Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kejang dan spasme merupakan keadaan emergensi atau
tanda bahaya yang sering terjadi pada BBL, karena kejang dapat
mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi
kelangsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele
dikemudian hari. Disamping itu kejang dapat merupakan tanda atau
masalah dari satu masalah atau lebih. Sekitar 70-80% BBL secara
klinis tidak tampak kejang, namun secara elektrografik masih
mengalami kejang. Karena sulitnya mengenal bangkitan kejang
pada BBL, angka kejadian sesungguhnya tidak diketahui. Meskipun
demikian angka kejadian di Amerika Serikat berkisar antara 0.8-1.2
setiap 1000 BBL pertahun, sedang pada kepustakaan lain
menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama mengalami kejang.
Insidensi meningkat pada bayi kurang bulan sebesar 57.5-132
dibanding bayi cukup bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran
hidup. Pada kepustakaan lain menyebutkan bahwa insidensi 20%
pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi cukup bulan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1.2.1 Apa definisi dari kejang pada BBL?
1.2.2 Apa saja jenis jenis kejang yang sering muncul pada BBL
?
1.2.3 Apa etiologi kejang pada BBL?
1.2.4 Bagaimana patofisiologi kejang pada BBL?
1.2.5 Bagaimana manifestasi klinik kejang pada BBL?
1.2.6 Bagaimana diagnosis kejang pada BBL?
1.2.7 Bagaimana penatalaksanaan kejang pada BBL?

1.3 TUJUAN PENULISAN


1.3.1 Untuk mengetahui definisi kejang pada BBL
1.3.2 Untuk mengetahui jenis-jenis kejang yang terjadi pada
BBL
1.3.3 Untuk mengetahui etiologi kejang pada BBL
1.3.4 Untuk mengetahui patofisiologi kejang pada BBL
1.3.5 Untuk mengetahui manifestasi klinik kejang pada BBL
1.3.6 Untuk mengetahui diagnosis kejang pada BBL
1.3.7 Untuk mengetahui penatalaksanaan kejang pada BBL

1.4 MANFAAT PENULISAN


1.4.1 Bagi penulis
Penulis mampu memahami kejang pada BBL serta
penatalaksanaanya sehingga dapat menambah wawasan yang
dapat bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
kelak.
1.4.2 Bagi pembaca

1
Diharapkan dengan adanya makalah ini dapat menjadi
sumber referensi yang dapat digunakan sebagai penunjang
kegiatan perkuliahan serta sebagai bekal pengetahuan yang
bermanfaat dalam melaksanakan pelayanan kesehatan
dikemudian hari.

BAB II
TINJAUAN TEORI

2
2.1 Definisi kejang pada BBL

Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal


dari fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan
fungsi autonom sistem syaraf yang terjadi pada bayi berumur
sampai dengan 28 hari. (Kosim, Soleh:2008)
Kejang dapat timbul sebagai gerakan involunter klonik atau
tonik pada satu atau lebih anggota gerak. (Lissauer,Tom:2006)
Kejang adalah suatu kondisi dimana otot tubuh berkontraksi
dan berelaksasi secara cepat dan berulang, oleh karena
abnormalitas sementara dari aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi
loncatan loncatan listrik karena bersinggungannya ion (+) dan ion
(-) di dalam sel otak.
Kejang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan
tonus badan dan tungkai. Kejang yang terjadi pada bayi baru lahir
adalah kejang yang terjadi pada bayi baru lahir sampai dengan
usia 28 hari. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena
kejang merupakan suatu tanda adanya penyakit sistem saraf pusat
(SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain. Kejang pada bayi baru
lahir sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak
dan dewasa. Hal ini disebabkan karena ketidakmatangan organisasi
korteks pada bayi baru lahir. Kejang umum tonik klonik jarang
pada bayi baru lahir. Pada prinsipnya, setiap gerakan yang tidak
biasa apabila berlangsung berulang-ulang dan periodik,harus
dipikirkan manifestasi kejang. Kejang yang berulang menyebabkan
berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf
pusat yang menimbulkan demam dapat menimbulkan kejang
demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam
antara lain: infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut,
pnemonia, gastroenteritis akut, exantema subitum, bronchitis, dan
infeksi saluran kemih.

2.2 Klasifikasi Kejang

Bentuk tugas dari tiap-tiap orang dapat berbeda, tergantung


jenis penyakit yang mendasari dan berat ringan penyakitnya.

2.2.1 Berdasarkan lokasi kejang

Kejang motorik dapat berupa kejang fokal atau umum.


Kejang fokal dicirikan oleh gejala motorik atau sensorik dan
termasuk gerakan yang kuat dari kepala dan mata ke salah
satu sisi, pergerakan klonik unilateral yang diawali dari muka
atau ekstremitas, atau gangguan sensorik seperti parestesi
(kesemutan) atau nyeri lokal pada suatu area. Sedangkan

3
pada kejang umum, bisa menyuluruh pada organ tubuh, dapat
berlangsung bertahap maupun bersamaan. Terkadang kejang
ini tak dapat dideteksi atau tersamar, yaitu mmiliki ciri ciri:
1. Hampir tidak terlihat
2. Menggambarkan perubahan tingkah laku
3. Bentuk kejang:
a. Otot muka, mulut, lidah menunjukkan gerakan
menyeringai
b. Gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-
tiba menghisap, mengunyah, menelan, menguap
c. Gerakan bola mata ; deviasi bola mata secara
horisontal, kelopak mata berkedip-kedip, gerakan cepat
dari bola mata
d. Gerakan pada ekstremitas : pergerakan seperti
berenang, mangayuh pada anggota gerak atas dan
bawah
e. Pernafasan apnea, BBLR hiperpnea
f. Untuk memastikan : pemeriksaan EEG

2.2.2 Berdasarkan serangan Pada otot

1. kejang klonik, terdapat kontraksi otot secara ritmik. Ciri ciri


yang dapat di perhatikan adalah:

a. berlangsung selama 1 3 detik, terlokalisasi dengan baik,


tidak di sertai gangguan kesadaran.

b. Dapat disebabkan trauma fokal

c. BBL dengan kejang klonik fokal perlu pemeriksaan USG,


pemeriksaan kepala untuk mengetahui adanya
perdarahan otak, kemungkinan infark serebri

d. Kejang klonik multifokal sering terjadi pada BBL, terutama


bayi cukup bulan dengan BB>2500 gram

e. Bentuk kejang : gerakan klonik pada satu atau lebih


anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah
secara teratur, misal kejang klonik lengan kiri diikuti
kejang klonik tungkai bawah kanan

2. Kejang tonik, dicirikan oleh peningkatan tonus arau


kekakuan. Dapat terjadi pada:

a. Terdapat pada BBLR, masa kehamilan kurang dari 34


minggu dan pada bayi dengan komplikasi perinatal berat
b. Bentuk kejang : berupa pergerakan tonik satu
ekstremitas, pergerakan tonik umum dengan ekstensi
lengan dan tungkai, menyerupai sikap deserebasi atau
ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortikasi

4
3. Kejang tonik klonik, merupakan kumpulan gejala kejang
tonik dan klonik.
4. Kejang mioklonik, ditandai dengan kontraksi otot seperti
adanya kejutan. Gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat,
gerakan menyerupai refleks moro.
5. Kejang atonik, dicirikan oleh kelumpuhan atau kurangnya
gerakan selama kejang.
2.2.3 Berdasarkan sisi otak yang terkena
1. Lobus frontalis memiliki gejala kedutan pada otot tertentu
2. Lobus oksipitalis memiliki gejala halusinasi kilauan cahaya
3. Lobus parietalis memiliki gejala mati rasa atau kesemutan
pada bagian tubuh tertentu
4. Lobus temporalis dengan gejala halusinasi gambaran dan
perilaku repetitif yang kompleks misalnya berjalan berputar
putar
5. Lobus temporalis anterior memiliki gejala gerakan
mengunyah, gerakan bibir mecucu
6. Lobus temporalis anterior sebelah dalam memiliki gejala
halusinasi bau, baik yang menyenangkan maupun yang tidak
menyenangkan
2.2.4 Berdasarkan demam sebagai gejala penyerta
1. Kejang dengan demam, meliputi Kejang Demam dan non-
Kejang Demam
a. Kejang demam terbagi menjadi Kejang Demam
Sederhana (KDS) dan Kejang Demam Kompleks (KDK)
- KDS (simple febrile seizures)
Adalah bila kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan
tidak berulang pada hari yang sama. Tidak menyebabkan
kelumpuhan, meninggal ataupun mengganggu
kecerdasan. Resiko untuk menjadi epilepsi dikemudian
hari juga sangat kecil (2 3%). Resiko terbanyak adalah
berulangnya kejang demam, yang dapat terjadi pada 30
50% anak anak.
- KDK (complex febile seizures atau complex partial
seiuzures)
Adalah bila kejang hanya terjadi pada satu sisi tubuh,
berlangsung lama (lebih dari 15 menit) atau berulang dua
kali atau lebih dalam satu hari. Resiko untuk menjadi
epilepsi dikemudian hari dan resiko berulangnya kejang
demam lebih tinggi dari KDS. Untuk anak yang mengalami
kelainan saraf yang nyata, dokter akan
mempertimbangkan untuk memberikan pengobatan
dengan anti kejang selama 1 3 tahun.
b. Bukan kejang demam (non-KD), yang diantaranya
disebabkan oleh: infeksi intrakranial

5
meningitis/ensefalitis, gangguan elektrolit berat akibat
dehidrasi, serangan epilepsi yang disertai demam, dan
penyakit dengan demam dan gerakan mirip kejang.
2. Kejang tanpa demam dapat terjadi pada beberapa
penyakit diantaranya: epilepsi (tanpa demam dan berulang),
hipo/hiperglikemi, gangguan elektrolit tanpa demam,
keracunan, trauma, dan hipoksia.

2.3 Etiologi kejang pada BBL


Beberapa penyebab kejang pada bayi baru lahir, diantaranya :
1. Komplikasi perinatal dapat berupa : hipoksi-iskemik
ensefalopati; biasanya kejang timbul pada 24 jam pertama
kelahiran, perdarahan intrakranial, dan trauma susunan saraf
pusat yang dapat terjadi pada persalinan presentasi bokong,
ekstrasi cunam atau ekstrasi vakum berat
2. Kejang bayi dengan asfiksia disertai kelainan metabolisme
seperti: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesemia,
hiponatremia, dan hipernatremia. Hiperbilirubinemia,
ketergantungan piridoksin, dan kelainan metabolisme asam
amino. Kejang dengan penyebab ini dapat terjadi 24-48 jam
pertama.
3. Kejang yang terjadi pada hari ke-7 hingga hari ke-10, dapat
disebabkan adanya infesi dari bakteri dan virus seperti TORCH
dan Tetanus Neonatorum.
2.4 patofisiologi
Dalam Buku Ajar Neonatologi, mekanisme dasar terjadinya
kejang akibat loncatan muatan listrik yang berlebihan dan sinkron
pada otak atau depolarisasi otak yang mengakibatkan gerakan
yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf akibat
masuknya natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya kalium
melalui membrane sel. Untuk mempertahankan potensial
membrane memerlukan energi yang berasal dari ATP dan
tergantung pada mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan
masuknya Kalium.
Dalam keadaan norma, membran sel neuron dapat dilalui
oleh ion K, ion Na, dan elektrolit seperti Cl. Konsentrasi K + dalam
sel neuron lebih tinggi daripada di luar sel, sedangkan konsentrasi
Na+ di dalam sel lebih rendah daripada di luar sel. Karena
perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel maka
terdapat perbedaan potensial membran.
Pada keadaan demam, kenaikan suhu 1 derajat celcius akan
menyebabkan metabolisme basal meningkat 10 15% dan
kebutuhan oksigen meningkat 20%. Jadi pada kenaikan suhu
tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran dan

6
dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun
natrium melalui membran, dengan akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat
meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan
bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga terjadi
kejang.

7
2.5 Manifestasi klinik kejang pada BBL

8
1. Tremor/gemetar
2. Hiperaktif
3. Kejang-kejang
4. Tiba-tiba menangis melengking
5. Tonus otot hilang diserati atau tidak dengan hilangnya
kesadaran
6. Pergerakan tidak terkendali
7. Nistagmus atau mata mengedip ngedip paroksismal

2.6 diagnosa secara umum


Penilaian untk membuat diagnosis antara lain dilakukan
dengan urutan sebagai berikut :
1. Anamnesis yang teliti tentang keluarga, riwayat kehamilan,
riwayat persalinan dan kelahiran.
a. Riwayat kehamilan
o Bayi kecil untuk masa kehamilan
o Bayi kurang bulan
o Ibu tidak disuntik TT
o Ibu menderita DM
b. Riwayat persalinan
o Persalinan dengan tindakan
o Persalinan presipitatus
o Gawat janin
c. Riwayat kelahiran
o Trauma lahir
o Lahir asfiksia
o Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril
2. Pemeriksaan kelainan fisik bayi baru lahir
a. Kesadaran (normal, apatis, somnolen, sopor, koma)
b. Suhu tubuh (normal, hipertermia, hipotermia)
c. Tanda-tanda infeksi lainnya
3. Penilaian kejang
a. Bentuk kejang: gerakan bola mata abnormal, nystagmus,
kedipan mata proksimal, gerakan mengunyah, gerakan otot-
otot muka, timbulnya apnea yang episode, adanya
kelemahan umum yang periodik, tremor, jitterness, gerakan
klonik sebagian ekstremitas, dan tubuh yang kaku.
b. Lama kejang.
c. Apakah pernah terjadi sebelumnya.
4. Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit
darah (terutama kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi
lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer TORCH
2. EKG dan EEC
3. Foto rotgen dan USG kepala

9
2.7 Penatalaksanaan kejang pada BBL
2.9.1 Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang
a. Menjaga jalan nafas tetap bebas
Penting sekali mengusahakan jalan napas yang bebas agar
oksigenasi terjamin. Tindakan yang dapat segera dilakukan
adalah membuka semua pakaian yang ketat. Kepala
sebaiknya dimiringkan untuk menghindari aspirasi isi
lambung. Bisa juga dengan memberikan benda yang dapat
digigit guna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya
jalan napas.
b. Mengatasi kejang secepat mungkin
Untuk pertolongan pertama, bila suhu penderita meninggi,
dapat dilakukan kompres dengan air kran atau alkohol atau
dapat juga diberi obat penurun panas (antipiretik). Obat anti
kejang seperti diazepam dalam sediaan perectal dapat
diberikan sesuai dengan dosis. Dosis tergantung dari BB, BB
<10kg diberikan 5mg dan BB >10kg rata-rata pemakaiannya
0,4 - 0,6mg/KgBB.
c. Mengobati penyebab kejang
Setelah penyebab kejang diketahui, dapat diberikan obat-
obatan untuk mengatasi penyebabnya. Misalnya kejang
dikarenakan infeksi traktus respiratori bagian atas, pemberian
antibiotik yang tepat dapat mngobati infeksi tersebut.

2.9.2 Penanganan kejang pada BBL


a. Bayi diletakan dalam tempat hangat, pastikan bayi tidak
kedinginan, suhu dipertahankan 36,5-37C
b. Jalan nafas dibersihkan dengan tindakan penghisapan
lendir diseputar mulut, hisung dan nasofaring
c. Pada bayi apnea, pertolongan agar bayi bernafas lagi
dengan alat Bag to Mouth Face Mask oksigen 2 liter/menit
d. Infus
e. Obat antispasmodik/anti kejang : diazepam 0,5
mg/kg/supp/im setiap 2 menit sampai kejang teratasi dan
luminal 30 mg im/iv
f. Nilai kondisi bayi tiap 15 menit
g. Bila kejang teratasi berikan cairan infus dextrose 10%
dengan tetesan 60ml/kgBB/hr
h. Cari faktor penyebab
o Apakah mungkin bayi dilahirkan dari ibu DM
o Apakah mungkin bayi prematur
o Apakah mungkin bayi mengalami asfiksia
o Apakah mungkin ibu bayi emnghisap narkotika
o Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan
laboratorium untuk mencari faktor penyebab, misalnya :

10
darah tepi, elektrolit darah, gula darah, kimia darah,
kultur darah, pemeriksaan TORCH
o Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal)
o Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali
Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus
iv diteruskan dalam dosis 20 mg iv setiap 12 jam
Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv
dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam
Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) :
diberi kalsium glukonas 10% 2 ml/kg dalam waktu
5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi
pyridoxin 25-50 mg
Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40
mg%) : diberi infus dextrose 10%

11
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian data dilakukan pada .


2.8 Data Subyektif

2.8.1 Biodata/Identifitas

Biodata bayi mencakup nama, tempat/tanggal lahir ,


umur, jenis kelamin.
Biodata orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status
sosial anak meliputi nama, umur, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, dan alamat.

2.8.2 Keluhan Utama

Pada bayi kejang, keluhan yang ibu utarakan antara lain


bayinya tubuhnya gemetar, gerakan tubuhnya lebih aktif dari
biasanya, tidak terkendali, kejang-kejang, tiba-tiba menangis
melengking, bayi lemas/ tidak bergerak, mata berkedip terus
menerus, mulut mecucu, tubuh kaku

2.8.3 Riwayat penyakit sekarang


Merupakan perjalanan penyakit (kejang) yang di alami bayi.
Waktu permulaan kejang dan berapa lama ibu mengamati tanda-
tanda bayinya kejang sampai dibawa ke petugas kesehatan.

2.8.3 Penyakit Riwayat Dahulu


Riwayat kejang sebelumnya apakah merupakan kejang
berulang, trauma kepala, radang selaput otak
(meningitis), epilepsi, kelainan metabolisme seperti: hipoglikemia,
hipokalsemia, hipomagnesemia, hiponatremia, dan
hypernatremia, hiperbilirubinemia, dan kelainan metabolisme
asam amino, perdarahan otak, dan infark serebri.

2.8.4 Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Riwayat kehamilan: bayi yang kecil untuk masa kehamilan,
bayi prematur, ibu mengalami infeksi dari bakteri dan virus
seperti TORCH, ibu yang tidak disuntik TT, ibu menderita DM.
Riwayat persalinan: persalinan dengan tindakan (ektrasi
cunam/ ekstrasi vakum), persalinan presipitatus, persalinan

12
presentasi bokong, pemotongan tali pusat yang tidak steril,
asfiksia, dan gawat janin.
Selain itu, bayi yang mengalami komplikasi perinatal
seperti tetanus neonatorum, trauma perdarahan intrakranial, dan
trauma susunan saraf pusat juga beresiko mengalami kejang.

2.8.5 Riwayat kesehatan keluarga.


Ibu terinfeksi TORCH, menderita penyakit Diabetus Mellitus

2.8.4 Pola kebiasaan


Pola minum bayi sehari normalnya 8-10 kali, pada bayi yang
mengalami kelainan akan lebih malas menyusu.

2.9 Data Obyektif


2.9.1 Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : lemah-hiperaktif
Kesadaran : normal, apatis, somnolen, sopor, koma
Suhu :normal (36,5-37C), hipertermia
(>37,5C), hipotermia (<36,5C).
Respirasi : apnea, hiperpnea (> 60x/mnt)
Nadi : nadi normal bayi (120-160), apakah nadi
bayi teraba lemah, ireguler, ataukah tidak
teraba
2.9.2 Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun
besar cembung, mikrosefali
2. Muka
Rhisus sardonicus, pucat, gerakan otot-otot muka, asimetri
wajah (sisi yang paresis tertinggal bila anak menangis).
3. Mata
Deviasi bola mata secara horisontal, kedipan mata proksimal,
kelopak mata berkedip-kedip, gerakan cepat dari bola mata,
nystagmus, dilatasi pupil.
4. Mulut
Cyanosis, strismus, lidah menunjukan gerakan menyeringai,
gerakan terkejut-kejut pada mulut dan pipi secara tiba-tiba
menghisap, mengunyah, menelan, menguap.
5. Leher
Tanda-tanda kaku kuduk
6. Abdomen
Kekakuan otot pada abdomen, tanda-tanda infeksi pada tali
pusat, jika terjadi sepsis perut tampak buncit dan
hepatosplenomegali
7. Ekstremitas

13
Pergerakan seperti berenang, mengayuh pada anggota gerak
atas dan bawah, ekstensi lengan dan tungkai, menyerupai
sikap deserebasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah
dengan bentuk dekortikas, gerakan ekstensi dan fleksi lengan
atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya
cepat, gerakan menyerupai refleks moro, tremor.
2.9.3 Pemeriksaan laboratorium
1. Pemeriksaan darah dapat berupa: gula darah, elektrolit
darah (terutama kalsium dan magnesium), darah tepi, punksi
lumbal, punksi subdural, kultur darah, dan titer TORCH
2. EKG dan EEC
3. Foto rotgen dan USG kepala

2.10 diagnosa
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran,
kehilangan koordinasiotot.
2. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh

2.11PERENCANAAN
N DIAGNOSA TUJUAN PERENCANAAN
O KEPERAWAT
AN
1 Resiko tinggi Cidera / trauma o Kaji dengan keluarga
trauma / tidak terjadi berbagai stimulus
cidera b/d Dengan Kriteria pencetus kejang.
kelemahan, Hasil : o Observasi keadaan
perubahan umum, sebelum,
kesadaran, Faktor selama, dan sesudah
kehilangan penyebab kejang.
koordinasi diketahui, o Catat tipe dari aktivitas
otot. kejang dan beberapa
memperta kali terjadi.
hankan o Lakukan penilaian
aturan neurology, tanda-tanda
pengobata vital setelah kejang.
n, o Lindungi klien dari
trauma atau kejang.
meningkat o Berikan kenyamanan
kan bagi klien.
keamanan o Kolaborasi dengan
lingkunga dokter dalam
n pemberian therapi anti
compulsan

14
2 Resiko kejang Aktivitas kejang o Kaji factor pencetus
berulang b/d tidak berulang kejang.
peningkatan Kriteria Hasil : o Libatkan keluarga dalam
suhu tubuh pemberian tindakan
Kejang pada klien.
dapat o Observasi tanda-tanda
dikontrol, vital..
o Lindungi anak dari
suhu trauma.
tubuh o Berikan kompres dingin
kembali pda daerah dahi dan
normal ketiak.

2.12 EVALUASI

tidak ada tanda tanda kejang, suhu tubuh kembali normal, tidak
terjadi komplikasi, tidak ada rasa cemas.

BAB III
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Kejang pada BBL secara klinis adalah perubahan proksimal
dari fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik, dan

15
fungsi autonom sistem syaraf yang terjadi pada bayi berumur
sampai dengan 28 hari. Kejang dapat timbul sebagai suatu
kondisi dimana otot tubuh berkontraksi dan berelaksasi secara
cepat dan berulang, oleh karena abnormalitas sementara dari
aktivitas elektrik di otak, yaitu terjadi loncatan loncatan listrik
di dalam sel otak. Manifestasi klinik kejang sangat bervariasi
bahkan sangat sulit membedakan dengan gerakan bayi itu
sendiri. Meskipun demikian diagnosis yang cepat dan
penanganan yang tepat merupakan hal yang penting, karena
pengenalan kondisi yang terlambat meskipun tertangani akan
dapat meninggalkan sekuel pada sistem syaraf.
4.2 Saran
Mengingat kejang merupakan tanda bahaya yang sering
terjadi pada BBL dan dapat mengakibatkan hipoksia otak yang
cukup berbahaya bagi kelangsungan hidup bayi maka diperlukan
pengetahuan dan pemahaman yang baik agar sebagai bidan,
kita dapat menangani kejang pada BBL dalam praktik kebidanan
kelak.

DAFTAR PUSTAKA

16
Marmi.2012.Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak
Prasekolah.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
http://www.serbaserbiperawat.com/2013/03/asuhan-keperwatan-pada-
bayi-dengan.html
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20351608-PR-Fahmita%20Ayuni.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai