Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1         Latar Belakang
Kejang dan spasme merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang
sering terjadi pada BBL, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang
cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele
dikemudian hari. Disamping itu kejang dapat merupakan tanda atau masalah dari
satu masalah atau lebih. Sekitar 70-80% BBL secara klinis tidak tampak kejang,
namun secara elektrografik masih mengalami kejang. Karena sulitnya mengenal
bangkitan kejang pada BBL, angka kejadian sesungguhnya tidak diketahui.
Meskipun demikian angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara
0.8-1.2 setiap 1000 BBL pertahun, sedang pada kepustakaan lain menyebutkan 1-
5% bayi pada bulan pertama mengalami kejang. Insidensi meningkat pada bayi
kurang bulan sebesar 57.5-132 dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap
1000 kelahiran hidup. Pada kepustakaan lain menyebutkan bahwa insidensi 20%
pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi cukup bulan.

1.2        Rumusan Masalah
1.2.1        Apa definisi dari kejang pada BBL?
1.2.2        Apa saja jenis-jenis kejang yang sering terjadi pada BBL?
1.2.3        Apa saja masalah yang timbul oleh kejang pada BBL?
1.2.4        Apa etiologi kejang pada BBL?
1.2.5        Bagaimana patofisiologi kejang pada BBL?
1.2.6        Bagaimana manifestasi klinik kejang pada BBL?
1.2.7        Bagaimana diagnosis kejang pada BBL?
1.2.8        Bagaimana diagnosis banding kejang pada BBL?
1.2.9        Bagaimana penatalaksanaan kejang pada BBL?
1.3        Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.3.1           Untuk mengetahui definisi kejang pada BBL
1.3.2           Untuk mengetahui jenis-jenis kejang yang terjadi pada BBL.
1.3.3           Untuk mengetahui masalah yang dapat timbul oleh kejang pada BBL
1.3.4           Untuk mengetahui etiologi kejang pada BBL
1.3.5           Untuk mengetahui patofisiologi kejang pada BBL
1.3.6           Untuk mengetahui manifestasi klinik kejang pada BBL
1.3.7           Untuk mengetahui diagnosis kejang pada BBL
1.3.8           Untuk mengetahui diagnosis banding kejang pada BBL
1.3.9           Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang pada BBL

1.4        Manfaat Penulisan
1.4.1        Bagi Penulis
Penulis mampu memahami kejang pada BBL serta penatalaksanaanya
sehingga dapat menambah wawasan yang dapat bermanfaat dalam melaksanakan
pelayanan kebidanan kelak.
1.4.2        Bagi Pembaca
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi sumber referensi
yang dapat digunakan sebagai penunjang kegiatan perkuliahan serta sebagai bekal
pengetahuan yang bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kebidanan
dikemudian hari.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi kejang pada BBL


Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi
neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem
syaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. (Kosim,
Soleh:2008)
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau tonik pada
satu atau lebih anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006)
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan
berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari
aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik karena
bersinggungannya ion (+) dan ion (-) di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan
tungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir adalah kejang yang terjadi pada
bayi baru lahir sampai dengan usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan
darurat karena kejang merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat
(SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru lahir sering
tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak dan dewasa. Hal ini
disebabkan karena ketidakmatangan organisasi korteks pada bayi baru lahir.
Kejang umum tonik – klonik jarang pada bayi baru lahir. Pada prinsipnya,
setiap gerakan yang tidak biasa apabila berlangsung berulang-ulang dan
periodik,harus dipikirkan manifestasi kejang. Kejang yang berulang menyebabkan
berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menimbulkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam antara lain: infeksi saluran pernapasan atas,
otitis media akut, pnemonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis,
dan infeksi saluran kemih. 
2.2 Klasifikasi Kejang
Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung jenis penyakit yang
mendasari dan berat ringan penyakitnya.

2.2.1 Berdasarkan lokasi kejang


Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum. Kejang fokal
dicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan termasuk gerakan yang kuat dari
kepala dan mata ke salah satu sisi, pergerakan klonik unilateral yang diawali dari
muka atau ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi (kesemutan) atau
nyeri lokal pada suatu area. Sedangkan pada kejang umum, bisa menyuluruh pada
organ tubuh, dapat berlangsung bertahap maupun bersamaan. Terkadang kejang
ini tak dapat dideteksi atau tersamar, yaitu mmiliki ciri – ciri:
1.      Hampir tidak terlihat
2.      Menggambarkan perubahan tingkah laku
3.      Bentuk kejang :
a.       Otot muka, mulut, lidah menunjukan gerakan menyeringai
b.      Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba menghisap,
mengunyah, menelan, menguap
c.       Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara horisontal, kelopak mata berkedip-
kedip, gerakan cepat dari bola mata
d.      Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti berenang, mangayuh pada anggota
gerak atas dan bawah
e.       Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
f.       Untuk memastikan : pemeriksaan EEG

2.2.2 Berdasarkan serangan pada otot


1. Kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri – ciri yang dapat
diperhatikan adalah:
a.       Berlangsung selama 1-3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan
kesadaran
b.      Dapat disebabkan trauma fokal
c.       BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG, pemeriksaan kepala
untuk mengetahui adanya perdarahan otak, kemungkinan infark serebri
d.   Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama bayi cukup bulan
dengan BB>2500 gram
e.    Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih anggota gerak yang
berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misal kejang klonik lengan kiri
diikuti kejang klonik tungkai bawah kanan
2.  Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau kekakuan. Dapat terjadi pada:
a.       Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan pada bayi
dengan komplikasi perinatal berat
b.      Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu ekstremitas, pergerakan tonik
umum dengan ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi
3.    Kejang tonik – klonik, merupakan kumpulan gejala kejang tonik dan klonik. 
4.    Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti adanya kejutan. Gerakan
ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan
terjadinya cepat, gerakan menyerupai refleks moro.
5.    Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya gerakan selama kejang.
2.2.3 Berdasarkan sisi otak yang terkena
1.    Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
2.    Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
3.    Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan pada bagian tubuh
tertentu
4.    Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan perilaku repetitif yang
kompleks misalnya berjalan berputar – putar
5.    Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan mengunyah, gerakan bibir
mecucu
6.    Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala halusinasi bau, baik yang
menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan
2.2.4 Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta
1.    Kejang dengan demam, meliputi Kejang Demam dan non-Kejang Demam
a.         Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam Sederhana (KDS) dan Kejang
Demam Kompleks (KDK)
         KDS (simple febrile seizures)
Adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan tidak berulang pada hari
yang sama. Tidak menyebabkan kelumpuhan, meninggal ataupun mengganggu
kecerdasan. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian hari juga sangat kecil (2 –
3%). Resiko terbanyak adalah berulangnya kejang demam, yang dapat terjadi
pada 30 – 50% anak – anak.

         KDK (complex febile seizures atau complex partial seiuzures)


Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh, berlangsung lama (lebih dari 15
menit) atau berulang dua kali atau lebih dalam satu hari. Resiko untuk menjadi
epilepsi dikemudian hari dan resiko berulangnya kejang demam lebih tinggi dari
KDS. Untuk anak yang mengalami kelainan saraf yang nyata, dokter akan
mempertimbangkan untuk memberikan pengobatan dengan anti kejang selama 1 –
3 tahun.  
b.        Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya disebabkan oleh: infeksi
intrakranial meningitis/ensefalitis, gangguan elektrolit berat akibat dehidrasi,
serangan epilepsi yang disertai demam, dan penyakit dengan demam dan gerakan
mirip kejang.
2.    Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa penyakit diantaranya: epilepsi
(tanpa demam dan berulang), hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpa
demam, keracunan, trauma, dan hipoksia.

2.3              Masalah yang Ditimbulkan


1.   Kejang pada BBL sering berhubungan dengan penyakit yang berat dan
memerlukan penanganan yang lebih spesifik.
2.   Kejang pada BBL sering memerlukan intervensi khusus seperti pemberian bantuan
nutrisi dan respirasi yang berhubungan dengan penyakit yang bersangkutan.
3.   Harus berhat-hati karena pada keadaan tertentu, kejang pada BBL dapat
mengakibatkan kelainan pada otak.
4.   Kejang yang terjadi terus menerus menyebabkan hipoksia serebral progresif,
perubahan aliran darah otak, edema cerebral dan asidosis laktat. Perubahan
tersebut tampak pada pemeriksaan USG Dopler dan spektroskopi resonansi
magnetik.

2.4  Etiologi kejang pada BBL


Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1.   Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik ensefalopati; biasanya kejang
timbul pada 24 jam pertama kelahiran, perdarahan intrakranial, dan trauma
susunan saraf pusat yang dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong, ekstrasi
cunam atau ekstrasi vakum berat 
2.   Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme seperti: hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan hipernatremia.
Hiperbilirubinemia, ketergantungan piridoksin, dan kelainan metabolisme asam
amino. Kejang dengan penyebab ini dapat terjadi 24-48 jam pertama.
3.   Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat disebabkan adanya
infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH dan Tetanus Neonatorum.

2.5 Patofisiologi kejang pada BBL


            Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya kejang akibat
loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi
otak yang mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada
syaraf akibat masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium
melalui membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane memerlukan
energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada mekanisme pompa yaitu
keluarnya Natrium dan masuknya Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui oleh ion K, ion
Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K+ dalam sel neuron lebih tinggi
daripada di luar sel, sedangkan konsentrasi Na+ di dalam sel lebih rendah daripada
di luar sel. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel
maka terdapat perbedaan potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan menyebabkan
metabolisme basal meningkat 10 – 15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%.
Jadi pada kenaikan suhu tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari
membran dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
natrium melalui membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas
muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel
maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut
neurotransmitter sehingga terjadi kejang.

2.6     Manifestasi klinik kejang pada BBL


1.      Tremor/gemetar
2.      Hiperaktif
3.      Kejang-kejang
4.      Tiba-tiba menangis melengking
5.      Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya kesadaran
6.      Pergerakan tidak terkendali
7.      Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal

2.7     Diagnosis
Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan dengan urutan
sebagai berikut :
1.        Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan, riwayat persalinan
dan kelahiran.
a.    Riwayat kehamilan
   Bayi kecil untuk masa kehamilan
   Bayi kurang bulan
   Ibu tidak disuntik TT
   Ibu menderita DM
b.   Riwayat persalinan
   Persalinan dengan tindakan
   Persalinan presipitatus
   Gawat janin
c.    Riwayat kelahiran
   Trauma lahir
   Lahir asfiksia
   Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
2.        Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a.    Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b.   Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
c.    Tanda-tanda infeksi lainnya
3.        Penilaian kejang
a.    Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus, kedipan mata proksimal,
gerakan mengunyah, gerakan otot-otot muka, timbulnya apnea yang episode,
adanya kelemahan umum yang periodik, tremor, jitterness, gerakan klonik
sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku.
b.   Lama kejang.
c.    Apakah pernah terjadi sebelumnya.
4.        Pemeriksaan laboratorium
1.   Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit darah (terutama kalsium
dan magnesium), darah tepi, punksi lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan
titer TORCH
2.   EKG dan EEC
3.   Foto rotgen dan USG kepala

2.8 Diagnosis banding


1.         Anoksia susunan saraf pusat didapatkan gejala kejang yang disertai kebiruan
pada tubuh bayi dan gagal napas.
2.         Perdarahan otak bila diperoleh kejang dengan riwayat trauma lahir pada kepala
bayi.
3.         Cacat bawaan bila pada pemeriksaan didaptkan kejang dengan kelainan
mikrosefali.
4.         Sepsis yaitu kejang yang disertai pemeriksaan fisik perut buncit dan
hepatosplenomegali.
5.         Tetanus toksoid bila kejang disertai mulut mecucu.

2.9     Penatalaksanaan kejang pada BBL


2.9.1        Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
a.       Menjaga jalan nafas tetap bebas
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar oksigenasi
terjamin. Tindakan yang dapat segera dilakukan adalah membuka semua pakaian
yang ketat. Kepala sebaiknya dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi
lambung. Bisa juga dengan memberikan benda yang dapat digigit guna mencegah
tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan napas.
b.      Mengatasi kejang secepat mungkin
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan
kompres dengan air kran atau alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas
(antipiretik). Obat anti kejang seperti diazepam dalam sediaan perectal dapat
diberikan sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari BB, BB <10kg diberikan
5mg dan BB >10kg rata-rata pemakaiannya 0,4 - 0,6mg/KgBB.
c.    Mengobati penyebab kejang
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-obatan untuk
mengatasi penyebabnya. Misalnya kejang dikarenakan infeksi traktus respiratori
bagian atas, pemberian antibiotik yang tepat dapat mngobati infeksi tersebut.

2.9.2 Penanganan kejang pada BBL


a.    Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak kedinginan, suhu
dipertahankan 36,5-37ᴼC
b.   Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut,
hisung dan nasofaring
c.    Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat Bag to Mouth
Face Mask oksigen 2 liter/menit
d.   Infus
e.    Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5 mg/kg/supp/im setiap 2 menit
sampai kejang teratasi dan luminal 30 mg im/iv
f.    Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
g.   Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10% dengan tetesan
60ml/kgBB/hr
h.   Cari faktor penyebab
      Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
      Apakah mungkin bayi prematur
      Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
      Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika
      Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia
darah, kultur darah, pemeriksaan TORCH
      Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
      Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
 Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20
mg iv setiap 12 jam
 Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
 Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2
ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-
50 mg
 Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus dextrose 10%
BAB III
KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA BAYI BARU LAHIR


TERHADAP BAYI Ny. ”R” DENGAN KEJANG
DI RB KASIH IBU

I. PENGUMPULAN DATA DASAR


Anamnesa, ada tanggal 19 November 2007
A. Identitas
Nama Bayi : By. Ny. Rina
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak ke : I (pertama)

Nama Ibu : Ny. Rina Nama Suami : Tn. Yudi


Umur : 22 Tahun Umur : 25 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku : Jawa Suku : Jawa
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Teratai No. 29 Alamat : Jl. Teratai No. 29
16 C Metro 16 C Metro

B. Keluhan Utama
Bayi Ny. Rina lahir spontan pervaginam, dengan keluhan kejang, bayi tampak kejang,
mata berputar-putar, sianosis, ektremitas kaku, tremor, bayi mengalami asfiksia
ringan, sulit bernafas, suhu tubuh 36oC, apgar score 5/8. BB : 2800 gr, PB : 50 cm,
denyut jantung : 98 x/menit
C. Riwayat Persalinan
1. Persalinan ditolong oleh : Bidan
2. Jenis persalinan : Spontan pervaginam
3. Tempat persalinan : RB Kasih Ibu
4. Lama persalinan :
a. Kala I : 10 jam 30 menit
b. Kala II : 30 menit
c. Kala III : 30 menit
d. Kala IV : 2 jam
5. Masalah yang terjadi selama persalinan : tidak ada
6. Keadaan air ketuban : jernih
7. Keadaan umum bayi : kelahiran tunggal, usia kehamilan saat melahirkan + 40
minggu

D. Pemeriksaan Fisik
1. Nilai apgar
No Asfek Yang 0 1 21 Waktu
Dinilai 1 5
1. Frekuensi Tidak ada Kurang dari 100 Lebih dari 100 1 2
denyut jantung
2. Usaha Tidak ada Lambat teratur Menangis kuat 1 1
bernafas
3. Tonus otot Lumpuh Ekstremitas Gerakan aktif 1 1
flexi sedikit
4. Reaksi Tidak ada Gerakan sedikit Menangis 1 2
terhadap
rangsangan
5. Warna kulit Biru/pucat Tubuh Seluruh tubuh 1 2
kemerahan kemerahan
ekstremitas biru
Jumlah 5 8

2. Atropometri
a. Berat badan : 2800 gr
b. Panjang badan : 49 cm
c. Lingkar kepala : 35 cm
d. Lingkar dada : 30
e. Lila : 9,5 cm
3. Reflek
a. Moro : tidak ada
b. Tonic neak : tidak ada
c. Palmargrap : tidak ada
4. Menangis : tidak menangis spontan, bayi manangis saat dirangsang
5. Tanda vital-vital
a. Nadi : 110 x/menit
b. Suhu : 36oC
c. Pernafasan : 32 x/menit
6. Kepala
a. Simetris : tidak ada kelainan yang dialami
b. Ubun-ubun besar : cembung
c. Ubun-ubun kecil : tidak ada
d. Caput succedenum : tidak ada
e. Chepal hematoma : tidak ada
f. Sutura : tidak ada moulage
g. Luka kepala : tidak ada
h. Kelainan yang dijumpai : tidak ada kelainan
7. Mata
a. Posisi : simetris kanan dan kiri, tampak berputar-putar
b. Kotoran : tidak terdapat kotoran
c. Perdarahan : tidak terdapat perdarahan
d. konjungtiva: : pucat , sclera : ikterik
8. Hidung
a. Lubang hidung : terdapat 2 lubang kanan dan kiri
b. Cuping hidung : ada, simetris kanan dan kiri
c. Keluaran : tidak ada
9. Mulut
a. Simetris : atas dan bawah
b. Palatum : tidak ada celah
c. Saliva : tidak ada hipersaliva
d. Bibir : tidak ada labia skizis
e. Gusi : merah, tidak ada laserasi
f. Lidah bintik putih : tidak ada
10. Telinga
a. Simetris : kanan dan kiri
b. Daun telinga : ada kanan dan kiri
c. Lubang telinga : ada kanan dan kiri berlubang
d. Keluhan : tidak ada
11. Leher
a. Kelainan : tidak ada kelainan
b. Pergerakan : dapat bergerak ke kanan dan ke kiri
12. Dada
a. Simetris : simetris akan dan kiri
b. Pengeraakan : bergerak waktu bernafas
c. Bunyi nafas : nafas lambat, teratur
d. Bunyi jantung : dangkal, cepat, tidak teratur, 98 x/menit
13. Perut
a. Bentuk : simetris, tidak ada kelainan
b. Bising usus : teratur
c. Kelainan : tidak ada kelainan
14. Tali pusat
a. Pembuluh darah : 2 arteri 1 vena
b. Perdarahan : tidak ada perdarahan
c. Kelainan : tidak ada kelainan
15. Kulit
a. Warna : kebiruan
b. Turgor : (+) ada
c. Lanugo : ada
d. Vernik kaseosa : ada
e. Kalainan : tidak ada kelainan
16. Punggung
a. Bentuk : lurus
b. Kelainan : tidak ada kelainan
17. Ekstremitas
a. Tangan : simetris kanan dan kiri, kulit tampak biru
b. Kaki : simetris kanan dan kiri, kulit tampak biru
c. Pergerakan : kaku
d. Kuku : lengkap, warna kebiruan
e. Bentuk kaki : lurus
f. Bentuk tangan : lurus
g. Kelainan : tidak ada kelainan
18. Genetalia : jenis kelamin perempuan

II.INTERPRESTASI DATA DASAR


1.Diagnosa
Bayi Ny. Rina lahir spontan pervaginam cukup bulan dengan kejang
Dasar: Bayi kejang seluruh tubuh, suhu tubuh 36oC, apgar score 5/8 berat badan: 2800 gr,
tinggi badan : 49 cm, denyut jantung 98 x/menit, ekstremitas kaku dan mata
berputar-putar.
2. Masalah
1. Kejang
Dasar:
a. Ektremitas bayi pergerakannya kaku
b. Mata berputar-putar
c. Seluruh tubuh bayi kejang
2. Gangguan O2
Dasar: Terdapat lendir pada jalan nafas bayi
3. Gangguan cairan dan nutrisi
Dasar: bayi belum mau menyusu
4. Hipotermi
Dasar:
a. Esktrimitas bayi biru
b. Bayi teraba dingin
c. Suhu 36oC
3. Kebutuhan
1. Atasi kejang
2. Pasang infus
3. Perbaiki jalan nafas bayi
4. Perbaiki suhu
5. Perawatan tali pusat
6. Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan cairan
Dasar:
a. Ektremitas bayi pergerakannya kaku
b. Mata berputar-putar
c. Seluruh tubuh bayi kejang
d. Terdapat lendir pada jalan nafas bayi
e. Apgar 5/8
f. Bayi susah bernafas
g. Suhu 360C
h. Tali pusat masih basah
III. IDENTIFIKASI DIAGNOSA DAN MASALAH POTENSIAL
7. Tetanus neonatorum, sepsis, meningitis, ensefalitis
8. Akan terjadi kecacatan syaraf dan kemunduran mental karena kurang tersuplainya
oksigen ke otak
9. Infeksi tali pusat karena tali pusat masih basah
10. Perdarahan otak

IV. IDENTIFIKASI MASALAH DAN KEBUTUHAN YANG MEMERLUKAN


PENANGANAN DAN KOLABORASI
Kolaborasi dengan dokter jika terjadi komplikasi dan kelainan

V. PERENCANAAN
a. Atasi kejang
a. Beri bayi obat anti kejang dengan memberikan obat diazepam dengan dosis 0,1-
0,3 mg/kg BB IV.
b. Pasang infus intravena dipembuluh darah periver dengan cairan dextrose 10%
b. Lakukan pembebasan jalan nafas
a. Bebas jalan nafas
b. Letakkan bayi pada posisi yang benar
c. Lakukan slim zuinger
c. Lakukan ransangan taktil
a. Usap-usap punggung bayi
b. Atau sentil
d. Pertahankan suhu badan bayi
a. Membungkus bayi
b. Menghidupkan radian warmer
e. Lakukan perawatan tali pusat
a. Jepit tali pusat dengan 2 klem
b. Potong tali pusat dengan kasa steril
c. Bungkus tali pusat dengan kasa steril
d. Ajarkan ibu untuk perawatan tali pusat
e. Anjurkan pada ibu untuk perawatan tali pusat secara teratur
f. Evaluasi kemampuan ibu untuk mengulang
f. Lakukan penilaian bayi
a. Perhatikan dan nilai nafas bayi
b. Hitung frekuensi/denyut jantung bayi
c. Nilai warna kulit bayi
g. Jelaskan pada ibu mengenai pentingnya ASI Ekslusif
h. Anjurkan ibu untuk mengkomsumsi sayuran hijau

VI. PELAKSANAAN
Pada tanggal 19 November 2007
i. Mengobati kejang
a. Pasang infus intravena di pembuluh darah perifer, di tangan, kaki atau kepala jika
bayi di duga dilahirkan oleh ibu yang berpenyakit diabetes melitus pemasangan
infus melalui vana umbilikostik
b. Beri obat anti kejang yaitu : diazepam 0,5/kg, supositoria IM sampai kejang
teratasi
c. Bila kejang sudah teratasi, beri cairan dextrose 10% dengan kecepatan 60 ml/kg
BB/hari
ii. Melakukan pembebasan jalan nafas
a. Membersihkan jalan nafas dengan cara membersihkan mata, hidung dan mulut
bayi secara zig-zag dengan kasa steril segera setalah lahir
b. Melakukan bayi terlentang atau miring dengan leher agak ekstensi atau tengadah
dengan meletakkan selimut atau handuk yang digulung ke bawah bahu sehingga
bahu terangkat 2-3 cm
c. Membersihkan jalan nafas dengan menghisap cairan amnion dan lendir dari mulut
dan hidung menggunakan slim zuinger. Bila air ketuban bercampur mekonium.
Maka penghisapan dari trakea diperlukan untuk mencegah aspirasi mekonium.
Hisap dari mulut terlebih dahulu kemudian hisap dari hidung
iii. Mempertahankan suhu tubuh bayi
a. Membungkus bayi dengan handuk kering dan bersih yang ada di atas perut ibu
bila tali pusat panjang, mengeringkan tubuh dan kepala bayi dengan handuk untuk
mengihilangkan air ketuban dan mencegah kehilangan suhu tubuh melalui
evaporasi
b. Menghidupkan radio warmer untuk menghangatkan bagian dada bayi dengan
meletakkan bayi telentang di bawah alat pemancar panas. Alat pemancar panas
perlu disiapkan sebelumnya agar kasur tempat diletakkan bayi juga hangat.
iv. Melakukan perawatan tali pusat
a. Menjepit tali pusat dengan 2 buah klem
b. Memotong tali pusat dengan gunting tali pusat dan mengikatnya
c. Membungkus tali pusat dengan kasa steril
d. Mengajarkan pada ibu untuk perawatan tali pusat
e. Menganjurkan pada ibu untuk melakukan perawatan tali pusat
v. Melakukan rangsangan taktil
a. Usap-usap punggung bayi kearah atas
b. Menyentil telapak kaki bayi untuk memberikan rangsangan yang dapat
menimbulkan atau mempertahankan pernafasan
vi. Melakukan penilaian bayi
a. Memperhatikan dan menilai pernafasan bayi
b. Menilai warna kulit bayi
vii. Menjelaskan pada ibu mengenai pentingnya ASI ekslusif bagi bayi selama 6 bulan
viii. Menganjurkan pada ibu untuk melakukan perawatan tali pusat
ix. Melibatkan suami dan keluarga untuk mendukung kegiatan ibu dalam merawat
bayinya
x. Menganjurkan pada ibu untuk mengkonsumsi sayuran hijau seperti bayam, daun katu,
daun singkong, serta kacang-kacang.

VII. EVALUASI
Pada tanggal 19 November 2007
1. Pemberian obat anti kejang telah dilakukan
a. Pemasangan infus intravena
b. Memberi obat anti kejang yaitu diazepam 0,5/kg sampai kejang teratasi
2. Pembebasan jalan nafas telah dilakukan
a. Mata, hidung, dan mulut telah di bersihkan
b. Bayi telah diposisikan dengan benar
c. Jalan nafas telah dibersihkan
3. Suhu tubuh bayi telah dipertahankan
a. Bayi telah dibungkus dengan handuk kering dan bersih
b. Tubuh dan kepala bayi telah dikeringkan dengan handuk
c. Radian wamer telah melakukan pembesan jalan nafas
4. Rangsangan taktil telah dilakukan dan punggung telah diusap ke arah atas
5. Perawatan tali pusat telah dilakukan
6. Kejang telah teratasi, memberikan cairan dextrose 10% dengan kecepatan 60
ml/kgBB/hari
7. Bayi telah bernafas spontan
8. Ibu mengerti akan pentingnya ASI ekslusif selama 6 bulan
9. Ibu mengerti cara merawat tali pusat bayi
10. Suami dan keluarga bersedia membantu ibu dalam merawat bayinya
11. Ibu mengerti dan tersedia mengkonsumsi sayuran hijau, seperti : bayam, daun katu,
daun sinkong, serta kacang-kacang
BAB IV
PENUTUP

4.1       Kesimpulan
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal dari fungsi
neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom sistem
syaraf yang terjadi pada bayi berumur sampai dengan 28 hari. Kejang dapat
timbul sebagai suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi
secara cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari aktivitas
elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan – loncatan listrik di dalam sel otak.
Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi bahkan sangat sulit
membedakan dengan gerakan bayi itu sendiri. Meskipun demikian diagnosis yang
cepat dan penanganan yang tepat merupakan hal yang penting, karena pengenalan
kondisi yang terlambat meskipun tertangani akan dapat meninggalkan sekuel pada
sistem syaraf.

4.2       Saran
Mengingat kejang merupakan tanda bahaya yang sering terjadi pada BBL
dan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi kelangsungan
hidup bayi maka diperlukan pengetahuan dan pemahaman yang baik agar sebagai
bidan, kita dapat menangani kejang pada BBL dalam praktik kebidanan kelak.

DAFTAR PUSTAKA
Kosim, Sholeh.dkk.2008.Buku Ajar Neonatologi.Jakarta:Badan Penerbit IDAI
Lissauer, Tom.dkk.2006.At the Glance Neonatologi.Jakarta:Erlangga
Marmi.2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar
Saifudin,Abdul Bari.2008.Pelayanan Kesehatan Maternal Neonatal.Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka Sarwono
“http://stasiunbidan.blogspot.com/2009/05/askeb-pada-bayi-baru-lahir-dengan.html”
di unduh pada tanggal : 13 september 2014

Anda mungkin juga menyukai