Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN MATERNITAS

PADA PASIEN DENGAN POST PARTUM


DI RUANG RAMIN (NIFAS)
RSUD dr. SOEDARSO PONTIANAK

DISUSUN OLEH
ROSALIA SALMA SALFADILA
NIM. 221133077

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK
PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS
JURUSAN KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN

Pontianak, November 2021

Mahasiswa

Rohman
NIM. 2011133032

Mengetahui,

Pembimbing akademik Pembimbing klinik


BAB I
KONSEP DASAR

A. Definisi
Post Natal Care dimulai sejak 2 jam pertama setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu / 42 hari setelah itu. Selama masa nifas, ibu akan
mengalami perubahan fisiologis. Perubahan terjadi pada sistem
reproduksinya. Perubahan pada sistem reproduksi tersebut diantaranya adalah
payudara (mamae), involutio uterus, pengeluaran lokia, perubahan pada
endometrium, serviks, vulva dan vagina, dan pada perineum (Lestari, Atoy, &
Taamu, 2019).
Pelayanan kesehatan ibu nifas dilakukan sedikitnya tiga kali, yaitu
pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai
dengan hari ke-42 pasca persalinan (Pinaringsih, Riyanti, & Kusumawati,
2017).
Standar operasional pelayanan postnatal care meliputi pemeriksaan
tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu), pemeriksaan tinggi
fundus uteri, pemeriksaan lochea dan pengeluaran per vaginam lainnya,
pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif, pemberian KIE kesehatan
ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana, serta pelayanan
KB pasca persalinan (Reinissa & Indrawati, 2017).

B. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan
lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala yaitu:
a. Kala I
Kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan
berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II
Gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2
sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir
kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara
mendadak. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti
keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan mengejan lebih
mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu.
Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar.
Setelah putar paksi luar berlangsung kepala dipegang di bawah dagu
di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua
bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti
dengan sisa air ketuban.
c. Kala III
Setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya
plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus
terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi
perdarahan.
d. Kala IV
Dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,
observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya
perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
2. Faktor penyebab rupture perineum antara lain:
a. Faktor Ibu
1) Paritas
2) Meneran
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Bayi Baru Lahir
2) Presentasi
a) Presentasi Muka
b) Presentasi Dahi
c) Presentasi Bokong
c. Faktor Persalinan Pervaginam
1) Vakum Ekstrasi
2) Ekstrasi Cunam/Forsep
3) Embriotomi
4) Persalinan Presipitatus (Zakiyyah, 2018).

C. Patofisiologi
1. Adaptasi Fisiologi
a. Involusi Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam
waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.Pada
hari pasca partum keenam fundus normal akan berada dipertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron
bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil (Zakiyyah, 2018).
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum
dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis.
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara
merangsang pelepasan oksitosin (Zakiyyah, 2018).
2. Adaptasi Psikologis
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan
dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan (Zakiyyah,
2018).
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan
berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu
siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal
baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi
ibu muda yang membutuhkan sumber informasi danpenyembuhan
fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik (Zakiyyah, 2018).
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah
kelahiran. Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan
anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya
telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan
kembali (Zakiyyah, 2018).

D. Klasifikasi
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, peurperium
intermedial dan remote puerperium.
1. Puerperium Dini
Merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan – jalan.
2. Puerperium Intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperluhkan untuk pulih
dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, mastitis dan infeksi lain (Zakiyyah,
2018).

E. Perubahan Masa Nifas


1. Perubahan Fisik
a. Tanda – Tanda Vital
Suhu tubuh dalam 24 jam pertama >38ºC. Jika hari 1-2 sampai pada
hari ke 10 > 38º C hati-hati terhadap adanya infeksi puerperalis,
infeksi saluran kemih, endometritis, mastitis dan infeksi lain.
b. Involusio
Involusio adalah perubahan yang merupakan proses kembalinya alat
kandungan atau uterus dan jalan lahir setelah bayi dilahirkan hingga
mencapai keadaan seperti sebelum hamil. Proses involusio terjadi
karena:
1) Autolysis yaitu penghancuran jaringan otot-otot uterus yang
tumbuh karena adanya hiperplasi, dan jaringn otot yang
membesar menjadi lebih panjang sepuluh kali dan menjadi lima
kali lebih tebal dari sewaktu masa hamil akan susut kembali
mencapai keadaan semula. Pengahncuran jaringan tersebut akan
diserap oleh darah kemudian dikeluarkan oleh ginjal yang
menyebabkan ibu mengalami besar kencing setelah melahirkan.
2) Aktivitas otot-otot yaitu adanya kontraksi dan retraksi dari otot-
otot setelah anak lahir yang diperlukan untuk menjepit pembuluh
darah yang pecah karena adanya pelepasan plasenta dan berguna
untuk mengeluarkan isi uterus yang tidak berguna. Karena
kontraksi dan retraksi menyebabkan terganggunya peredaran
darah uterus yang mengakibatkan jaringan otot kurang zat yang
diperluhkan sehingga ukuran jaringan otot menjadi lebih kecil.
3) Ischemia yaitu kekurangan darah pada uterus yang menyababkan
atropi pada jaringan otot uterus. Involusi pada alat kandungan
meliputi:
a) Fundus Uteri
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras,
karena kontraksi retraksi otot-ototnya.
b) Tempat Insersi Plasenta
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung
banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh thrombus.
Luka bekas implantasi plasenta tidak meninggalkan parut
karena dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan
endometium baru dibawah permukaan kulit. Endometrium ini
tumbuh dari pinggir luka dan juga sisa-sisa kelenjar pada dasra
luka.

c) Perubahan Pembuluh Darah Rahim


Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh
darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak
diperlukan lagi peredaran darah yang banyak maka arteri harus
mengecil lagi dalam masa nifas.
d) Perubahan Seviks dan Vagina
Beberapa hari setelah persalinan ostium eksternum dapat
dilalui oleh 2 jari, pada akhir minggu pertama dapat dilalui
oleh 1 jari saja. Karena hiperplasi ini dank arena retraksi dari
serviks, robekan serviks jadi sembuh. Vagina yang sangat
direnggang waktu persalinan, lambat laun mencapai ukuran
yang normal, beberapa saat setelah melahirkan tonus otot
menurun, edema, membiru, terdapat laserasi dan saluran
melebar, lambat mencapai ukuran normal. Pada minggu ke 3
post partum ruggae mulai nampak kembali.
Rasa sakit yang disebut after pains (meriang atau mules -
mules) disebabkan kontraksi rahim biasanya berlangsung 3 – 4
hari pasca persalinan. Perlu diberikan pengertian pada ibu
mengenai hal ini dan bila terlalu mengganggu dapat diberikan
analgesic.
e) Endometrium
Endometrium mengalami involusi daerah implantasi
plasenta. Nekrosis pembuluh darah terjadi hari 2-3 post
partum. Pada hari ke 7 terbentuk lapisan basal dan pada 16 hari
