Anda di halaman 1dari 42

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

STASE KEPERAWATAN MATERNITAS


DENGAN POSTNATAL CARE (PNC)
DI PUSKESMAS CONDONG PROBOLINGGO

Oleh :

DINDA INSANI RIZKI

14901.07.20007

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

STIKES HAFSHAWATY PESANTREN ZAINUL HASAN

PROBOLINGGO

2021
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN


STASE KEPERAWATAN MATERNITAS
DENGAN POSTNATAL CARE (PNC)
DI PUSKESMAS CONDONG PROBOLINGGO

PROBOLINGGO,

MAHASISWA

DINDA INSANI RIZKI

PEMBIMBING LAHAN PEMBIMBING AKADEMIK

KEPALA RUANGAN
LEMBAR KONSULTASI

NAMA : DINDA INSANI RIZKI

NIM :14901.07.20007

No. Tanggal Pembimbing Evaluasi/Saran Paraf


LAPORAN PENDAHULUAN POSTNATAL CARE (PNC)

A. DEFINISI
Masa nifas (puerperium) dimaknai sebagai periode pemulihan segera dimulai
setelah kelahiran bayi dan plasenta serta mencerminkan keadaan fisiologi ibu,
terutama ketika sistem reproduksi kembali seperti mendekati keadaan sebelum hamil
(Yeffy, 2015). Masa nifas dimulai sejak 2 jam setelah plasenta lahir sampai dengan 6
minggu (Vivian, 2012).
Masa Periode post partum adalah selang waktu antara kelahiran bayi sampai
dengan pulihnya organ reproduksi seperti sebelum hamil. Periode ini sering disebut
masa nifas (puerperium), atau trimester keempat kehamilan, masa nifas biasanya
berkisar antara 6 minngu atau lebih bervariasi antara ibu satu dengan ibu yang
lainnya (Lowdermilk, Perry dan Chasion, 2013).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil (Sutanto, 2018). Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu (Sutanto, 2018).

B. TUJUAN PERAWATAN MASA NIFAS


Dalam masa nifas ini penderita memerlukan perawatan dan pengawasan yang
dilakukan selama ibu tinggal di rumah sakit maupun setelah nanti keluar dari rumah
sakit. Adapun tujuan dari perawatan masa nifas adalah:
1. Menjaga kesehatan ibu dan bayi baik fisik maupun psikologi.
2. Melaksanakan skrining yang komprehensif, mendeteksi masalah, mengobati
atau merujuk bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayi.
3. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi,
keluarga berencana, menyusui, pemberian imunisasi pada bayi dan perawatan
bayi sehat.
4. Untuk mendapatkan kesehatan emosi

C. TAHAPAN MASA NIFAS


Menurut Sri Astuti (2015) periode masa nifas dibagi menjadi 3 tahap :
1. Puerperium Dini (Immediate Postpartum) : 0 – 24 jam postpartum.
Yaitu masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Perdarahan
merupakan masalah terbanyak pada masa ini. Kepulihan dimana ibu
diperbolehkan berdiri dan berjalan, serta menjalankan aktivitas layaknya wanita
normal lainnya. Dalam agama islam dianggap telah bersih dan boleh bekerja
setelah 40 hari.
2. Puerperium Intermediate (Early Postpartum) : 1 – 7 hari postpartum
Yaitu masa dimana involusi uterus harus dipastikan dalam keadaan normal, tidak
ada perdarahan, lochea tidak berbau busuk, tidak demam, ibu cukup mendapat
nutrisi dan cairan, ibu dapat menyusui dengan baik. Kepulihan menyeluruh alat-
alat genetalia yang lamanya sekitar 68 minggu.
3. Puerperium Remote (Late Postpartum) : 1 - 6 minggu postpartum Waktu yang
diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama apabila ibu selama hamil
atau persalinan mempunyai komplikasi. Masa dimana perawatan dan
pemeriksaan kondisi sehari-hari, serta konseling KB. Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan, tahunan.

D. PERUBAHAN PADA MASA POST PARTUM


1. Perubahan Fisiologis
a. Involusio
Merupakan proses kembalinya alat kandungan atau uterus dan jalan lahir
setalah bayi di lahirkan hingga mencapai kedaan sebelum hamil. Proses
involusi terjadi karena :
1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang tumbuh
karena  adanya hiperplasi, dan jaringan otot yang membesar menjadi lebih
panjang sepuluh kali dan menjadi lima kali lebih tebal dari sewaktu masa
hamil akan susut kembali mencapai keadaan semula. Penghancuran
jaringan tersebut akan diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal
yang menyebabkan ibu mengalami beser kencing setelah melahirkan (Yuli,
2017).
2) Aktifitas otot-otot yaitu adanya kontrasi dan retraksi dari otot-otot setelah
anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh darah yang pecah
karena adanya pelepasan plasenta dan berguna untuk mengeluarkan isi
uterus yang tidak berguna. Karena kontraksi dan retraksi menyebabkan
terganggunya peredaran darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot
kurang zat yang diperlukan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih
kecil (Yuli, 2017).
3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyebabkan atropi
pada jaringan otot uterus (Yuli, 2017).
Bagian yang terjadi involusi pada alat kandungan antara lain :
1) Fundus Uteri
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena
kontraksi   dan  retraksi otot-ototnya (Yuli, 2017)..
2) Tempat Insersi Plasenta
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh
darah besar yang tersumbat oleh trombus. Luka bekas implantasi plasenta
tidak meninggalkan parut karena dilepaskan dari dasarnya dengan
pertumbuhan endometrium baru dibawah permukaan luka. Endometrium
ini tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasar luka
(Yuli, 2017).
3) Perubahan pembuluh darah rahim
Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh darah yang
besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi peredaran
darah yang banyak maka arteri harus mengecil lagi dalam masa nifas
(Yuli, 2017).
4) Perubahan cervix dan vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat dilalui oleh 2
jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui oleh  1 jari saja. Karena
hiperplasi ini dan karena karena retraksi dari cervix, robekan cervix jadi
sembuh. Vagina yang  sangat diregang waktu persalinan, lambat laun
mencapai ukuran yang normal. Pada minggu ke 3 post partum ruggae
mulai nampak Kembali (Yuli, 2017).
5) Endometrium
Mengalami involusi daerah implantasi plasenta. Nekrosis pembuluh
darah terjadi 2 – 3 post partum.pada hari ke tuju terbentuk lapisan basal
dan pada 16 hari normal Kembali (Yuli, 2017).
6) Clitoris
Kenceng dan tidak terlalu keras.
7) Vagina dan perineum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena disebabkan lama,
tetapi biasanya akan pulih kembali dalam 6 minggu. Pada wanita yang
asthenis menjadi diastasis dari otot-otot rectus abnominis sehingga
sebagian dari dinding perut di garis tengah terdiri dari perineum, fascia
tipis dan kulit. Tempat yang lemah dan menonjol kalau berdiri atau
mengejan (Yuli, 2017).
Perubahan vagina, vagina mengecil dantimbul rugae (lipatan-lipatan
atau kerutan-kerutan) kembali. Terjadi robekan perineum pada hampir
semua persalinan pertama dan tidak jarang juga pada persalinan
berikutnya. Bila ada laserasi jalan lahir atau luka bekas episiotomi
(penyayatan mulut serambi kemaluan untuk mempermudah kelahiran bayi)
lakukanlah penjahitan dan perawatan dengan baik (Yuli, 2017).
8) Dinding perut dan peritonium
Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
biasanya akan pulih dalam 6 minggu. Ligamen fascia dan diafragma pelvis
yang meregang pada waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur
mengecil dan pulih kembali.Tidak jarang uterus jatuh ke belakang  menjadi
retrofleksi karena ligamentum rotundum jadi kendor. Untuk memulihkan
kembali sebaiknya dengan latihan-latihan pasca persalinan (Yuli, 2017).
b. Laktasi / pengeluaran Air Susu Ibu
Selama kehamilan horman estrogen dan progesterone menginduksi
perkembangan alveolus dan duktus lactiferas dari dalam mamae dan juga
merangsang kolostrum sesudah kelahiran bayi ketika kadar hormone
esdtrogen menurun memungkinkan terjadinya kenaikan kadar hormone
prolaktin dan produksi ASI pun dimulai (Margareth, 2013).
Ada beberapa refleks yang berpengaruh terhadap kelancaran laktasi,
refleks yang terjadi pada ibu yaitu prolaktin dan let down. Kedua refleks ini
bersumber dan perangsang puting susu akibat isapan bayi meliputi (Bobak et
all, 2010) :
1) Refleks prolactin
Sewaktu bayi menyusu, ujung saraf peraba yang terdapat pada puting
susu terangsang. rangsangan tersebut oleh serabut afferent dibawa ke
hipotalamus didasar otak. Lalu dilanjutkan ke bagian depan kelenjar
hipofise yang memacu pengeluaran hormon prolaktin ke dalam darah
melalui sirkulasi memacu sel kelenjar memproduksi air susu.
2) Reflek Let Down
Rangsangan yang ditimbulkan bayi saat menyusu diantar ke bagian
belakang kelenjar hipofisis yang akan dilepaskan hormon. Oksitosin masuk
ke dalam darah dan akan memacu otot-otot polos mengelilingi alveoli dan
duktuli dan sinus menuju puting susu.
c. Lochea
Lochea adalah cairan sekret yang berasal dari kavum uteri dan vagina
dalam masa nifas. Pada hari pertama dan kedua lochea rubra atau lochea
cruenta, terdiri atas darah segar bercampur sisa-sisa selaput ketuban, sel-sel
desidua, sisa-sisa verniks kaseosa, lanugo dan mekonium (Yuli, 2017).
Berikut macam macam lochea pada masa post pasrtum :
1) Lochea Rubra (cruenta) : Berisi darah segar dan sisa selaput ketuban,
sel-sel dari desidua, verniks kaseosa, lanugo dan mekonium.
2) Lochea Sanguinolenta : Berwarna merah kuning berisi darah dan lendir
hari ke 3-7 pasca persalinan
3) Lochea Serosa : berwarna kuning, cairan tidak berdarah lagi, pada hari
ke 7-14 pasca persalinan.
4) Lochea Alba : cairan putih setelah 2 minggu.
5) Lochea Purulenta : terjadi infeksi, keluaran cairan seperti nanah berbau
busuk.
6) Lochea stasis : lochea tidak lancar keluarnya.
2. Perubahan Psikologis Postpartum
Adaptasi psikologis masa nifas merupakan suatu proses adptasi dari seorang
ibu post partum, dimana pada saat ini ibu akan lebih sensitive dalam sgala hal,
terutama yang berkaitan dengan dirinya serta bayinnya. Perubahan psikologis
mempunyai peranan yang sangat penting. Pada masa ini, ibu nifas menjadi
sangat sensitive. Peran bidan sangat penting dalam hal memberi pengarahan
pada keluarga tentang kondisi ibu serta pendekatan psikologis yang dilakukan
bidan pada pada ibu nifas agar tidak terjadi perubahan psikologis yang patologis.
Dorongan serta prhatian anggota keluarga lainnya merupakan dukungan positif
bagi ibu. Dalam mnjalani adaptasi  setelah melahirkan, ibu akan mengalami fase-
fase sebagai berikut (Margareth, 2013):
a. Periode “Taking in”
1) Periode ini terjadi 1-2 hari sesudah melahirkan. Ibu baru pada umumnya
pasif dan tergantung, perhatiannya tertuju pada kekawatiran akan tubuhnya
2)  Ia mungkin mengulang-ulang menceritakan pengalaman waktu
melahirkanya
3) Tidur tampa gangguan sangat penting untuk mengurangi gangguan
kesehatan akibat kurang istirahat.
4) Peningkatan nutrisi  dibutuhkan untuk mempercepat pemulihan dan
penyembuhan luka, serta persiapan proses laktasi aktiv
5) Dalam memberi asuahan keperawatan, harus dapat memfasilitasi
kebutuhan fisikologis ibu, pada tahap ini bidan harus menjadi pendengar
yang baik ketika ibu menceritakan pengalamanya. Berikan juga dukungan
mental dan aspirasi atas hasil perjuangan ibu sehingga dapat berhasil
melahirkan anaknya. Bidan harus  dapat menciptakan suasana yang
nyaman bagi ibu sehingga dapat leluasa dan terbuka mengemukan
permasalahan dapat dihadapi bidan. Dalam hal ini, sering terjadi kesalahan
dalam pelaksanaan perawatan yang dilakukan oleh pasien terhadap
dirinnya dan bayinya karna kurangnya jalinan komunikasi yang baik antara
pasien dan bidan (Margareth, 2013).
b. Periode “taking hold”
1) Periode ini berlangsung pada hari ke 2-4 post partum
2)  Ini menjadi perhatian pada kemampuan menjadi orang tua yang sukses dan
meningkatkan tanggung jawabterhadap bayi
3)  Ibu berkonsentrasi pada pengotrolan fungsi tubuhnya,BAA dan BAK,serta
kekuatan dan ketahanan tubuhnya
4) Ibu berusaha keras untuk menguasai keterampilan perawatan bayi,
misalnya mengendong, memandikan dan memasang popok dan
sebagainya.
5)   Pada masa ini, ibu biasanya sangat sensitive dan merasa tidak mahir
dalam melakukan hal-hal tersebut
6)  Pada tahap ini, bidan harus tanggap terhadap kemungkinan perubahan
yang terjadi.
7) Tahap ini merupakan waktu yang tepat bagi bidan untuk memberiken
bimbingan cara perawatan bayi, namun harus selalu di perhatikan teknik
bimbinganya jangan sampai menyingung perasaan atau membuat perasaan
ibu tidak nyaman karena ia sangat sensitive. Hidari kata “jangan begitu” atau
“kalau kayak gitu salah” pada ibu karna hal itu akan sangat menyakiti
perasaanya dan akibatnya ibu akan putus asa untuk mengikuti bimbingan
yang bidan berikan (Margareth, 2013).
c. Periode “Letting Go
Periode ini biasanya terjadi setelah ibu pulang ke rumah periode ini pun
sangat berpengaruh terhadap dan perhatian yang diberikan oleh keluarga
(Margareth, 2013).
Ibu mengambil tanggung jawab terhadap perawatan bayi dan ia harus
beradaptasi dengan segala kebutuhan bayi yang sangat tergantung padanya.
Hal ini menyebabkan berkurangnya hak ibu,kebebasan, dan hubungan social.
Depresi post partum umumnya terjadi pada periode ini (Margareth, 2013).
Menurut Ramona T Mercer Masa nifas merupakan salah satu bagian penting dari
proses kelahiran. Karena masa ini bagi seorang perempuan merupakan proses
memasuki peran baru sebagai ibu. Untuk mencapai peran tersebut harus melibatkan
peran serta keluarga terutama peran suami (Erfina et al., 2019). Dukungan suami
yang merupakan faktor pendukung keberhasilan pencapaian peran ibu merupakan
suatu kegiatan yang bersifat emosional maupun psikologis yang diberikan kepada
ibu. Karena suami merupakan orang terdekat bagi ibu yang diharapkan selalu ada di
sisi ibu dan selalu siap memberi bantuan disaat mempunyai keluarga baru
(Oktaviyana et al., 2018).
Teori Maternal Role Attainment – Becoming a Mother (pencapaian peran ibu –
menjadi seorang ibu) dikemukakan oleh Ramona T Mercer pada tahun 1991. Dalam
Alligood & Tomey (2014) menempatakan teori ini pada lingkaran sarang yang
didalamnya terdapat aspek mikrosistem, mesosistem, dan makrosistem.
1) Mikrosistem adalah lingkungan segera dimana peran pencapaian ibu terjadi.
Komponen mikrosistem ini antara lain fungsi keluarga, hubungan ibu-ayah,
dukungan sosial, status ekonomi, kepercayaan keluarga dan stressor bayi baru
lahir ang dipandang sebagai individu yang melekat dalam sistem keluarga.
Menurut Mercer (1990) dalam Paramida, (2018) mengungkapkan bahwa
keluarga dipandang sebagai sistem semi tertutup yang memelihara batasan dan
pengawasan yang lebih antar perubahan dengan sistem keluarga dan sistem
lainnya. Menurut Mercer, mikrosistem yang paling mempengaruhi pada
pencapaian peran ibu. Selain itu, ia juga memperluas konsep dan modelnya pada
pentingnya ayah pada pencapaian peran ibu, yang mana ayah dapat membantu
mengurangi tekanan yang berkembang selama proses hubungan ibu dan anak.
Peran ibu dicapai melalui interaksi ayah, ibu, dan anak.
2) Mesosistem meliputi, mempengaruhi dan berinteraksi dengan individu di
mikrosistem. Interaksi mesosistem mempengaruhi apa yang terjadi terhadan
berkembangnya peran ibu dan anak. Mesosistem mencakup perawatan sehari-
hari, sekolah, tempat kerja, tempat ibadah dan lingkungan yang umum berada
dalam masyarakat.
3) Makrosistem adalah budaya pada lingkungan individu. Makrosistem terdiri atas
sosial, politik. Lingkungan pelayanan kesehatan dan kebijakan sistem kesehatan
yang berdampak pada pencapaian peran ibu.
Maternal Role Attainment adalah proses yang mengikuti 4 (empat) tahap
penguasaan peran, yang mana tahapan-tahapan tersebut telah diadaptasi dari
penelitian Thorthon dan Nardi yaitu :
1) Antisipatori : tahapan antisipatori dimulai selama kehamilan mencakup data
sosial, psikologi, penyesuaian selama hamil, harapan ibu terhadap peran,
belajar untuk berperan, hubungan dengan janin dalam uterus dan mulai
memainkan peran.
2) Formal : tahapan ini dimuai dari kelahiran bayi yang mencakup proses
pembelajaran dan pengambilan peran menjadi ibu. Peran perilaku menjadi
petunjuk formal, harapan konsesual yang lain dalam sistem sosial ibu.
3) Informal : tahap dimulainya perkembangan ibu dengan jalan atau cara khusus
yang berhubungan dengan peran yang tidak terbawa dari sistem sosial. Wanita
membuat peran barunya dalam keberadaan kehidupannya yang berdasarkan
pengalaman masa lalu dan tujuan ke depan.
4) Personal atau identitas peran yang terjadi adalah internalisasi wanita terhadap
perannya. Perngalaman wanita yang dirasakan harmonis, percaya diri,
kemampuan dalam menampilkan perannya dan peran ibu tercapai.
Tahapan pencapaian peran ibu ini berkaitan dan sejalan dengan pertumbuhan
dan perkembangan bayi baru lahir. Respon perkembangan bayi sebagai respon
terhadap perkembagan peran ibu adalah:
1) Kontak mata dengan ibu saat ibu bicara, refleks menggenggam.
2) Refleks tersenyum dan tenang dalam perawatan ibu.
3) Perilaku interaksi yang konsisten dengan ibu
4) Menimbulkan respon dari ibu; meningkatkan aktifitas.
Identitas peran ibu dapat tercapai dalam satu bulan atau beberapa bulan.
Tahapan ini dipengaruhi oleh support sosial, stress, fungsi family, dan hubungan
antara ibu dan ayah. Keperibadian dan perilaku dari keduanya baik ibu dan bayi
dapat mempengaruhi identitas peran ibu dan hasil akhir (outcome) bayi.
Berdasarkan model Mercer, kepribadian dan perilaku termasuk empati, senstivitas
terhadap syarat bayi, harga diri, konsep diri, dan orangtua menerima sebagai
anaknya, maturitas dan fleksibilitas, sikap, pengalaman selama hamil dan
melahirkan, kesehatan, depresi, dan konflik peran. Kepribadian bayi akan
berdampak pada identitas peran ibu termasuk tempermen, kemampuan
memberikan isyarat, penampilan, karakteristik umum, responsiveness
(ketanggapan), dan kesehatan.
Menurut mercer (1990) dalam paramida (2018) Identitas peran seseorang
dapat dicapai ketika ibu telah terintegrasi peran kedalam harga dirinya, Ia nyaman
dengan identitasnya sebagai seorang ibu, secara emosional dapat merasakan
harmoni, kepuasan dan kemampuan dalam berperan. Penggunan teori Mercer
mentapkan bahwa identitas peran mempunyai komponen internal dan eksternal,
identitas adalah pandangan diri yang terinternalisasikan, dan peran adalah
komponen eksternal, komponen perilaku.
3. Perubahan Tanda-tanda Vital
Suhu badan wanita inpartum tidak lebih dari 37,20C. Setelah partus dapat naik
0,50C dari keadaan normal, tetapi tidak melebihi 38,0 0C sesudah 12 jam pertama
melahirkan. Bila >38,00C kemungkinan ada infeksi. Nadi dapat terjadi bradikardi,
bila takikardi dan badan tidak panas dicurigai ada perdarahan berlebih/ada vitrum
korelis pada perdarahan. Pada beberapa kasus ditemukan hipertensi dan akan
menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain dalam
kira-kira 2 bulan tanpa pengobatan (Margareth, 2013).
4. Perubahan Sistem Organ
a. Perubahan system Pencernaan
Wanita mungkin menjadi lapar dan siap makan kembali dalam 1 jam atau 2
jam setelah melahirkan. Konstipasi dapat terjadi pada masa nifas awal
dikarenakan kekurangan bahan makanan selama persalinan dan pengendalian
pada fase defekasi (Margareth, 2013).
b. Perubahan system perkemihan
Pembentukan air seni oleh ginjal meningkat, namun ibu sering
mengalami kesukaran dalam buang air kecil, karena :
1) Perasaan untuk ingin BAK ibu kurang meskipun bledder penuh
2) Uretra tersumbat karena perlukaan/udema pada dindingnya akibat oleh
kepala bayi
3) Ibu tidak biasa BAK dengan berbaring
c. Penebalan Sistem Muskuloskeletal
Adanya garis-garis abdomen yang tidak akan pernah menghilang
dengan sempurna. Dinding abdomen melunak setelah melahirkan karena
meregang setelah kehamilan. Perut menggantung sering dijumpai pada
multipara (Margareth, 2013).
d. Perubahan Sistem Endokrin
Kadar hormone-hormon plasenta, hormone plasenta laktogen (hpl) dan
chorionia gonadotropin (HCG), turun dengan cepat dalam 2 hari, hpl sudah
tidak terdeteksi lagi. Kadar estrogen dan progesterone dalam serum turun
dengan cepat dalam 3 hari pertama masa nifas. Diantara wanita menyusui,
kadar prolaktin meningkat setelah bayi disusui (Margareth, 2013).
e. Perubahan system kardiovaskuler
Sistem kardiovaskuler pulih kembali ke keadaan tidak hamil dalam
tempo 2 minngu pertama masa nifas. Dalam 10 hari pertama setelah
melahirkan peningkatan factor pembekuan yang terjadi selama kehamilan
masih menetap namun diimbangi oleh peningkatan aktifitas fibrinolitik
(Margareth, 2013).
f. Perubahan Sistem Hematologik
Leukocytosis yang diangkat sel-sel darah putih berjumlah 15.000
selama persalinan, selanjutnya meningkat sampai 15.000 – 30.000 tanpa
menjadi patologis jika wanita tidak mengalami persalinan yang lama/panjang.
Hb, HCT, dan eritrosit jumlahmya berubah-ubah pada awal masa nifas
(Margareth, 2013).

E. ANATOMI FISIOLOGI
Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam
rongga panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi, Internal:fungsi ovulasi,
fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-
hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus - hipothalamus -
hipofisis-adrenal-ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem ekstragonad/
ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi: payudara, kulit daerah
tertentu, pigmen dan sebagainya (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
1. GENITALIA EKSTERNA

a. Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri
dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum,
orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
b. Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
c. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena.
Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum
rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah
perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior) (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
d. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel
rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
e. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva,
dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina.
Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor
androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf,
sangat sensitif (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
f. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral
labia minora. Berasal dari sinus urogenital.
Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri.
Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
g. Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae.
Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi
tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen
postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen
imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah
menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
h. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix
uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral.
Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix
anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki
dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa
berlapis, berubah mengikuti siklus haid (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk
jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus
urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan
lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik
daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif
terhadap stimulasi orgasmus vaginal (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
i. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur (Kirnantoro,
& Maryana, 2019).
2. GENITALIA INTERNA

a. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum
(serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan
nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding
uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari
corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
b. Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3
komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin)
dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi
epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-
posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan
lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin)
dan larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan
viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
c. Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada
ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium
berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal,
anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi
dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh
hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi
ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi
selama pertumbuhan dan perkembangan wanita (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
d. Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum
cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum
infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
e. Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna,
serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
f. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba
kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari
ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa,
muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding
yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
g. Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba
pengendali transfer gamet (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
h. Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi
di dinding tuba bagian ini (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
i. Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada
ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi
“menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan
membawanya ke dalam tuba (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
j. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus)
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
k. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum,
sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan
pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di
korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon
steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum
pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui
perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat
ovulasi (Kirnantoro, & Maryana, 2019)
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang
aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis (Kirnantoro, & Maryana,
2019).

3. ORGAN REPRODUKSI / ORGAN SEKSUAL EKSTRAGONADAL


a. Payudara
Seluruh susunan kelenjar payudara berada di bawah kulit di daerah
pektoral. Terdiri dari massa payudara yang sebagian besar mengandung
jaringan lemak, berlobus-lobus (20-40 lobus), tiap lobus terdiri dari 10-100
alveoli, yang di bawah pengaruh hormon prolaktin memproduksi air susu. Dari
lobus-lobus, air susu dialirkan melalui duktus yang bermuara di daerah
papila / puting. Fungsi utama payudara adalah laktasi, dipengaruhi hormon
prolaktin dan oksitosin pascapersalinan(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Kulit daerah payudara sensitif terhadap rangsang, termasuk sebagai
sexually responsive organ(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
b. Kulit
Di berbagai area tertentu tubuh, kulit memiliki sensitifitas yang lebih tinggi
dan responsif secara seksual, misalnya kulit di daerah bokong dan lipat paha
dalam. Protein di kulit mengandung pheromone (sejenis metabolit steroid dari
keratinosit epidermal kulit) yang berfungsi sebagai ‘parfum’ daya tarik seksual
(androstenol dan androstenon dibuat di kulit, kelenjar keringat aksila dan
kelenjar liur). Pheromone ditemukan juga di dalam urine, plasma, keringat
dan liur(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
4. POROS HORMONAL SISTEM REPRODUKSI
a. Badan pineal
Suatu kelenjar kecil, panjang sekitar 6-8 mm, merupakan suatu
penonjolan dari bagian posterior ventrikel III di garis tengah. Terletak di
tengah antara 2 hemisfer otak, di depan serebelum pada daerah
posterodorsal diensefalon. Memiliki hubungan dengan hipotalamus melalui
suatu batang penghubung yang pendek berisi serabut-serabut saraf
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Hormon melatonin : mengatur sirkuit foto-neuro-endokrin reproduksi.
Tampaknya melatonin menghambat produksi GnRH dari hipotalamus,
sehingga menghambat juga sekresi gonadotropin dari hipofisis dan memicu
aktifasi pertumbuhan dan sekresi hormon dari gonad. Diduga mekanisme ini
yang menentukan pemicu / onset mulainya fase pubertas (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
b. Hipotalamus
Kumpulan nukleus pada daerah di dasar otak, di atas hipofisis, di
bawah talamus. Tiap inti merupakan satu berkas badan saraf yang berlanjut
ke hipofisis sebgai hipofisis posterior (neurohipofisis) (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
Menghasilkan hormon-hormon pelepas : GnRH (Gonadotropin
Releasing Hormone), TRH (Thyrotropin Releasing Hormone), CRH
(Corticotropin Releasing Hormone) , GHRH (Growth Hormone Releasing
Hormone), PRF (Prolactin Releasing Factor). Menghasilkan juga hormon-
hormon penghambat : PIF (Prolactin Inhibiting Factor) (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
c. Pituitari / hipofisis
Terletak di dalam sella turcica tulang sphenoid. Menghasilkan hormon-
hormon gonadotropin yang bekerja pada kelenjar reproduksi, yaitu
perangsang pertumbuhan dan pematangan folikel (FSH - Follicle Stimulating
Hormone) dan hormon lutein (LH - luteinizing hormone). Selain hormon-
hormon gonadotropin, hipofisis menghasilkan juga hormon-hormon
metabolisme, pertumbuhan, dan lain-lain (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
d. Ovarium
Berfungsi gametogenesis / oogenesis, dalam pematangan dan
pengeluaran sel telur (ovum). Selain itu juga berfungsi steroidogenesis,
menghasilkan estrogen (dari teka interna folikel) dan progesteron (dari korpus
luteum), atas kendali dari hormon-hormon gonadotropin (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
e. Endometrium
Lapisan dalam dinding kavum uteri, berfungsi sebagai bakal tempat
implantasi hasil konsepsi. Selama siklus haid, jaringan endometrium
berproliferasi, menebal dan mengadakan sekresi, kemudian jika tidak ada
pembuahan / implantasi, endometrium rontok kembali dan keluar berupa
darah / jaringan haid (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Jika ada pembuahan / implantasi, endometrium dipertahankan sebagai
tempat konsepsi. Fisiologi endometrium juga dipengaruhi oleh siklus hormon-
hormon ovarium (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
5. HORMON-HORMON REPRODUKSI
b. GnRH (Gonadotrophin Releasing Hormone)
Diproduksi di hipotalamus, kemudian dilepaskan, berfungsi
menstimulasi hipofisis anterior untuk memproduksi dan melepaskan hormon-
hormon gonadotropin (FSH / LH ) (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
c. FSH (Follicle Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel basal hipofisis anterior, sebagai respons terhadap
GnRH. Berfungsi memicu pertumbuhan dan pematangan folikel dan sel-sel
granulosa di ovarium wanita (pada pria : memicu pematangan sperma di
testis) (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Pelepasannya periodik / pulsatif, waktu paruh eliminasinya pendek
(sekitar 3 jam), sering tidak ditemukan dalam darah. Sekresinya dihambat
oleh enzim inhibin dari sel-sel granulosa ovarium, melalui mekanisme
feedback negative (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
d. LH (Luteinizing Hormone) / ICSH (Interstitial Cell Stimulating Hormone)
Diproduksi di sel-sel kromofob hipofisis anterior. Bersama FSH, LH
berfungsi memicu perkembangan folikel (sel-sel teka dan sel-sel granulosa)
dan juga mencetuskan terjadinya ovulasi di pertengahan siklus (LH-surge).
Selama fase luteal siklus, LH meningkatkan dan mempertahankan fungsi
korpus luteum pascaovulasi dalam menghasilkan progesterone (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
Pelepasannya juga periodik / pulsatif, kadarnya dalam darah bervariasi
setiap fase siklus, waktu paruh eliminasinya pendek (sekitar 1 jam). Kerja
sangat cepat dan singkat. (Pada pria : LH memicu sintesis testosteron di sel-
sel Leydig testis) (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
e. Estrogen
Estrogen (alami) diproduksi terutama oleh sel-sel teka interna folikel di
ovarium secara primer, dan dalam jumlah lebih sedikit juga diproduksi di
kelenjar adrenal melalui konversi hormon androgen. Pada pria, diproduksi
juga sebagian di testis. Selama kehamilan, diproduksi juga oleh plasenta.
Berfungsi stimulasi pertumbuhan dan perkembangan (proliferasi) pada
berbagai organ reproduksi wanita (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
f. Progesteron
Progesteron (alami) diproduksi terutama di korpus luteum di ovarium,
sebagian diproduksi di kelenjar adrenal, dan pada kehamilan juga diproduksi
di plasenta (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Progesteron menyebabkan terjadinya proses perubahan sekretorik
(fase sekresi) pada endometrium uterus, yang mempersiapkan endometrium
uterus berada pada keadaan yang optimal jika terjadi implantasi (Kirnantoro,
& Maryana, 2019).
g. HCG (Human Chorionic Gonadotrophin)
Mulai diproduksi sejak usia kehamilan 3-4 minggu oleh jaringan
trofoblas (plasenta). Kadarnya makin meningkat sampai dengan kehamilan
10-12 minggu (sampai sekitar 100.000 mU/ml), kemudian turun pada
trimester kedua (sekitar 1000 mU/ml), kemudian naik kembali sampai akhir
trimester ketiga (sekitar 10.000 mU/ml) (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Berfungsi meningkatkan dan mempertahankan fungsi korpus luteum
dan produksi hormon hormon steroid terutama pada masa-masa kehamilan
awal. Mungkin juga memiliki fungsi imunologik. Deteksi HCG pada darah atau
urine dapat dijadikan sebagai tanda kemungkinan adanya kehamilan (tes
Galli Mainini, tes Pack, dsb) (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
h. LTH (Lactotrophic Hormone) / Prolactin
Diproduksi di hipofisis anterior, memiliki aktifitas memicu /
meningkatkan produksi dan sekresi air susu oleh kelenjar payudara. Di
ovarium, prolaktin ikut mempengaruhi pematangan sel telur dan
mempengaruhi fungsi korpus luteum. Pada kehamilan, prolaktin juga
diproduksi oleh plasenta (HPL / Human Placental Lactogen).
Fungsi laktogenik / laktotropik prolaktin tampak terutama pada masa
laktasi/ pascapersalinan. Prolaktin juga memiliki efek inhibisi terhadap GnRH
hipotalamus, sehingga jika kadarnya berlebihan (hiperprolaktinemia) dapat
terjadi gangguan pematangan follikel, gangguan ovulasi dan gangguan haid
berupa amenorrhea (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
F. MANIFESTASI KLINIS
Berdasarkan tanda bahaya postpartum antara lain (Damayanti dkk. 2016):
1. Perdarahan vagina yang hebat atau tiba-tiba bertambah banyak
2. Pengeluaran vagina yang baunya menusuk
3. Rasa sakit di bagian bawah abdomen atau punggung
4. Sakit kepala terus-menerus, nyeri ulu hati, atau masalah penglihatan
5. Pembengkakan di wajah/tangan
6. Demam, muntah, rasa sakit waktu BAK, merasa tidak enak badan
7. Payudara yang berubah menjadi merah, panas, dan atau terasa sakit
8. Kehilangan nafsu makan dalam waktu yang sama
9. Rasa sakit, merah, lunak, dan pembengkakan di kaki
10. Merasa sedih, merasa tidak mampu mengasuh sendiri bayinya/diri sendiri
11. Merasa sangat letih/nafas terengah-engah

G. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi
dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari
kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada
serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong,
bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-
perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi
dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang
kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan
desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma
palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada ibu post partum menurut Yuli ( 2017, hlm.
467 – 468) yaitu :
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram %.
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24
jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi
kasus lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik
dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang
sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan
janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi
untuk terjadinya atonia uteri.
b. Laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada
uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri
2. Infeksi puerperalis
Infeksi saluran reproduksi selama masa post partum. Insiden infeksi
puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari
selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan
staphylococus aureus dan organisasi lainnya
3. Endometritis
Infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis. Bakteri
vagina, pembedahan caesaria, ruptur membrane memiliki resiko tinggi terjadinya
endometritis.
4. Mastitis
Infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu
akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertamapost partum.
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superficial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post
partum.
7. Emboli
Partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.
Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan
obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung,
nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada
sex, kehilanagan semangat

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter
indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus
di kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin (Bobak, 2010).

J. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Penatalaksanaan post partum Dalam menangani asuhan keperawatan pada
ibu post partum spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya:
a. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau
dehidrasi.
b. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah
dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextroseatau Ringer.
c. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan
infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan
mengurangi perdarahanpost partum.
d. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum.
2. Keperawatan
Jika terjadi ruptur perineum, penanganannya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
Perawatan Lanjut Ibu dalam masa nifas yaitu:
a. Ambulasi dini, kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita
turun dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan.
b. Diet, harus sangat mendapat perhatian dalam masa nifas, karena makanan yang
baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat
memengaruhi susunan ibu.
b. Suhu, harus diawasi terutama dalam minggu pertama masa nifas karena
kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.
c. Miksi, tiap penderita disuruh kencing 6 jam pascasalin.
d. Defekasi, jika penderita belum juga buang air besar hingga hari ketiga, diberi
klisma air sabun atau gliserin.
e. Putting susu, harus diperhatikan kebersihannya dan ragade (luka pecah) harus
segera diobati karena kerusakan putting susu merupakan pintu masuk kuman
dan dapat menimbulkan mastitis.
f. Datangnya haid kembali, haid datang lebih cepat pada ibu yang tidak menyusui
anaknya daripada yang menyusui. Pada ibu yang tidak menyusui, biasanya haid
datang 8 minggu setelah persalinan, pada ibu yang menyusui, biasanya sampai
anak berusai 2 tahun, agar tidak lekas hamil lagi walaupun usaha ini tidak
member jaminan mutlak.
g. Lamanya perawatan di rumah sakit, bagi ibu-ibu yang bersalin di Indonesia
sering ditentukan oleh keadaan, yaitu keadaan social ekonomi dan kekurangan
tempat tidur. Pada umumnya , ibu-ibu yang bersalin normal tidak lama tinggal di
rumah sakit, kira-kira 3-5 hari.
h. Tindak lanjut, enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan diri
kembali. Keadaan umum, tekanan darah, air kencing, keadaan dinding perut dan
buah dada diperiksa, kemudian dilakukan pemeriksaan dalam yang teliti. Jika
ada kelainan, segera obati.
i. Keluarga berencana (Program Pascasalin), merupakan saat yang paling untuk
menawarkan kontrasepsi, karena pada saat ini motivasi paling tinggi. Pil
kombinasi dapat memengaruhi sekresi air susu. Biasanya ditawarkan IUD,
kontrasepsi suntik, susuk, atau sterilisasi. (Wirakusumah, 2012).
K. PERAWATAN MASA NIFAS

Setelah persalinan, ibu membutuhkan perawatan yang intensif untuk


pemulihan kondisinya setelah proses persalinan yang melelahkan. Perawatan post
partum atau masa nifas meliputi :
1. Nutrisi dan cairan
Tidak ada kontraindikasi dalam pemberian nutrisi setelah persalinan. Ibu
harus mendapat nutrisi yang lengkap dengan tambaha kalori sejak sebelum hamil
(200-500 kal) yang akan mempercepat pemulihan kesehatan dan kekuatan,
meningkatkan kualitas dan kuantitas ASI, serta mencegah terjadinya infeksi.
Ibu nifas memerlukan diet untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi,
mencegah konstipasi dan untuk memulai proses pemberian ASI eksklusif. Asupan
kalori per hari dtingkatkan sampai 2700 kalori. Asupan cairan per har ditingkatkan
sampai 3000 ml (susu 1000 ml). suplemen zat besi dapat diberikan kepada ibu
nifas selama 4 minggu pertama setelah kelahiran. Kebutuhan gizi yang perlu
diperhatikan yaitu :
a. Makanan dianjurkan seimbang antara jumlah dan mutunya
b. Banyak minum, setiap hari harus minum lebih dari 6 gelas
c. Makan makanan yang tidak merangsang, baik secara termis, mekanis, atau
kimia untuk menjaga kelancaran pencernaan
d. Batasi makanan uang berbau keras
e. Gunakan bahan makanan yang dapat merangsang produksi ASI, misalnya
sayuran hijau.
2. Ambulasi
Ambulasi sedini mungkin sangat dianjurkan, kecuali ada kontraindikasi.
Ambulasi ini akan meningkatkan sirkulasi dan mencegah risiko tromboflebitis,
meningkatkan fungsi kerja peristaltic dan kandung kemih, sehingga mencegah
distensi abdominal dan konstipasi. Bidan harus menjelaskan kepada ibu tentang
tujuan dan manfaat ambulasi dini. Ambulasi ini dilakukan secara bertahap sesuai
kekuatan ibu. Terkadang ibu nifas enggan untuk banyak bergerak karena merasa
letih dan sakit. Jika keadaan tersebut tidak segera diatasi, ibu akan terancam
mengalami thrombosis vena. Untuk mencegah terjadinya thrombosis vena, perlu
dilakukan ambulasi dini oleh ibu nifas.
Pada persalinan normal dan keadaan ibu normal, biasanya ibu diperbolehkan
untuk mandi dan ke WC dengan bantuan orang lain, yaitu pada 1 atau 2 jam
setelah persalinan. Sebelum waktu ini, ibu harus diminta untuk melakukan latihan
menarik napas dalam serta latihan tungkai yang sederhana dan harus duduk serta
mengayunkan tungkainya di tepi tempat tidur. Sebaiknya ibu nifas turun dari
tempat tidur sedini mungkin setelah persalinan. Ambulasi dini dapat mengurangi
kejadian komplikasi kandung kemih, konstipasi, thrombosis vena puerperalis, dan
emboli pulmonal.
3. Eliminasi
Observasi adanya distensi abdomen dengan mempalpasi dan
mengauskultasi abdomen. Berkemih harus terjadi dalam 4-8 jam pertama dan
minimal sebanyak 200 cc. Anjurkan ibu untuk minum banyak cairan dan ambulasi.
Rangsangan untuk berkemih dapat diberikan dengan rendam duduk untuk
mengurangi edema dan relaksasi sfingter, lalu kompres hangat/dingin. Bila perlu
pasang kateter sewaktu.
4. Higiene
Sering membersihkan area perineum akan meningkatkan kenyamanan dan
mencegah infeksi. Tindakan ini paling sering menggunakan air hangat yang
dialirkan (dapat ditambah larutan antiseptik) ke atas vulva perineum setelah
berkemih atau defekasi, hindari penyemprotan langsung. Ajarkan ibu untuk
membersihkan sendiri.
Penggantian pembalut hendaknya sering dilakukan, setidaknya setelah
membersihkan perineum atau setelah berkemih atau defekasi. Perawatan
perineum 10 hari meliputi :
a. Ganti pembalut wanita yang bersih setiap 4-6 jam. Posisikan pembalut
dengan baik sehingga tidak bergeser
b. Lepaskan pembalut dari arah depan ke belakang untuk menghindari
penyebaran bakteri dari anus ke vagina
c. Alirkan atau bilas dengan air hangat setelah defekasi pada area perineum,
keringkan dengan kain pembalut atau handuk dengan cara ditepuk-tepuk, dan
dari arah depan ke belakang.
d. Rasa gatal pada area sekitar jahitan adalah normal dan merupakan tanda
penyembuhan. Namun, untuk meredakan rasa tidak enak, atasi dengan
mandi berendam air hangat atau kompres dingin dengan kain pembalut yang
telah didinginkan.
e. Berbaring miring, hindari berdiri atau duduk lama untuk mengurangi tekanan
pada daerah tersebut.
f. Lakukan latihan kegel sesering mungkin guna merangsang peredaran darah
di sekitar perineum. Dengan demikian, akan mempercepat penyembuhan dan
memperbaiki fungsi otot-otot. Tidak perlu terkejut bila tidak merasakan
apapun saat pertama kali berlatih karena area tersebut akan kebal setelah
persalinan dan pulih secara bertahap dalam beberapa minggu.
5. Pakaian
Pakaian agak longgar terutama didaerah dada sehingga payudara tidak
tertekan. Daerah perut tidak perlu diikat terlalu kencang karena tidak akan
mempengaruhi involusi. Pakaian dalam sebaiknya yang menyerap, sehingga
lochia tidak menimbulkan iritasi pada daerah sekitarnya. Kasa pembalut
sebaiknya dibuang setiap saat terasa penuh dengan lochia,saat buang air kecil
ataupun setiap buang air besar.
6. Perawatan payudara
Perawatan payudara telah mulai sejak wanita hamil supaya puting susu
lemas, tidak keras dan kering, sebagai persiapan untuk menyusui bayinya.
Dianjurkan sekali supaya ibu mau menyusui bayinya karena sangat berguna
untuk kesehatan bayi.Dan segera setelah lahir ibu sebaiknya menyusui bayinya
karena dapat membantu proses involusi serta colostrum yang berguna untuk
kekebalan tubuh bayi.
7. Kembalinya datang bulan atau menstruasi
Dengan memberi ASI kembalinya menstruasi sulit diperhitungkan dan bersifat
individu. Sebagian besar kembalinya menstruasi setelah 4-6 bulan.
8. Cuti hamil dan bersalin
Bagi wanita pekerja menurut undang-undang berhak mengambil cuti hamil
dan bersalin selama 3 bulan yaitu 1 bulan sebelum bersalin dan 2 bulan setelah
melahirkan.
9. Mempersiapkan untuk Metode KB
Pemeriksaan post partum merupakan waktu yang tepat untuk membicarakan
metode KB untuk menjarangkan atau menghentikan kehamilan. Oleh karena itu
penggunaan metode KB dibutuhkan sebelum haid pertama kembali untuk
mencegah kehamilan baru. Pada umumnya metode KB dapat dimulai 2 minggu
setelah melahirkan.
ASUHAN KEPERAWATAN TEORI

A. ANAMMESA
1. Identitas
Nama Klien digunakan untuk membedakan antar klien yang satu dengan yang lain,
Umur untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak, < 16 tahun
atau > 35 tahun, karena pada usia tersebut rentang akan beresiko tinggi dalam
mengalami masalah dalam melahirkan atau partus. Suku / Bangsa untuk menentukan
adat istiadat / budayanya. Agama berfungsi untuk menentukan bagaimana kita
memberikan dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan. Pekerjaan ibu yang
berat bisa mengakibatkan ibu kelelahan secara tidak langsung dapat menyebabkan
involusi dan laktasi terganggu sehingga masa nifas pun jadi terganggu pada ibu nifas
normal. Alamat untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal.
2. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan Yang Lalu
Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus, umur kehamilan saat bersalin,
jenis persalinan, penolong persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
Pernah mengalami demam, keadaan lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat
aktifitas setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara,
kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI, respon dan support keluarga. Penyakit
yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani,
dimana mendapat pertolongan
3. Riwayat Kehamilan Saat Ini
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah, Urine,
keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi
keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
4. Riwayat Persalinan
Kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama
persalinan, dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina,
dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta,
kelengkapan placenta, jumlah perdarahan. apakah bayi lahir spontan atau dengan
induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak), apakah
membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis kelamin Bayi, BB, panjang badan,
kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding attatchment secara dini dengan ibunya,
apakah langsung diberikan ASI atau susu formula.
5. Riwayat KB & Perencanaan Keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi
yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana
penambahan anggota keluarga dimasa mendatang.
6. Riwayat Psikososial-Kultural
Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan, apakah
ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami,
hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social dan
pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada klien.
Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru lahir, krisis
keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah
menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan, berpikir
obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna, kecemasan yang
berlebihan pada dirinya atau bayinya.
Kultur yang dianut termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya pada
perawatan post partum, makanan atau minuman, menyendiri bila menyusui, pola
seksual, kepercayaan dan keyakinan, harapan dan cita-cita.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic,
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh
keluarga.
8. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein,
vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan,
pola minum, jumlah, freguensi,.
b. Pola Istirahat Tidur
Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu
istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada
perineum).
c. Pola Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya
infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau
tidak atau retensi urine karena rasa talut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat
BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum,
kebiasaan penggunaan toilet.
d. Pola Personal Hygiene
Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia, pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah.
e. Pola Aktifitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan
merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
f. Pola Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi
koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan,
kesulitan melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan
kapan dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai
yang dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman,
ketawa, gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah
menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi
penis. Perasaan ibu saat menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-
faktor pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu,
gangguan tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido.
g. Pola Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi
ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan
klien bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang
pendek.
h. Pola Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-
tugas perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi
uterus, perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum
bayi, tanda vital bayi, perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional
dan kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan kulit.
Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene,
payu dara) dan kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat,
menyusui, memandikan dan mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali
kasih, cara memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan
kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan secret dan
perawatan saat tersedak atau mengalami gangguan ringan. Pencegahan infeksi
dan jadwal imunisasi.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan ibu secara umum nifas normal
biasanya baik.
b. Keadaan emosional
Untuk mengetahui apakah keadaan emosional stabil / tidak dan apakah terjadi post
partum blues (depresi) pada post partum pada klien tersebut. Pada ibu nifas normal
keadaan emosional stabil.
c. Tanda Vital
36,50C sampai 37,50C.
d. Pemeriksaan fisik
1) Muka
- Kelopak mata : ada edema atau tidak
- Konjungtiva : Merah muda atau pucat
- Sklera : Putih atau tidak
2) Mulut dan gigi : Lidah bersih, gigi : ada karies atau tidak ada.
3) Leher
- Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak
- Kelenjar getah bening : ada pembesaran atau tidak.
4) Dada
- Jantung : irama jantung teratur
- Paru-paru : ada ronchi dan wheezing atau tidak
5) Payudara
Bentuk simetris atau tidak, puting susu menonjol atau tidak, pengeluaran
colostrum (Mochtar, 1990 : 102).
6) Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : normal atau tidak dan tidak normal bila ditemukan
lordosis.
CVAT : ada / tidak nyeri ketuk. Normalnya tidak ada.
7) Abdomen
Bekas luka operasi : untuk mengetahui apakah pernah SC atau operasi lain.
Konsistensi : keras atau tidak benjolan ada atau tidak. Pembesaran Lien
(liver) : ada atau tidak
8) Uterus
Untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana kontraksi uterus, konsistensi
uterus, posisi uterus. Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat
kontraksinya baik. Konsistensinya keras dan posisi uterus di tengah.
9) Genetalia
Melihat pengeluaran lochea Untuk mengetahui warna, jumlah, bau
konsistensi lochea pada umumnya ada kelainann atau tidak. Pada ibu nifas
yang normal 1 hari post partum loceha warna merah jumlah + 50 cc, bau : dan
konsistensi encer.
10) Perineum
Untuk mengetahui apakah ada perineum ada bekas jahitan atau tidak, juga
tentang jahitan perineum klien. Pada nifas normal perineum bisa juga terdapat
ada bekas jahitan bisa juga tidak ada, perineumnya bersih atau tidak.
11) Kandung kemih
Untuk mengetahui apakah kandung kemih teraba atau tidak, para ibu nifas
normal kandung kemih tidak teraba.
12) Extremitas atas dan bawah
- Edema : ada atau tidak
- Kekakuan otot dan sendi : ada atau tidak
- Kemerahan : ada atau tidak
- Varices : ada atau tidak
- Reflek patella : kanan kiri +/-, normalnya +
- Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit urat syarat
- Tanda hooman : +/-+ bila tidak ditemukan rasa nyeri
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : pemeriksaan Hb
HB ibu nifas normal : Hb normal 11 gram %
b. Golongan darah
Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi darah apabila terjadi
komplikasi.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri melahirkan berhubungan dengan dilatasi serviks ditandai dengan ekspresi wajah
meringis, diaforesis
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh Lelah (Hal.128)
3. Resiko Hipovolemia d.d kehilangan cairan secara aktif (Hal.85)
4. Resiko ketidakseimbangan cairan d.d Trauma/Perdarahan (Hal.87)
5. Resiko infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan (Hal.304)
6. Deficit perawatan diri b.d kelemahan d.d tidak mampu mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri(Hal.240)
7. Resiko konstsipasi d.d ketidakteraturan kebiasaan defekasi (Hal.118)
8. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran (Hal.246)
9. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur d.d mengeluh istirahat tidak cukup
(Hal.126)
10. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa bingung (Hal.180)
11. Menyusui tidak efektif b.d kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan
metode menyusui d.d kelelahan maternal (Hal.75)
12. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua b.d mengekspresikan keinginan untuk
meningkatkan peran menjadi orang tua d.d anak atau anggota keluarga
mengungkapkan harapan yang realistis (Hal.270)
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Standart Diagnosa Keperawatan Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Standart Intervensi Keperawatan
. Indonesia (SDKI) Indonesia (SIKI)
1. Nyeri melahirkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Menejemen Nyeri
Penyebab : .....x24 jam diharapakan nyeri akut menurun atau 1) Observasi
1. dilatasi serviks pasien dapat tenang dengan kriteria : a) Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. penegeluaran janin a) Tingkat nyeri (145) durasi, frekuensi, kualitas,
Kriteria hasil
Indikator intensitas nyeri
1 2 3 4 5
Gejala dan tanda mayor Keluhan Nyeri b) Identifikasi skala Nyeri
Subjektif : Meringis c) Identifikasi nyeri non verbal
Kesulitan tidur
 mengeluh nyeri Gelisah d) Identifikasi pengetahuan dan
 perineum terasa tertekan Frekuensi nadi keyakinan tentang nyari
Tekanan Darah
Objektif : Keterangan : e) Identifikasi faktor yang

 ekspresi wajah meringis Nilai 1 : menurun memperberat dan

 berposisi meringankan nyeri Nilai 2 : cukup menurun memperingan nyeri

Nilai 3 : sedang 2) Terapeutik


 uterus terasa membulat
Nilai 4 : cukup meningkat a) Berikan teknik non

Nilai 5 : meningkat farmakologis (mis. Terapi


Gejala dan tanda minor
pijat,terapi music,kompres
Subjektif :
hangat/dingin)
 mual
b) Control nyeri b) Control lingkungan yang
 nafsu makan menurun atau
meningkat Kriteria hasil memperberat rasa nyeri
Indikator
Objektif : 1 2 3 4 5 (suhu,pencahayaan,
Melaporkan nyeri terkontrol
 Tekanan darah meningkat Mengenali penyebab nyeri kebisingan)
Kemampuan menggunakan c) Fasilitasi istirahat dan tidur
 frekuensi nadi meningkat
teknik non farmakologi
 ketegangan oto meningkat Dukungan orang terdekat 3) Edukasi
Keterangan : a) Jelaskan penyebab, periode
 pola tidur berubah
Nilai 1 : menurun dan pemicu nyeri
 fungsi berkemih berubah
Nilai 2 : cukup menurun b) Jelaskan strategi meredakan
 Diaforesis
Nilai 3 : sedang nyeri
 gangguan perilaku
Nilai 4 : cukup meningkat c) Anjurkan monitor nyeri secara
 perilaku ekspresif
Nilai 5 : meningkat mandiri
 pupil dilatasi c) Pola tidur d) Anjurkan teknik non
 muntah Kriteria hasil
Indikator farmakologis untuk mengurangi
 fokus pada diri sendiri 1 2 3 4 5
Keluhan sulit tidur nyeri
Keluhan sering terjaga b. Latihan pernafasan (146)
Kondisi klinis terkait : Keluhan pola tidur berubah
1) Observasi
Keterangan :
 proses persalinan a) Identifikasi dilakukan latihan
Nilai 1 : menurun
pernafasan
Nilai 2 : cukup menurun
b) Monitor frekuensi, irama dan
Nilai 3 : sedang
kedalaman napas sebelum dan
Nilai 4 : cukup meningkat
sesudah
Nilai 5 : meningkat 2) Terapeutik
a) Sediakan tempat yang tenang
b) Posisikan pasien nyaman dan
rileks
c) Ambil napas dalam secara
perlahahn melalui hidung dan
tahan 7 hitungan
d) Hitungan ke 8 hembuskan
melalui mulut dengan perlahan
3) Eduksi
a) Jelaskan tujuan dan proedur
latihan pernafasan
b) Anjurkan mengulangi 4-5 kali
c. Teknik Distraksi (SIKI,411)
1) Observasi
a) Identifikasi gilihan teknik
distraksi
2) Terapeutik
a) gunakan teknik distraksi (mis,
membaca buku, nonton tv)
3) Edukasi
a) Jelaskan manfaat pean jenis
distraksi bagi panca indra
b) Anjurkan menggunakan teknik
sesuai energy, usia, kemampuan.
c) Anjurkan berlatih teknik distraksi
2. Ansietas Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Reduksi ansietas
Penyebab : .....x24 jam diharapakan kecemasan menurun atau 1) Monitor tanda-tanda ansietas
1. Krisis situasional pasien dapat tenang dengan kriteria : 2) Ciptakan suasana terapeutik
2. Kebutuhan tidak terpenuhi a) Tingkat ansietas untuk menumbuhkan
3. Krisis maturasional kepercayaan
Kriteria hasil
Indikator
4. Ancaman terhadap konsep diri 3) Pahami situasi yang membuat
1 2 3 4 5
5. Ancaman terhadap kematian Perilaku gelisah ansietas
6. Kekhawatiran mengalami kegagalan Keluhan pusing 4) Diskusikan perencanaan realistis
Tekanan darah
7. Disfungsi sistem keluarga tentang peristiwa yang akan
Pola tidur
8. Hubungan orang tua anak tidak Kontak mata datang
Keterangan :
memuaskan 5) Anjurkan mengungkapkan
9. Faktor keturunan (tempramen Nilai 1 Meningkat perasaan dan persepsi
Nilai 2 cukup Meningkat
mudah teragitasi sejak lahir) 6) Anjurkan keluarga untuk selalu
10. Penyalahgunaan zat Nilai 3 Sedang disamping dan mendukung
Nilai 4 cukup menurun
11. Terpapar bahaya lingkunga (mis, pasien
toksin, polutan, dan lain-lain) Nilai 5 menurun 7) Latih teknik relaksasi
12. Kurang terpapar informasi b) Dukungan sosial b. Terapi relaksasi
Kriteria hasil 1) Identifikasi penurunan tingkat
Indikator
Gejala dan tanda mayor 1 2 3 4 5 energy, ketidakmampuan
Kemampuan meminta batuan
Subjektif : keorang lain berkosentrasi atau gejala lain
 Merasa bingung Bantuan yang di tawarkan orang yang mengganggu kemampuan
lain
 Merasa khawatir dengan akibat Dukungan emosi yang sediakan kongnitif
orang lain 2) Ciptakan lingkungan tenang
dari kondisi yang dihadapi
Jaringan sosial yang membantu
 Sulit berkonsentrasi Keterangan : tanpa gangguan dengan

Objektif : Nilai 1 : menurun pencahayaan dengan suhu

 Tampak gelisah Nilai 2 : cukup menurun ruang yang nyaman

Nilai 3 : sedang 3) Jelaskan tujuan, manfaat,


 Tampak tegang
Nilai 4 : cukup meningkat batasan, dan jenis relaksasi
 Sulit tidur
Nilai 5 : meningkat yang tersedia missal music,
Gejala dan tanda minor
c) Status kongnitif meditasi, nafas dalam, relaksasi
Subjektif :
Kriteria hasil otot progresif
 Mengeluh pusing Indikator
1 2 3 4 5 c. Terapi music
 Anoreksia Komunikasi jelas sesuai usia
1) Identifikasi minat terhadap music
 Palpitasi Perhatian
Kemampuan membuat 2) Posisikan dengan posisi yang
 Merasa tidak berdaya keputusan
nyaman - Jelaskan tujuan dan
Proses informasi
Objektif
Keterangan : prosedur terapi music
 Frekuensi nafas meningkat
Nilai 1 Meningkat d. Dukungan emosional
 Frekuensi nadi meningkat Nilai 2 cukup Meningkat 1) Identifikasi hal yang memicu
 Tekanan darah meningkat Nilai 3 Sedang emosi

 Diaforesis Nilai 4 cukup menurun 2) Lakukan sentuhan untuk

 Tremor Nilai 5 menurun memberikan dukungan missal


merangkul dan menepuk nepuk
 Muka tampak pucat
3) Anjurkan perasaan yang dialami
 Suara bergetar
 Kontak mata buruk
 Sering berkemih
 Berorientasi pada masa lalu
Kondisi klinis terkait :
 Penyakit kronis progresif (mis
kanker , penyakit autoimun)
 Penyakit akut
 Hospitalisasi
 Rencana operasi
 Kondisi diagnosis penyakit belum
jelas
 Penyakit neurologis
 Tahap tumbuh kembang
DAFTAR PUSTAKA

Aspiani, Reni Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Trans Info
Media

Bobak et all. 2010. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC

Damayanti, Ika Putri, dkk. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensip Pada Ibu
Bersalin Dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish.

Indriyani, Diyan & Asmuji. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.

Kirnantoro, & Maryana. (2019). Anatomi Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Kumalasari, Intan. 2015. Perawatan Antenatal, Intranatal, Postnatal Bayi Baru Lahir dan
Kontrasepsi. Jakarta: Salemba Medika

Margareth. 2013. Asuhan Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yogyakarta: Nuha Medika.

Manuaba, Ida Bagus. Ilmu Kebidanan Penyakit dan Kandungan dan Kb untuk Pendidikan
Bidan. Jakatra : EGC: 2016.

Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.

Saleha S. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta: SalembaMedika; 2013.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik.Edisi 1.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.

Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.

Walyani ES, Purwoastuti TE. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.

Anda mungkin juga menyukai