang). Pemeriksaan
dengan inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi. Data ini
memberi bukti gejala klinis pasien dan fakta yang
berhubungan dengan diagnosa. Data fisiologis, hasil observasi
yang jujur, informasi kajian teknologi (hasil laboratorium,
sinar X, rekaman CTG, dan lain- lain) dan informasi dari
keluarga atau orang lain dapat dimsukkan dalam kategori ini.
Apa yang diobservasi oleh bidan akan menjadi komponen
yang berarti dari diagnosa yang akan ditegakkan.
3. Asessment (A)

Masalah atau diagnosa yang ditegakkan berdasarkan


data atau informasi subjektif maupun onjektif yang
dikumpulkan atau disimpulkan. Keadaan pasien terus berubah
dan selalu ada informasi baru bagi subjektif maupun objektif,
dan sering diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses
pengkajian adalah suatu proses yang dinamik. Sering
menganalisa adalah suatu yang penting dalam mengikuti
perkembangan pasien dan menjamin suatu perubahan baru
cepat diketahui dan dapat diikuti sehingga dapat diambil
tindakan yang tepat.
Menggambarkan pendokumentasian hasil analisa dan
interpretasi data subjektif dan objektif suati identifikasi
diagnosa masalah dan antisipasi masalah lain/diagnosa
potensial.

4. Planning (P)

Menggambarkan pendokumentasian dari perencanaan dan


evaluasi berdasarkan asessment. Untuk perencanaan, implementasi dan
evaluasi dimasukkan dalam “P”.
a. Perencanaan

Membuat rencana tindakan saat itu atau yang akan datang.


Untuk mengusahakan tercapainya kondisi yang sebaik mungkin atau
menjaga mempertahankan kesejahteraannya. Proses ini termasuk
kriteria tujuan tertentu dari kebutuhan pasien yang harus dicapai dalam
batas waktu tertentu, tindakan yang diambil harus membantu pasien
mencapai kemajuan dalam kesehatan dan harus sesuai dengan
instruksi dokter.
b. Implementasi

Pelaksanaan rencana tindakan untuk menghilangkan dan


mengurangi masalah klien. Tindakan ini harus disetujui oleh klien
kecuali bila tidak dilaksanakan akan membahayakan keselamatan
klien. Oleh karena itu, klien harus sebanyak mungkin menjadi bagian
dari proses ini. Bila kondisi klien berubah, intervensi mungkin juga
harus berubah-ubah atau disesuaikan.
c. Evaluasi

Tafsiran dari efek tindakan yang telah dilakukan merupakan


hal penting untuk menilai keefektifan asuhan yang diberikan. Analisa
dari hasil yang dicapai menjadi fokus dari ketepatan nilai tindakan.
Jika kriteria tujuan tidak tercapai, proses evaluasi dapat menjadi dasar
untuk mengembangkan tindakan alternatif sehingga mencapai tujuan
(Heryani, 2011:125-127).
D. Midwifery care process ICM
BAB III
STUDI KASUS

MANAJEMEN ASUHAN KEBIDANAN MASA NIFAS PADA NY


“X” P1A0H1 NIFAS 6 HARI DENGAN NYERI LUKA
PERINEUM DI PUSKESMAS X KOTA PADANG 2020

Tanggalmelahirkan : 1 Mei 2020 Jam 13.00WIB

Tanggalpengkajian : 7Mei 2020 Jam 08.00WIB

A. IDENTIFIKASI DATADASAR

1. Identifikasiistri/suami

Nama : Ny “X” /Tn”M”


Umur : 25 tahun/27tahun
Suku : Minang /Minang
Agama : Islam/Islam
Pendidikan : Diploma 3/ SMU
Pekerjaan : IRT/Pengusaha
Menikah : 1kali
Alamat : Jl. Parupuktabing, Kota Padang

B. DATA SUBJEKTIF
 Ibu mengeluh nyeri pada luka jahitan pada daerah kemaluannya
 Ibu mengatakan nyeri dirasakan lebih terasa jika bergerak atau bila
ditekan, sehingga ibu bergerak dengan hati-hati atau mengurangi
gerak untuk mengurangi timbulnya nyeri.
 Ibu merasa lemas karna kurang istirahat/tidur akibat nyeri pada luka
yang hilang timbul. Ibu juga mengatakan bahwa ASI nya pun
belakangan ini sedikit berkurang.
Perlu kita cantukam pengkajian gak disujektif ??soalnya kita
menganalisa satu2 dsruh ibuk?yang kita merahkan itu berarti yang
masuk pendokumentasian SOAP…jadi seolah2 kita menganalisa soap
keseluruhan,…tapi data yang dimerahkan aja yg masuk dalam
pendokumentasian?

C. OBJEKTIF

1. Status Generalis

a. Masa nifas harike 6

b. Keadaan umum ibu baik

c. Kesadaran composmentis

d. Ekspresi ibu tampak meringis bilabergerak

e. Tanda-tandavital

Tekanandarah :110/70 mmHg

Nadi : 85 kali/menit,teratur

Suhu : 36,6ºC

Pernapasan : 24
kali/menit, saatistirahat
2. Pemeriksaan fisik Head toToe

a. Wajah

Inspeksi : Pucat,
tampak meringis
Palpasi : Tidak
ada pittingoedem
b. Mata

Inspeksi : konjungtiva pucat , sclera tidakikterus

c. Hidung

Inspeksi : tidak ada pernapasan


cuping hidung, dan polip Palpasi :
tidak ada nyeritekan

d. Mulut

Inspeksi : bibir tidak pucat dan tidak pecah-pecah


atau kering, keadaan mulut bersih, gigi
tidakcaries
e. Telinga

Inspeksi : tidak ada kelainan


dan tidak ada serumen

Palpasi : tidak ada nyeritekan


f. Leher

Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjartyroid

Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada


pembesaran kelenjar limfe, dan
venajugularis
g. Payudara

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, puting susu sedikit


menonjol, tampak hiperpigmentasi pada
aerola, ada pembesaran, tidak ada
peradangan
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, bila ditekan daerah
aerola terdapat pengeluaran ASI
h. Abdomen

Inspeksi : tidak ada bekas luka operasi, tampak


linea nigra dan striae livid
Palpasi : ada sedikit nyeri tekan, TFU pertengahan
pusat dan sympisis, kontraksi uterus baik
teraba bundar dankeras.

i. Vulva danperineum

Inspeksi : tidak varices, tampak pengeluaran lochia


sanguilenta, terdapat luka jahitan masih
merah dan lembab.
Palpasi : pada luka jahitan terdapat nyeri tekan, tidak ada pitting

oedem

Pada luka jahitan tidak terdapat pus/nanah, suhu perineum kurang


lebih sama dengan suhu tubuh sekitarnya, tidak ada bau busuk
dari daerah luka.
j. Ekstremitas

Inspeksi : tidak ada varices

Palpasi : tidak ada pitting oedem

k. Pemeriksaan Lab: Hb : 9,8 gr%

D. ASSESMENT (rina)
E. PLANING (novita dan adhika)
Tanggal 07 Mei 2020 pukul 08.10 WIB
1. Memberitahu kepada ibu bahwa kondisinya saat ini dalam keadaan
baik

Hasil: ibu mengerti dan telah mengetahui kondisinya saat ini

2. Menjelaskan kepada ibu penyebab masih keluarnya darah dari jalan


lahir yaitu disebabkan oleh terjadinya involusi uteri atau proses
pengecilan uterus kembali seperti keadaan sebelum hamil dan pada
hari ke 4-7 darah yang keluar sudah tidak merah tetapi kemerah
muda atau kecoklatan.

Hasil: ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan sudah


tidak merasa khawatir.

3. Menjelaskan penyebab nyeri luka yang dirasakan ibu disebabkan


oleh adanya pemisahan jaringan atau otot-otot perineum dari akibat
persalinan spontan.

Hasil: ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan dan akan


beradaptasi dengan keadaan tersebut

4. Melakukan perawatan luka perineum

a. Mencuci tangan

b. Menganjurkan ibu berbaring

c. Membuka pakaian bawah ibu

d. Menggunakan handscoon

e. Melihat keadaan luka perineum

f. Membersihkan dengan betadin

g. Mengompres bekas luka jahitan dengan kassa betadin

h. Memasang pembalut, celana dalam dan pakaian bawah ibu

i. Membereskan alat

j. Melepas handscoon

k. Mencuci tangan

Hasil: telah dilakukan perawatan luka perineum


5. Memberikan pendidikan kesehatan istirahat yang cukup ± 8 jam di
malam hari dan ± 2 jam di siang hari dan bila ibu menyusui bayinya
saat berbaring ibu dapat pula memejamkan mata untuk beristirahat,
jangan makan makanan berat kurang dari tiga jam sebelum pergi
tidur, hindari kopi, the, minum segelas susu hangat setengah jam
sebelum tidur, dan berhenti bekerja setidaknya sejam sebelum waktu
tidur dan baca buku atau mendengar music menenangkan atau
bahkan ayat suci Al-Qur’an.

Hasil: ibu bersedia melakukannnya

6. Menjelaskan kepada ibu akibat kurang istirahat dapat mengakibatkan


kurangnya produksi ASI dan memperbanyak perdarahan yang dapat
menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi dan
dirinya sendiri.

Hasil: ibu mengerti dengan penjelasan yang diberikan

7. Menganjurkan kepada ibu tetap memberikan ASI kepada bayinya


sesering mungkin.

Hasil: ibu bersedia melakukannya

8. Menganjurkan kepada ibu tetap mempertahankan makan makanan


yang bergizi seimbang. (biasanya kita jelaskn apa contoh makann
dan porisnya?

Hasil: ibu bersedia melakukannya

9. Menganjurkan kepada ibu untuk tetap menjaga kebersihan diri


terutama daerah perineum karena bekas jahitan masih tampak
kemerahan, dengan vulva hygiene yang benar, pengganti pakaian
dalam apabila terasa lembab, basah, kotor dan apabila ibu sudah
tidak nyaman lagi dan mengganti pembalut atau pakaian dalam 3-4
jam sekali (yang sebelumnya telah diberikan povidione iodine pada
luka perineum) atau bila keadaan pembalut telah penuh atau dirasa
tak nyaman sebagai upaya pencegahan infeksi.

Hasil: ibu mengerti dan bersedia melakukannya

10. Kolborasi gak? Antiiotik a/analgetik dan suplemen ?

11. Kalau bisa ada 1 metode terbru semacam excersise yg diajarkan ke ibu…?

BAB IV

PEMBAHASAN ANALISA JURNAL

A. TERKAIT DATA SUBJEKTIF


Jurnal (1):Rodrigues, Silvia dkk. 2019. Intact Perineum: What are the
Predictive Factors in Spontaneous Vaginal Birth?. Portugal: Hospital
of Braga and Abel Salazar Biomedical Sciences Institute
Dari total 1748 wanita hamil yang melahirkan secara normal hanya 25.2%
yang memiliki perineum utuh dan selebihnya sebanyak 74.8% terdapat
trauma atau episiotomi. Trauma pada perineum dapat terjadi karena posisi
bersalin, paritas, berat bayi lahir dan sebagainya. Untuk riwayat sesar
mengurangi kemungkinan perineum utuh sebesar 60%, untuk nullipara
berkurang kemungkinannya 70%, penambahan tiap 250gr berat lahir
kemungkinan mengurangi utuhnya perineum sebesar 13%.
Jurnal (2): Manresa, Margareta dkk. 2019. Incidence of perineal pain
and dyspareunia following spontaneous vaginal birth: a systematic
review and meta-analysis. Austria: IUGA
Meta analisis yang dilakukan pada 3133 wanita didapatkan hasil, dalam 2
hari setelah bersalin normal/pervaginam ibu akan merasakan nyeri pada
perineumnya baik adanya trauma atau tidak. Pada 4-10 hari terdapat
pengurangan nyeri yang signifikan.Namun wanita dengan episiotomi ini
dilaporkan memiliki tingkat nyeri perineum tertinggi setelah bersalin
secara normal dibandingkat dengan derajat trauma perineum lainnya.
Jurnal (3): Hasnidar.2018. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Penyembuhan Luka Jahitan Perineum Pada Ibu Nifas Di UPTD
Puskesmas Watampone Tahun 2018. Jurnal Ilmiah Kesehatan
Diagnosis Volume 14 Nomor 2 Tahun 2019. Bone: Akbid Bina Sehat
Nusantara Bone SULSEL
Penelitian dilakukan dengan metode deskriptif dengan jumlah populasi
yaitu ibu bersalin sebanyak 98 orang dan sampel yaitu ibu yang
mengalami luka perineum sebanyak 34 orang, didapatkan hasil bahwa
Faktor mobilisasi dan personal hygiene berhubungan dengan
penyembuhan luka jahitan perineum.

B. TERKAIT DATA OBJEKTIF


1. Hb
The Prevalence and Analysis of Risk Factors for Postpartum Anemia
in Women Without Prepartum Anemia Correspondence (İletişim):
Oleh : Burcu Dinçgez Çakmak, M.D. Sağlık Bilimleri Üniversitesi, Bursa
Yuksek Ihtisas Egitim ve Arastirma Hastanesi, Kadin Hastaliklari ve
Dogum Klinigi, Bursa, Turkey Burcu Dinçgez Çakmak
Department of Obstetrics and Gynecology, University of Health Sciences,
Bursa Yuksek Ihtisas Training and Research Hospital, Bursa, Turkey
2019
Hasil : Ibu bersalin dengan laserasi perineum (OR 7,09, 95% CI 2,88-
17,47, p <0,001),beresiko 7 kali untuk menderita anemia.
Prevalensi anemia postpartum cukup tinggi, sehingga program skrining
non-selektif untuk anemia postpartum dapat diterapkan. Namun,
menentukan pasien dengan risiko tinggi masih penting untuk dilakukan
sebagai upaya mencegah morbiditas jangka pendek dan jangka panjang.
Low Levels Haemoglobin Inhibit Postpartum Perineal Wound
Healing In Region Magelang District

Wahyu Pujiastuti, Desi Kurnia Hapsari


Hasil : “Ada pengaruh kadar hemoglobin ibu postpartum terhadap waktu
penyembuhan luka perineum, dan ibu postpartum dengan kadar
hemoglobin kategori anemia ringan sekali dan anemia ringan
memiliki risikopenyembuhan luka perineum tidak normal sebesar
4,737 kali lipat lebih besar dibandingkan ibu postpartum dengan kadar
hemoglobin kategori tidak anemia di Wilayah Kerja Puskesmas Mungkid,
Kabupaten Magelang

Oksigenasi yang tidak adekuat (akibat anemia) dan kekurangan


nutrisi menjadikan sistem lebih mudah terinfeksi. Agen
(mikroorganisme) berperan pada tingkat sel dengan cara merusak
atau menghancurkan Integritas membran sel, yang penting untuk
keseimbangan ionik, kemampuan sel untuk mentransformasikan energi
(respirasi aerob, produksi adenosin trifosfat [ATP]), kemampuan sel
untuk mensintesa enzim dan protein lain yang diperlukan, dan
kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang biak (integritas
genetik) (Sjamsuhidajat, 2010)

2. Faktor Infeksi

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka Dengan


Lama Penyembuhan Luka Perineum Ibu Nifas
Oleh : Darmawati 2013
Hasil :  Ada hubungan antara faktor infeksi dengan lama penyembuhan
luka perineum dengan p-value (0,000).
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Bucknall tentang “The Effeck
Of Local Infection Wound Healing” ada hubungan infeksi dengan
penyembuhan luka. Infeksi lokal menunda penyembuhan luka dengan
baik, dimana jaringan sekitar luka terjadi peradangan. Infeksi penyebab
utama menghambat penyembuhan luka dimana luka seharusnya sembuh
secara normal tapi akibat adanya infeksi luka sembuh lebih lama, dan luka
ini bisa berkelanjutan menjadi luka yang kronis.
Penelitian Rizki (2010), tentang “FaktorFaktor yang Berpengaruh pada
Penyembuhan Luka Perineum Ibu Pasaca Persalinan” didapatkan nilai (p =
0,000) dalam penelitiannya mengatakan ada hubungan antara tanda-tanda
REEDA (Redness, Edema, Ekimosis, Discharge, Aproximation) dengan
penyembuhan luka dimana luka yang disertai dengan adanya tanda-tanda
REEDA tidak sembuh secara normal dan sebaliknya luka yang tidak ada
tanda-tanda REEDA tidak mengalami hambatan penyembuhan luka yang
normal.
Teori :

Perawatan yang kasar dan salah dapat mengakibatkan kapiler darah


baru rusak dan mengalami perdarahan serta penyembuhan luka terhenti.
Kemungkinan terjadinya infeksi pada luka karena perawatan yang tidak
benar, dapat meningkat dengan adanya benda mati dan benda asing. Benda
asing dapat bertindak sebagai focus infeksi pada luka dan jika luka
terkontaminasi oleh benda asing atau jaringan nekrotik, pembersihan luka
diperlukan untuk mencegah perlambatan penyembuhan. Luka yang kotor
harus dicuci bersih. Bila luka kotor, maka penyembuhan sulit terjadi.
Kalaupun sembuh akan memberikan hasil yang buruk. Jadi, luka bersih
sembuh lebih cepat daripada luka yang kotor. Sehingga perawatan
perineum yang tidak tepat dapat menyebabkan kesembuhan luka perineum
yang tidak baik.(Prawirohardjo,2010)

3. Striae
Judul : Prediction of perineal tear by striae gravidarum score
Peneliti : Prempati Mayanglambam, Rizu Negi
International Journal of Academic Research and Development 2019
Tanda-tanda peregangan perut yang ditemukan selama kehamilan
dapat menjadi indikasi elastisitas kulit yang buruk. Seseorang yang tidak
memiliki stretch mark mungkin memiliki elastisitas kulit yang lebih baik
dan lebih kecil kemungkinannya untuk merobek jaringan perineum dan
vagina selama persalinan pervaginam. Striae gravidarum (SG) adalah
fenomena umum tanda peregangan yang diamati selama kehamilan yang
mungkin menjadi indikator elastisitas kulit yang buruk.
Hasil : Skor striae harus menjadi bagian dari penilaian kebidanan pasien
pada trimester ketiga kehamilan karena skor tersebut dapat diperoleh
dengan observasi sederhana dan noninvasif. Staf paramedis di pusat
periferal juga dapat dilatih untuk menghitung skor striae total yang dapat
membantu mereka memutuskan apakah episiotomi diberikan atau tidak.
Episiotomi jelas bersifat preventif untuk robekan perineum tetapi
pemberian episiotomi untuk hal yang sama masih dapat diperdebatkan
karena episiotomi sendiri berhubungan dengan morbiditas. Tetapi
beberapa penelitian mengamati bahwa episiotomi yang diberikan pada
pasien dengan striae gravidarum sedang hingga berat jelas melindungi
terhadap robekan perineum.

Sejalan dengan penelitian


Prediction of perineal tear during childbirth by assessment of striae
gravidarum score. Kapadia S, Kapoor S, Parmar, Patadia K, Vyas M.
2014.
Kesimpulan : Striae gravidarum merupakan penanda elastisitas kulit dan
otot, sehingga sangat penting melakukan investigasi striae gravidarum
pada wanita hamil yang akan menjalani persalinan karena berhubungan
dengan bagaimana penolong melakukan tinndakan menjaga keutuhan
perineum atau meminimalkan laserasi perineum pada persalinan

Wanita dengan striae striae


gravidarum yang
banyak ditemui di perut lebih
banyak mendapatkan
laserasi. Halperin
menjelaskan bahwa ada
hubungan
bermakna antara jumlah
striae gravidarum dengan
laserasi perineum, dan
menyarankan metode
skoring striae gravidarum
untuk memprediksi
laserasi perineum yang
kemungkinan terjadi.10 Striae
gravidarum merupakan
penanda elassitas kulit dan
otot, sehingga sangat
penng melakukan
invesgasi
striae gravidarum pada
wanita hamil yang akan
menjalani persalinan karena
berhubungan dengan
bagaimana penolong
melakukan ndakan
menjaga
keutuhan perineum atau
meminimalkan laserasi
perineum pada persalina
Wanita dengan striae striae
gravidarum yang
banyak ditemui di perut lebih
banyak mendapatkan
laserasi. Halperin
menjelaskan bahwa ada
hubungan
bermakna antara jumlah
striae gravidarum dengan
laserasi perineum, dan
menyarankan metode
skoring striae gravidarum
untuk memprediksi
laserasi perineum yang
kemungkinan terjadi.10 Striae
gravidarum merupakan
penanda elassitas kulit dan
otot, sehingga sangat
penng melakukan
invesgasi
striae gravidarum pada
wanita hamil yang akan
menjalani persalinan karena
berhubungan dengan
bagaimana penolong
melakukan ndakan
menjaga
keutuhan perineum atau
meminimalkan laserasi
perineum pada persalina
Dasar Teori :
Striae gravidarum adalah akibat berperannya glukokortikoid.
Glukokortikoid adalah hormon yang mengatur metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Peran hormon selama kehamilan, glukokortikoid
kurang baik dalam mempengaruhi kulit pada pembentukan fibroblast dari
serabut kolagen dan elastin. Ketika kulit berkembang karena
mengakomodasi pertumbuhan janin di dalam kandungan, tidak ada
kolagen yang cukup dan serabut elastin untuk mempertahankan
kekencangan kulit sehingga terjadi kerusakan kolagen–elastin ditandai
dengan terjadinya striae gravidarum (Boran, et al, 2013)

4. TERKAIT ASSESMENT
5. TERKAITPLANING
BAB V

PENUTUP

Setelah membahas dan menguraikan kasus Ny “...” Masa Nifas 6


hari dengan nyeri luka perineum maka Penulis dapat menarik kesimpulan
dan saran :
A. Kesimpulan

1. Melaksanakan pengkajian pada Ny “… ” masa nifas melalui


anamnesa,pemeriksaan fisik kemudian data yang diperoleh
diananlisis menjadi data subjektif dan objektif.
2. Mengidentifikasi diagnose/masalah aktual pada Ny “…” masa nifas
dengan nyeri Perineum dan diagnose/masalah potensial adalah
infeksi luka jahitan Perineum dan infeksi tali pusat pada bayi.
3. Dari diagnose/masalah pada Ny “…” tidak diperlukan adanya
tindakan segera, kolaborasi dan konsultasi dengan tenaga kesehatan
lainnya.
4. Merencanakan asuhan kebidanan pada Ny “…” pada masa nifas
dengan nyeri Perineum dan potensial terjadinya infeksi luka jahitan
Perineum

5. Mengevaluasi hasil asuhan kebidanan pada Ny “…” masa nifas


dengan nyeri Perineum bahwa masalah tersebut dapat diatasi
6. Mendokumentasikan hasil asuhan kebidanan pada Ny “….” masa
nifas dengan nyeri Perineum dalam bentuk SOAP
B. Saran
Sebagai petugas kesehatan khususnya seorang bidan diharapkan
senantiasa berupaya untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan
dalam melaksanakan pelayanan kesehatan yang lebih professional
berdasarkan manajemen kebidanan dan diharapkan bidan dalam
memberikan asuhan kepada klien menerapkan manajemen kebidanan
serta pendokumentasian asuhan sebagai pertanggung jawaban dalam
memberikan asuhan kebidanan.
DAFTAR PUSTAKA

Savitri, Wewet dkk. Pengaruh Pemijatan Perineum pada


Primigravida terhadap Kejadian Ruptur Perineum saat
Persalinan di Bidan Praktek Mandiri di Kota Baengkulu
Tahun 2014.

Oxorn H, Wiliam R, Forte. 2010. Ilmu kebidanan, Patologi &


Fisiologi Persalinan.Yogyakarta: Yayasan Essentia Medika (YEM).

Karningsih dkk. Karakteristik Ibu Berhubungan Dengan


Pemilihan Tenaga Penolong Persalinan. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kesehatan. Vol. 2 no. 2. (Maret 2015).
Dundar,Betul and Burcu Dinçgez Çakmak. 2019. The Prevalence and
Analysis of Risk Factors for Postpartum Anemia in Women Without
Prepartum Anemia Correspondence (İletişim ).

Wahyu Pujiastuti, Desi Kurnia Hapsari .2014. Low Levels


Haemoglobin Inhibit Postpartum Perineal Wound Healing In
Region Magelang District

Darmawati . 2013. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi


Penyembuhan Luka Dengan Lama Penyembuhan Luka
Perineum Ibu Nifas

Kapadia S, Kapoor S, Parmar, Patadia K, Vyas M. 2014.


Prediction of perineal tear during childbirth by assessment of
striae gravidarum score. Department of Obstetrics and
Gynecology, BJ Medical College, Gujarat, India, International
Journal of Reproduction, Contraceptionon, Obstetrics and
Gynecology, 2014:208-2012

Siswosudarmo, Risanto. Ova Emilia. 2008. Obstetri Fisiologi,


Yogyakarta

Sumarah. 2009. Perawatan IbuBersalin : Asuhan Kebidanan


Pada IbuBersalin. .Yogyakarta : Fitramaya.

 Nurasiah, S., & dkk. 2012. Asuhan Persalinan Normal Bagi


Bidan. Bandung: PT Refika Aditama.

Nugroho, Taufan.,dkk. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan 3


Nifas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Heryani, R. 2011. Buku Ajar Konsep Kebidanan. Jakarta:Trans


Info Media

Anggraini, Yetti. 2010. Asuhan kebidanan Masa Nifas.


Yogyakarta : Pustaka Rihama.

Anda mungkin juga menyukai