normal kembali.
f) Lochea
Lochea adalah cairan yang dikeluarkan dari uterus
melalui vagina dalam masa nifas. Lochea bersifat alkalis,
jumlahnya lebih banyak dari darah menstruasi. Lochea ini
berbau anyir dalam keadaan normal, tetapi tidak busuk.
Pengeluaran lochea dapat dibagi berdasarkan jumlah dan
warnanya yaitu:
- Lochea rubra berwarna merah dan hitam terdiri dari sel
desidua, verniks kaseosa, rambut lanugo, sisa mekonium,
sisa darah dan keluar mulai hari pertma sampai hari ketiga.
- Lochea sangiolenta berwarna putih bercampur merah, mulai
hari.
- Lochea serosa berwarna kekuningan dari hari ketujuh
sampai keempat belas.
- Lochea alba berwarna putih setelah hari keempat belas.
g) Clitoris
Kencang dan tidak terlalu keras.
h) Perineum
Luka pada episiotomi terasa nyeri. Pada tahap early edema dan
luka biru.
i) Dinding Perut dan Peritoneum
Setelah persalinan dinding perut longgar karena
direnggang begitu lama, biasanya akan pulih dalam 6 minggu.
Ligament fascia dan diafragma pelvis yang merenggang pada
waktu partus setelah bayi lahir berangsur angsur mengecil dan
pulih kembali.
j) Sistem Kardiovaskuler
Selama kehamilan secara normal volume darah untuk
mengakomodasi penambahan aliran darah yang diperlukan
oleh plasenta dan pembuluh darah uterus. Penurunan darah
estrogen mengakibatkan diuresis yang menyebabkan volume
plasma menurun secara cepat pada kondisi normal.
k) Sistem Urinaria
Aktivitas ginjal bertambah pada masa nifas karena
reduksi dari volume darah dan ekskresi produk sampah dari
autolysis. Puncak dari aktivitas ini terjadi pada hari pertama
post partum.
- Mekanisme persalinan dapat menyebabkan edema, laserasi
dan trauma uretra akibat tindakan kateterisasi.
- Persalinan dengan tindakan sc. Dapat mengakibatkan
penurunan sensifitas badder dan penurunan tonus bladder.
l) Sistem Endokrin
- Hormon Oksitosin
Oxytocin disekresi oleh kelenjar hipofise posterior dan
bereaksi pada otot uterus dan jaringan payudara. Selama
kala III persalinan aksi oxytocin menyebabkan pelepasan
plasenta. Setelah itu oxytocin bereaksi untuk kestabilan
kontraksi uterus, memperkecil bekas tempat perlekatan
plasenta dan mencegah pendarahan.
- Hormon Prolaktin
Penurunan estrogen menyebabkan prolaktin yang disekresi
oleh kelenjar hipofise anterior bereaksi pada alveolus
payudara dan merangsang produksi air susu. Pada wanita
yang menyusui kadar prolaktin terus tinggi dan pengeluaran
FSH di ovarium ditekan.
m)Laktasi
Laktasi dapat diartikan dengan pembentukan dan
pengeluaran air susu ibu. Air susu ibu ini merupakan makanan
pokok, makanan yang terbaik dan bersifat alamiah bagi bayi
yang disediakan oleh iu yang baru saj melahirkan bayi akan
tersedia makanan bagi bayinya dan ibunya sendiri.
n) Sistem Pencernaan
Terjadi konstipasi akibat klien takut episiotomy rusak.
Penurunan tonus abdomen, kurang intake menjelang partus dan
pengaruh klisma.
o) Sistem Muskuloskeletal
- Peningkatan ukuran uterus menyebabkan distasis rektus
abdominis.
- Sensasi ekstremitas bawah mengalami penurunan.
- Tromboplebitis terjadi akibat penurunan aktivitas dan
peningkatan protrombin.
- Edema terjadi pada periode post partum dini (Zakiyyah,
2018).

F. Manifestasi Klinis
1. Sistem Reproduksi
a. Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus (Zakiyyah, 2018).
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Selama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir (Zakiyyah, 2018).
c. Tempat Plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke
atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta (Zakiyyah, 2018).
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra
terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2 – 6 minggu
setelah bayi lahir (Zakiyyah, 2018).
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih
padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah
uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah
ibu melahirkan (Zakiyyah, 2018).
f. Vagina dan Perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hami, 6 – 8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara (Zakiyyah, 2018).
3. Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek
diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara
yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara
dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil (Zakiyyah, 2018).
b. Hormon Hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang
tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Zakiyyah, 2018).
4. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti
masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen
kembali ke keadaan sebelum hamil (Zakiyyah, 2018).
5. Sistem Urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali
ke keadaan sebelum hamil (Zakiyyah, 2018).
6. Sistem Pencernaan
a. Nafsu Makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan (Zakiyyah, 2018).
7. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.

a. Ibu Tidak Menyusui


Kadar prolaktin akan menurun dengan cepat pada wanita yang
tidak menyusui. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat palpasi
dailakukan pada hari kedua dan ketiga. Pada hari ketiga atau keempat
pasca partum bisa terjadi pembengkakan. Payudara teregang keras,
nyeri bila ditekan, dan hangat jika di raba.
b. Ibu Yang Menyusui
Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba lunak dan suatu cairan
kekuningan, yakni kolostrum. Setelah laktasi dimula, payudara teraba
hangat dan keras ketika disentuh. Rasa nyeri akan menetap selama
sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan dapat dikeluarkan dari puting susu
(Zakiyyah, 2018).
8. Sistem Kardiovaskuler
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa faktor
misalnya kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta
pengeluaran cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan
akibat penurunan volume darah total yang cepat tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang
menyebapkan volume darah menurun dengan lambat. Pada minggu
ketiga dan keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya
menurun sampai mencapai volume sebelum lahir.
b. Curah Jantung
Denyut jantung volume sekuncup dan curah jantung meningkat
sepanjang masa hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini
akan meningkat bahkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit
karena darah yang biasanya melintasi sirkuit utero plasenta tibatiba
kembali ke sirkulasi umum.
c. Tanda – Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bisa terlihat, jika wanita
dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik
peningkatan tekanan darah sistol maupun diastol dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan
(Zakiyyah, 2018).
9. Sistem Neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan
adaptasi neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebapkan trauma
yang dialami wanita saat bersalin dan melahirkan (Zakiyyah, 2018).
10. Sistem Muskuloskeletal
Adaptasi sistem muskuluskeletal ibu yang terjadi selama masa
hamil berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini
mencakup hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pemsaran rahim (Zakiyyah, 2018).
11. Sistem Integumen
Kloasma yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat
kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah
tersebut akan menutap. Kulit kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tapi tidak hilang
seluruhnya (Zakiyyah, 2018).

G. Tujuan Perawatan Masa Nifas


Pelayanan nifas bertujuan untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir,
mencegah, mendeteksi, serta menangani masalah – masalah yang terjadi.
1. Memonitor adaptasi fisiologis dan psikologis.
2. Meningkatkan pemulihan fungsi tubuh.
3. Meningkatkan istirahat dan kenyamanan.
4. Meningkatkan hubungan orang tua dan bayi.
5. Memberikan pendidikan kesehatan tentang self-care postpartum dan
bayi.
Ruang lingkup self-care postpartum meliputi pemahaman untuk
pemenuhan kebutuhan istirahat, ambulasi tanpa rasa nyeri atau
pemulihan otot – otot, secara rutin melakukan perawatan luka, mengenali
pengeluaran darah atau lochea yang normal atau tidak normal, perawatan
eliminasi urine, perawatan payudara dan teknik menyusui, dengan tujuan
untuk mencapai status kesehatan yang optimal dan mencegah komplikasi
(Apriyani, Suarni, & Sono, 2016).

H. Periode Masa Nifas


Masa penyesuaian fisik dan psikologis tubuh kembali ke keadaan
normal sebelum hamil kurang lebih 6 minggu. Periode postpartum terbagi
menjadi 3 periode.
1. Immediate Postpartum: 24 jam.
Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. Masalah biasa
terjadi pada masa ini, misalnya perdarahan karena antonia uteri.
2. Early Postpartum: minggu pertama.
Pada fase ini yang perlu diperhatikan yaitu involuti uteri dalam keadaan
normal, tidak ada perdarahan, lokia tidak berbau busuk, tidak demam, ibu
cukup mendapatkan makanan dan cairan, serta ibu dapat menyusui
dengan baik.
3. Late Postpartum: minggu ke-2 sampai minggu ke-6.
Periode ini tetap dilakukan perawatan sama seperti pada tahap Early
Postpartum dan pemberian konseling Keluarga Berencana (Zakiyyah,
2018).

I. Tanda – Tanda Bahaya Postpartum


Tanda – tanda yang mengancam terjadinya robekan perineum antara lain:
1. Kulit perineum mulai melebar dan tegang.
2. Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilap.
3. Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan
pada mukosa vagina (Zakiyyah, 2018).

J. Perawatan Masa Nifas Setelah Melahirkan


Ibu membutuhkan perawatan yang dalam pemulihan kondisi setelah
proses persalinan. Berikut ini perawatan ibu masa nifas diantaranya sebagai
berikut:

1. Mobilisasi Dini
Karena lelah sehabis melahirkan, ibu harus istirahat tidur telentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kanan ke kiri
untuk mencegah terjadinya trombosis dan trombo emboli. Pada hari
kedua di perbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari keempat
atau kelima sudah di perbolehkan pulang Mobilitas di atas memiki
variasi tergantung komplikasi persalinan nifas dan sembuhnya luka- luka.
Keuntungan dari mobilisasi dini adalah:
a. Melancarkan pengeluaran lochea.
b. Mengurangi infeksi puerperium.
c. Mempercepat involusi alat kandungan.
d. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
2. Rawat Gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan Sehingga ibu lebih
banyak memperhatikan bayinya, segera dapat Memberikan ASI sehingga
kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.
3. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah
kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus ibu masa nifas meliputi:
a. Pemeriksaan tanda vital: Tekanan darah, nadi dan suhu.
b. Fundus uteri: Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
c. Payudara, Puting susu, pembesaran dan pengeluaran ASI.
d. Lochea, Lochea rubra, lochea sanguolenta, lochea serosa, lochea alba
e. Luka jahitan episiotomi: Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi (Zakiyyah, 2018).

K. Komplikasi
1. Pembengkakan payudara.
2. Mastitis (peradangan pada payudara).
3. Endometritis (peradangan pada endometrium).
4. Post partum blues.
5. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri,
kemerahan pada jaringan terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau dari
jalan lahir selama persalinan atau sesudah persalinan (Zakiyyah, 2018).

L. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan umum: tekanan darah, nadi, keluhan dan lain sebagainya.
2. Keadaan umum: tanda – tanda vital, selera makan dan lain – lain.
3. Payudara: air susu, puting.
4. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
5. Sekresi yang keluar atau lochea.
6. Keadaan alat kandungan.
7. Pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit, serum.
8. Ultra sonografi untuk melihat sisa plasenta.

M. Penatalaksanaan Postpartum
1. Observasi ketat 2 jam post partum adanya komplikasi perdarahan.
2. 6 – 8 jam pasca persalinan: istirahat dan tidur tenang usahakan miring
kanan kiri.
3. Hari ke 1 – 2: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang
benar dan perawatan payudara, perubahan – perubahan yang terjadi pada
masa nifas pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke – 2: mulai latihan duduk.
5. Hari ke – 3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan (Zakiyyah, 2018).
WOC
POST PARTUM NORMAL

  
Luka Episiotomi Perubahan Perubahan
Fisiologi Psikologi

    
Proses Involusi Taking in Taking hold Letting go (kemandirian)
Vagina dan perineum
(ketergantungan) (ketergantungan
mandiri)
 

Butuh
Belajar mengenai Kondisi tubuh mengalami
Ruptur jaringan perlindungan dan 
perawatan diri & perubahan
Peningkatan pelayanan
bayi
kadar oksitosin,  
Peningkatan 
kontraksi uterus Kurang
Personal hygiene kurang baik Berfokus pada diri
pengetahuan
sendiri dan lemas
    
NYERI AKUT Genetalia kotor Perdarahan GANGGUAN Perubahan menjadi
  POLA TIDUR RESIKO orangtua
RESIKO GANGGUAN
Takut mengejan RESIKO 
INFEKSI PROSES
KEKURANGAN PARENTING KETIDAKEFEKTIFAN
 VOLUME
MENYUSUI
CAIRAN
KONSTIPASI

