Disusun Oleh:
MUTIARA FITRI
NIM. 211133057
VISI
MISI
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN NEONATUS DENGAN SEIZURE
DI RUANG NIFAS RSUD ABDUL AZIZ SINGKAWANG
Telah mendapat persetujuan dari Pembimbing Akademik
(Clinical Teacher) dan Pembimbing Klinik (Clinical Instructure).
Mengetahui,
Mahasiswa
Mutiara Fitri
211133057
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kejang dan spasme merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang
sering terjadi pada BBL, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang
cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele
dikemudian hari. Disamping itu kejang dapat merupakan tanda atau masalah dari
satu masalah atau lebih. Sekitar 70-80% BBL secara klinis tidak tampak kejang,
namun secara elektrografik masih mengalami kejang. Karena sulitnya mengenal
bangkitan kejang pada BBL, angka kejadian sesungguhnya tidak diketahui
(Kusuma, 2019).
Meskipun demikian angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2
setiap 1000 BBL pertahun, sedang pada kepustakaan lain menyebutkan 1-5% bayi
pada bulan pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat pada bayi kurang bulan
sebesar 57.5-132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran
hidup. Pada kepustakaan lain menyebutkan bahwa insidensi 20% pada bayi kurang
bulan dan 1.4% pada bayi cukup bulan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang diatas, maka ditetapkan rumusan
masalah sebagai berikut “Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Neonatus dengan
Seizure/Kejang di RSUD Abdul Aziz Singkawang?”.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dibuatnya Laporan Pendahuluan ini agar mahasiswa mampu
menerapkan Asuhan Keperawatan pada Ibu Nifas dengan post Sectio Caesarea
di RSUD Abdul Aziz Singkawang.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada neonatus dengan kejang
b. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada neonatus dengan kejang
c. Mampu merumuskan rencana asuhan keperawatan pada neonatus dengan
kejang
d. Mampu melakukan tindakan keperawatan pada neonatus dengan kejang
e. Mampu merumuskan evaluasi pada neonatus dengan kejang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi pada
bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan
darurat karena kejang merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat
(SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir sering
tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini
disebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks pada bayi baru lahir
(Chrismayanti, 2018).
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik pada satu atau
lebih anggota gerak. Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi
dan berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari
aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik karena
bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di dalam sel otak.
B. Etiologi
Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati; biasanya
kejang timbul pada 24 jam pertama kelahiran, perdarahan intrakranial, dan
trauma susunan saraf pusat yang dapat terjadi pada persalinan presentasi
bokong, ekstrasi cunam atau ekstrasi vakum berat
2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti:
hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan
hipernatremia. Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin, dan kelainan
metabolisme asam amino. Kejang dengan penyebab ini dapat terjadi 24-48 jam
pertama.
3. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat disebabkan adanya
infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH dan Tetanus Neonatorum
C. Klasifikasi
Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung jenis penyakit yang
mendasari dan berat ringan penyakitnya.
1. Berdasarkan lokasi kejang
Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang fokal
dicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan termasuk gerakan yang kuat
dari kepala dan mata ke salah satu sisi, pergerakan klonik unilateral yang
diawali dari muka atau ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi
(kesemutan) atau nyeri lokal pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum,
bisa menyuluruh pada organ tubuh, dapat berlangsung bertahap maupun
bersamaan. Terkadang kejang ini tak dapat dideteksi atau tersamar, yaitu
mmiliki ciri – ciri:
a. Hampir tidak terlihat
c. Bentuk kejang :
f. Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal, kelopak mata
a. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri – ciri yang
kanan
terjadi pada:
klonik.
Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang
berulang dan terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks moro.\
selama kejang.
Demam
D. Manifestasi Klinis
1. Tremor/gemetar
2. Hiperaktif
3. Kejang-kejang
F. Komplikasi
1. Hipoksia serebral proksimal
2. Perubahan aliran darah ke otak
3. Edema cerebral
4. Asidosis laktat
G. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Nule, 2018) pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah:
1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama kalsium
dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan
titer TORCH
H. Penatalaksaan
1. Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
dilakukan kompres dengan air kran atau alkohol atau dapat juga diberi
KONSEP KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan
dan kelahiran.
a. Riwayat kehamilan
4) Ibu menderita DM
b. Riwayat persalinan
2) Persalinan presipitatus
3) Gawat janin
c. Riwayat kelahiran
1) Trauma lahir
2) Lahir asfiksia
Objektif
1. Gelisah
2. Sianosis
3. Bunyi nafas menurun
4. Frekuensi nafas berubah
5. Pola nafas berubah
2. Resiko Cidera (D.0136) Tingkat Cedera Manajemen
(L.14136) keselamatan
Faktor resiko lingkungan (I.14513)
Eksternal Setelah dilakukan
1. Terpapar pathogen tindakan Observasi
2. Terpapar zat kimia toksik keperawatan di 1. Identifikasi
3. Terpapar agen nosocomial harapkan tingkat kebutuhan
4. Ketidakamanan cedera menurun keselamatan
transportasi dengan kriteria ( mis.kondisi fisik,
hasil : fungsi kognitif dan
Internal riwayat perilaku)
1. Ketidaknormalan profil - Kejadian
darah cedera Terapeutik
2. Perubahan orientasi menurun 2. Modifikasi
afektif - Luka/lecet lingkungan untuk
3. Perubahan sensasi menurun meminimalkan
4. Disfungsi autoimun bahaya dan resiko
5. Disfungsi biokimia 3. Sediakan alat
6. Hipoksia jaringan bantu bantu
7. Kegagalan mekanisme kemanan
pertahan tubuh lingkungan (mis
8. Malnutrisi pegangan tangan)
9. Perubahan fungsi 4. Gunakan
psikomotor perangkat
10. Perubahan fungsi kognitif pelindung ( mis
pintu terkunci,
Kondisi Klinis Terkait pagar)
1. Kejang
2. Sinkop
3. Vertigo
4. Gangguan penglihatan
5. Gangguan pendengaran
6. Penyakit Parkinson
7. Hipotensi
8. Kelainan nervus
vestibularis
9. Retardasi mental
3. Resiko Aspirasi (D.0006) Tingkat Aspirasi Pencegahan Aspirasi (
(L.01006) I.01018)
Factor resiko
1. Penurunan tingkat Setelah dilakukan Observasi
kesadaran tindakan 1. monitor tingkat
2. Penurunan reflex muntah keperawatan kesadaran, batuk
atau batuk selama 3x24 jam muntah dan
3. Gangguan menelan diharapkan menelan
4. Disfagia tingkat aspirasi 2. monitor status
5. Kerusakan mobilitas fisik menurun dengan pernafasan
6. Peningkatan residu kriteria hasil:
lambung - tingkat terapeutik
7. Peningkatan tekanan kesadaran 3. pertahankan
intragastrik meningkat kepatenan jalan
8. Penurunan motilitas - kemampuan nafas
gastrointestinal menelan 4. lakukan
9. Sfingter esophagus bawah meningkat penghisapan jalan
inkompeten - dispneu nafas jika produksi
10. Perlambatan pengosongan menurun secret meningkat
lambung - kelemahan otot 5. sediakan suction
11. Terpasang selang menurun diruangan
nasogastric - akumulasi
12. Terpasang trakeostomi secret menurun
atau endotrakeal tube - sianosis
13. Trauma/pembedahan menurun
leher, mulut dan wajah - frekuensi nafas
14. Efek agen farmakologis membaik
15. Ketidakmatangan
koordinasi menghisap
menelan dan bernapas
D. Implementasi
Merupakan inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang
spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana tindakan disusun dan ditujukan
pada nursing orders untuk membantu klien mncapai tujuan yang diharapkan. Oleh
karena itu rencana tindakan yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor-
faktor yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan pelaksanaan adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan
memfasilitasi koping.
E. Evaluasi
Tindakan intelektual yang melengkapi proses keperawatan yang menandakan
seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan sudah
berhasil dicapai. Meskipun tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses
keperawatan, evaluasi merupakan bagian integral pada setiap tahap proses
keperawatan.
BAB IV