Oleh :
14901.07.20007
PROBOLINGGO
2021
LEMBAR PENGESAHAN
PROBOLINGGO,
MAHASISWA
KEPALA RUANGAN
LEMBAR KONSULTASI
NIM :14901.07.20007
A. DEFINISI
Masa nifas (puerperium) dimaknai sebagai periode pemulihan segera dimulai
setelah kelahiran bayi dan plasenta serta mencerminkan keadaan fisiologi ibu,
terutama ketika sistem reproduksi kembali seperti mendekati keadaan sebelum hamil
(Yeffy, 2015). Masa nifas dimulai sejak 2 jam setelah plasenta lahir sampai dengan 6
minggu (Vivian, 2012).
Masa Periode post partum adalah selang waktu antara kelahiran bayi sampai
dengan pulihnya organ reproduksi seperti sebelum hamil. Periode ini sering disebut
masa nifas (puerperium), atau trimester keempat kehamilan, masa nifas biasanya
berkisar antara 6 minngu atau lebih bervariasi antara ibu satu dengan ibu yang
lainnya (Lowdermilk, Perry dan Chasion, 2013).
Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum
hamil (Sutanto, 2018). Masa nifas (puerperium) dimulai sejak 2 jam setelah lahirnya
plasenta sampai dengan 6 minggu atau 42 hari setelah itu (Sutanto, 2018).
E. ANATOMI FISIOLOGI
Terdiri alat / organ eksternal dan internal, sebagian besar terletak dalam
rongga panggul. Eksternal (sampai vagina) : fungsi kopulasi, Internal:fungsi ovulasi,
fertilisasi ovum, transportasi blastocyst, implantasi, pertumbuhan fetus, kelahiran
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Fungsi sistem reproduksi wanita dikendalikan / dipengaruhi oleh hormon-
hormon gondaotropin / steroid dari poros hormonal thalamus - hipothalamus -
hipofisis-adrenal-ovarium. Selain itu terdapat organ/sistem ekstragonad/
ekstragenital yang juga dipengaruhi oleh siklus reproduksi: payudara, kulit daerah
tertentu, pigmen dan sebagainya (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
1. GENITALIA EKSTERNA
a. Vulva
Tampak dari luar (mulai dari mons pubis sampai tepi perineum), terdiri
dari mons pubis, labia mayora, labia minora, clitoris, hymen, vestibulum,
orificium urethrae externum, kelenjar-kelenjar pada dinding vagina.
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
b. Mons pubis / mons veneris
Lapisan lemak di bagian anterior symphisis os pubis. Pada masa
pubertas daerah ini mulai ditumbuhi rambut pubis (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
c. Labia mayora
Lapisan lemak lanjutan mons pubis ke arah bawah dan belakang,
banyak mengandung pleksus vena.
Homolog embriologik dengan skrotum pada pria. Ligamentum
rotundum uteri berakhir pada batas atas labia mayora. Di bagian bawah
perineum, labia mayora menyatu (pada commisura posterior) (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
d. Labia minora
Lipatan jaringan tipis di balik labia mayora, tidak mempunyai folikel
rambut. Banyak terdapat pembuluh darah, otot polos dan ujung serabut saraf
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
e. Clitoris
Terdiri dari caput/glans clitoridis yang terletak di bagian superior vulva,
dan corpus clitoridis yang tertanam di dalam dinding anterior vagina.
Homolog embriologik dengan penis pada pria. Terdapat juga reseptor
androgen pada clitoris. Banyak pembuluh darah dan ujung serabut saraf,
sangat sensitif (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
f. Vestibulum
Daerah dengan batas atas clitoris, batas bawah fourchet, batas lateral
labia minora. Berasal dari sinus urogenital.
Terdapat 6 lubang/orificium, yaitu orificium urethrae externum, introitus
vaginae, ductus glandulae Bartholinii kanan-kiri dan duktus Skene kanan-kiri.
Antara fourchet dan vagina terdapat fossa navicularis (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
g. Introitus / orificium vagina
Terletak di bagian bawah vestibulum. Pada gadis (virgo) tertutup
lapisan tipis bermukosa yaitu selaput dara / hymen, utuh tanpa robekan.
Hymen normal terdapat lubang kecil untuk aliran darah menstruasi,
dapat berbentuk bulan sabit, bulat, oval, cribiformis, septum atau fimbriae.
Akibat coitus atau trauma lain, hymen dapat robek dan bentuk lubang menjadi
tidak beraturan dengan robekan (misalnya berbentuk fimbriae). Bentuk himen
postpartum disebut parous.