Gangguan eliminasi urine


Kandung kemih penuh
Takut akan lepas Tertahannya

jahitan urine
BAB II
PROSES KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Pengkajian Fisiologis
Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi organ reproduksi,
perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi adanya hambatan pada
proses laktasi. Area pengkajian fisiologis post partum antara lain:
a. Suhu
Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu yang
cenderung tinggi juga dapat menandakan ibu mengalami dehidrasi.
Suhu dikaji tiap satu jam selama 8 jam setelah persalinan, kemudian
dikaji tiap dua jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
b. Nadi, Pernapasan dan Tekanan Darah
Frekuensi nadi yang lebih dari normal (diatas 100 kali/menit)
sebagai tanda adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan.
Tekanan darah yang cenderung rendah dapat merupakan tanda syok
atau emboli. Nadi, pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit
sampai dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30
menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
c. Fundus, Lochea dan Kandung Kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan, tetapi dihari
berikutnya fundus akan mulai turun sekitar satu cm sehingga pada hari
ke 10 fundus sudah tidak teraba. Hari-hari awal setelah persalinan,
fundus akan teraba keras dengan bentuk bundar mulus, bila ditemukan
fundus teraba lembek atau kendur menunjukkan terjadinya atonia atau
subinvolusi. Ketika dilakukan palpasi, kandung kemih harus kosong
agar pengukuran fundus lebih akurat. Kandung kemih yang terisi akan
menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
Lochea dapat dijadikan sebagai acuan kemajuan proses
penyembuhan endometrium. Lochea memiliki warna yang berbeda
setiap harinya, lochea rubra (berwarna merah gelap, keluar dari hari
kesatu sampai hari ketiga setelah persalinan, jumlahnya sedang),
lochea serosa (berwarna merah muda, muncul dihari ke empat sampai
hari ke 10 setelah persalinan, jumlahnya lebih sedikit dari lokhea
rubra), lochea alba (berwarna putih kekuningan, muncul dari hari ke
10 sampai minggu ketiga setelah persalinan, jumlahnya sangat
sedikit).
Munculnya perdarahan merah segar setelah selesainya lokhea
rubra atau setelah selesainya lokhea serosa menandakan terjadinya
infeksi atau hemoragi yang lambat. Fundus, lokhea dan kandung
kemih dikaji tiap 15 menit sampai dengan empat jam setelah
persalinan, kemudian dikaji tiap 30 menit sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
d. Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar (ekimosis), edema,
kemerahan (eritema), dan nyeri tekan. Bila ada jahitan luka, kaji
keutuhan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri tekan
dan bengkak). Perineum dikaji tiap satu jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
e. Payudara dan Tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan
kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri
tekan guna persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua pasca
melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum yang banyak.
Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya
tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam sampai
dengan 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap empat jam
sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
f. Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi
dan palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post partum dianjurkan
untuk berkemih sesegera mungkin untuk menghindari distensi
kandung kemih. Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi setiap
harinya.
2. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu, bayi
baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosianal dan respon ibu
terhadap pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir,
menyusui bayi baru lahir, penyesuaian terhadap peran baru, hubungan
baru dalam keluarga, dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri.
a. Aktivitas Istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut / menangis (“postpartum blues” sering terlihat kira –
kira 3 hari setelah melahirkan.
d. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira – kira hari ke – 3.
e. Nyeri / Ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi di antara hari ke – 3
sampai ke – 5 pascapartum.
f. Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira
– kira 1 lebar jari setiap harinya. Lochea rubra berlanjut sampai hari
ke 2 – 3, berlanjut menjadi lochea serosa dengan aliran tergantung
pada posisi (misal recumbent versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(misal menyusui).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien postpartum
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post partum).
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI, hambatan pada neonatus, anomaly payudara ibu, ketidakadekuatan
refleks oksitosin, ketidakadekuatan reflex menghisap bayi, payudara
bengkak, riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, tidak rawat
gabung, kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan/atau
metode menyusui, kurang dukungan keluarga, faktor budaya.
3. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi ber-hubungan
dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan
mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat dalam
belajar, kurang mampu mengingat, ketidaktahuan me-nemukan sumber
informasi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, peningkatan
paparan organism patogen lingkungan, malnutrisi, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.

C. Intervensi Keperawatan (SLKI & SIKI, 2017)


DIAGNOSA TUJUAN DAN INTERVENSI DAN
NO.
KEPERAWATAN KRITERIA HASIL RASIONAL TINDAKAN
1. Nyeri akut
Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan tindakan a. Identifikasi lokasi,
dengan agen keperawatan selama karakteristik, durasi,
pencedera fisik … jam, nyeri frekuensi, kualitas,
(post partum) berkurang dengan intensitas nyeri.
kriteria hasil: R/ Mengetahui karakteristik
a. Keluhan nyeri nyeri secara komprehensif
menurun b.Identifikasi skala nyeri.
b. Meringis R/ Mengetahui ting-kat nyeri
menurun yang dira-sakan klien
c. Gelisah menurun untuk menentukan inter-
d. Frekuensi nadi vensi selanjutnya.
membaik c. Identifikasi respons nyeri
e. Pola napas non verbal.
membaik R/ Mengetahui res-pon klien
f. Tekanan darah terhadap nyeri yang
membaik dirasakan
g. Fokus membaik d.Identifikasi faktor yang
memperberat dan
memperingan nyeri
R/ Mengurangi nye-ri klien
dengan men-jauhkan
faktor yang dapat
memperberat nyeri.
e. Identifikasi pengaruh nyeri
pada kualitas hidup.
R/ Mengetahui pe-ngaruh nyeri
terha-dap kualitas hidup
klien.
f. Berikan teknik non
farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
R/ Klien dapat me-ngurangi
nyeri seca-ra non
farmakologis
g.Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri.
R/ Lingkungan yang tenang
dapat mem-buat klien
tenang dan beristirahat.
h.Fasilitasi istirahat dan
tidur.
R/ Klien tenang dan
beristirahat.
i. Kolaborasi dalam
pemberian terapi
analgesik.
j. R/ Membantu me-ngurangi
nyeri seca-ra farmakologis.
2. Menyusui tidak efektif
Setelah dilakukan
Edukasi Menyusui
berhubungan tindakan a.Identifikasi kesiapan dan
dengan keperawatan selama kemampuan menerima
ketidakadekuatan … jam, status informasi.
suplai ASI, menyusui membaikR/ Memastikan klien dapat
hambatan pada dengan kriteria hasil: menerima informasi
neonatus, anomaly a. Perlekatan bayi dengan baik.
payudara ibu, pada payudara ibu b. Sediakan materi dan
ketidakadekuatan meningkat media pendidikan
reflex oksitosin, b. Kemampuan ibu kesehatan.
ketidakadekuatan memposisikan R/ Sebagai pendukung penkes
reflex menghisap bayi dengan benar agar materi dan informasi
bayi, payudara me-ningkat dapat tersampaikan dengan
bengkak, riwayat c. Miksi bayi lebih baik.
operasi payudara, dari 8 kali/24 jam c.Berikan konseling
kelahiran kembar, d. Berat badan bayi menyusui.
tidak rawat gabung, meningkat R/ Mengetahui permasalahan
kurang terpapar e. Tetesan/pancaran yang dialami klien terkait
informasi tentang ASI meningkat proses menyusui untuk
pentingnya f. Suplai ASI menentukan intervensi
menyusui dan/atau adekuat selan-jutnya.
metode menyusui, g. Putting tidak lecet d. Jelaskan manfaat
kurang dukungan setelah 2 minggu menyusui bagi ibu dan
keluarga, faktor melahirkan bayi.
budaya h. Kepercayaan diriR/ Klien mengetahui manfaat
ibu meningkat menyusui bagi ibu dan
i. Bayi tidur setelah bayi.
menyusui e.Ajarkan 4 (empat) posisi
meningkat menyusui dan perlekatan
j. Payudara ibu (lacth on) dengan benar.
kosong setelahR/ Klien mengetahui posisi
menyusui menyusui dan perlekatan
k. Intake bayi (lacth on) dengan benar.
meningkat f. Ajarkan perawatan
l. Hisapan bayi payudara postpartum
meningkat (misal memerah ASI, pijat
m. Kelelahan payudara, pijat oksitosin).
maternal menurunR/ Klien mengetahui dan dapat
n. Kecemasan mendemonstrasikan
maternal menurun perawatan payudara
o. Bayi rewel postpartum.
menurun
p. Bayi menangis
setelah menyusui
menurun
q. Frekuensi miksi
bayi membaik

3. Defisit pengetahuanSetelah dilakukan


Edukasi Kesehatan
(kebutuhan belajar) tindakan a.Identifikasi kesiapan dan
tentang perawatan keperawatan selama kemampuan menerima
masa nifas ber- … jam, tingkat informasi.
hubungan dengan pengetahuan R/ Memastikan klien dalam
keterbatasan meningkat dengan kondisi yang baik untuk
kognitif, gangguan kriteria hasil: menerima informasi
fungsi kognitif, a. Perilaku sesuai dengan benar.
kekeliruan anjuran b. Identifikasi faktor –
mengikuti anjuran, meningkat faktor yang dapat
kurang terpapar b. Kemampuan meningkatkan dan
informasi, kurang men-jelaskan menurunkan motivasi
minat dalam pengeta-huan perilaku hidup bersih dan
belajar, kurang tentang suatu sehat.
mampu mengingat, topik meningkat R/ Mengetahui faktor – faktor
ketidaktahuan me- c. Perilaku sesuai yang dapat meningkatkan
nemukan sumber dengan dan menurunkan motivasi
informasi pengetahuan perilaku hidup bersih dan
d. Persepsi yang sehat untuk menentukan
keliru terhadap intervensi selan-jutnya.
masalah menurun c.Sediakan materi dan media
e. Perilaku membaik pendidikan kesehatan.
R/ Sebagai pendukung dalam
melakukan edukasi
kesehatan agar informasi
dapat tersampaikan dengan
baik dan benar.
d. Jelaskan faktor risiko
yang dapat mempengaruhi
kesehatan.
R/ Klien mengetahui faktor
risiko yang dapat
mempengaruhi kesehatan.
e.Ajarkan perilaku hidup
bersih dan sehat.
R/ Klien mengetahui dan dapat
melakukan perilaku hidup
bersih dan sehat.
f. Ajarkan strategi yang dapat
digunakan untuk
meningkatkan perilaku
hidup bersih dan sehat.
R/ Klien mengetahui strategi
yang dapat digunakan
untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih dan
sehat.
D. Aplikasi Pemikiran Kritis dalam Asuhan Keperawatan
Judul / Tahun : Pengaruh Pijat Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada
Ibu Postpartum / (2017)
Nama Peneliti : Vidia Safitri Aisyah, I Gusti Ayu Mirah Widhi Sastri &
Nyimas Aziza
Jurnal : Jurnal Keperawatan, 13 (2) : 168 – 172

Oksitosin adalah suatu tindakan pemijatan tulang belakang mulai dari


cervikal 7 sampai scapula akan mempercepat kerja saraf parasimpatis untuk
menyampaikan perintah ke otak bagian belakang sehingga oksitosin keluar.
Hormon oksitosin berguna untuk memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah dan membantu hemostasis ibu. Kontraksi
uterus yang kuat akan mengakibatkan proses involusi menjadi lebih bagus.
Dengan memberikan pijat oksitosin dapat memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus dengan baik sehingga involusi uterus dapat menjadi lebih
baik.
Dengan pijat oksitosin dapat meningkatkan kualitas terhadap
pelayanan ibu postpartum sehingga dapat membantu menjadi salah satu
alternatif upaya dan inovasi baru dalam mengurangi angka perdarahan yang
disebabkan oleh subinvolusi. Dampak yang terjadi apabila tidak melakukan
pijat oksitosin adalah terhambatnya proses involusi uterus dikarenakan
rangsangan oksitosin yang sedikit sehingga kontraksi uterus tidak adekuat dan
dapat menyebabkan subinvolusi uterus yang pada peristiwa ini lokhia
bertambah banyak dan tidak jarang terdapat pula perdarahan.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa ada pengaruh pijat oksitosin
terhadap involusi uterus ibu postpartum dapat diuraikan sebagai berikut:
Involusi uterus pada ibu postpartum yang diberikan pijat oksitosin memiliki
rerata 3,19 jari di bawah pusat. Involusi uterus pada ibu postpartum yang
tidak diberikan pijat oksitosin memiliki rerata 1,75 jari di bawah pusat. Ada
pengaruh pijat oksitosin dengan proses involusi uterus pada ibu postpartum.
Dengan p value 0,000 < 0,05.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, V. S., Sastri, I. G. A. M. W., & Aziza, N. (2017). Pengaruh Pijat
Oksitosin Terhadap Involusi Uterus Pada Ibu Postpartum. Jurnal
Keperawatan, 13(2), 168–172.

Apriyani, H., Suarni, L., & Sono. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Perawatan Ibu Nifas Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Kepuasan Ibu Post
Partum di RS M. Yusuf Kalibalangan Lampung Utara. Jurnal Kesehatan
Metro Sai Wawai, 9(1), 40–45.

Lestari, A., Atoy, L., & Taamu, M. (2019). Penerapan Perawatan Payudara Pada
Pasien Post Natal Care (PNC) Terhadap Keberhasilan Menyusui. Health
Information: Jurnal Penelitian, 11(1), 1–7.

Pinaringsih, T., Riyanti, E., & Kusumawati, A. (2017). Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Niat Kunjungan Ibu Nifas ke Pelayanan Kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(3), 653–660.

Reinissa, A., & Indrawati, F. (2017). Persepsi Ibu Nifas Tentang Pelayanan
Postnatal Care Dengan Kunjungan Ulang. Higeia Journal of Public Health
Research and Development, 1(3), 33–42.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI

Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: PPNI

Zakiyyah, P. N. (2018). Penerapan Pendidikan Kesehatan Tentang Laktasi Pada


Ibu Post Partum dengan Pemenuhan Kebutuhan Belajar di Puskesmas Mlati
II Sleman. Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai