DISUSUN OLEH
ROSALIA SALMA SALFADILA
NIM. 221133077
Mahasiswa
Rohman
NIM. 2011133032
Mengetahui,
A. Definisi
Post Natal Care dimulai sejak 2 jam pertama setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu / 42 hari setelah itu. Selama masa nifas, ibu akan
mengalami perubahan fisiologis. Perubahan terjadi pada sistem
reproduksinya. Perubahan pada sistem reproduksi tersebut diantaranya adalah
payudara (mamae), involutio uterus, pengeluaran lokia, perubahan pada
endometrium, serviks, vulva dan vagina, dan pada perineum (Lestari, Atoy, &
Taamu, 2019).
Pelayanan kesehatan ibu nifas dilakukan sedikitnya tiga kali, yaitu
pada enam jam sampai dengan tiga hari pasca persalinan, pada hari ke empat
sampai dengan hari ke-28 pasca persalinan, dan pada hari ke-29 sampai
dengan hari ke-42 pasca persalinan (Pinaringsih, Riyanti, & Kusumawati,
2017).
Standar operasional pelayanan postnatal care meliputi pemeriksaan
tanda vital (tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu), pemeriksaan tinggi
fundus uteri, pemeriksaan lochea dan pengeluaran per vaginam lainnya,
pemeriksaan payudara dan anjuran ASI eksklusif, pemberian KIE kesehatan
ibu nifas dan bayi baru lahir, termasuk keluarga berencana, serta pelayanan
KB pasca persalinan (Reinissa & Indrawati, 2017).
B. Etiologi
Partus normal adalah proses pengeluaran hasil konsepsi yang telah
cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir atau jalan
lain, dengan bantuan.
1. Partus dibagi menjadi 4 kala yaitu:
a. Kala I
Kala pembukaan yang berlangsung antara pembukaan nol
sampai pembukaan lengkap. Pada permulaan his, kala pembukaan
berlangsung tidak begitu kuat sehingga parturien masih dapat
berjalan-jalan. Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
sedangkan multigravida sekitar 8 jam.
b. Kala II
Gejala utama kala II adalah His semakin kuat dengan interval 2
sampai 3 menit, dengan durasi 50 sampai 100 detik. Menjelang akhir
kala I ketuban pecah yang ditandai dengan pengeluaran cairan secara
mendadak. Ketuban pecah pada pembukaan mendekati lengkap diikuti
keinginan mengejan. Kedua kekuatan, His dan mengejan lebih
mendorong kepala bayi sehingga kepala membuka pintu.
Kepala lahir seluruhnya dan diikuti oleh putar paksi luar.
Setelah putar paksi luar berlangsung kepala dipegang di bawah dagu
di tarik ke bawah untuk melahirkan bahu belakang. Setelah kedua
bahu lahir ketiak di ikat untuk melahirkan sisa badan bayi yang diikuti
dengan sisa air ketuban.
c. Kala III
Setelah kala II kontraksi uterus berhenti 5 sampai 10 menit.
Dengan lahirnya bayi, sudah dimulai pelepasan plasenta. Lepasnya
plasenta dapat ditandai dengan uterus menjadi bundar, uterus
terdorong ke atas, tali pusat bertambah panjang dan terjadi
perdarahan.
d. Kala IV
Dimaksudkan untuk melakukan observasi karena
perdarahan post partum paling sering terjadi pada 2 jam pertama,
observasi yang dilakukan yaitu tingkat kesadaran penderita,
pemeriksaan tanda-tanda vital, kontraksi uterus, terjadinya
perdarahan. Perdarah dianggap masih normal bila jumlahnya tidak
melebihi 400 sampai 500 cc.
2. Faktor penyebab rupture perineum antara lain:
a. Faktor Ibu
1) Paritas
2) Meneran
b. Faktor Janin
1) Berat Badan Bayi Baru Lahir
2) Presentasi
a) Presentasi Muka
b) Presentasi Dahi
c) Presentasi Bokong
c. Faktor Persalinan Pervaginam
1) Vakum Ekstrasi
2) Ekstrasi Cunam/Forsep
3) Embriotomi
4) Persalinan Presipitatus (Zakiyyah, 2018).
C. Patofisiologi
1. Adaptasi Fisiologi
a. Involusi Uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus. Pada akhir tahap ketiga persalinan,
uterus berada di garis tengah, kira-kira 2 cm di bawah umbilikus
dengan bagian fundus bersandar pada promontorium sakralis. Dalam
waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm di atas
umbilikus. Fundus turun kira-kira 1 smpai 2 cm setiap 24 jam.Pada
hari pasca partum keenam fundus normal akan berada dipertengahan
antara umbilikus dan simpisis pubis.
Uterus, pada waktu hamil penuh baratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 gr 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 gr 2 minggu setelah lahir. Satu minggu setelah
melahirkan uterus berada di dalam panggul. Pada minggu keenam,
beratnya menjadi 50-60 gr. Peningkatan esterogen dan progesteron
bertabggung jawab untuk pertumbuhan masif uterus selama hamil.
Pada masa pasca partum penurunan kadar hormon menyebapkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi
yang berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil
menetap. Inilah penyebap ukuran uterus sedikit lebih besar setelah
hamil (Zakiyyah, 2018).
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan
volume intrauterin yang sangat besar. homeostasis pasca partum
dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium,
bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormon
oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur
kontraksi uterus, mengopresi pembuluh darah dan membantu
hemostasis.
Selama 1-2 jam pertama pasca partum intensitas kontraksi
uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur. Untuk
mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin secara intravena
atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu yang
merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara
merangsang pelepasan oksitosin (Zakiyyah, 2018).
2. Adaptasi Psikologis
a. Fase taking in / ketergantungan
Fase ini dimuai hari pertama dan hari kedua setelah melahirkan
dimana ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan (Zakiyyah,
2018).
b. Fase taking hold / ketergantungan tidak ketergantungan
Fase ini dimulai pada hari ketiga setelah melahirkan dan
berakhir pada minggu keempat sampai kelima. Sampai hari ketiga ibu
siap untuk menerima peran barunya dan belajar tentang semua hal-hal
baru. Selama fase ini sistem pendukung menjadi sangat bernilai bagi
ibu muda yang membutuhkan sumber informasi danpenyembuhan
fisik sehingga ia dapat istirahat dengan baik (Zakiyyah, 2018).
c. Fase letting go / saling ketergantungan
Dimulai sekitar minggu kelima sampai keenam setelah
kelahiran. Sistem keluarga telah menyesuaiakan diri dengan
anggotanya yang baru. Tubuh pasian telah sembuh, perasan rutinnya
telah kembali dan kegiatan hubungan seksualnya telah dilakukan
kembali (Zakiyyah, 2018).
D. Klasifikasi
Masa nifas dibagi menjadi 3 tahap, yaitu puerperium dini, peurperium
intermedial dan remote puerperium.
1. Puerperium Dini
Merupakan masa kepulihan, yang dalam hal ini ibu telah diperbolehkan
berdiri dan berjalan – jalan.
2. Puerperium Intermedial
Puerperium intermedial merupakan masa kepulihan menyeluruh alat-alat
genitalia, yang lamanya sekitar 6-8 minggu.
3. Remote Puerperium
Remote puerperium merupakan masa yang diperluhkan untuk pulih
dan sehat sempurna, terutama bila selama hamil atau waktu persalinan
mempunyai komplikasi. Waktu untuk sehat sempurna dapat berlangsung
selama berminggu-minggu, bulanan, mastitis dan infeksi lain (Zakiyyah,
2018).
F. Manifestasi Klinis
1. Sistem Reproduksi
a. Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah
melahirkan, proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat
kontraksi otot-otot polos uterus (Zakiyyah, 2018).
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera
setelah bayi lahir, hormon oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengopresi pembuluh
darah dan membantu hemostasis. Selama 1-2 jam pertama pasca
partum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak
teratur. Untuk mempertahankan kontraksi uterus, suntikan oksitosin
secara intravena atau intramuskuler diberikan segera setelah plasenta
lahir (Zakiyyah, 2018).
c. Tempat Plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, kontraksi
vaskular dan trombus menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang
meninggi dan bernodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke
atas menyebapkan pelepasan jaringan nekrotik dan mencegah
pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik penyembuha
luka. Regenerasi endometrum, selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta (Zakiyyah, 2018).
d. Lochea
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula berwarna
merah, kemudian menjadi merah tua atau merah coklat. Lochea rubra
terutama mengandung darah dan debris desidua dan debris
trofoblastik. Aliran menyembur menjadi merah setelah 2-4 hari.
Lochea serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit dan denrus
jaringan. Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, cairan berwarna kuning
atau putih. Lochea alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel,
mukus, serum dan bakteri. Lochea alba bisa bertahan 2 – 6 minggu
setelah bayi lahir (Zakiyyah, 2018).
e. Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. 18 jam
pasca partum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih
padat dan kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah
uterus tetap edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah
ibu melahirkan (Zakiyyah, 2018).
f. Vagina dan Perineum
Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hami, 6 – 8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun
tidak akan semenonjol pada wanita nulipara (Zakiyyah, 2018).
3. Sistem Endokrin
a. Hormon Plasenta
Penurunan hormon human plasental lactogen, esterogen dan
kortisol, serta placental enzyme insulinase membalik efek
diabetagenik kehamilan. Sehingga kadar gula darah menurun secara
yang bermakna pada masa puerperium. Kadar esterogen dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar,
penurunan kadar esterogen berkaitan dengan pembengkakan payudara
dan diuresis cairan ekstra seluler berlebih yang terakumulasi selama
masa hamil (Zakiyyah, 2018).
b. Hormon Hipofisis
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita
menyusui dan tidak menyusui berbeda. Kadar prolaktin serum yang
tinggi pada wanita menyusui tampaknya berperan dalam menekan
ovulasi. Karena kadar follikel-stimulating hormone terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui di simpulkan ovarium tidak
berespon terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat
(Zakiyyah, 2018).
4. Abdomen
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan,
abdomenya akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti
masih hamil. Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen
kembali ke keadaan sebelum hamil (Zakiyyah, 2018).
5. Sistem Urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah
wanita melahirkan. Diperlukan kira-kira dua smpai 8 minggu supaya
hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali
ke keadaan sebelum hamil (Zakiyyah, 2018).
6. Sistem Pencernaan
a. Nafsu Makan
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anestesia, dan
keletihan, ibu merasa sangat lapar.
b. Mortilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna
menetap selam waktu yang singkat setelah bayi lahir.
c. Defekasi
Buang air besar secara spontan bias tertunda selama dua sampai
tiga hari setelah ibu melahirkan (Zakiyyah, 2018).
7. Payudara
Konsentrasi hormon yang menstimulasai perkembangan payu dara
selama wanita hamil (esterogen, progesteron, human chorionik
gonadotropin, prolaktin, krotison, dan insulin) menurun dengan cepat
setelah bayi lahir.
1. Mobilisasi Dini
Karena lelah sehabis melahirkan, ibu harus istirahat tidur telentang
selama 8 jam pasca persalinan. Kemudian boleh miring ke kanan ke kiri
untuk mencegah terjadinya trombosis dan trombo emboli. Pada hari
kedua di perbolehkan duduk, hari ketiga jalan-jalan dan hari keempat
atau kelima sudah di perbolehkan pulang Mobilitas di atas memiki
variasi tergantung komplikasi persalinan nifas dan sembuhnya luka- luka.
Keuntungan dari mobilisasi dini adalah:
a. Melancarkan pengeluaran lochea.
b. Mengurangi infeksi puerperium.
c. Mempercepat involusi alat kandungan.
d. Melancarkan fungsi alat gastrointestinal dan alat perkemihan.
e. Meningkatkan kelancaran peredaran darah sehingga mempercepat
fungsi ASI dan pengeluaran sisa metabolisme.
2. Rawat Gabung
Perawatan ibu dan bayi dalam satu ruangan Sehingga ibu lebih
banyak memperhatikan bayinya, segera dapat Memberikan ASI sehingga
kelancaran pengeluaran ASI lebih terjamin.
3. Pemeriksaan Umum
Pemeriksaan umum yang perlu dilakukan antara lain adalah
kesadaran penderita, keluhan yang terjadi setelah persalinan.
4. Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan khusus ibu masa nifas meliputi:
a. Pemeriksaan tanda vital: Tekanan darah, nadi dan suhu.
b. Fundus uteri: Tinggi fundus uteri, kontraksi uterus.
c. Payudara, Puting susu, pembesaran dan pengeluaran ASI.
d. Lochea, Lochea rubra, lochea sanguolenta, lochea serosa, lochea alba
e. Luka jahitan episiotomi: Apakah baik atau terbuka, apakah ada tanda-
tanda infeksi (Zakiyyah, 2018).
K. Komplikasi
1. Pembengkakan payudara.
2. Mastitis (peradangan pada payudara).
3. Endometritis (peradangan pada endometrium).
4. Post partum blues.
5. Infeksi puerperalis ditandai dengan pembengkakan, rasa nyeri,
kemerahan pada jaringan terinfeksi atau pengeluaran cairan berbau dari
jalan lahir selama persalinan atau sesudah persalinan (Zakiyyah, 2018).
L. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan umum: tekanan darah, nadi, keluhan dan lain sebagainya.
2. Keadaan umum: tanda – tanda vital, selera makan dan lain – lain.
3. Payudara: air susu, puting.
4. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
5. Sekresi yang keluar atau lochea.
6. Keadaan alat kandungan.
7. Pemeriksaan laboratorium: hemoglobin, hematokrit, leukosit, serum.
8. Ultra sonografi untuk melihat sisa plasenta.
M. Penatalaksanaan Postpartum
1. Observasi ketat 2 jam post partum adanya komplikasi perdarahan.
2. 6 – 8 jam pasca persalinan: istirahat dan tidur tenang usahakan miring
kanan kiri.
3. Hari ke 1 – 2: memberikan KIE kebersihan diri, cara menyusui yang
benar dan perawatan payudara, perubahan – perubahan yang terjadi pada
masa nifas pemberian informasi tentang senam nifas.
4. Hari ke – 2: mulai latihan duduk.
5. Hari ke – 3: diperkenankan latihan berdiri dan berjalan (Zakiyyah, 2018).
WOC
POST PARTUM NORMAL
Luka Episiotomi Perubahan Perubahan
Fisiologi Psikologi
Proses Involusi Taking in Taking hold Letting go (kemandirian)
Vagina dan perineum
(ketergantungan) (ketergantungan
mandiri)
Butuh
Belajar mengenai Kondisi tubuh mengalami
Ruptur jaringan perlindungan dan
perawatan diri & perubahan
Peningkatan pelayanan
bayi
kadar oksitosin,
Peningkatan
kontraksi uterus Kurang
Personal hygiene kurang baik Berfokus pada diri
pengetahuan
sendiri dan lemas
NYERI AKUT Genetalia kotor Perdarahan GANGGUAN Perubahan menjadi
POLA TIDUR RESIKO orangtua
RESIKO GANGGUAN
Takut mengejan RESIKO
INFEKSI PROSES
KEKURANGAN PARENTING KETIDAKEFEKTIFAN
VOLUME
MENYUSUI
CAIRAN
KONSTIPASI
A. Pengkajian
1. Pengkajian Fisiologis
Pengkajian fisiologis lebih difokuskan pada proses involusi organ reproduksi,
perubahan biofisik sistem tubuh dan deteksi adanya hambatan pada
proses laktasi. Area pengkajian fisiologis post partum antara lain:
a. Suhu
Suhu merupakan penanda awal adanya infeksi, suhu yang
cenderung tinggi juga dapat menandakan ibu mengalami dehidrasi.
Suhu dikaji tiap satu jam selama 8 jam setelah persalinan, kemudian
dikaji tiap dua jam sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
b. Nadi, Pernapasan dan Tekanan Darah
Frekuensi nadi yang lebih dari normal (diatas 100 kali/menit)
sebagai tanda adanya infeksi, hemoragi, nyeri, atau kecemasan.
Tekanan darah yang cenderung rendah dapat merupakan tanda syok
atau emboli. Nadi, pernapasan dan tekanan darah dikaji tiap 15 menit
sampai dengan empat jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap 30
menit sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
c. Fundus, Lochea dan Kandung Kemih
Fundus dapat sedikit meninggi pasca persalinan, tetapi dihari
berikutnya fundus akan mulai turun sekitar satu cm sehingga pada hari
ke 10 fundus sudah tidak teraba. Hari-hari awal setelah persalinan,
fundus akan teraba keras dengan bentuk bundar mulus, bila ditemukan
fundus teraba lembek atau kendur menunjukkan terjadinya atonia atau
subinvolusi. Ketika dilakukan palpasi, kandung kemih harus kosong
agar pengukuran fundus lebih akurat. Kandung kemih yang terisi akan
menggeser uterus dan meningkatkan tinggi fundus.
Lochea dapat dijadikan sebagai acuan kemajuan proses
penyembuhan endometrium. Lochea memiliki warna yang berbeda
setiap harinya, lochea rubra (berwarna merah gelap, keluar dari hari
kesatu sampai hari ketiga setelah persalinan, jumlahnya sedang),
lochea serosa (berwarna merah muda, muncul dihari ke empat sampai
hari ke 10 setelah persalinan, jumlahnya lebih sedikit dari lokhea
rubra), lochea alba (berwarna putih kekuningan, muncul dari hari ke
10 sampai minggu ketiga setelah persalinan, jumlahnya sangat
sedikit).
Munculnya perdarahan merah segar setelah selesainya lokhea
rubra atau setelah selesainya lokhea serosa menandakan terjadinya
infeksi atau hemoragi yang lambat. Fundus, lokhea dan kandung
kemih dikaji tiap 15 menit sampai dengan empat jam setelah
persalinan, kemudian dikaji tiap 30 menit sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
d. Perineum
Pengkajian pada daerah perineum dimaksudkan untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hematoma, memar (ekimosis), edema,
kemerahan (eritema), dan nyeri tekan. Bila ada jahitan luka, kaji
keutuhan, perdarahan dan tanda-tanda infeksi (kemerahan, nyeri tekan
dan bengkak). Perineum dikaji tiap satu jam sampai dengan 24 jam
setelah persalinan.
e. Payudara dan Tungkai
Pengkajian payudara meliputi bentuk, ukuran, warna, dan
kesimetrisan serta palpasi konsistensi dan deteksi apakah ada nyeri
tekan guna persiapan menyusui. Hari pertama dan kedua pasca
melahirkan akan ditemukan sekresi kolostrum yang banyak.
Pengkajian pada tungkai dimaksudkan untuk menetahui ada tidaknya
tromboflebitis. Payudara dan tungkai dikaji tiap satu jam sampai
dengan 8 jam setelah persalinan, kemudian dikaji tiap empat jam
sampai dengan 24 jam setelah persalinan.
f. Eliminasi
Pengkajian eliminasi meliputi pengkajian bising usus, inspeksi
dan palpasi adanya distensi abdomen. Ibu post partum dianjurkan
untuk berkemih sesegera mungkin untuk menghindari distensi
kandung kemih. Eliminasi dikaji setiap 9 jam, kaji juga defekasi setiap
harinya.
2. Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial ini difokuskan pada interaksi dan adaptasi ibu, bayi
baru lahir dan keluarga. Perawat melihat status emosianal dan respon ibu
terhadap pengalaman kelahiran, interaksi dengan bayi baru lahir,
menyusui bayi baru lahir, penyesuaian terhadap peran baru, hubungan
baru dalam keluarga, dan peningkatan pemahaman dalam perawatan diri.
a. Aktivitas Istirahat
Insomnia mungkin teramati.
b. Sirkulasi
Episode diaforetik lebih sering terjadi pada malam hari.
c. Integritas Ego
Peka rangsang, takut / menangis (“postpartum blues” sering terlihat kira –
kira 3 hari setelah melahirkan.
d. Makanan / Cairan
Kehilangan nafsu makan mungkin dikeluhkan kira – kira hari ke – 3.
e. Nyeri / Ketidaknyamanan
Nyeri tekan payudara / pembesaran dapat terjadi di antara hari ke – 3
sampai ke – 5 pascapartum.
f. Seksualitas
Uterus 1 cm di atas umbilicus pada 12 jam setelah kelahiran menurun kira
– kira 1 lebar jari setiap harinya. Lochea rubra berlanjut sampai hari
ke 2 – 3, berlanjut menjadi lochea serosa dengan aliran tergantung
pada posisi (misal recumbent versus ambulasi berdiri) dan aktivitas
(misal menyusui).
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien postpartum
menurut Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (2017) adalah:
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (post partum).
2. Menyusui tidak efektif berhubungan dengan ketidakadekuatan suplai
ASI, hambatan pada neonatus, anomaly payudara ibu, ketidakadekuatan
refleks oksitosin, ketidakadekuatan reflex menghisap bayi, payudara
bengkak, riwayat operasi payudara, kelahiran kembar, tidak rawat
gabung, kurang terpapar informasi tentang pentingnya menyusui dan/atau
metode menyusui, kurang dukungan keluarga, faktor budaya.
3. Defisit pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang laktasi ber-hubungan
dengan keterbatasan kognitif, gangguan fungsi kognitif, kekeliruan
mengikuti anjuran, kurang terpapar informasi, kurang minat dalam
belajar, kurang mampu mengingat, ketidaktahuan me-nemukan sumber
informasi.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan efek prosedur invasif, peningkatan
paparan organism patogen lingkungan, malnutrisi, ketidakadekuatan
pertahanan tubuh primer, ketidakadekuatan pertahanan tubuh sekunder.
Apriyani, H., Suarni, L., & Sono. (2016). Pengaruh Pendidikan Kesehatan
Perawatan Ibu Nifas Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Kepuasan Ibu Post
Partum di RS M. Yusuf Kalibalangan Lampung Utara. Jurnal Kesehatan
Metro Sai Wawai, 9(1), 40–45.
Lestari, A., Atoy, L., & Taamu, M. (2019). Penerapan Perawatan Payudara Pada
Pasien Post Natal Care (PNC) Terhadap Keberhasilan Menyusui. Health
Information: Jurnal Penelitian, 11(1), 1–7.
Pinaringsih, T., Riyanti, E., & Kusumawati, A. (2017). Faktor - Faktor Yang
Berhubungan Dengan Niat Kunjungan Ibu Nifas ke Pelayanan Kesehatan di
Wilayah Kerja Puskesmas Tlogosari Kulon Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat (e-Journal), 5(3), 653–660.
Reinissa, A., & Indrawati, F. (2017). Persepsi Ibu Nifas Tentang Pelayanan
Postnatal Care Dengan Kunjungan Ulang. Higeia Journal of Public Health
Research and Development, 1(3), 33–42.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2017. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi
1. Jakarta: PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2017. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Edisi 1. Jakarta: PPNI