Corrunculae myrtiformis adalah sisa2 selaput dara yang robek yang
tampak pada wanita pernah melahirkan / para.
Hymen yang abnormal, misalnya primer tidak berlubang (hymen
imperforata) menutup total lubang vagina, dapat menyebabkan darah
menstruasi terkumpul di rongga genitalia interna (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
h. Vagina
Rongga muskulomembranosa berbentuk tabung mulai dari tepi cervix
uteri di bagian kranial dorsal sampai ke vulva di bagian kaudal ventral.
Daerah di sekitar cervix disebut fornix, dibagi dalam 4 kuadran : fornix
anterior, fornix posterior, dan fornix lateral kanan dan kiri. Vagina memiliki
dinding ventral dan dinding dorsal yang elastis. Dilapisi epitel skuamosa
berlapis, berubah mengikuti siklus haid (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
Fungsi vagina : untuk mengeluarkan ekskresi uterus pada haid, untuk
jalan lahir dan untuk kopulasi (persetubuhan).
Bagian atas vagina terbentuk dari duktus Mulleri, bawah dari sinus
urogenitalis. Batas dalam secara klinis yaitu fornices anterior, posterior dan
lateralis di sekitar cervix uteri. Titik Grayenbergh (G-spot), merupakan titik
daerah sensorik di sekitar 1/3 anterior dinding vagina, sangat sensitif
terhadap stimulasi orgasmus vaginal (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
i. Perineum
Daerah antara tepi bawah vulva dengan tepi depan anus. Batas otot-
otot diafragma pelvis (m.levator ani, m.coccygeus) dan diafragma urogenitalis
(m.perinealis transversus profunda, m.constrictor urethra).
Perineal body adalah raphe median m.levator ani, antara anus dan
vagina. Perineum meregang pada persalinan, kadang perlu dipotong
(episiotomi) untuk memperbesar jalan lahir dan mencegah ruptur (Kirnantoro,
& Maryana, 2019).
2. GENITALIA INTERNA
a. Uterus
Suatu organ muskular berbentuk seperti buah pir, dilapisi peritoneum
(serosa). Selama kehamilan berfungsi sebagai tempat implatansi, retensi dan
nutrisi konseptus. Pada saat persalinan dengan adanya kontraksi dinding
uterus dan pembukaan serviks uterus, isi konsepsi dikeluarkan. Terdiri dari
corpus, fundus, cornu, isthmus dan serviks uteri (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
b. Serviks uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan /
menembus dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3
komponen utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin)
dan elastin. Bagian luar di dalam rongga vagina yaitu portio cervicis uteri
(dinding) dengan lubang ostium uteri externum (luar, arah vagina) dilapisi
epitel skuamokolumnar mukosa serviks, dan ostium uteri internum (dalam,
arah cavum). Sebelum melahirkan (nullipara/primigravida) lubang ostium
externum bulat kecil, setelah pernah/riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal-
posterior, setinggi spina ischiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan
lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin)
dan larutan berbagai garam, peptida dan air. Ketebalan mukosa dan
viskositas lendir serviks dipengaruhi siklus haid (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
c. Corpus uteri
Terdiri dari : paling luar lapisan serosa/peritoneum yang melekat pada
ligamentum latum uteri di intraabdomen, tengah lapisan muskular/miometrium
berupa otot polos tiga lapis (dari luar ke dalam arah serabut otot longitudinal,
anyaman dan sirkular), serta dalam lapisan endometrium yang melapisi
dinding cavum uteri, menebal dan runtuh sesuai siklus haid akibat pengaruh
hormon-hormon ovarium. Posisi corpus intraabdomen mendatar dengan fleksi
ke anterior, fundus uteri berada di atas vesica urinaria (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
Proporsi ukuran corpus terhadap isthmus dan serviks uterus bervariasi
selama pertumbuhan dan perkembangan wanita (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
d. Ligamenta penyangga uterus
Ligamentum latum uteri, ligamentum rotundum uteri, ligamentum
cardinale, ligamentum ovarii, ligamentum sacrouterina propium, ligamentum
infundibulopelvicum, ligamentum vesicouterina, ligamentum rectouterina
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
e. Vaskularisasi uterus
Terutama dari arteri uterina cabang arteri hypogastrica/illiaca interna,
serta arteri ovarica cabang aorta abdominalis (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
f. Salping / Tuba Falopii
Embriologik uterus dan tuba berasal dari ductus Mulleri. Sepasang tuba
kiri-kanan, panjang 8-14 cm, berfungsi sebagai jalan transportasi ovum dari
ovarium sampai cavum uteri. Dinding tuba terdiri tiga lapisan : serosa,
muskular (longitudinal dan sirkular) serta mukosa dengan epitel bersilia.
Terdiri dari pars interstitialis, pars isthmica, pars ampularis, serta pars
infundibulum dengan fimbria, dengan karakteristik silia dan ketebalan dinding
yang berbeda-beda pada setiap bagiannya (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
g. Pars isthmica (proksimal/isthmus)
Merupakan bagian dengan lumen tersempit, terdapat sfingter uterotuba
pengendali transfer gamet (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
h. Pars ampularis (medial/ampula)
Tempat yang sering terjadi fertilisasi adalah daerah ampula /
infundibulum, dan pada hamil ektopik (patologik) sering juga terjadi implantasi
di dinding tuba bagian ini (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
i. Pars infundibulum (distal)
Dilengkapi dengan fimbriae serta ostium tubae abdominale pada
ujungnya, melekat dengan permukaan ovarium. Fimbriae berfungsi
“menangkap” ovum yang keluar saat ovulasi dari permukaan ovarium, dan
membawanya ke dalam tuba (Kirnantoro, & Maryana, 2019).
j. Mesosalping
Jaringan ikat penyangga tuba (seperti halnya mesenterium pada usus)
(Kirnantoro, & Maryana, 2019).
k. Ovarium
Organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum,
sepasang kiri-kanan. Dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan
pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medula (Kirnantoro, &
Maryana, 2019).
Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi
ovum (dari sel epitel germinal primordial di lapisan terluar epital ovarium di
korteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon
steroid (estrogen oleh teka interna folikel, progesteron oleh korpus luteum
pascaovulasi). Berhubungan dengan pars infundibulum tuba Falopii melalui
perlekatan fimbriae. Fimbriae “menangkap” ovum yang dilepaskan pada saat
ovulasi (Kirnantoro, & Maryana, 2019)
Ovarium terfiksasi oleh ligamentum ovarii proprium, ligamentum
infundibulopelvicum dan jaringan ikat mesovarium. Vaskularisasi dari cabang
aorta abdominalis inferior terhadap arteri renalis (Kirnantoro, & Maryana,
2019).
G. PATOFISIOLOGI
Dalam masa post partum atau masa nifas, alat-alat genetalia interna maupun
eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil.
Perubahan-perubahan alat genetal ini dalam keseluruhannya disebut “involusi”.
Disamping involusi terjadi perubahan-perubahan penting lain yakni memokonsentrasi
dan timbulnya laktasi yang terakhir ini karena pengaruh lactogenik hormon dari
kelenjar hipofisis terhadap kelenjar-kelenjar mama.
Otot-otot uterus berkontraksi segera post psrtum, pembuluh-pembuluh darah
yang ada antara nyaman otot-otot uretus akan terjepit. Proses ini akan menghentikan
pendarahan setelah plasenta lahir. Perubahan-perubahan yang terdapat pada
serviks ialah segera post partum bentuk serviks agak menganga seperticorong,
bentuk ini disebabkan oleh korpus uteri terbentuk semacam cincin. Peruabahan-
perubahan yang terdapat pada endometrium ialah timbulnya trombosis, degenerasi
dan nekrosis ditempat implantasi plasenta pada hari pertama endometrium yang
kira-kira setebal 2-5 mm itu mempunyai permukaan yang kasar akibat pelepasan
desidua dan selaput janin regenerasi endometrium terjadi dari sisa-sisa sel desidua
basalis yang memakai waktu 2 sampai 3 minggu. Ligamen-ligamen dan diafragma
palvis serta fasia yang merenggang sewaktu kehamilan dan pertu setelah janin lahir
berangsur-angsur kembali seperti sedia kala.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi yang bisa terjadi pada ibu post partum menurut Yuli ( 2017, hlm.
467 – 468) yaitu :
1. Perdarahan
Perdarahan adalah penyebab kematian terbanyak pada wanita selama periode
post partum. Perdarahan post partum adalah : kehilangan darah lebih dari 500 cc
setelah kelahiran kriteria perdarahan didasarkan pada satu atau lebih tanda-tanda
sebagai berikut:
a. Kehilangan darah lebih dai 500 cc
b. Sistolik atau diastolik tekanan darah menurun sekitar 30 mmHg
c. Hb turun sampai 3 gram %.
Perdarahan post partum dapat diklasifikasi menurut kapan terjadinya
perdarahan dini terjadi 24 jam setelah melahirkan. Perdarahan lanjut lebih dari 24
jam setelah melahirkan, syok hemoragik dapat berkembang cepat dan menadi
kasus lainnya, tiga penyebap utama perdarahan antara lain :
a. Atonia uteri : pada atonia uteri uterus tidak mengadakan kontraksi dengan baik
dan ini merupakan sebap utama dari perdarahan post partum. Uterus yang
sangat teregang (hidramnion, kehamilan ganda, dengan kehamilan dengan
janin besar), partus lama dan pemberian narkosis merupakan predisposisi
untuk terjadinya atonia uteri.
b. Laserasi jalan lahir : perlukan serviks, vagina dan perineum dapat
menimbulkan perdarahan yang banyak bila tidak direparasi dengan segera.
c. Retensio plasenta, hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta
disebapkan oleh gangguan kontraksi uterus.retensio plasenta adalah :
tertahannya atau belum lahirnya plasenta atau 30 menit selelah bayi lahir.
d. Lain-lain
1) Sisa plasenta atau selaput janin yang menghalangi kontraksi uterus
sehingga masih ada pembuluh darah yang tetap terbuka
2) Ruptur uteri, robeknya otot uterus yang utuh atau bekas jaringan parut pada
uterus setelah jalan lahir hidup.
3) Inversio uteri
2. Infeksi puerperalis
Infeksi saluran reproduksi selama masa post partum. Insiden infeksi
puerperalis ini 1 % - 8 %, ditandai adanya kenaikan suhu > 38 0 dalam 2 hari
selama 10 hari pertama post partum. Penyebap klasik adalah : streptococus dan
staphylococus aureus dan organisasi lainnya
3. Endometritis
Infeksi dalam uterus paling banyak disebapkan oleh infeksi puerperalis. Bakteri
vagina, pembedahan caesaria, ruptur membrane memiliki resiko tinggi terjadinya
endometritis.
4. Mastitis
Infeksi pada payudara. Bakteri masuk melalui fisura atau pecahnya puting susu
akibat kesalahan tehnik menyusui, di awali dengan pembengkakan, mastitis
umumnya di awali pada bulan pertamapost partum.
5. Infeksi saluran kemih
Insiden mencapai 2-4 % wanita post partum, pembedahan meningkatkan
resiko infeksi saluran kemih. Organisme terbanyak adalah Entamoba coli dan
bakterigram negatif lainnya.
6. Tromboplebitis dan thrombosis
Semasa hamil dan masa awal post partum, faktor koagulasi dan meningkatnya
status vena menyebapkan relaksasi sistem vaskuler, akibatnya terjadi
tromboplebitis (pembentukan trombus di pembuluh darah dihasilkan dari dinding
pembuluh darah) dan thrombosis (pembentukan trombus) tromboplebitis
superficial terjadi 1 kasus dari 500 – 750 kelahiran pada 3 hari pertama post
partum.
7. Emboli
Partikel berbahaya karena masuk ke pembuluh darah kecil menyebapkan
kematian terbanyak di Amerika
8. Post partum depresi
Kasus ini kejadinya berangsur-angsur, berkembang lambat sampai beberapa
minggu, terjadi pada tahun pertama. Ibu bingung dan merasa takut pada dirinya.
Tandanya antara lain, kurang konsentrasi, kesepian tidak aman, perasaan
obsepsi cemas, kehilangan kontrol, dan lainnya. Wanita juga mengeluh bingung,
nyeri kepala, ganguan makan, dysmenor, kesulitan menyusui, tidak tertarik pada
sex, kehilanagan semangat
I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan darah
Beberapa uji laboratorium biasa segera dilakukan pada periodepasca partum.
Nilai hemoglobin dan hematokrit seringkali dibutuhkan pada hari pertama pada
partum untuk mengkaji kehilangan darah pada melahirkan.
2. Pemeriksaan urin
Pegambilan sampel urin dilakukan dengan menggunakan cateter atau dengan
tehnik pengambilan bersih (clean-cath) spisimen ini dikirim ke laboratorium untuk
dilakukan urinalisis rutin atau kultur dan sensitivitas terutama jika cateter
indwelling di pakai selama pasca inpartum. Selain itu catatan prenatal ibu harus
di kaji untuk menentukan status rubelle dan rhesus dan kebutuhan therapy yang
mungkin (Bobak, 2010).
J. PENATALAKSANAAN
1. Medis
Penatalaksanaan post partum Dalam menangani asuhan keperawatan pada
ibu post partum spontan, dilakukan berbagai macam penatalaksanaan, diantaranya:
a. Monitor TTV
Tekanan darah meningkat lebih dari 140/90 mmHg mungkin menandakan
preeklamsi suhu tubuh meningkat menandakan terjadinya infeksi, stress, atau
dehidrasi.
b. Pemberian cairan intravena
Untuk mencegah dehidrasi dan meningkatkan kemampuan perdarahan darah
dan menjaga agar jangan jatuh dalam keadaan syok, maka cairan pengganti
merupakan tindakan yang vital, seperti Dextroseatau Ringer.
c. Pemberian oksitosin
Segera setelah plasenta dilahirkan oksitosin (10 unit) ditambahkan dengan cairan
infuse atau diberikan secara intramuskuler untuk membantu kontraksi uterus dan
mengurangi perdarahanpost partum.
d. Obat nyeri
Obat-obatan yang mengontrol rasa sakit termasuk sedative, alaraktik, narkotik
dan antagonis narkotik. Anastesi hilangnya sensori, obat ini diberikan secara
regional/ umum.
2. Keperawatan
Jika terjadi ruptur perineum, penanganannya dapat dilakukan dengan cara
melakukan penjahitan luka lapis demi lapis, dan memperhatikan jangan sampai
terjadi ruang kosong terbuka kearah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-
bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
Perawatan Lanjut Ibu dalam masa nifas yaitu:
a. Ambulasi dini, kebijaksanaan untuk selekas mungkin membimbing penderita
turun dari tempat tidurnya dan membimbingnya selekas mungkin berjalan.
b. Diet, harus sangat mendapat perhatian dalam masa nifas, karena makanan yang
baik mempercepat penyembuhan ibu, lagi pula makanan ibu sangat
memengaruhi susunan ibu.
b. Suhu, harus diawasi terutama dalam minggu pertama masa nifas karena
kenaikan suhu adalah tanda pertama infeksi.
c. Miksi, tiap penderita disuruh kencing 6 jam pascasalin.
d. Defekasi, jika penderita belum juga buang air besar hingga hari ketiga, diberi
klisma air sabun atau gliserin.
e. Putting susu, harus diperhatikan kebersihannya dan ragade (luka pecah) harus
segera diobati karena kerusakan putting susu merupakan pintu masuk kuman
dan dapat menimbulkan mastitis.
f. Datangnya haid kembali, haid datang lebih cepat pada ibu yang tidak menyusui
anaknya daripada yang menyusui. Pada ibu yang tidak menyusui, biasanya haid
datang 8 minggu setelah persalinan, pada ibu yang menyusui, biasanya sampai
anak berusai 2 tahun, agar tidak lekas hamil lagi walaupun usaha ini tidak
member jaminan mutlak.
g. Lamanya perawatan di rumah sakit, bagi ibu-ibu yang bersalin di Indonesia
sering ditentukan oleh keadaan, yaitu keadaan social ekonomi dan kekurangan
tempat tidur. Pada umumnya , ibu-ibu yang bersalin normal tidak lama tinggal di
rumah sakit, kira-kira 3-5 hari.
h. Tindak lanjut, enam minggu setelah persalinan ibu hendaknya memeriksakan diri
kembali. Keadaan umum, tekanan darah, air kencing, keadaan dinding perut dan
buah dada diperiksa, kemudian dilakukan pemeriksaan dalam yang teliti. Jika
ada kelainan, segera obati.
i. Keluarga berencana (Program Pascasalin), merupakan saat yang paling untuk
menawarkan kontrasepsi, karena pada saat ini motivasi paling tinggi. Pil
kombinasi dapat memengaruhi sekresi air susu. Biasanya ditawarkan IUD,
kontrasepsi suntik, susuk, atau sterilisasi. (Wirakusumah, 2012).
K. PERAWATAN MASA NIFAS
A. ANAMMESA
1. Identitas
Nama Klien digunakan untuk membedakan antar klien yang satu dengan yang lain,
Umur untuk mengetahui masa reproduksi klien beresiko tinggi atau tidak, < 16 tahun
atau > 35 tahun, karena pada usia tersebut rentang akan beresiko tinggi dalam
mengalami masalah dalam melahirkan atau partus. Suku / Bangsa untuk menentukan
adat istiadat / budayanya. Agama berfungsi untuk menentukan bagaimana kita
memberikan dukungan kepada ibu selama memberikan asuhan. Pekerjaan ibu yang
berat bisa mengakibatkan ibu kelelahan secara tidak langsung dapat menyebabkan
involusi dan laktasi terganggu sehingga masa nifas pun jadi terganggu pada ibu nifas
normal. Alamat untuk mengetahui keadaan lingkungan dan tempat tinggal.
2. Riwayat Kehamilan Dan Persalinan Yang Lalu
Jumlah Gravida, jumlah partal, dan jumlah abortus, umur kehamilan saat bersalin,
jenis persalinan, penolong persalinan, BB bayi, kelainan fisik, kondisi anak saat ini.
Pernah mengalami demam, keadaan lochia, kondisi perdarahan selama nifas, tingkat
aktifitas setelah melahirkan, keadaan perineal, abdominal, nyeri pada payudara,
kesulitan eliminasi, keberhasilan pemberian ASI, respon dan support keluarga. Penyakit
yang pernah diderita pada masa lalu, bagaimana cara pengobatan yang dijalani,
dimana mendapat pertolongan
3. Riwayat Kehamilan Saat Ini
Berapa kali dilakukan pemeriksaan ANC, Hasil Laboratorium : USG, Darah, Urine,
keluhan selama kehamilan termasuk situasi emosional dan impresi, upaya mengatasi
keluhan, tindakan dan pengobatan yang diperoleh.
4. Riwayat Persalinan
Kapan mulai timbulnya his, pembukaan, bloody show, kondisi ketuban, lama
persalinan, dengan episiotomi atau tidak, kondisi perineum dan jaringan sekitar vagina,
dilakukan anastesi atau tidak, panjang tali pusat, lama pengeluaran placenta,
kelengkapan placenta, jumlah perdarahan. apakah bayi lahir spontan atau dengan
induksi/tindakan khusus, kondisi bayi saat lahir (langsung menangis atau tidak), apakah
membutuhkan resusitasi, nilai APGAR skor, Jenis kelamin Bayi, BB, panjang badan,
kelainan kongnital, apakah dilakukan bonding attatchment secara dini dengan ibunya,
apakah langsung diberikan ASI atau susu formula.
5. Riwayat KB & Perencanaan Keluarga
Kaji pengetahuan klien dan pasangannya tentang kontrasepsi, jenis kontrasepsi
yang pernah digunakan, kebutuhan kontrasepsi yang akan datang atau rencana
penambahan anggota keluarga dimasa mendatang.
6. Riwayat Psikososial-Kultural
Adaptasi psikologi ibu setelah melahirkan, pengalaman tentang melahirkan, apakah
ibu pasif atau cerewet, atau sangat kalm. Pola koping, hubungan dengan suami,
hubungan dengan bayi, hubungan dengan anggota keluarga lain, dukungan social dan
pola komunikasi termasuk potensi keluarga untuk memberikan perawatan kepada klien.
Adakah masalah perkawinan, ketidak mampuan merawat bayi baru lahir, krisis
keluarga. Blues : Perasaan sedih, kelelahan, kecemasan, bingung dan mudah
menangis. Depresi : Konsentrasi, minat, perasaan kesepian, ketidakamanan, berpikir
obsesif, rendahnya emosi yang positif, perasaan tidak berguna, kecemasan yang
berlebihan pada dirinya atau bayinya.
Kultur yang dianut termasuk kegiatan ritual yang berhubungan dengan budaya pada
perawatan post partum, makanan atau minuman, menyendiri bila menyusui, pola
seksual, kepercayaan dan keyakinan, harapan dan cita-cita.
7. Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit yang diturunkan secara genetic,
menular, kelainan congenital atau gangguan kejiwaan yang pernah diderita oleh
keluarga.
8. Pola Fungsi Kesehatan
a. Pola Nutrisi
pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori, protein,
vitamin, tinggi serat), freguensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu makan,
pola minum, jumlah, freguensi,.
b. Pola Istirahat Tidur
Lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu
istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah
mudah terganggu dengan suara-suara, posisi saat tidur (penekanan pada
perineum).
c. Pola Eliminasi
Apakah terjadi diuresis, setelah melahirkan, adakah inkontinensia (hilangnya
infolunter pengeluaran urin), hilangnya kontrol blas, terjadi over distensi blass atau
tidak atau retensi urine karena rasa talut luka episiotomi, apakah perlu bantuan saat
BAK. Pola BAB, freguensi, konsistensi, rasa takut BAB karena luka perineum,
kebiasaan penggunaan toilet.
d. Pola Personal Hygiene
Pola mandi, kebersihan mulut dan gigi, penggunaan pembalut dan
kebersihan genitalia, pola berpakaian, tatarias rambut dan wajah.
e. Pola Aktifitas
Kemampuan mobilisasi beberapa saat setelah melahirkan, kemampuan
merawat diri dan melakukan eliminasi, kemampuan bekerja dan menyusui.
f. Pola Sexual
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi freguensi
koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan,
kesulitan melakukan seks, continuitas hubungan seksual. Pengetahuan pasangan
kapan dimulai hubungan intercourse pasca partum (dapat dilakukan setelah luka
episiotomy membaik dan lochia terhenti, biasanya pada akhir minggu ke 3).
Bagaimana cara memulai hubungan seksual berdasarkan pengalamannya, nilai
yang dianut, fantasi dan emosi, apakah dimulai dengan bercumbu, berciuman,
ketawa, gestures, mannerism, dress, suara. Pada saat hubungan seks apakah
menggunakan lubrikasi untuk kenyamanan. Posisi saat koitus, kedalaman penetrasi
penis. Perasaan ibu saat menyusui apakah memberikan kepuasan seksual. Faktor-
faktor pengganggu ekspresi seksual : bayi menangis, perubahan mood ibu,
gangguan tidur, frustasi yang disebabkan penurunan libido.
g. Pola Konsep Diri
Sikap penerimaan ibu terhadap tubuhnya, keinginan ibu menyusui, persepsi
ibu tentang tubuhnya terutama perubahan-perubahan selama kehamilan, perasaan
klien bila mengalami opresi SC karena CPD atau karena bentuk tubuh yang
pendek.
h. Pola Peran
Pengetahuan ibu dan keluarga tentang peran menjadi orangtua dan tugas-
tugas perkembangan kesehatan keluarga, pengetahuan perubahan involusi
uterus, perubahan fungsi blass dan bowel. Pengetahan tentang keadaan umum
bayi, tanda vital bayi, perubahan karakteristik faces bayi, kebutuhan emosional
dan kenyamanan, kebutuhan minum, perubahan kulit.
Ketrampilan melakukan perawatan diri sendiri (nutrisi dan personal hyhiene,
payu dara) dan kemampuan melakukan perawatan bayi (perawatan tali pusat,
menyusui, memandikan dan mengganti baju/popok bayi, membina hubungan tali
kasih, cara memfasilitasi hubungan bayi dengan ayah, dengan sibling dan
kakak/nenek). Keamanan bayi saat tidur, diperjalanan, mengeluarkan secret dan
perawatan saat tersedak atau mengalami gangguan ringan. Pencegahan infeksi
dan jadwal imunisasi.
9. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : untuk mengetahui keadaan ibu secara umum nifas normal
biasanya baik.
b. Keadaan emosional
Untuk mengetahui apakah keadaan emosional stabil / tidak dan apakah terjadi post
partum blues (depresi) pada post partum pada klien tersebut. Pada ibu nifas normal
keadaan emosional stabil.
c. Tanda Vital
36,50C sampai 37,50C.
d. Pemeriksaan fisik
1) Muka
- Kelopak mata : ada edema atau tidak
- Konjungtiva : Merah muda atau pucat
- Sklera : Putih atau tidak
2) Mulut dan gigi : Lidah bersih, gigi : ada karies atau tidak ada.
3) Leher
- Kelenjar tyroid ada pembesaran atau tidak
- Kelenjar getah bening : ada pembesaran atau tidak.
4) Dada
- Jantung : irama jantung teratur
- Paru-paru : ada ronchi dan wheezing atau tidak
5) Payudara
Bentuk simetris atau tidak, puting susu menonjol atau tidak, pengeluaran
colostrum (Mochtar, 1990 : 102).
6) Punggung dan pinggang
Posisi tulang belakang : normal atau tidak dan tidak normal bila ditemukan
lordosis.
CVAT : ada / tidak nyeri ketuk. Normalnya tidak ada.
7) Abdomen
Bekas luka operasi : untuk mengetahui apakah pernah SC atau operasi lain.
Konsistensi : keras atau tidak benjolan ada atau tidak. Pembesaran Lien
(liver) : ada atau tidak
8) Uterus
Untuk mengetahui berapa TFU, bagaimana kontraksi uterus, konsistensi
uterus, posisi uterus. Pada ibu nifas normal TFU 2 jari di bawah pusat
kontraksinya baik. Konsistensinya keras dan posisi uterus di tengah.
9) Genetalia
Melihat pengeluaran lochea Untuk mengetahui warna, jumlah, bau
konsistensi lochea pada umumnya ada kelainann atau tidak. Pada ibu nifas
yang normal 1 hari post partum loceha warna merah jumlah + 50 cc, bau : dan
konsistensi encer.
10) Perineum
Untuk mengetahui apakah ada perineum ada bekas jahitan atau tidak, juga
tentang jahitan perineum klien. Pada nifas normal perineum bisa juga terdapat
ada bekas jahitan bisa juga tidak ada, perineumnya bersih atau tidak.
11) Kandung kemih
Untuk mengetahui apakah kandung kemih teraba atau tidak, para ibu nifas
normal kandung kemih tidak teraba.
12) Extremitas atas dan bawah
- Edema : ada atau tidak
- Kekakuan otot dan sendi : ada atau tidak
- Kemerahan : ada atau tidak
- Varices : ada atau tidak
- Reflek patella : kanan kiri +/-, normalnya +
- Reflek lutut negatif pada hypovitaminase B1 dan penyakit urat syarat
- Tanda hooman : +/-+ bila tidak ditemukan rasa nyeri
10. Pemeriksaan Penunjang
a. Darah : pemeriksaan Hb
HB ibu nifas normal : Hb normal 11 gram %
b. Golongan darah
Pemeriksaan golongan darah penting untuk transfusi darah apabila terjadi
komplikasi.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri melahirkan berhubungan dengan dilatasi serviks ditandai dengan ekspresi wajah
meringis, diaforesis
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan d.d mengeluh Lelah (Hal.128)
3. Resiko Hipovolemia d.d kehilangan cairan secara aktif (Hal.85)
4. Resiko ketidakseimbangan cairan d.d Trauma/Perdarahan (Hal.87)
5. Resiko infeksi d.d peningkatan paparan organisme patogen lingkungan (Hal.304)
6. Deficit perawatan diri b.d kelemahan d.d tidak mampu mengenakan pakaian/makan/ke
toilet/berhias secara mandiri(Hal.240)
7. Resiko konstsipasi d.d ketidakteraturan kebiasaan defekasi (Hal.118)
8. Deficit pengetahuan b.d kurang terpapar informasi d.d menunjukkan perilaku tidak
sesuai anjuran (Hal.246)
9. Gangguan pola tidur b.d kurang control tidur d.d mengeluh istirahat tidak cukup
(Hal.126)
10. Ansietas b.d kurang terpapar informasi d.d merasa bingung (Hal.180)
11. Menyusui tidak efektif b.d kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan
metode menyusui d.d kelelahan maternal (Hal.75)
12. Kesiapan peningkatan menjadi orang tua b.d mengekspresikan keinginan untuk
meningkatkan peran menjadi orang tua d.d anak atau anggota keluarga
mengungkapkan harapan yang realistis (Hal.270)
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
No Standart Diagnosa Keperawatan Standart Luaran Keperawatan Indonesia (SLKI) Standart Intervensi Keperawatan
. Indonesia (SDKI) Indonesia (SIKI)
1. Nyeri melahirkan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama a. Menejemen Nyeri
Penyebab : .....x24 jam diharapakan nyeri akut menurun atau 1) Observasi
1. dilatasi serviks pasien dapat tenang dengan kriteria : a) Identifikasi lokasi, karakteristik,
2. penegeluaran janin a) Tingkat nyeri (145) durasi, frekuensi, kualitas,
Kriteria hasil
Indikator intensitas nyeri
1 2 3 4 5
Gejala dan tanda mayor Keluhan Nyeri b) Identifikasi skala Nyeri
Subjektif : Meringis c) Identifikasi nyeri non verbal
Kesulitan tidur
mengeluh nyeri Gelisah d) Identifikasi pengetahuan dan
perineum terasa tertekan Frekuensi nadi keyakinan tentang nyari
Tekanan Darah
Objektif : Keterangan : e) Identifikasi faktor yang
Aspiani, Reni Yuli. (2017). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Trans Info
Media
Damayanti, Ika Putri, dkk. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Komprehensip Pada Ibu
Bersalin Dan Bayi Baru Lahir. Yogyakarta: Deepublish.
Indriyani, Diyan & Asmuji. 2014. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media.
Kirnantoro, & Maryana. (2019). Anatomi Fisiologi. Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Kumalasari, Intan. 2015. Perawatan Antenatal, Intranatal, Postnatal Bayi Baru Lahir dan
Kontrasepsi. Jakarta: Salemba Medika
Margareth. 2013. Asuhan Kehamilan, Persalinan, dan Nifas Yogyakarta: Nuha Medika.
Manuaba, Ida Bagus. Ilmu Kebidanan Penyakit dan Kandungan dan Kb untuk Pendidikan
Bidan. Jakatra : EGC: 2016.
Mansjoer, Arif. 2014. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : EGC Buku Kedokteran.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standart Diagnosis Keperawatan Indonesia Definisi dan
Indikator Diagnostik.Edisi 1.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standart Intervensi Keperawatan Indonesia Definisi dan
Tindakan Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI.2018. Standart Luaran Keperawatan Indonesia Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan.Edisi 1 Cetakan II.Jakarta : Dewan Pengurus Pusat
PPNI.
Walyani ES, Purwoastuti TE. (2015). Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.