PENDAHULUAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1
2.1 KEJANG NEONATUS
2.1.1 DEFINISI
Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari
fungsi neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom. Neonatal
adalah bayi dengan kelahiran berumur kurang dari 28 hari. 4 Definisi kejang
adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang mengakibatkan
perubahan yang bersifat paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi motorik
dan otonom) dengan atau tanpa perubahan kesadaran. Kejang pada neonatus
dibatasi waktu yaitu kejang yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan (bayi
cukup bulan) atau 44 minggu masa konsepsi (usia kronologis + usia gestasi
pada saat lahir) pada bayi prematur.5
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Hingga sekarang sulit untuk mempelajari dan mengenal secara pasti
bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti sampai
sekarang belum diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan
banyak kejadian kejang pada neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis
yang jelas. Meskipun demikian, perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat
berkisar antara 0.8-1.2 setiap 1000 neonatus setiap tahun, sedang pada literatur
lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama mengalami kejang. Insidensi
meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-132 dibanding bayi cukup
bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada penelitian lain
menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi cukup
bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada
elektrografik tampak gambaran masih kejang. Kejang neonatal menurut definisi
terjadi dalam 4 minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan dan hingga
44 minggu sejak konsepsi untuk bayi prematur. Kejang paling sering terjadi
selama 10 hari pertama kehidupan.6,7
2
Secara klinis kejang adalah perubahan paroksismal dalam fungsi
neurologis dari fungsi perilaku, motorik atau neurologis.8
2.1.3.1 Klasifikasi
Kejang neonatal bersifat klinis atau elektrografis (jika EEG dipasang dan
menunjukkan pola kejang). Kejang klinis dapat diklasifikasikan sebagai8:
Clonic–recurrent musclecontraction
Tonic–sustained musclecontraction
Myoclonic–brief active musclecontraction
Subtle–automatisms, autonomic phenomena,
ocular phenomena and include seizures with
apnoea
Focal–involving one part of the brain and affecting one side of
thebody
o Multifocal–involving more than one part of
the brain affecting several body parts,
asynchronous andmigratory
3
Rhythmic movements–usually slow at a rate of one to three
persecond
4
Repeated often non-rhythmical, brief shock like jerks
Random, single, rapid contractions of muscle groups of the limbs,
face,or trunk
o Tendency to affect flexor musclegroups
o Caused by sudden contraction or relaxation of one or moremuscles
Resemble clonic movements but are quicker and gives
appearanceof jerkybaby
Myoclonic o Do not have rhythmical nature of clonicseizures
o May occur in one extremity (i.e. focal) or in several body
part(i.e. multifocal) orfragmentary
o Typically not associated with electrographiccorrelates
Typically not repetitive or may recur at a slowrate
Each one lasts approximately one microsecond orless
May be provoked bystimulation
Generalised myoclonic seizure more likely to have EEGchanges
o Include burst suppression, focal sharp waves andhypsarrhythmia
Occur rarely but carry worstprognosis
More common in term babies but also found with pretermbabies
Mayhave
o Ocular–tonic horizontal eye deviation or sustained eye
openingwith ocular fixation or cycle fluttering
Subtle o Oral-facial-lingual movements–chewing movements,
tonguethrusting, lip smacking
o Limb movements–cycling, paddling, boxingjabs
o Autonomic CNS phenomena–tachycardia,bradycardia
o Apnoeicspells:
Area rare manifestation of seizures and usually
5
without accompanying bradycardia (unless
prolongedhypoxaemia)
More commonly seen in term babies thanpreterm11
6
Benign condition in which the infant has myoclonic jerks
duringsleep
Involves one or more limbs–more commonly observed inarms
Benign neonatal sleep Limb movements in slow wave sleep often just after
myoclonus falling asleepor wakingup
Can be quite dramatic–whole body
mayshake
o Ceases immediately when the baby
awakens
Can occur in rapidsuccession
May worsen if baby isheld7
Tremor Involuntary generalisedmovement
Rhythmical oscillating around a fixedaxis
Sustained andrhythmical
Upper motor neuronlesion
Clonus Involuntary muscle contractions and relaxation in muscle
around ajoint
Can be stopped by change of position ofjoint
Can be provoked by quick movements of joint, e.g.
ankledorsiflexion
7
2.1.3.4 Perbedaan Jitteriness dengan Kejang
Table 3. Jitteriness vs Seizure8
8
Bakteri patogenyang paling umum adalahStreptococcusgrup B, Escherichia coli,
Listeria,
Staphylococcus
Stroke perinatal
Oklusiarteri atautrombosis venadapatmengakibatkan stroke
Insidensi 1 per 4.000
Metabolik
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesemia
Hipo atau hipernatremia
Ketergantungan piridoksin
Inborn error of metabolism
Penyebab kejang yang jarang
Sindrom ketergantungan obat
Neonatal abstinence syndrome
Kongenital
Anomali kromosom
Anomali otak kongenital
Gangguan neuro-generatif
Benign idiopathic neonatal convulsions
‘Fifth day fit’ Biasanyakejangklonikmultifokalterjadipada harike-5, umumnya
berhenti
dalam waktu 15 hari, penyebab tidak diketahui
Benign familial neonatal convulsions
Biasanya muncul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau 3
Idiopatik
9
2.1.5 PRESENTASI KEJANG BERDASARKAN ONSET
Kejang neonatal berkembang seiring waktu. Insidensi puncak terjadi
antara usia 12 dan 24 jam tetapi waktu onset tergantung pada etiologi dan
pengobatan. Seringkali kejang berhenti pada usia 72 jam.6 Waktu khas
presentasi diidentifikasi pada Tabel 5. Presentasi, tetapi hari onsetnya mungkin
bervariasi.8
Table 5.presentasi kejang berdasarkan onset
Typical onset Cause
Traumatic brain injury:
o Haemorrhage—subarachnoid, intraventricular, intracerebral
o Subduralhaematoma
o Sub-galeal
Hypoxic ischaemicinsult
Stroke(arterial)
Infection:
Hari ke 1 o Viral orbacterial
Hypoglycae
mia
o Pretermbaby
o Small for gestationalage
o Maternal gestationaldiabetes
o Polycythaemia
Severe neurometabolicdisorders:
o Sulphite oxidasedeficiency
o Non-ketotichyperglycinaemia
o Urea cycledefects
Drug withdrawalsyndromes
10
Pyridoxine dependent
Stroke (venousthrombosis)
Glucose transporterdeficiency
Electrolyte deficiency/disturbance:
Hari ke 2
o Hyponatremia
o Hypernatremia
o Hypocalcaemia
o Hypomagnesaemia
Infection
Neurometabolicdisorders
Cerebralmalformations:
Hari ke 3 o Lissencephaly
o Polymicrogyria
o Schizencephaly
Other geneticabnormalities
Infection
2.1.6 PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik
yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang
mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf
akibat masuknya Natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya Kalium
melalui membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane
memerlukan energy yang berasal dari sel. Untuk mempertahankan potensial
membrane memerlukan energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada
mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya Kalium.1
Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberapa hal1:
11
1. Gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme
pompa natrium dan kalium. Hipoksemia dan Hipoglikemia dapat
mengakibatkan penurunan yang tajam produksi energi.
2. Peningkatan eksitasi disbanding inhibisi neurotransmitter dapat
mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.
3. Penurunan relative inhibisi disbanding eksitasi neurotransmitter dapat
mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.
12
dan Kalium akibat penurunan ATP
Eksitasi neurotransmitter yang Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia
berlebihan
Penurunan inhibisi neurotransmitter Ketergantungan piridoksin
Kelainan membrane sel yang Hipokalsemia dan hipomagnesemia
megakibatkan kenaikan permiabilitas
Natrium
13
Riwayat antenatal ibu termasuk:
o Keguguran sebelumnya
o Diabetes gestasional (menyebabkan hipoglikemia
neonatal)
o Infeksi dan segala perawatan yang diterima (termasuk
penyakit menular seksual) khususnya HSV, Sifilis, CMV
dan Toksoplasmosis
Riwayat
o Riwayat perjalanan untuk risiko virus Zika29 yang dapat
menyebabkan kelainan bawaan termasuk mikrosefali28
o Penggunaan resep dan obat-obatan terlarang
o Kecenderungan pembekuan atau pendarahan
o Preeklampsia
o Hiccoughing atau fluttering in-utero sebagai petunjuk
aktivitas kejang biasanya ketika kelainan metabolisme
terjadi
• Riwayat keluarga epilepsi terutama ibu pada masa bayi
atau anggota keluarga lainnya (kekerabatan)
• Riwayat perinatal termasuk jenis kelahiran dan
resusitasi dan apa saja:
o Gawat janin
o Trauma kelahiran
o Asfiksia perinatal
Pemeriksaan fisik:
o Anomali bawaan
o Lingkar kepala sebagai mikrosefali dapat menjadi indikasi
malformasi otak yang mendasarinya
Pemeriksaan
o Tanda lahir
o Kelainan somatik
14
o Disforfologi wajah
Pemeriksaan neurologis yang abnormal
Tanda-tanda sepsis
15
2.1.7.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tergantung pada masing-masing bayi dan
keadaan termasuk kemungkinan penyebab kejang.Pertimbangkan riwayat
ibu dan riwayat bayi termasuk presentasi dan jenis kejang dan respons
terhadap pengobatan.Pemeriksaan penunjang dikelompokkan berdasarkan
penyebab yang mungkin dan penyelidikan awal dilakukan ketika bayi
mengalami kejang neonatal.
16
kejang42
o Gunakan jika etiologinya tidak teridentifikasi dan kejang
resisten terhadap AED biasa
o Diagnosis untuk disgenesis serebral, lissencephaly, dan
gangguan migrasi neuronal lainnya36
o Waktu tergantung pada dugaan penyebab kejang, mis.
sesegera mungkin untuk dugaan malformasi otak atau
perdarahan intrakranial yang serius dan hari ke 4–8 untuk
bayi dengan HIE
17
Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5
mg/kg IV 4(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)
Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4
Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan
pemeriksaan neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal
namun EEG normal.
18
19
Abbreviations: BGL Blood glucose level; CMV Cytomegalovirus; CSF
Cerebrospinal fluid; EEG Electroencephalogram; EOGBSD Early onset Group B
streptococcal disease; FBC Full blood count; HIE Hypoxic ischaemic
encephalopathy; HSV Herpes simplex virus; LFTs Liver function tests; MRI
Magnetic resonance imaging; QCG Queensland Clinical Guidelines
20
B. Observasi dan Monitoring
Table 7. Initial assessment and management
Aspect Comment/good practice point
Establish adequate airway, ventilation andperfusion
o Minimise additional postnatal hypoxaemia and hyper-
orhypocapnia
Resuscitation Commence cardio-respiratory, oxygen saturation and
bloodpressure monitoring inbabies:
o At risk of encephalopathy including alterations in
autonomicfunctioning (vital signs) which may be
indicative of seizureactivity
o Being administered anticonvulsantmedication
Obtain intravenous (IV)access
Undertake comprehensive history and assessment ofbaby:
o Refer to Table 8.Assessment
Assessment/ o Refer to Table 9. Initialinvestigations
examination Commence early discussions with neonatologist for
paediatric neurology input through local retrieval services
regarding assessment,initial
management and potential for transfer to tertiary neonatal
unit
21
Biochemical causes e.g.hypoglycaemia
[refer to Queensland Clinical Guideline Newborn
hypoglycaemia
Suspected bacterial infection according to local protocols
or with empirical antibiotic therapy [refer to Queensland
Clinical GuidelineEarly onset Group B Streptococcal
disease for dosingregimens]
o Commence:
Benzyl penicillin IV and gentamicin IV OR
Treat underlying Amoxicillin/ampicillin IV and gentamicin IV and
causes o Also commence Cefotaxime IV if bacterial meningitis
issuspected
Commence Acyclovir IV until CSF PCR for HSV is known
to benegative
Other underlying causes e.g. HIE–refer to
QueenslandClinical Guideline Hypoxic-
ischaemicencephalopathy
In the absence of hypoglycaemia commenceAED
Treat other common biochemical derangements suchas:
o Hypocalcaemia–with 10% calcium gluconate IV 2
mL/kg over 10 minutes and with cardiac
monitoring
o Hypomagnesaemia8–with 50% magnesium
sulphatedeep intramuscular injection 100
mg/kg
If maternal substance use known or suspected—consider
neonatal abstinence syndrome—refer to Queensland
Clinical Guideline Perinatal substance use–neonatal and
22
Queensland Clinical GuidelinePerinatal
substance use–maternal
23
1. Anti Epilepsi
a. Phenobarbital
Phenobarbital
Dosis dan Loading dose :
- 20 mg/kg IV – selama 10-15 menit
administrasi
- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali sampai
kejang mereda atau dosis total (40 mg/kg) telah
tercapai
Rumatan :
- IV (perlahan-lahan – contoh : 1 mg/kg/menit), IM,
Oral
- 2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-24 jam
setelah dosis awal
Keterangan Pengobatan lini pertama
Efektivitas kurang dari 50%4
Mengurangi kejang secara klinis namun efek kurang
pada kejang EEG
Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin) seringkali
dibutuhkan
Mungkin menyebabkan apneu/depresi respiratorik
pada dosis tinggi (40 mg/kg) dan peningkatan
konsentrasi serum (diatas 60 mikrogram/mL
Jangkauan terapeutik :
- Ukur level serum setelah 48 jam dari pemberian
intravena dosis awal
- 15-40 microgram/mL (65-170 micromol/L)
b. Phenytoin
Fenitoin
Dosis dan Dosis awal :
- 15-20 mg/kg IV – kecepatan infus maksimum
administrasi
0.5 mg/kg/menit(jika melalui IV)
- IV atau oral
- Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari
24
- Setelah umur 1 minggu : dosis sampai 8
mg/kg/kali – 2 sampai 3 kali sehari
Keterangan Tidak cocok dengan pemberian intra muskular
Pastikan keutuhan dari pembuluh darah karena
adanya resiko radang jaringan dan nekrosis apabila
terjadi ekstravasasi
Berikan dengan menggunakan filter dan diikuti bolus
Nacl 0.9%
Berikan perlahan-lahan secara intravena untuk
mencegah terjadinya aritmia jantung
Monitor heart rate dan ritme dan tekanan darah untuk
mengetahui apabila ada hipotensi
Jangkauan level terapeutik
- Ukur konsentrasi dalam darah setelah pemberian
dosis awal intravena
- 6-15 mikrogram/mL pada minggu-minggu awal
kehidupan dilanjutkan 10-20 mikrogram/mL
c. Midazolam
Midazolam
Dosis dan 0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit
administrasi Infus :
60-400 mikrogram/kg/jam
Rekonstitusi dan dilusi
Dilusi 1 mg/kg midazolam sampai
dosis total 50 mL dengan Nacl
0.9%, glukosa 5% atau 10%
1 ml/jam = 20
mikrogram/kg.jam
Keterangan Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin
25
Dapat menyebabkan depresi respiratorik dan
hipotensi jika disuntikkan dengan cepat atau
diberikan bersamaan dengan obat golongan
narkotika
26
Vitamin B6 is a required enzyme in the
biosynthesis of dopamineand serotonin
Used to treat inborn error of metabolism due to
antiquitin deficiency (α- amino adipic
semialdehyde [α-AASA]
dehydrogenasedeficiency)30
2.1.10 PROGNOSIS
Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup
dapat menderita gejala sisa atau sekuele.
Aspect Comment
27
Determined byaetiology2,22
28
2.2 HIE (HIPOKSIA ISKEMIA ENSELOPATI)
29
2. Adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit;
3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala
kejang, hipotonia, koma, ensefalopati hipoksik iskemik; dan
4. Adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.9
30
Hipoksia
Anemia
Presentasi Non-Sefalik
Obat-obatan
Oklusi
Faktor Abrupsi Plasenta
Plasenta Vaskulitis
Faktor Septikemia
neonatus Makrosomia
Distosia bahu
Anomali Kromosom
Hipotonia
2.2.3 ETIOLOGI
2-5
Penyebab asfiksia perinatal yang dapat menyebabkan HIE yaitu :
31
2.2.4 PATOGENESIS
32
2.2.5 MANIFESTASI KLINIS
Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan
peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Asidosis
terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi
menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk
memberikanoksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung
mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya
terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa
jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat
atau tonus tampak normal.
American Medical Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi
pembagian ensefalopati hipoksik iskemik menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi
aterm (>36 minggu) yang sampai sekarang masih dipergunakan.6
33
Tingkat kesadaran Iritabel Letargi Stupor, coma
Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid
Postur Normal Fleksi Decerebrate
Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
tendon/klonus
Myoclonus
Refleks Moro Tampak Tampak Tidak tampak
Pupil Kuat Lemah Tidak ada
Midriasis Miosis Tidak beraturan,
Kejang refleks cahaya
EEG Tidak ada Sering terjadi lemah
Normal Voltage rendah Decerebrate
Durasi yang berubah Burst suppression
Hasil akhir <24 jam dengan kejang to isoelektrik
Baik 24 jam – 14 hari Beberapa hari
bervariasi hingga minggu
Kematian,
kecacatan berat
(Dikutip dari Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous System Disorders. In Behrman RE,
Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi
juga merupakan tanda-tanda ensefalopati hipoksik iskemik. Cerebral edema dapat
berkembang dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama
fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter
dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering
merupakan akibat ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi juga dapat
disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok
kardiogenik, hipertensi pulmonal persisten, sindroma distress nafas, perforasi
gastrointestinal, hematuria dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan
34
asfiksia pada masa perinatal. Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya
disebabkan karena gagal nafas dan insufisiensi sirkulasi.
Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ
yaitu : otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna, dan sumsum tulang
Didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus
asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering terkena
(72%), ginjal 42% kasus, jantung 29%, gastrointestinal 29%, paru-paru 26%.
6
Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah sebagai berikut:
1. Ginjal
Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Waspadailah kemungkinan timbul
acutetubular necrosis (ATN), dan gagal ginjal akut.
2. Sistem kardiovaskuler
Hipotensi, tricuspid insufficiency, nekrosis, iskemik miokardial, disfungsi
ventrikuler, syok, gagal jantung congesif
3. Paru
Edema paru-paru, pendarahan paru-paru (shock lung), respiratory distress
syndrome, meconeal aspiration syndrome, dan persisten tpulmonary
hypertension.
4. Sistem saluran cerna
Fungsional intestinal obstruction, paralytic ileus, ulkus, perforasi atau
necrotizing enterocolitis.
5. Metabolik
Asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremi, syndrome ofinap
propriate antidiuretic hormone(SIADH),
6. Hepar
Gangguan fungsi liver, pembekuan darah, metabolisme bilirubin, albumin
dan shock liver.
7. Hematologi
35
Pendarahan-pendarahan, disseminated intravascular coagulation (DIC).
8. Kematian otak (braindeath).
2.2.6 DIAGNOSIS
Tidak ada satu tes darah yang spesifik untuk mendiagnosis asfiksia
perinatal.5 Pada pH<7.0 secara klinis menimbulkan asidosis, tetapi belum
pasti cedera hipoksik telah terjadi. Nilai apgar menurut AAP/ACOG tidak bisa
digunakan sebagai bukti bahwa kerusakan neurologi karena hipoksia yang
diakibatkan cedera saraf atau penatalaksanaan intrapartum yang tidak optimal
tetapi dapat membantu menentukan tingkat asfiksia.9
36
Warna Seluruh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
tubuh ekstremitas biru kemerahan
biru/pucat
1-7
kelainan organ sistemik dan cedera otak. Pemeriksaan antara lain:
2. Gula darah.
3. Pemeriksaan urine lengkap, produksi urine, dan osmollaritas.
4. Serum elektrolit (Na,Ka, Ca,P,danMg).
5. BUN dan serum kreatinin.
6. Faal pembekuan darah.
7. Faal hati.
8. Analisa gas darah.
9. Foto torak.
10. Pungsi lumbal dikerjakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
37
2,7
pendarahan intrakarnial atau menyingkirkan adanya meningitis.
2,3,4
prognosis penderita.
4-5
thalamus.
13. Computedtomography (CT) scan kepala. Pada bayi yang aterm yang
mengalami cedera
Hipoksik iskemik biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala
pada usia 2-5 hari, dimana pada waktu tersebut timbul edema cerebri yang
maksimal. Proses perdarahan akut dan klasifikasi intrakranial akan lebih
baik divisualisasi dengan pemeriksaan CT scan dibandingkan dengan
pemeriksaan MRI. Pada bayi prematur yang mengalami hypoxic
38
iskemik, maka penggunaannya dibatasi.
P
erlu dipikirkan penyakit atau keadaan lain yang manifestasi klinis nya
1-7
berupa neonatal ensefalopati, yaitu:
3
Hindari kata- kata asfiksia sebelum penyebab asfiksia diketahui.
Sebaliknya kalau nilai apgarnya baik jangan katakan bayinya dalam keadaan
baik, tetapi katakanlah nilai apgarnya baik, bayi ini masih dalam masa transisi
1,3
kehidupan intrauterine ke ekstrauterine antara 6 sampai 72 jam pertama.
2.2.9 PENATALAKSANAAN
39
Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apneu dan atau
HIE :
a. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga pCO2
dalam kadar yang fisiologis.
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Perfusi yang adekuat. Mempertahankan tekanan darah arterial dalam batas
normal sesuai dengan umur kehamilan dan beratnya. Jika terlalu rendah
akan menyebabkan iskemik, bila terlalu tinggi akan menyebabkan
perdarahan pada daerah germinal matrix dan intraventrikular pada bayi
preematur. Hindarilah hematokrit >65% (hiperviskositas) yang dapat
menyebabkan menurunnya cerebral blood flow velocitydan timbul
iskemik dan pendarahan dengan gejala-gejala klinis neurologi kejang,
letargi atau apneu.
d. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara
keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal. Diberikan NaBic
4,2% dosis 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB. Penggunaan bicarbonate
mungkin menyebabkan hipercarbia dan asidosis intraselular dan
meningkatnya asam laktat.
e. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75-100 mg/dl.
f. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar normal. Hipokalsemia
adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai pada post asfiksia
neonatal dengan gejala kejang. Diberikan Ca glukonas 10% 200 mg/kgBB
intravena atau 2 ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama banyak
diberikan secara intravena dalam waktu 5 menit.
g. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Fenobarbital adalah obat pilihan.
Dosis 20 mg/kgBB IV dalam 10-15 menit. Dosis intramuskular juga dapat
diberikan dengan dosis ditingkatkan 15% dari dosis IV. Jika kejang hilang,
berikan dosis rumatan 5 mg/kgBB/kali IV/IM tiap 12 jam. Jika masih
kejang, berikan Fenobarbital ulangan 10 mg/kgBB IV/IM, jika setelah 30
menit kejang tak berhenti dapat diulang 30 menit kemudian (maksimal 40
mg/kgBB).
40
h. Mencegah timbulnya edema cerebri. Tujuan utama untuk mencegah
timbulnya edema cerebri dengan cara mencegah overload dari cairan.
Retriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari. Hati-hati bayi
kemungkinan timbul SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Diuretic
Hormon).
2.2.10 PROGNOSIS
1-7
bervariasi, ada yang sembuh total, cacat, atau meninggal dunia. Di Amerika
Serikat angka kematian bayi secara keseluruhan pada bayi dengan ensefalopati
1
hipoksik iskemik ringan sampai berata dalah12,5% , di Rumah Sakit Dr. Soetomo
9
angka kematian 18,85%. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh total, pada
stadium sedang, 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih
10
dari 5-7 hari. Pada abad 19 di Amerika Serikat ada anggapan bahwa penyebab
22
utama dari CP dan retardasi mental adalah asfiksia intrapartum. Pendapat ini
3,5
adalah keliru. Hanya 8% penderita CP yang terbukti disebabkan karena asfiksia
23
perinatal. Pada anak yang menderita serebral palsi, 80 % nilai apgarnya normal.
22-28
80% palsi serebral terjadi antepartum. Menurut data dari National
Collaborative Perinatal Project (NCPP) dan British National Child Development
41
Study (BNCDS),
Fa
ktor persalinan perinatal memberikan dampak yang kecil terhadap
1
timbulnya retardasi mental dan kejang. Hanya 3-13% anak yang menderita palsi
1
serebral terbukti menderita asfiksia intra partum.
1-4
yang dapat dipakai untuk menilai prognosis. Prognosisnya jelek apabila:
42
merupakan tanda outcome yang normal, Adanya EEG yang normal atau
mendekati normal yang terjadi pada hari pertama setelah lahir walaupun
bayinya koma, merupakan prediksi yang kuat outcome neurologik yang
baik. Pemulihan EEG yang normal pada hari ke-7 biasanya disertai
2
dengan outcome yang normal.
1,2
neonatus yang mengalami asphyxia berat.
BAB III
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS PASIEN
43
Umur : 2 hari
Berat badan lahir : 3400 Gram
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ayah/ibu : Tn. Hendra EkaSaputra /Ny. Helda
Pekerjaan ayah/ibu : Wiraswasta /Ibu Rumah Tangga
Alamat : Alaintan
Agama : Islam
Waktu masuk RS : Selasa, 07 Mei 2019
a. Keluhan utama :
Kejang
44
c. Riwayat kehamilan ibu :
Ibu berumur 25 tahun riwayat ANC ke bidan sebanyak 5 kali. Dengan
diagnosis kehamilan G1P0A0H0 gravid aterm + ketuban pecah 8 jam 30
menit + kala II memanjang. Usia kehamilan tidak diketahui karena lupa
HPHT, Selama hamil ibu tidak pernah mengalami demam, DM (-), dan
hipertensi (-). Riwayat merokok (-), alkohol (-).
d. Riwayat persalinan:
Sejak tanggal 5 Mei 2013 pukul 23.00 WIB, ibu sudah mengeluhkan nyeri
pinggang yang menjalar ke ari-ari, keluar lendir campur darah (+), keluar
air-air yang banyak dari kemaluan (-). Lalu tanggal 6 Mei 2013 pukul
05.00 WIB, keluar air-air yang banyak dari kemaluan warna hijau, lalu
dibawa ke bidan, terdapat riwayat persalinan lama. Pukul 14.30 wib bayi
lahir tidak menangis dengan Apgar Score 3+6+10.
Ukuran pertumbuhan :
BBL : 3400 gram LD : 34 cm
BBM : 3370 gram LP : 33 cm
PB : 50 cm LILA : 12 cm
LK : 35 cm
45
Interpretasi : Penilaian berat badan lahir SMK (BBL persentil ke 10 & ke
90)
Masa gestasi Aterm atau cukup bulan
46
Caput succadeneum (+)
Sistem respiratorius :
RR : 69 x/menit, bernafas dengan upaya keras, merintih (+), nafas cuping
hidung (-), retraksi (+), gerakan dada simetris, Down skor = 4 (Gangguan
pernafasan sedang)
Sistem kardiovaskuler:
HR : 150 x/menit, bunyi jantung normal, murmur (-), denyut perifer kuat,
CRT<2 detik
Sistem GIT :
Warna dinding abdomen kemerahan, organomegali (-), venektasi (-), distensi
(-), bising usus normal, anus paten
Genitalia :
Laki-laki, kelainan kongenital (-)
Ekstremitas :
Akral dingin, jejas persalinan (-), bentuk simetris,tulang punggung normal,
kelainan kongenital (-)
Refleks Primitif
• Refleks moro (+) lemah
• Refleks palmar grasp (+)
• Refleks plantar grasp (+)
• Refleks snout (+)
• Reflex tonic neck (+)
Ballard score : score 34 38 minggu usia gestasi
Down Score : score 4 Gangguan pernafasan sedang
47
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
o Hemoglobin : 17,9 gr%
o Leukosit : 28,9/mm3
o Hematokrit : 50 %
o Trombosit : 117/mm3
2. Diabetes
o Gula Darah (Stick) : 40 mg/d
3. Elektrolit
o Chlorida :-
o Kalium :-
o Natrium :-
4. C- Reaktif Protein : (+)
V. Resume
Pasien datang dibawa olehorangtuanyake IGD RSUD Bangkinangkarena
kejang. Kejang terjadi 2 kali pada hari ini SMRS, dengan durasi <15 menit, dengan
gerakan ekstremitas sepertimengayuh pedal dan gerakan abnormal mata. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum: Tampak lemah, Kesadaran :
somnolen, GCS :12 (E=4, V=5, M=3), Nadi : 150 x/menit, Suhu: 37,2 oC,
Pernafasan: 69 x/mnt serta tidak di dapatkan tanda-tanda dehidrasi pada pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin: 17,9 gr%, Leukosit:
28.9/mm3, Hematokrit: 50 %, Trombosit: 117/mm3.
48
Perdarahan Intrakranial, Kelainan metabolik (Hipoglikemia,
Hipokalsemia/ Hipomagnesemia, Hiponatremia dan Hipernatremia)
VIII. Penatalaksanaan :
- Pemberian O2 1 l/i
- IVFD D10% + Ca Glukonate 1 amp 11 tpm
- Inj. Cefotaxim 170 mg/24 jam/iv
- Inj. Gentamisin 17 mg/24 jam/iv
- Sibital 20 mg/kg + D5% 20 cc bolus pelan 12 jam kemudian 5
mg/Kg
- Diit : ASI/SF 20-30 cc/ 3 jam
IX. Prognosis
Quo ad vitam : dubia ad bonam
Quo ad fungsionam : dubia ad bonam
Follow up
Tanggal S O A P
pemeriksaan
07-05-2019 Bayi dalam T : 36,8oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 150 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 69 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3370 gram Seizure - Inj. Gentamicin
lemah, nafas spO2 : 92 % ec HIE. 1x17mg
- Sibital 20 mg/kg +
spontan O2,
D5% 20 cc
Kejang (+)
bolus pelan 12
sesak (+),
jam kemudian 5
retraksi (-),
mg/Kg
sianosis (-)
- Pasang OGT
49
keadaan R : 56 x/min Neonatal - Inj. Cefotaxime
umum BB: 3346 gram Seizure ec 2x170mg
- Inj. Gentamicin
lemah, nafas GDS : 63 HIE.
1x17mg
spontan O2, mg/dl
- Sibital 5 mg/kg
Kejang (-) - OGT terpasang
- Diit ASI/SF 5 cc/ 3
sesak (-),
jam
retraksi (-),
sianosis (-)
09-05-2019 Bayi dalam T : 35,9oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 140 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 47 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3325 gram Seizure - Inj. Gentamicin
lemah, nafas ec HIE. 1x17mg
- Sibital 5 mg
spontan O2,
- OGT terpasang
sesak (-), - Diit : 8x5-10 cc
- Fototerapi
retraksi (-),
sianosis (-),
kejang (-)
Sklera
Ikterik (+)
10-05-2019 Bayi dalam T : 35,9oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 102 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 54 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3230 gram Seizure ec - Inj. Gentamicin
lemah, nafas HIE. 1x17mg
- Sibital 5 mg/Kg
spontan O2,
- OGT terpasang
sesak (-), - Diit : 8x20 cc
- Fototerapi
retraksi (-),
sianosis (-),
50
kejang (-)
Skelra
ikterik (-)
11-03-2019 Bayi dalam T : 35,9oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 102 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 54 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3220 gram Seizure ec - Inj. Gentamicin
lemah, nafas HIE. 1x17mg
- Sibital 5 mg/Kg
spontan O2,
- Diit : 8x20 cc
sesak (-), - Fototerapi
retraksi (-),
sianosis (-),
kejang (-)
Sclera
ikterik (+)
12-05-2019
BOPUL
51
BAB IV
PEMBAHASAN
52
pada periode perinatal (termasukkejang, hipotonus, koma atau ensefalopati
hipoksiaiskemia),serta ada bukti disfungsi multiorgan pada periode neonatal.
Berdasarkan literatur, asfiksia bisa menyebabkan gangguan pada beberapa
fungsi organ salah satunya sistem saraf pusat yaitu berupa hypoxic ischaemic
encephalopathy (HIE).Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) terjadi akibat
keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya, akan tetapi kelainan ini tidak dapat
diketahui dengan segera. (WHO, 2008). Untuk menetapkan derajat HIE pada pasien
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 10. Derajat HIE
Tanda klinis Stadium 1 Stadium 2 (Sedang) Stadium 3 (Berat)
(Ringan)
Tingkat Hyperalert/irrita Letargi Stupor, koma
kesadaran ble
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
tendon/klonus
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
EEG Normal Voltase rendah sampai Burst suppression ke
bangkitan kejang isoelektrik
Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari-minggu
Hasil Baik Bervariasi Meninggal, atau cacat
berat
Banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya HIE pada bayi ini.
Diantaranya persalinan nonfisiologis dan keadaan hipoksia janin yang memicu
timbulnya asfiksia neonatorum. Dari anamnesis didapatkan diagnosis ibuG1P0A0H0
gravid aterm+ ketuban pecah 8 jam 30 menit + kala II memanjang + fetal distress.
53
Dari riwayat persalinan didapatkan bayi lahir secara spontan dengan persalinan lama
dan setelah lahir sisa ketuban hijau kental.
Setalah dilakukan penanganan di IGD RSUD Bangkinang, neonatus
dipindahkan ke instalasi neonatus dengan menggunakan inkubator dan oksigen nasal,
dan dari pemeriksaan fisik di instalasi neonatus didapatkan neonatus sesak (+),
merintih (+), retraksi (-), dan dilakukan tindakan pada bayi berupa bayi dihangatkan
di infant warmer, memasang saturasi dan didapatkan saturasi oksigen bayi 90% tanpa
menggunakan O2, kemudian dipasang IVFD D10 %, bayi dipasang OGT , dilakukan
pengambilan darah dan dilakukan pemeriksaan GDS. Setelah bayi stabil kemudian
bayi dimasukkan ke incubator.
Berdasarkan hal di atas resusitasi awal pada bayi ini sudah tepat, yaitu:
Jaga kehangatan dengan meletakkan bayi pada infant warmer
Jaga airway
Oksigenisasi yakni bayi diberikan Oksigen nasal, terapi oksigen pada bayi ini
sudah benar karena didapatkan tanda-tanda gangguan nafas pada bayi (skor
Down 4).
Untuk stabilisasi pada pasien ini sudah benar dimana sesuai dengan STABLE:
Sugar, pada pasien ini dilakukan pemeriksaan GDS dan didapatkan hasil : 63 mg/dl,
Temperature, Airway dan Blood pressure bayi sudah stabil, dan untuk Lab Worksudah
dilakukan.
Pada kasus kali ini tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit.Sehingga tidak
diketahui apakah pasienmengalami gangguan elektrolit atau tidak.Literatur
menyatakan bahwa didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada
82% kasus asfiksia perinatal, salah satunya kelainan metabolik yaitu dapat berupa
asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremi dan syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone (SIADH). Gangguan elektrolit ini terjadi akibat proses
hipoksik-iskemik yang menyebabkan pompa ion terganggu sehingga timbul
54
penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ di intraseluler, K+, glutamate dan aspartat di
ekstraseluler.
Untuk terapi pada pasien ini diberikan Cefotaxime 2x170 mg dan Gentamicin
1x70 mg.Pemberian antibiotik pada pasien ini sudah benar dan sudah sesuai dengan
indikasi dimana indikasi pemberian antibiotik pada bayi baru lahir adalah ada tanda
infeksi secara klinis dan terdapat faktor risiko, pada pasien ini didapatkan faktor
risiko mayor berupa ketuban hijau kental.
Berdasarkan riwayat persalinan, ibu didiagnosa dengan G1P0A0H0 gravid
aterm + ketuban pecah 8 jam 30 menit + kala II memanjang + fetal distress. Hal ini
merupakan salah satu etiologi terbentuknya caput succedaneum pada pasien
ini.Menurut literatur, caput succedaneum timbul saat kepala janin mendapatkan
tekanan dari serviks setelah selaput ketuban pecah.Caput succedaneumdapat terjadi
pada saat persalinan normal karena disebabkan oleh sebagai berikut :
Tekanan yang kuat dan lama pada kepala bayi (partus lama, vacum ekstraksi)
Dapat terjadi dimana ketuban sudah pecah, his kuat, anak hidup dan presentasi
kepala
55
pulang. Berdasarkan literatur, prognosis pada bayi dengan HIE stadium II (sedang)
80% normal, sedangkan 20% timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih dari 5-7
hari.
DAFTAR PUSTAKA
1. M. Soleh Kosim, dkk. Buku ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kejang dan Spasme. Jakarta. Edisi ke-7. Hal 226-244
56
2. K Alhadar A, Amir I, dkk. Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang Dari
Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir. Sari Pediatri
IDAI. 2010;12(3) http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-3-9.pdf
57