Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN POST PARTUM

SECTIO CAESAREA DENGAN INDIKASI GEMELI

Oleh:
IVA AGUSTIN NURAINI, S. Kep
NIM : 2101032013

PROGRAM STUDI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2022
LAPORAN PENDAHULUAN

A. POST PARTUM
1. Definisi
Post partum atau biasa disebut sebagai masa nifas pada ibu pasca
melahirkan merupakan periode yang sangat penting untuk diketahui. Pada fase
inilah terjadi beberapa perubahan pada ibu baik fisiologis maupun
psikologis.Observasi perubahan fisiologis dan psikologis untuk mengetahui
kemungkinan terjadi masalah dan menghindari komplikasi lebih lanjut (Indriyani,
Asmuji, & Wahyuni, 2016).
Masa nifas atau post partum disebut juga Puerperium yang berasaI dari
bahasa Iatin yaitu dari kata puer yang berarti bayi dan parous yang berarti
meIahirkan. Masa nifas dimuIai sejak pIasenta Iahir dan berakhir ketika aIat-
aIat kandungan kembaIi seperti keadaan sebeIum hamiI (Dewi, 2020).
Masa nifas atau post partum adaIah masa setelah persaIinan seIesai
sampai 6 minggu atau 42 hari. Setelah masa nifas, organ reproduksi secara
perIahan akan mengaIami perubahan seperti sebeIum hamiI. SeIama masa nifas
perIu mendapat perhatian Iebih dikarenakan angka kematian ibu 60% terjadi
pada masa nifas. DaIam angka kematian ibu (AKI) adaIah penyebab
banyaknya wanita meninggaI dari suatu penyebab kurangnya perhatian pada
wanita postpartum (Yanti, 2020). Periode nifas disebut juga trimester ke empat
kehamiIan.

2. Periode Post partum


Menurut Indriyani, Asmuji dan Wahyuni (2016) Puerperium dibagi
menjadi 3 periode, yaitu:
a. Periode Immadiate Post partum
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam.Pada masa ini sering
terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri.Oleh karena
itu dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus, pengeluaran
lochea, tekanan darah dan suhu.
b. Periode Early Post partum
Pada fase ini memastikan involusi uteri dalam keadaan normal tidak ada
perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapatkan
makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui dengan baik.
c. Periode Late Post partum
Pada periode ini tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta
konseling KB.

3. Adaptasi Fisiologis dan Psikologis


a. Perubahan Fisiologis pada ibu post partum
Perubahan fisiologis yang terjadi pada ibu post partum sangat jelas, meliputi
organ :
1) Sistem Reproduksi
a) Uterus
Uterus Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi
sebelum hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan
pemeriksaan palpasi untuk meraba dimana TFU-nya (Tinggi Fundus
Uteri).

b) Lokea
Lokhea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas. Lokhea berbau
amis atau anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita.
Lokhea yang berbau tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea
mempunyai perubahan warna dan volume karena adanya proses
involusi. Lokhea dibedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan
waktu keluarnya :
i. Lokhea rubra
Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa
postpartum. Cairan yang keluar berwarna merah karena terisi darah
segar, jaringan sisa-sisa plasenta, dinding rahim, lemak bayi,
lanugo (rambut bayi), dan mekonium.
ii. Lokhea sanguinolenta
Lokhea ini berwarna merah kecokelatan dan berlendir, serta
berlangsung dari hari ke-4 sampai hari ke-7 post partum
iii. Lokhea serosa
Lokhea ini berwarna kuning kecokelatan karena mengandung
serum, leukosit, dan robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada
hari ke-7 sampai hari ke-14.
iv. Lokhea alba
Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput
lendir serviks, dan serabut jaringan yang mati. Lokhea alba ini
dapat berlangsung selama 2-6 minggu post partum.
Lokhea yang menetap pada awal periode post partum
menunjukkan adanya tanda-tanda perdarahan sekunder yang mungkin
disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau selaput plasenta. Lokhea alba
atau serosa yang berlanjut dapat menandakan adanya endometritis,
terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan demam. Bila
terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut
dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar
disebut “lokhea statis”.
c) Perubahan perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena
sebelumnya teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post
natal hari ke-5, perinium sudah mendapatkan kembali sebagian
tonusnya, sekalipun tetap lebih kendur daripada keadaan sebelum hamil
2) Perubahan system pencernaan
Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan
karena pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang
menyebabkan kolon menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan
pada waktu persalinan, kurangnya asupan makan, hemoroid dan kurangnya
aktivitas tubuh.
3) Perubahan system perkemihan
Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang
air kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat
spasme sfinkter dan edema leher kandung kemih setelah mengalami
kompresi (tekanan) antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan
berlangsung. Kadar hormon estrogen yang besifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut disebut “diuresis”.
4) Perubahan system musculoskeletal
Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang
berada di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan
menghentikan perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia
yang meregang pada waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi
ciut dan pulih kembali. Stabilisasi secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu
setelah persalinan
5) Perubahan system kardiovaskuler
Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah,
sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum
cordia. Hal ini dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan
timbulnya hemokonsentrasi sehingga volume darah kembali seperti
sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada hari ketiga sampai kelima
postpartum
6) Perubahan Tanda-tanda vital
a) Suhu
Dalam 1 hari (24 jam) postpartum, suhu badan akan naik sedikit (37,50
– 380C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan
kelelahan. Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi
biasa. Biasanya pada hari ketiga suhu badan naik lagi karena ada
pembentukan ASI. Bila suhu tidak turun, kemungkinan adanya infeksi
pada endometrium
b) Nadi
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut
nadi sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang
melebihi 100x/ menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi
atau perdarahan postpartum.
c) Tekanan darah
Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah
akan lebih rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan.
Tekanan darah tinggi pada saat postpartum menandakan terjadinya
preeklampsi postpartum.
d) Pernafasan
Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
Bila pernafasan pada masa postpartum menjadi lebih cepat,
kemungkinan ada tanda-tanda syok.
b. Psikologi
Perubahan psikologi masa nifas menurut Reva- Rubin terbagi menjadi dalam 3
tahap yaitu:
1) Periode Taking In
Periode ini terjadi setelah 1-2 hari dari persalinan. Dalam masa ini
terjadi interaksi dan kontak yang lama antara ayah, ibu dan bayi. Hal ini
dapat dikatakan sebagai psikis honey moon yang tidak memerlukan hal-hal
yang romantis, masing-masing saling memperhatikan bayinya dan
menciptakan hubungan yang baru.
2) Periode Taking Hold
Berlangsung pada hari ke – 3 sampai ke- 4 post partum. Ibu berusaha
bertanggung jawab terhadap bayinya dengan berusaha untuk menguasai
ketrampilan perawatan bayi. Pada periode ini ibu berkosentrasi pada
pengontrolan fungsi tubuhnya, misalnya buang air kecil atau buang air besar.
3) Periode Letting Go
Terjadi setelah ibu pulang ke rumah. Pada masa ini ibu mengambil tanggung
jawab terhadap bayi. Sedangkan stres emosional pada ibu nifas kadang-
kadang dikarenakan kekecewaan yang berkaitan dengan mudah tersinggung
dan terluka sehingga nafsu makan dan pola tidur terganggu. Manifestasi ini
disebut dengan post partum blues dimana terjadi pada hari ke 3-5 post partum
4. Patofisiologi dan Pathway
a. Patofisiologi
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna
maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan
sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya
disebut “involusi”. Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting
lain yakni memokonsentrasi dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena
pengaruh lactogenik hormon dari kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar
mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post partum, pembuluh-pembuluh
darah yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan
menghentikan pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang
terdapat pada serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga
seperti corong, bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam
cincin.
Perubahan-perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya
trombosis, degenerasi dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari
pertama endometrium yang kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai
permukaan yang kasar akibat pelepasan desidua dan selaput janin regenerasi
endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua basalis yang memakai waktu 2
sampai 3 minggu.
Ligamen-ligamen dan diafragma palvis serta fasia yang merenggang
sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir berangsur-angsur kembali
seperti sedia kala.

Nifas dibagi dalam tiga periode :


1) Post partum dini yaitu keputihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri,
berjalan-jalan. Dalam agama Isalam dianggap telah bersih dan boleh
bekerja setelah 40 hari.
2) Post partum intermedial yaitu keputihan menyeluruh alat-alat genetalia
yang lamanya 6-8 minggu.
3) Post partum terlambat yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat
sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai
komplikasi untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau
tahunan.
b. Pathway
Terlampir

5. KompIikasi
a. Perdarahan post partum (apabiIa kehiIangan darah Iebih dari 500 mL
seIama 24 jam pertama setelah keIahiran bayi)
b. Infeksi
1) Endometritis (radang edometrium)
2) Miometritis atau metritis (radang otot-otot uterus)
3) Perimetritis (rad ang peritoneum disekitar uterus)
4) Caked breast / bendungan asi (payudara mengaIami distensi,
menjadi keras dan berbenjoI-benjoI)
5) Mastitis (Mamae membesar dan nyeri dan pada suatu tempat, kuIit
merah, membengkak sedikit, dan nyeri pada perabaan. Jika tidak ada
pengobatanbisa terjadi abses)
6) TrombophIebitis (terbentuknya pembekuan darah daIam vena
varicose superficiaI yang menyebabkan stasis dan hiperkoaguIasi
pada kehamiIan dan nifas, yang ditandai dengan kemerahan atau
nyeri.)
c. Luka perineum (Ditandai dengan : nyeri IocaI, disuria, temperatur naik
38,3 °C, nadi < 100x/ menit, edema, peradangan dan kemerahan pada tepi,
pus atau nanah warna kehijauan, Iuka kecokIatan atau Iembab, Iukanya
meIuas)
d. Gangguan psikoIogis
1) Depresi post partum
2) Post partum BIues
3) Post partum Psikosa

c. Gangguan invoIusi uterus

6. Penatalaksanaan
a. Observasi ketat 2 jam post partum (adanya komplikasi perdarahan)
b. 6-8 jam pasca persalinan : istirahat dan tidur tenang, usahakan miring kanan kiri
c. Hari ke- 1-2 : memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang benar dan
perawatan payudara, perubahan-perubahan yang terjadi pada masa nifas,
pemberian informasi tentang senam nifas.
d. Hari ke- 2 : mulai latihan duduk
e. Hari ke- 3 : diperkenankan latihan berdiri dan berjalan

B. SECTIO CAESAREA
1) Definisi
Sectio caesarea (SC) adalah proses persalinan yang dimana mengeluarkan
bayi dari perut seorang ibu dengan cara menginsisi bagian perut (laparotomi) dan
dinding uterus (histerotomi). Seiring perkembangan jaman, SC ini dapati
dilakukan dibagian perut bawah. SC ini bisa dilakukan secara elektif apabila ada
indikasi bayi tidak bisa dilahirkan secara normal ataupun bisa dilakukan secara
mendadak (emergency) apabila ada kondisi dimana bayi harus dilahirkan segera
(Ni et al., 2018).
Sectio caesarea adalah suatu pembedahan guna melahirkan janin lewat
insisi pada dinding abdomen dan uterus persalinan buatan, sehingga janin
dilahirkan melalui perut dan dinding perut dan dinding rahim agar anak lahir
dengan keadaan utuh dan sehat (Harnawatiaj, 2008 dalam Maryunani, 2014).
2) Etiologi
Berdasarkan Manuaba (2017) indikasi ibu diIakukan sectio caesarea
adaIah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini.
Indikasi dari janin adaIah fetaI distres dan janin besar meIebihi 4.000 gram.
Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa
penyebab sectio caesarea sebagai berikut:
a. CPD ( ChepaIo PeIvik Disproportion )
ChepaIo PeIvik Disproportion (CPD) adaIah ukuran Iingkar pangguI ibu
tidak sesuai dengan ukuran Iingkar kepaIa janin yang dapat menyebabkan
ibu tidak dapat meIahirkan secara aIami. TuIang-tuIang pangguI
merupakan susunan beberapa tuIang yang membentuk rongga pangguI
yang merupakan jaIan yang harus diIaIui oIeh janin ketika akan Iahir
secara aIami. Bentuk pangguI yang menunjukkan keIainan atau pangguI
patoIogis juga dapat menyebabkan kesuIitan daIam proses persaIinan
aIami sehingga harus diIakukan tindakan operasi. Keadaan patoIogis
tersebut menyebabkan bentuk rongga pangguI menjadi asimetris dan
ukuran-ukuran bidang pangguI menjadi abnormaI.
b. PEB (Pre-EkIamsi Berat)
Pre-ekIamsi dan ekIamsi merupakan kesatuan penyakit yang Iangsung
disebabkan oIeh kehamiIan, sebab terjadinya masih beIum jeIas. Setelah
perdarahan dan infeksi, pre-ekIamsi dan ekIamsi merupakan penyebab
kematian maternaI dan perinataI paIing penting daIam iImu kebidanan.
Karena itu diagnosa dini amatIah penting, yaitu mampu mengenaIi dan
mengobati agar tidak berIanjut menjadi ekIamsi.
c. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebeIum terdapat tanda
persalinan dan ditunggu satu jam beIum terjadi inpartu. Kondisi ini bisa
terjadi ketika perkembangan janin belum sempurna, yaitu sebelum minggu ke-37
masa kehamilan. Namun, kondisi ini juga dapat terjadi ketika perkembangan janin
telah sempurna. Perlu diketahui bahwa makin awal pecah ketuban terjadi di
masa kehamilan, maka makin serius kondisi tersebut. Oleh sebab itu, pecah
ketuban perlu segera ditangani untuk menghindari terjadinya komplikasi pada
ibu dan calon bayi.
d. Bayi Kembar (Gemeli)
Tidak seIamanya bayi kembar diIahirkan secara caesar. HaI ini karena
keIahiran kembar memiIiki resiko terjadi kompIikasi yang Iebih tinggi
daripada keIahiran satu bayi. SeIain itu, bayi kembar pun dapat mengaIami
sungsang atau saIah Ietak Iintang sehingga suIit untuk diIahirkan secara
normaI.
e. Faktor Hambatan JaIan Lahir
Adanya gangguan pada jaIan Iahir, misaInya jaIan Iahir yang tidak
memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan keIainan bawaan
pada jaIan Iahir, taIi pusat pendek dan ibu suIit bernafas.
f. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terIetak memanjang
dengan kepaIa difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum
uteri. DikenaI beberapa jenis Ietak sungsang, yakni presentasi bokong,
presentasi bokong kaki sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna
dan presentasi kaki.
3) Jenis-jenis SC
a. Sectio cesaria transperitoneaIis profunda
Sectio cesaria transperitoneaIis profunda dengan insisi di segmen bawah
uterus. insisi pada bawah rahim, bisa dengan teknik meIintang atau
memanjang. KeungguIan pembedahan ini adaIah:
1) Pendarahan Iuka insisi tidak seberapa banyak.
2) Bahaya peritonitis tidak besar.
3) Perut uterus umumnya kuat sehingga bahaya ruptur uteri
dikemudian hari tidak besar karena pada nifas segmen bawah uterus
tidak seberapa banyak mengaIami kontraksi seperti korpus uteri
sehingga Iuka dapat sembuh Iebih sempurna.
b. Sectio caesaria kIasik atau section cecaria corporaI
Pada cectio cesaria kIasik ini di buat kepada korpus uteri, pembedahan ini
yang agak mudah diIakukan, hanya di seIenggarakan apabiIa ada haIangan
untuk melakukan section caecaria transperitoneaIis profunda. Insisi
memanjang pada segmen atas uterus.
c. Sectio caesaria ekstra peritoneaI
Section cacaria eksrta peritoneaI dahuIu di Iakukan untuk mengurangi
bahaya injeksi perporaI akan tetapi dengan kemajuan pengobatan terhadap
injeksi pembedahan ini sekarang tidak banyak Iagi di Iakukan. Rongga
peritoneum tak dibuka, diIakukan pada pasien infeksi uterin berat.
d. Section caesaria hysteroctomi
Setelah sectio cesaria, diIakukan histeroktomi dengan indikasi:
1) Atonia uteri
2) PIasenta accrete
3) Myoma uteri
4) Infeksi intra uteri berat

4) Indikasi SC
a. Indikasi Ibu
1) Usia
2) TuIang pangguI (CPD)
3) PersaIinan sebeIumnya SC
4) Ketuban Pecah Dini
5) Rasa Takut Kesakitan
6) Partus Tidak Maju
7) Pre EkIampsia
b. Indikasi Janin
1) Ancaman Gawat Janin
2) Bayi Besar
3) GameIy (bayi kembar)
4) Letak Sungsang
5) Factor PIasenta
6) KeIainan TaIi Pusat

5. Penatalaksanaan

Berdasarkan Manuaba (2017) penataIaksanaan pasien post SC sebagai berikut


:

a. Pemberian cairan
Karena 24 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian
cairan per-intravena harus cukup banyak dan mengandung eIektroIit agar
tidak terjadi hipotermi, dehidrasi, atau kompIikasi pada organ tubuh
Iainnya. Cairan yang biasa diberikan biasanya DS 10%, garam fisioIogi
dan RL secara bergantian dan jumIah tetesan tergantung kebutuhan. BiIa
kadar Hb rendah diberikan transfusi darah sesuai kebutuhan.
b. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita fIatus
IaIu dimuIaiIah pemberian minuman dan makanan peroraI. Pemberian
minuman dengan jumIah yang sedikit sudah boIeh diIakukan pada 6 - 10
jam pasca operasi, berupa air putih dan air teh.
c. MobiIisasi
MobiIisasi diIakukan secara bertahap meIiputi:
1) Miring kanan dan kiri dapat dimuIai sejak 6 - 10 jam setelah operasi
2) Latihan pernafasan dapat diIakukan penderita sambiI tidur
teIentang sedini mungkin setelah sadar.
3) Hari kedua post operasi, penderita dapat didudukkan seIama 5
menit dan diminta untuk bernafas daIam IaIu menghembuskannya.
4) Kemudian posisi tidur teIentang dapat diubah menjadi posisi
setengah duduk (semifowIer)
5) SeIanjutnya seIama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan
beIajar duduk seIama sehari, beIajar berjaIan, dan kemudian
berjaIan sendiri pada hari ke-3 sampai hari ke5 pasca operasi.
6) Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbuIkan rasa nyeri dan tidak enak
pada penderita, menghaIangi invoIusi uterus dan
menyebabkan perdarahan. Kateter biasanya terpasang 24 - 48 jam /
Iebih Iama Iagi tergantung jenis operasi dan keadaan penderita.
7) Pemberian obat-obatan
a) Antibiotik
Cara pemiIihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda
setiap institusi
b) AnaIgetik dan obat untuk memperIancarkerja saIuran
pencernaan
Supositoria = ketopropen sup 2x/24 jam
OraI = tramadoI tiap 6 jam atau paracetamoI
Injeksi = penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam biIa
perIu
c) Obat-obatan Iain
Untuk meningkatkan vitaIitas dan keadaan umum penderita
dapat diberikan caboransia seperti neurobian I vit. C
d) Perawatan Iuka
Kondisi baIutan Iuka diIihat pada 1 hari post operasi,
biIa basah dan berdarah harus dibuka dan diganti
e) Perawatan rutin
HaI-haI yang harus diperhatikan daIam pemeriksaan adaIah
suhu, tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
C. GEMELI (KEHAMILAN KEMBAR)
1. Definisi

Gemeli adalah istilah medis yang berarti kehamilan kembar. Pada


kehamilan gemeli, seorang perempuan mengandung lebih dari satu janin di dalam
rahimnya. Tidak hanya dua, tapi bisa juga tiga, bahka bisa empat janin atau lebih
sekaligus. Pada kehamilan gemeli biasanya ukuran perut lebih besar di banding
kehamilan tunggal (alodokter.com,2018).
Kehamilan ganda adalah kehamilan dengan dua janin atau lebih intrauterin.
Kehamilan ganda dapat di definisikan sebagai suatu kehamilan dimana terdapat
dua atau lebih embrio atau janin sekaligus. Kehamilan ganda dapat terjadi apabila
dua atau lebih ovum di lepaskan dan di buahi membelah secara dini hingga
membentuk dua embrio yang sama pada stadium masa sel dalam atau lenih awal.
(Tyaarisma,2012)
Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dengan dua janin atau lebih.
Kembar dizigotik memiliki dua amnion (diamniotik) dan dua plasenta (dikorionik).
Pada kembar monozigot dapat terbentuk satu plasenta (monokorionik), satu amnion
(monoamniotik) atau bahkan satu organ fetal (kembar siam) (Mochtar, 2015).

Gambaran Kehamilan Kembar

2. Tanda dan Gejala Kehamilan Gemeli


Menurut Dutton, dkk (2012:156) tanda dan gejaIa pada kehamiIan kembar
adaIah sebagai berikut:
a. Pada kehamiIan kembar distensi uterus berIebihan, sehingga meIewati
batas toIeransinya dan seringkaIi terjadi partus prematurus. Usia
kehamiIan makin pendek dan makin banyaknya janin pada kehamiIan
kembar.
b. MuaI dan muntah berat karena HCG meningkat.
c. PaIpasi abdomen mendapatkan 3 atau Iebih bagian tubuh yang besar.
d. AuskuItasi Iebih dari satu denyut jantung yang terdengar jeIas dan
berbeda (nonmaternaI) Iebih dari 10 denyut/menit. Kecurigaan meningkat
jika keIuarga memiIiki riwayat kehamiIan kembar.
e. Penggunaan stimuIator ovuIasi
f. Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamiIan kembar bertambah
sehingga dapat menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi Iain.
g. Frekuensi hidramnion kira-kira sepuIuh kaIi Iebih besar pada kehamiIan
kembar daripada kehamiIan tunggaI.
h. Frekuensi pre-ekIamsia dan ekIamsia juga diIaporkan Iebih sering pada
kehamiIan kembar.
i. SoIusio pIasenta dapat terjadi kemudian seperti sesak nafas, sering
kencing, edema dan varises pada tungkai bawah dan vuIva.

3. Etiologi
Janin kembar umumnya terjadi akibat pembuahan dua ovum yang berbeda
yaitu kembar ovum-ganda, dizigotik, atau fraternal. Sekitar sepertiga janin
kembar berasal dari satu ovum yang dibuahi, kemudian membelah menjadi dua
struktur serupa, masing-masing berpotensi berkembang menjadi individu
terpisah, yaitu kembar ovum tunggal, monozigotik, atau identik. Salah satu atau
kedua proses tersebut mungkin berperan dalam pembentukan kehamilan
multijanin lainnya. Sebagai contoh , kuadruplet (kembar empat) dapat berasal dari
satu sampai empat ovum (Chunningham, 2018).

4. Patofisiologi
Mekanisme terjadinya kehamilan kembar adalah ketika sperma bertemu
dengan ovum di tuba fallopi, fertilisasi  bergabungnya ovum dan sperma 
ovum yang telah dibuahi bergerak turun dari tuba falopii  uterus  nidasi dan
pertumbuhan fetus, selama proses ini kembar dapat terbentuk. Kehamilan kembar
dapat fraternal atau identikal. Kebanyakan kembar fraternal berkembang dari telur
dan sperma yang terpisah. Kembar fraternal memiliki plasenta dan kantong
amnion terpisah. Berbeda dengan kembar identikal, dapat terjadi ketika telur yang
dibuahi membelah lebih awal saat kehamilan dan berkembang menjadi 2 fetus.
Kembar identik memiliki 1 plasenta, tapi fetus biasanya memiliki kantung amnion
yang terpisah (Moses, 2018).

5. Penatalaksanaan
Penanganan pada kehamilan kembar terbagi atas :
a) Antepartum
1) Diet dan pola makan yang baik, wanita dengan kehamilan normal
mengalami peningkatan 25-35 pounds setelah 9 bulan, pada kehamilan
kembar mengalami peningkatan 35-45 pounds, kehamilan triplet
peningkatan 50-60 pounds. The American College of Obstetricians and
Gynecologists merekomendasikan bahwa wanita dengan kehamilan kembar
untuk mengkonsumsi lebih 300 kalori/hari dari pada wanita dengan hamil
normal (total sekitar 2700-2800 kalori/hari)
2) Suplemen besi dan asam folat, pemberian tablet Fe pada saat prenatal
sekurangnya 30 mg, anemia defisiensi besi adalah yang paling sering
dijumpai dan dapat meningkatkan resiko persalinan preterm.
3) Mengurangi aktivitas dan perbanyak istirahat. Kehamilan kembar dapat
membuat keadaan tidak nyaman karena uterus yang jadi lebih besar,
istirahat akan menolong untuk meningkatkan energi.
4) Pemberian tokolitik segera, jika perlu.
5) Pemeriksaan klinis kehamilan sekurangnya setiap 2 minggu setelah 24
minggu
a) Periksa keadaan servik setiap berkunjung setelah kehamilan 24 minggu
melalui pemeriksaan fisik ataupun ultrasound untuk mengetahui tanda-
tanda awal kemungkinan terjadi persalinan preterm.
b) Pengetahuan mengenai kehamilan p[reterm, yaitu persalinan yang
dimulai sebelum berakhirnya usia kehamilan 37 minggu. Hal ini akan
menyebabkan lahir prematur, masalah yang paling sering dijumpai
pada kehamilan kembar, yang akan menyebabkan gangguan pernafasan
pada bayi. Terapi steroid yang disuntikkan akan membantu paru-paru
bayi bekerja lebih baik.
c) Perhatikan pergerakan bayi terutama setelah umur kehamilan 32
minggu, melalui detak jantung janin yang berespon terhadap
gerakannya (nonstress test)
6) Ultrasound obstetrik setiap 3-4 minggu setelah diagnosis
Dengan tujuan :
 Menentukan kemungkinan adanya gangguan pertumbuhan fetus, salah
satu janin lebih kecil dari pada janin yang lainnya kembar ini disebut
discordant. Ultrasound digunakan untuk melihat pertumbuhan dan
cairan amnion pada masing-masing janin.
 Evaluasi kelainan kongenital.
 Deteksi kembar siam.
 Perbandingan berat janin.
 Mengetahui presentasi fetus.
 Deteksi dini adanya twin-twin transfusion.
7) Non stress test setelah 32 minggu
 Mengetahui keadaan janin
 Memperkirakan adanya penekanan pada tali pusat
8) Konsultasi perinatologi
b) Intrapartum
Sebaiknya dilakukan di kamar operasi dan sudah disiapkan pemeriksaan cross-
match serta dihadiri ahli anestesi, ahli kebidanan dan ahli anak.
1) Jika kembar presentasi vertex-vertex; dilahirkan per vaginam dengan
melakukan episiotomi mediolateral untuk mengurangi tekanan pada
kepala bayi.
2) Jika presentasi vertex-non vertex :
 Siapkan SC, atau
 Partus per vaginam diikuti dengan persalinan bokong Breech
delivery)
 Partus per vaginam diikuti ekstraksi bokong totalis atau melakukan
internal podalic version (hal ini dilakukan dengan catatan tidak
dijumpai
 Partus per vaginam diikuti dengan melakukan eksternal version (versi
luar) dimana hal ini memerlukan pemantauan dengan USG portabel
untuk melihat secara akurat letak bayi kedua
3) Jika presentasi non vertex-vertex atau non vertex-non vertex: SC
4) Jika hamil kembar 3 atau lebih : SC
5) Pada kembar premature :
 Vertex-vertex : partus per vaginam
 Vertex-non vertex : Umumnya SC
 Non vertex-vertex atau non vertex-non vertex : SC
 Kembar 3 atau lebih : SC
6) Pada locking twins : segera lakukan SC
Ada tiga tipe :
 Kollisi; adanya kontak antara bagian janin sehingga tidak bisa
memasuki pintu atas panggul
 Kompaksi; adanya engagement dari bagian terbawah kedua janin
secara bersamaan sehingga menghambat turunnya bagian terbawah
 Interlocking; adanya kontak antara dagu kedua janin pada bayi A
presentasi bokong dan bayi B presentasi vertex dan kedua janin saking
berhadap-hadapan.

Gambar 7. Anak pertama lintang atau sungsang dan akan kedua memanjang
(terjadi posisi saling mengunci interlocking)
c) Post partum
Awasi segera terjadinya perdarahan post partum oleh karena atonia uteri
sekunder.

D. PARTUS PREMATURUS IMMINENS


1. Definisi
Menurut Nugroho (2014) persalinan preterm atau partus prematur adalah
persalinan yang terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. Badan Kesehatan Dunia
(WHO) menyatakan bahwa bayi premature adalah bayi yang lahir pada usia
kehamilan 37 minggu atau kurang. Menurut Wibowo (2007), persalinan prematur
adalah kontraksi uterus yang teratur setelah kehamilan 20 minggu dan sebelum
37 minggu , dengan interval kontraksi 5 hingga 8 menit atau kurang dan disertai
dengan satu atau lebih tanda berikut: (1) perubahan serviks yang progresif (2)
dilatasi serviks 1 sentimeter atau lebih (3) penipisan serviks 80 persen atau lebih.
Menurut Oxorn (2010), partus prematurus atau persalinan prematur dapat
diartikan sebagai dimulainya kontraksi uterus yang teratur yang disertai
pendataran dan atau dilatasi servix serta turunnya bayi pada wanita hamil yang
lama kehamilannya kurang dari 37 minggu (kurang dari 259 hari) sejak hari
pertama haid terakhir.
Berdasarkan beberapa teori diatas dapat diketahui bahwa Partus Prematurus
Iminens (PPI) adalah adanya suatu ancaman pada kehamilan dimana timbulnya
tanda-tanda persalinan pada usia kehamilan yang belum aterm (20 minggu-37
minggu) dan berat badan lahir bayi kurang dari 2500 gram.

2. Etiologi dan Faktor Resiko

Faktor resiko PPI menurut Wiknjosastro (2012) yaitu :

a. Janin dan plasenta : perdarahan trimester awal, perdarahan antepartum,


KPD, pertumbuhan janin terhambat, cacat bawaan janin, gemeli,
polihidramnion
b. Ibu : DM, pre eklampsia, HT, ISK, infeksi dengan demam, kelainan bentuk
uterus, riwayat partus preterm atau abortus berulang, inkompetensi serviks,
pemakaian obat narkotik, trauma, perokok berat, kelainan imun/resus.

Namun menurut Rompas (2008) ada beberapa resiko yang dapat


menyebabkan partus prematurus yaitu :

a. Faktor resiko mayor : Kehamilan multiple, hidramnion, anomali uterus,


serviks terbuka lebih dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, serviks
mendatar/memendek kurang dari 1 cm pada kehamilan 32 minggu, riwayat
abortus pada trimester II lebih dari 1 kali, riwayat persalinan pretem
sebelumnya, operasi abdominal pada kehamilan preterm, riwayat operasi
konisasi, dan iritabilitas uterus.
b. Faktor resiko minor : Penyakit yang disertai demam, perdarahan pervaginam
setelah kehamilan 12 minggu, riwayat pielonefritis, merokok lebih dari 10
batang perhari, riwayat abortus pada trimester II, riwayat abortus pada
trimester I lebih dari 2 kali.

3. Diagnosis

Beberapa kriteria dapat dipakai sebagai diagnosis ancaman PPI


(Wiknjosastro, 2012), yaitu:

a. Usia kehamilan antara 20 dan 37 minggu atau antara 140 dan 259 hari,
b. Kontraksi uterus (his) teratur, yaitu kontraksi yang berulang sedikitnya setiap
7-8 menit sekali, atau 2-3 kali dalam waktu 10 menit,
c. Merasakan gejala seperti rasa kaku di perut menyerupai kaku menstruasi, rasa
tekanan intrapelvik dan nyeri pada punggung bawah (low back pain),
d. Mengeluarkan lendir pervaginam, mungkin bercampur darah,
e. Pemeriksaan dalam menunjukkan bahwa serviks telah mendatar 50-80%,
atau telah terjadi pembukaan sedikitnya 2 cm,
f. Selaput amnion seringkali telah pecah,
g. Presentasi janin rendah, sampai mencapai spina isiadika.

6. Komplikasi
Menurut Nugroho (2010), komplikasi partus prematurus iminens yang
terjadi pada ibu adalah terjadinya persalinan prematur yang dapat menyebabkan
infeksi endometrium sehingga mengakibatkan sepsis dan lambatnya
penyembuhan luka episiotomi. Sedangkan pada bayi prematur memiliki resiko
infeksi neonatal lebih tinggi seperti resiko distress pernafasan, sepsis neonatal,
necrotizing enterocolitis dan perdarahan intraventikuler.
Menurut Benson (2012), terdapat paling sedikit enam bahaya utama yang
mengancam neonatus prematur, yaitu gangguan respirasi, gagal jantung kongestif,
perdarahan intraventrikel dan kelainan neurologik, hiperilirubinemia, sepsis dan
kesulitan makan.
Sedangkan menurut Oxorn (2010), prognosis yang dapat terjadi pada
persalinan prematuritas adalah :
a. Anoksia 12 kali lebih sering terjadi pada bayi premature
b. Gangguan respirasi
c. Rentan terhadap kompresi kepala karena lunaknya tulang tengkorak dan
immaturitas jaringan otak
d. Perdarahan intracranial 5 kali lebih sering pada bayi prematur dibanding
bayi aterm
e. Cerebral palsy
f. Terdapat insidensi kerusakan organik otak yang lebih tinggi pada bayi
prematur (meskipun banyak orang–orang jenius yang dilahirkan sebelum
aterm).

7. Pathway
Asuhan keperawatan pada ibu post partum
Pengkajian
Pengkajian Fisik
a. Riwayat kesehatan sebelumnya
b. Tanda-tanda Vital
c. Mamae: gumpalan, kemerahan, nyeri, perawatan payudara, management
engorgement, kondisi putting, pengeluaran ASI.
d. Abdomen: palpasi RDA, tinggi fundus uteri, kontraksi uterus, striae.
e. Perineum: lochea, tanda-tanda REEDA.
f. Ekstremitas: varices, tanda-tanda Homan.
g. Rektum: hemoroid, dll.
h. Aktivitas sehari-hari.
Pengkajian Psikologis
a. Umum: status emosi, gambaran diri dan tingkat kepercayaan
b. Spesifik: depresi postpartum.
c. Seksualitas: siklus menstruasi,pengeluaran ASI dan penurunan libido.

1. Diagnose keperawatan
a. Nyeri akut
b. Gangguan mobiIitas fisik
c. Menyusui tidak efektif
d. Risiko infeksi
e. Risiko pendarahan

2. Intervensi keperawatan

Diagnosa
Tujuan dan Kriteria Hasil Rencana Intervensi
Keperawatan
Nyeri akut b/d Setalah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
agen injuri keperawatan daIam 1x24 jam Tindakan
fisik (luka post diharapkan Nyeri dapat teratasi Observasi
SC; dengan kriteria hasiI: 1. Identifikasi Iokasi, karakteristik,
pembengkakan a. Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi, kuaIitas dan
payudara). (tahu penyebab nyeri, mampu intensitas nyeri
menggunakan tehnik 2. Identifikasi respon non verbaI
nonfarmakologi untuk 3. Identifikasi factor yang
mengurangi nyeri, mencari memperberat dan memperingan
bantuan) nyeri
b. Melaporkan bahwa nyeri 4. Monitor keberhasilan terapi yang
berkurang dengan sudah diIakukan
menggunakan manajemen 5. Monitor efek samping
nyeri penggunaan analgetik
c. Mampu mengenali nyeri Terapeutik
(skala, intensitas, frekuensi 1. Berikan tehnik non
dan tanda nyeri) farmakoIogis
d. Menyatakan rasa nyaman dalam melakukan penanganan
setelah nyeri berkurang nyeri
e. Tanda vital dalam rentang 2. Kontrol Iingkungan yang
normal memperberat nyeri
TD : 120-140 /80 – 90 mmHg Edukasi
RR : 16 – 24 x/mnt 1. JeIaskan penyebab periode dan
N : 80- 100 x mnt pemicu nyeri
T : 36,5o C – 37,5 o C 2. Ajarkan strategi meredakan nyeri
3. Mengajarkan dan
menganjurkan untuk
memonitor nyeri secara
mandiri
4. Mengajarkan tehnik non
farmakologis yang tepat
Kolaborasi
Kolaborasi dalam pemberian
analgetic

Gangguan SetaIah dilakukan tindakan Dukungan ambulasi


mobilitas fisik keperawatan daIam 1 x 24 jam Tindakan
diharapkan gangguan mobiIitas Observasi
fisik dapat teratasi dengan 1. Identifikasi adanya
kriteria hasil: nyeri atau keIuhan
Mobilitas fisik fisik lainnya
1. Pergerakan ekstremitas 2. Identifikasi toIeransi fisik
dari skala 1 ke skala 5 melakukan ambuIasi
2. Kekuatan otot dari skala 1 3. Monitor tanda tanda vital
ke skala 5 4. Monitor keadaan
3. Rentang gerak ROM dari umum saat melakukan
skala 1 ke skala 5 ambuIasi
4. KeIemahan fisik dari skala Terapeutik
1 ke skala 5 1. Fasilitasi aktivitas ambulasi
5. Gerakan tidak terkordinasi dengan alat bantu
dari skala 1 ke skala 5 2. FasiIitasi melakukan
Ket: mobiIitasi fisik
1 : Memburuk jika peru
2 : Cukup memburuk 3. Libatkan keluarga untuk
3 : Sedang membantu pasien dalam
4 : Cukup membaik meningkatkan ambulasi
5 : Membaik Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan
prosedur ambulasi
2. Anjurkn melakukan ambulasi
dini
3. Anjurkan ambulasi
sederhana yang bisa
dilakukan
Menyusui Setalah dilakukan tindakan Edukasi menyusui
tidak efektif keperawatan daIam 1 x 24 Tindakan
jam diharapkan menyusui tidak Observasi
efektif bisa teratasi dengan 1. Identifikas kesiapan dan
kriteria hasiI: kemampuan menerima
Status menyusui informasi
1. Perlekatan bayi pada 2. Mengidentifikasi tujuan dan
payudaya ibu dari skala 1 ke keinginan menyusui
skala 5 Terapeutik
1. Sediakan materi dan media
2. Kemampuan ibu penkes
memposisikan bayi dengan 2. JadwaIkan pendidikan
benar dari skala 1 ke skala 5 kesehatan sesuai
3. Tetesan atau pancaran ASI kesepakatan
dari skala 1 ke skala 5 3. Berikan kesempatan untuk
4. Suplai ASI adekuat dari bertanya
skala 1 ke skala 5 4. Dukung ibu untuk
5. Kepercayaan diri ibu dari meningkatkan kepercayaan
skala 1 ke skala 5 diri daIam menyusui
Keterangan 5. Libatkan sistem pendukung
1 : memburuk (keIuarga pasien)
2 : cukup memburuk Edukasi
3 : sedang 1. Berikan konseIing menyusui
4 : cukup membaik 2. JeIaskan manfaat menyusui
5 : membaik bagi ibu dan bayi
3. Ajarkan 3 posisi menyusui
4. Ajarkan perawatan payudara

Resiko Infeksi Setalah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi


keperawatan daIam 1 x 24 jam Observasi
diharapkan infeksi tidak terjadi 1. Monitor tanda-tanda infeksi
dengan kriteria hasiI: Terapeutik
Tingkat Infeksi 1. Batasi jumIah pengunjung
1. Demam dari skala 1 ke skala 2. Berikan perawatan luka
5 3. Cuci tangan sebeIum dan
2. Kemerahan dari skala 1 sesudah kontak dengan
ke skala 5 pasien
3. Nyeri dari skala 1 ke skala 5 4. Pertahankan tehnik
4. Bengkak dari skala aseptik pada pasien
1 ke skala 5 berisiko tinggi
5. Cairan berbau dari skala 1 Edukasi
ke skala 5 1. JeIaskan tanda dan gejaIa
Keterangan infeksi
1 : memburuk 2. Ajarkan cara cuci tangan
2 : cukup memburuk ke pasien da keIuarga yang
3 : sedang berkunjung
4 : cukup membaik 3. Ajarkan etika batuk
5 : membaik 4. Ajarkan cara memeriksa
kondis luka
5. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
KoIaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi
jika perlu

Resiko Setalah diIakukan tindakan Pencegahan perdarahan


perdarahan keperawatan daIam 1 x 24 jam Tindakan
diharapkan perdarahan tidak Observasi
terjadi dengan kriteria hasiI: 1. Monitor tanda dan gejaIa
1. KeIembapan membrane pendarahan
mukosa dari skala 1 ke skala 2. Monitor nilai
5 hematokrit/hemoglobin
2. KeIembapan kuIit dari skala sebelum dan sesudah
1 ke skala 5 kehilangan darah
3. Perdarahan pasca operasi dari 3. Monitor tanda tanda vital
skala 1 ke skala 5 ortostatik
4. Perdarahan vagina dari skala Terapeutik
1 ke skala 5 1. Pertahankan bed rest seIama
Keterangan pendarahan
1 : memburuk 2. Batasi Tindakan ivasif, jika
2 : cukup memburuk perlu
3 : sedang Edukasi
4 : cukup membaik 1. Jelaskan tanda dan gejala
5 : membaik perdarahan
2. Anjurkan meningkatkan
asupan makanan dan vitamin
K
3. Anjurkan segera melapor jika
terjadi perdarahan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian produk
darah, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian obat
pengontrol darah, jika perlu

3. Evaluasi
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil implementasi
dengan criteria dan standar yang telah ditetapkan untuk melihat
keberhasilannya.
Evaluasi disusun dengan mengunakan SOAP yang operasional dengan
pengertian :
S : adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang dirasakan secara
subjektif oleh klien dan keluarga setelah diberikan implementasi
keperawatan.
O : adalah keadaan objektif yang didefinisikan oleh perawat
menggunakan pengamatan yang objektif setelah implementasi
keperawatan.
A : adalah merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon
subjektif dan objektif klien yang dibandingkan dengan criteria dan
standar yang telah ditentukan mengacu pada tujuan rencana keperawatan
klien.
P : adalah perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan
analisis.
Adapun evaluasi dari semua tindakan keperawatan mengenai Asuhan
Keperawatan Post Partum yaitu :
- Nyeri akut teratasi
- Tidak terjadi gangguanan mobilitas fisik
- Menyusui adekuat
- Tidak terjadi infeksi
- Tidak terjadi pendarahan
Daftar Pustaka

ACOG. 2018. “Preeclampsia and High Blood Pressure During Pregnancy.” The
American College of Obstetricians and Gynecologists (May): 4.
https://www.acog.org/Patients/FAQs/Preeclampsia-and-High-Blood-
PressureDuring-Pregnancy?IsMobileSet=false.
Alodokter. 2018. https://www.alodokter.com/. Fakta Penting Seputar Kehamilan
Gemeli atau Kembar. (Online) Diakses pada 31 Maret 2022.
Cunningham, F. G. (2018). Obstetri Williams. Edisi 23. Volume 1. Jakarta: EGC.
Dewi, R. S., Apriyanti, F., & Harmia, E. 2020. Hubungan Paritas Dan Anemia
Dengan Kejadian Ketuban Pecah Dini Di RSUD
Bangkinang Tahun 2018. JurnaI Kesehatan Tambusai, 1(2), 76-84.
Doenges, M.E. dan Moorhouse, M.F. 2001.Rencana Perawatan Maternal/Bayi :
Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Klien, Edisi II,
EGC, Jakarta.
Dutton, dkk. 2012. Rujukan Cepat Kebidanan. EGC: Jakarta.
Hadijono, Soerjo. 2008. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka
Indriyani, D., Asmuji, & Wahyuni, S. (2016). Edukasi Postnatal dengan Pendekatan
Familiy Centered Maternity Care (FCMC). trans medika, Yogyakarta.

Moses S. Multiple gestation (twin gestation) in Obstetrics. Family practice notebook,


LLC. 2000.

Gordon et.al,2001,Nursing Diagnoses : Definition and Clasification 2001-


2002,Philadelphia,USA.
Mc Closky & Bulechek.(2000). Nursing Intervention Classification (NIC). United
States of America: Mosby.
Manuaba. (2017). Pengantar Kuliah Obstetri. ECG : Jakarta.
Widyasih, Hesty dkk. 2012. Perawatan Masa Nifas.Yogyakarta: Fitramaya
Prawirohardjo. 2013. Ilmu Kebidanan. Jakarta PT Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo
Yanti Damai. (2017). Konsep Dasar Asuhan Kehamilan. Bandung: PT Refika Aditama.
PATHWAY
FORM PENGKAJIAN POSTNATAL

Anda mungkin juga menyukai