Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHULUAN

Kejang merupakan manifestasi klinis kegawat-daruratan neurologi yang


paling sering terjadi pada masa neonatus dan menjadi alasan orang tua untuk
membawa bayinya ke emergensi. Kejang padaneonatus (neonatal seizure)merupakan
manifestasi disfungsi neurologis, yang memiliki aktivitas paroksismal pada gambaran
EEG, sering disertai manifestasi motorik, dan kadang-kadang disertai manifestasi
otonom seperti efek pada pernafasan, denyut jantung dan tekanan darah.1
Insidensinya adalah 2,8 per 1000 pada bayi dengan berat lahir lebih dari 2500
gram. Insidensi yang lebih tinggi pada bayi prematur dengan berat lahir rendah yaitu
mencapai 57,5 per 1000 pada bayi berat lahir sangat rendah. Angka kematian
neonatus dengan kejang sangat tinggi yaitu sekitar 15% pada bayi cukup bulan dan
2/3 kasus menyebabkan gejala sisa berupa retardasi mental, palsi serebral, dan
epilepsi. Prognosis sangat tergantung pada etiologi, bentuk klinis kejang, dan
gambaran EEG.1,2
Kejang pada neonatus dapat disebabkan oleh gabungan beberapa etiologi.
Misalnya, kejang pada bayi yang menderita asfiksia, dapat juga ditemukan
manifestasi lain seperti hipoglikemia, hipokalsemia, perdarahan intrakranial dan
edema otak. Penyebab kejang tersering adalah hypoxic ischaemic encephalopathy
yaitu sebanyak 50-60%, selanjutnya adalah infeksi yaitu sekitar 20%. Kelainan
metabolik tersering menyebabkan kejang pada neonatus adalah hipoglikemia dan
hipokalsemia.3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1
2.1 KEJANG NEONATUS

2.1.1 DEFINISI
Kejang didefinikan secara klinis sebagai perubahan paroksismal dari
fungsi neurologis seperti fungsi kebiasaan, motorik atau otonom. Neonatal
adalah bayi dengan kelahiran berumur kurang dari 28 hari. 4 Definisi kejang
adalah depolarisasi berlebihan sel-sel neuron otak, yang mengakibatkan
perubahan yang bersifat paroksismal fungsi neuron (perilaku, fungsi motorik
dan otonom) dengan atau tanpa perubahan kesadaran. Kejang pada neonatus
dibatasi waktu yaitu kejang yang terjadi pada 28 hari pertama kehidupan (bayi
cukup bulan) atau 44 minggu masa konsepsi (usia kronologis + usia gestasi
pada saat lahir) pada bayi prematur.5
2.1.2 EPIDEMIOLOGI
Hingga sekarang sulit untuk mempelajari dan mengenal secara pasti
bangkitan kejang pada neonatus, insidensi dan prevalensi yang pasti sampai
sekarang belum diketahui. Sulitnya mempelajari hal tersebut dikarenakan
banyak kejadian kejang pada neonatus yang tidak disertai manifestasi klinis
yang jelas. Meskipun demikian, perkiraan angka kejadian di Amerika Serikat
berkisar antara 0.8-1.2 setiap 1000 neonatus setiap tahun, sedang pada literatur
lain menyebutkan 1-5% bayi pada bulan pertama mengalami kejang. Insidensi
meningkat kelahiran bayi kurang bulan sebesar 57.5-132 dibanding bayi cukup
bulan sebesar 0.7-2.7 setiap 1000 kelahiran hidup. Pada penelitian lain
menyebutkan insidensi 20% pada bayi kurang bulan dan 1.4% pada bayi cukup
bulan. Sekitar 70-80% neonatus secara klinis tidak tampak kejang, namun pada
elektrografik tampak gambaran masih kejang. Kejang neonatal menurut definisi
terjadi dalam 4 minggu pertama kehidupan pada bayi cukup bulan dan hingga
44 minggu sejak konsepsi untuk bayi prematur. Kejang paling sering terjadi
selama 10 hari pertama kehidupan.6,7

2.1.3 DESKRIPSI KEJANG

2
Secara klinis kejang adalah perubahan paroksismal dalam fungsi
neurologis dari fungsi perilaku, motorik atau neurologis.8
2.1.3.1 Klasifikasi
Kejang neonatal bersifat klinis atau elektrografis (jika EEG dipasang dan
menunjukkan pola kejang). Kejang klinis dapat diklasifikasikan sebagai8:
 Clonic–recurrent musclecontraction
 Tonic–sustained musclecontraction
 Myoclonic–brief active musclecontraction
 Subtle–automatisms, autonomic phenomena,
ocular phenomena and include seizures with
apnoea
 Focal–involving one part of the brain and affecting one side of
thebody
o Multifocal–involving more than one part of
the brain affecting several body parts,
asynchronous andmigratory

 Generalised–involving bilateral brain structures,


synchronous andnon-migratory

2.1.3.2 Presentasi Klinis

Tabel 1. Tipe Kejang8


Aspect Comment

3
 Rhythmic movements–usually slow at a rate of one to three
persecond

Clonic  May involve face arms, legs or trunk


 May be focal (one part or side of body) or multifocal (multiple
areas ofthe body shifting from one site to theother)
 Can be identified by clinicalobservation
 Focal clonic have bestoutcomes
 Primarily found in termbabies
 Generalised tonic seizures–sustained symmetric posturing of limbs,
trunk, and neck
o More common in preterm babieswho have poorerprognosis
o May be flexor, extensor, or mixedextensor/flexor
o Involve both upper and lowerextremities:
 Tonic extension (resemble decerebrate posturing)or
Tonic  Tonic flexion of arms and extension of legs
(mimicsdecorticate posturing)
 May involve one extremity or whole body axial
musculature ina opisthotonicfashion
o May be provoked or intensified bystimulation
o May be suppressed by restraint orrepositioning
o Presumed pathophysiology isnon-epileptic
 Focal tonic seizures of oneextremity:
o Especially associated with eyedeviation
o Cannot be provoked by stimulation or suppressed byrestraint

4
 Repeated often non-rhythmical, brief shock like jerks
 Random, single, rapid contractions of muscle groups of the limbs,
face,or trunk
o Tendency to affect flexor musclegroups
o Caused by sudden contraction or relaxation of one or moremuscles
 Resemble clonic movements but are quicker and gives
appearanceof jerkybaby
Myoclonic o Do not have rhythmical nature of clonicseizures
o May occur in one extremity (i.e. focal) or in several body
part(i.e. multifocal) orfragmentary
o Typically not associated with electrographiccorrelates
 Typically not repetitive or may recur at a slowrate
 Each one lasts approximately one microsecond orless
 May be provoked bystimulation
 Generalised myoclonic seizure more likely to have EEGchanges
o Include burst suppression, focal sharp waves andhypsarrhythmia
 Occur rarely but carry worstprognosis
 More common in term babies but also found with pretermbabies
 Mayhave
o Ocular–tonic horizontal eye deviation or sustained eye
openingwith ocular fixation or cycle fluttering
Subtle o Oral-facial-lingual movements–chewing movements,
tonguethrusting, lip smacking
o Limb movements–cycling, paddling, boxingjabs
o Autonomic CNS phenomena–tachycardia,bradycardia
o Apnoeicspells:
 Area rare manifestation of seizures and usually

5
without accompanying bradycardia (unless
prolongedhypoxaemia)
 More commonly seen in term babies thanpreterm11

2.1.3.3 Aktivitas Non-Kejang pada Neonatus


Tabel 2. Aktivitas Non-Seizure8
Aspect Comment
 Recurrenttremor
 Reducible by tactile stimuli, holding or flexing the affected
bodypart
 Does not affect theface
 Not associated with eye deviation or autonomicchange7
Jitteriness  Tremulousness of all limbs or just onelimb
 May also have a pathologicalbasis
 Commonly seen in many of the same conditions that are
associatedwith neonatal seizures, e.g. drug withdrawal
(from maternal drug ingestion), HIE, hypocalcaemia,
andhypoglycaemia
 Can clinically differentiate from seizures by disappearance
with physical restraint (by holding the baby) and also a lack
of associated featurese.g.
tachycardia or apnoea
 Markedly excessive startles relative to the stimulation,
Excessive startles e.g.auditory, touch10 and tonicstiffening
 Can be a sign of anencephalopathy
 Can also be seen inhyperekplexia
 Can be stopped by flexion of the forehead to thechest

6
 Benign condition in which the infant has myoclonic jerks
duringsleep
 Involves one or more limbs–more commonly observed inarms
Benign neonatal sleep  Limb movements in slow wave sleep often just after
myoclonus falling asleepor wakingup
 Can be quite dramatic–whole body
mayshake
o Ceases immediately when the baby
awakens
 Can occur in rapidsuccession
 May worsen if baby isheld7
Tremor  Involuntary generalisedmovement
 Rhythmical oscillating around a fixedaxis
 Sustained andrhythmical
 Upper motor neuronlesion
Clonus  Involuntary muscle contractions and relaxation in muscle
around ajoint
 Can be stopped by change of position ofjoint
 Can be provoked by quick movements of joint, e.g.
ankledorsiflexion

7
2.1.3.4 Perbedaan Jitteriness dengan Kejang
Table 3. Jitteriness vs Seizure8

Clinical feature10,11,38 Jitteriness Seizure


Abnormal gaze or eye No Yes
movement
Predominant movement Tremor, rapid, oscillatory Clonic, jerking, tonic
Movements cease with Yes No
passive flexion
Stimulus provoked movements Yes No

Conscious state/ Awake or asleep Altered


autonomic change

2.1.4 ETIOLOGI KEJANG


Tabel 4. Etiologi Kejang
Etiologi
Hypoxic ischemic encephalopathy
Penyebab tersering pada bayi cukup bulan
Muncul dalam 24 jam pertama kehidupan
Perdarahan intrakranial
Perdarahan intraserebral
Perdarahan intraventrikular
Perdarahan subdural
Perdarahan subarahnoid
Infeksi susunan saraf pusat
Meningitis bakterialis
Meningitis virus
Ensefalitis
Infeksi intrauterin (TORCH)

8
Bakteri patogenyang paling umum adalahStreptococcusgrup B, Escherichia coli,
Listeria,
Staphylococcus
Stroke perinatal
Oklusiarteri atautrombosis venadapatmengakibatkan stroke
Insidensi 1 per 4.000
Metabolik
Hipoglikemia
Hipokalsemia
Hipomagnesemia
Hipo atau hipernatremia
Ketergantungan piridoksin
Inborn error of metabolism
Penyebab kejang yang jarang
Sindrom ketergantungan obat
Neonatal abstinence syndrome
Kongenital
Anomali kromosom
Anomali otak kongenital
Gangguan neuro-generatif
Benign idiopathic neonatal convulsions
‘Fifth day fit’ Biasanyakejangklonikmultifokalterjadipada harike-5, umumnya
berhenti
dalam waktu 15 hari, penyebab tidak diketahui
Benign familial neonatal convulsions
Biasanya muncul sebagai kejang tonik atau klonik pada hari ke 2 atau 3
Idiopatik

9
2.1.5 PRESENTASI KEJANG BERDASARKAN ONSET
Kejang neonatal berkembang seiring waktu. Insidensi puncak terjadi
antara usia 12 dan 24 jam tetapi waktu onset tergantung pada etiologi dan
pengobatan. Seringkali kejang berhenti pada usia 72 jam.6 Waktu khas
presentasi diidentifikasi pada Tabel 5. Presentasi, tetapi hari onsetnya mungkin
bervariasi.8
Table 5.presentasi kejang berdasarkan onset
Typical onset Cause
 Traumatic brain injury:
o Haemorrhage—subarachnoid, intraventricular, intracerebral
o Subduralhaematoma
o Sub-galeal
 Hypoxic ischaemicinsult
 Stroke(arterial)
 Infection:
Hari ke 1 o Viral orbacterial
 Hypoglycae
mia
o Pretermbaby
o Small for gestationalage
o Maternal gestationaldiabetes
o Polycythaemia
 Severe neurometabolicdisorders:
o Sulphite oxidasedeficiency
o Non-ketotichyperglycinaemia
o Urea cycledefects
 Drug withdrawalsyndromes

10
 Pyridoxine dependent

 Stroke (venousthrombosis)
 Glucose transporterdeficiency
 Electrolyte deficiency/disturbance:
Hari ke 2
o Hyponatremia
o Hypernatremia
o Hypocalcaemia
o Hypomagnesaemia
 Infection
 Neurometabolicdisorders
 Cerebralmalformations:

Hari ke 3 o Lissencephaly
o Polymicrogyria
o Schizencephaly
 Other geneticabnormalities
 Infection

2.1.6 PATOFISIOLOGI
Mekanisme dasar terjadinya kejang akibat loncatan muatan listrik
yang berlebihan dan sinkron pada otak atau depolarisasi otak yang
mengakibatkan gerakan yang berulang. Terjadinya depolarisasi pada syaraf
akibat masuknya Natrium dan repolarisasi terjadi karena keluarnya Kalium
melalui membrane sel. Untuk mempertahankan potensial membrane
memerlukan energy yang berasal dari sel. Untuk mempertahankan potensial
membrane memerlukan energi yang berasal dari ATP dan tergantung pada
mekanisme pompa yaitu keluarnya Natrium dan masuknya Kalium.1
Depolarisasi yang berlebihan dapat terjadi paling tidak akibat beberapa hal1:

11
1. Gangguan produksi energi dapat mengakibatkan gangguan mekanisme
pompa natrium dan kalium. Hipoksemia dan Hipoglikemia dapat
mengakibatkan penurunan yang tajam produksi energi.
2. Peningkatan eksitasi disbanding inhibisi neurotransmitter dapat
mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.
3. Penurunan relative inhibisi disbanding eksitasi neurotransmitter dapat
mengakibatkan kecepatan depolarisasi yang berlebihan.

Perubahan fisiologis selama kejang berupa penurunan yang tajam kadar


glukosa otak dibanding kadar glukosa darah yang tetap normal atau meningkat
disertai peningkatan laktat. Keadaan ini menunjukkan mekanisme transportasi
pada otak tidak dapat mengimbangi kebutuhan yang ada. Kebutuhan oksigen
dan aliran darah otak juga meningkat untuk mencukupi kebutuhan oksigen dan
glukosa. Laktat terakumulasi selama terjadi kejang, dan pH arteri sangat
menurun. Tekanan darah sistemik meningkat dan aliran darah otak naik. Efek
dramatis jangka pendek ini diikuti oleh perubahan struktur sel dan hubungan
sinaptik.
Fenomena kejang pada BBL dijelaskan oleh Volpe karena keadaan
anatomi dan fisiologi pada masa perinatal yang sebagai berikut :1
- Susunan dendrit dan remifikasi axonal yang masih dalam proses
pertumbuhan
- Synaptogensis belum sempurna
- Mielinisasi pada system efferent di cortical belum lengkap

Keadaan fisiologis perinatal :


- Sinaps eksitatori berkembang mendahului inhibisi
- Neuron kortikal dan hipokampal masih imatur
- Inhibisi kejang oleh system substansia nigra belum berkembang

Table 6. Mekanisme penyebab kejang pada BBL1


Kemungkinan penyebab kejang Kelainan
Kegagalan mekanisme pompa Natrium Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia

12
dan Kalium akibat penurunan ATP
Eksitasi neurotransmitter yang Hipoksemi-iskemik, Hipoglikemia
berlebihan
Penurunan inhibisi neurotransmitter Ketergantungan piridoksin
Kelainan membrane sel yang Hipokalsemia dan hipomagnesemia
megakibatkan kenaikan permiabilitas
Natrium

2.1.7 KRITERIA DIAGNOSIS


Kejang bisa sulit didiagnosis karena gerakan abnormal pada bayi yang
baru lahir dapat berupa aktivitas kejang (dengan kejang ditunjukkan pada EEG)
atau hanya gerakan abnormal tanpa kejang elektrografi. Namun, kejang
elektrografi mungkin tidak terkait dengan gerakan abnormal atau lainnya.
Sepertiga kejang neonatal secara klinis berkorelasi dengan rekaman EEG.
Diagnosis banding untuk kejang neonatal luas dan mencakup penyebab
struktural, metabolik, dan genetik.

2.1.7.1 Penilaian pada Bayi


Aspek Ulasan
Evaluasi  Kurang akurat dibandingEEG
Klinis  Tidak mengidentifikasi kejang subklinis atau non-kejang

13
 Riwayat antenatal ibu termasuk:
o Keguguran sebelumnya
o Diabetes gestasional (menyebabkan hipoglikemia
neonatal)
o Infeksi dan segala perawatan yang diterima (termasuk
penyakit menular seksual) khususnya HSV, Sifilis, CMV
dan Toksoplasmosis
Riwayat
o Riwayat perjalanan untuk risiko virus Zika29 yang dapat
menyebabkan kelainan bawaan termasuk mikrosefali28
o Penggunaan resep dan obat-obatan terlarang
o Kecenderungan pembekuan atau pendarahan
o Preeklampsia
o Hiccoughing atau fluttering in-utero sebagai petunjuk
aktivitas kejang biasanya ketika kelainan metabolisme
terjadi
 • Riwayat keluarga epilepsi terutama ibu pada masa bayi
atau anggota keluarga lainnya (kekerabatan)
 • Riwayat perinatal termasuk jenis kelahiran dan
resusitasi dan apa saja:
 o Gawat janin
 o Trauma kelahiran
 o Asfiksia perinatal
 Pemeriksaan fisik:
o Anomali bawaan
o Lingkar kepala sebagai mikrosefali dapat menjadi indikasi
malformasi otak yang mendasarinya
Pemeriksaan
o Tanda lahir
o Kelainan somatik

14
o Disforfologi wajah
 Pemeriksaan neurologis yang abnormal
 Tanda-tanda sepsis

 Pantau dan catat tanda-tanda vital termasuk denyut


jantung, laju dan upaya pernapasan, saturasi oksigen,
suhu, warna, tekanan darah seperti yang ditunjukkan
(mis. Jika fenitoin diberikan)
 Mengamati dan mencatat aktivitas kejang:
o Tanggal, waktu, dan durasi acara apa pun
Observasi o Apakah kejang stereotip dengan onset dan offset
yang jelas
o Jenis kejang (halus, tonik, klonik, mioklonik dan jika
fokus atau umum)
o Gerakan mata yang tidak normal
o Perkembangan acara
o Perubahan otonom, mis. apnea, hipotensi, hipertensi
o Setiap rangsangan yang memprovokasi, mis.
penanganan, kebisingan
o Apakah aktivitas dapat dihentikan atau dimodifikasi
dengan postur atau pengekangan
o EEG berkorelasi jika pemantauan dilakukan secara
bersamaan
 Dokumentasikan respons terhadap obat yang diberikan

15
2.1.7.2 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang tergantung pada masing-masing bayi dan
keadaan termasuk kemungkinan penyebab kejang.Pertimbangkan riwayat
ibu dan riwayat bayi termasuk presentasi dan jenis kejang dan respons
terhadap pengobatan.Pemeriksaan penunjang dikelompokkan berdasarkan
penyebab yang mungkin dan penyelidikan awal dilakukan ketika bayi
mengalami kejang neonatal.

Aspect Comment/good practice point


 BGL

Blood  Urea, electrolytes and calcium, magnesium andsodium


 Full bloodcount
 Bloodcultures
 Microscopy and bacterialculture
 PCR (bacterial andviral)
CSF  Glucose
 Protein
 Blood
 Colour
Urine  Microscopy andculture
 USS untuk deteksi perdarahan intra-ventrikel dan
parenkim
 Pencitraan resonansi magnetik:
o Lebih disukai untuk computed tomography atau (USS)
o Sensitivitas lebih besar dalam mengidentifikasi
Imaging malformasi otak, perdarahan intrakranial dan kerusakan
iskemik
o Tidak membantu diagnosis kejang tetapi dapat berguna
untuk mendiagnosis lesi intrakranial yang terkait dengan

16
kejang42
o Gunakan jika etiologinya tidak teridentifikasi dan kejang
resisten terhadap AED biasa
o Diagnosis untuk disgenesis serebral, lissencephaly, dan
gangguan migrasi neuronal lainnya36
o Waktu tergantung pada dugaan penyebab kejang, mis.
sesegera mungkin untuk dugaan malformasi otak atau
perdarahan intrakranial yang serius dan hari ke 4–8 untuk
bayi dengan HIE

2.1.8 TATALAKSANA KEJANG


Prinsip-prinsip untuk manajemen kejang neonatal simptomatik akut
meliputi:
 Identifikasi kejang yang cepat dan akurat secara klinis dan jika
memungkinkan oleh EEG
 EEG biasanya tidak tersedia selama kejang klinis pertama
 Menghindari kesalahan diagnosis
 Titrasi obat untuk menghentikan kejang elektrografi
 Penghentian awal pengobatan begitu kejang berhenti
 Pencegahan masalah sekunder dengan mempertahankan suhu fisiologis
normal, glukosa darah, oksigenasi, ventilasi, dan tekanan darah

A. Manajemen kejang pada neonatus.


 Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, pemberian oksigen
 Periksa dan catat aktivitas kejang yang terjadi
 Lakukan penilaian secepatnya apakah penyebab kejang dapat ditangani
dengan cepat, jika tidak bisa tangani kejang dengan fenobarbital 20
mg/kg IV 4, sambil terus memonitor sistem kardiovaskular dan
respirasi dan lakukan teapi suportif yang dibutuhkan.
 Hentikan semua asupan secara oral
 Usahakan tangani penyebab utama kejang sesuai tata cara yang
diindikasikan

17
 Jika kejang masih berlanjut, berikan dosis tambahan fenobarbital 5
mg/kg IV 4(sampai tercapai dosis maksimal 40 mg/kgbb)
 Jika kejang masih berlanjut, berikan fenitoin 15-20mg/kgbb4
 Kejang dapat tertangani, lanjutkan pengawasan. Pertimbangkan untuk
menghentikan obat antikonvulsan jika : kejang terkontrol dan
pemeriksaan neurologis normal atau pemeriksaan neurologis abnormal
namun EEG normal.

Gambar 1. Bagan manajemen terapi kejang pada neonatus8

18
19
Abbreviations: BGL Blood glucose level; CMV Cytomegalovirus; CSF
Cerebrospinal fluid; EEG Electroencephalogram; EOGBSD Early onset Group B
streptococcal disease; FBC Full blood count; HIE Hypoxic ischaemic
encephalopathy; HSV Herpes simplex virus; LFTs Liver function tests; MRI
Magnetic resonance imaging; QCG Queensland Clinical Guidelines

20
B. Observasi dan Monitoring
Table 7. Initial assessment and management
Aspect Comment/good practice point
 Establish adequate airway, ventilation andperfusion
o Minimise additional postnatal hypoxaemia and hyper-
orhypocapnia
Resuscitation  Commence cardio-respiratory, oxygen saturation and
bloodpressure monitoring inbabies:
o At risk of encephalopathy including alterations in
autonomicfunctioning (vital signs) which may be
indicative of seizureactivity
o Being administered anticonvulsantmedication
 Obtain intravenous (IV)access
 Undertake comprehensive history and assessment ofbaby:
o Refer to Table 8.Assessment
Assessment/ o Refer to Table 9. Initialinvestigations
examination  Commence early discussions with neonatologist for
paediatric neurology input through local retrieval services
regarding assessment,initial
management and potential for transfer to tertiary neonatal
unit

21
 Biochemical causes e.g.hypoglycaemia
[refer to Queensland Clinical Guideline Newborn
hypoglycaemia
 Suspected bacterial infection according to local protocols
or with empirical antibiotic therapy [refer to Queensland
Clinical GuidelineEarly onset Group B Streptococcal
disease for dosingregimens]
o Commence:
 Benzyl penicillin IV and gentamicin IV OR
Treat underlying  Amoxicillin/ampicillin IV and gentamicin IV and
causes o Also commence Cefotaxime IV if bacterial meningitis
issuspected
 Commence Acyclovir IV until CSF PCR for HSV is known
to benegative
 Other underlying causes e.g. HIE–refer to
QueenslandClinical Guideline Hypoxic-
ischaemicencephalopathy
 In the absence of hypoglycaemia commenceAED
 Treat other common biochemical derangements suchas:
o Hypocalcaemia–with 10% calcium gluconate IV 2
mL/kg over 10 minutes and with cardiac
monitoring
o Hypomagnesaemia8–with 50% magnesium
sulphatedeep intramuscular injection 100
mg/kg
 If maternal substance use known or suspected—consider
neonatal abstinence syndrome—refer to Queensland
Clinical Guideline Perinatal substance use–neonatal and

22
Queensland Clinical GuidelinePerinatal
substance use–maternal

2.1.9 TERAPI FARMAKOLOGI


Opsi sementara farmakologis untuk pengobatan kejang neonatal telah
meningkat ada bukti terbatas mengenai strategi pengobatan farmakologis yang
optimal. Pertimbangkan manfaat dan risiko dari opsi yang tersedia termasuk
potensi kemanjuran, potensi toksisitas, dan efek samping serta kecepatan
respon yang diantisipasi. Fenobarbital direkomendasikan sebagai obat yang
akan digunakan tetapi tidak ada kesepakatan umum tentang obat yang lebih
disukai untuk pengobatan lini kedua.

23
1. Anti Epilepsi
a. Phenobarbital
Phenobarbital
Dosis dan Loading dose :
- 20 mg/kg IV – selama 10-15 menit
administrasi
- Dosis tambahan(pilihan) 5 mg/kg/kali sampai
kejang mereda atau dosis total (40 mg/kg) telah
tercapai
Rumatan :
- IV (perlahan-lahan – contoh : 1 mg/kg/menit), IM,
Oral
- 2.5-5 mg/kg sekali sehari dimulai 12-24 jam
setelah dosis awal
Keterangan  Pengobatan lini pertama
 Efektivitas kurang dari 50%4
 Mengurangi kejang secara klinis namun efek kurang
pada kejang EEG
 Penambahan obat kedua (contoh : fenitoin) seringkali
dibutuhkan
 Mungkin menyebabkan apneu/depresi respiratorik
pada dosis tinggi (40 mg/kg) dan peningkatan
konsentrasi serum (diatas 60 mikrogram/mL
Jangkauan terapeutik :
- Ukur level serum setelah 48 jam dari pemberian
intravena dosis awal
- 15-40 microgram/mL (65-170 micromol/L)

b. Phenytoin
Fenitoin
Dosis dan Dosis awal :
- 15-20 mg/kg IV – kecepatan infus maksimum
administrasi
0.5 mg/kg/menit(jika melalui IV)
- IV atau oral
- Setelah dosis awal : 4-8 mg/kg perhari

24
- Setelah umur 1 minggu : dosis sampai 8
mg/kg/kali – 2 sampai 3 kali sehari
Keterangan  Tidak cocok dengan pemberian intra muskular
 Pastikan keutuhan dari pembuluh darah karena
adanya resiko radang jaringan dan nekrosis apabila
terjadi ekstravasasi
 Berikan dengan menggunakan filter dan diikuti bolus
Nacl 0.9%
 Berikan perlahan-lahan secara intravena untuk
mencegah terjadinya aritmia jantung
 Monitor heart rate dan ritme dan tekanan darah untuk
mengetahui apabila ada hipotensi
Jangkauan level terapeutik
- Ukur konsentrasi dalam darah setelah pemberian
dosis awal intravena
- 6-15 mikrogram/mL pada minggu-minggu awal
kehidupan dilanjutkan 10-20 mikrogram/mL

c. Midazolam
Midazolam
Dosis dan  0.15 mg/kg IV minimal selama 5 menit
administrasi Infus :
 60-400 mikrogram/kg/jam
 Rekonstitusi dan dilusi
 Dilusi 1 mg/kg midazolam sampai
dosis total 50 mL dengan Nacl
0.9%, glukosa 5% atau 10%
 1 ml/jam = 20
mikrogram/kg.jam
Keterangan  Efektif pada bayi yang tetap kejang setelah
diberikan fenobarbital dan/atau fenitoin

25
 Dapat menyebabkan depresi respiratorik dan
hipotensi jika disuntikkan dengan cepat atau
diberikan bersamaan dengan obat golongan
narkotika

2. Pyridoxine (Vitamin B6)

Pyridoxine (vitamin B6)


 Classic presentation is intractable seizures that
appear within hoursof birth and are resistant to
conventional AEDs
o Baby responds rapidly to IVPyridoxine
Diagnosis
and  May present with frequent multifocal and erratic or

treatment generalisedmyoclonic jerks


o May also present with tonic seizures,
spasms, abnormaleye movements,
grimacing orirritability
 Seizures may occur without ictal changes on theEEG
 Maternal history may report sensation of
sustained hammeringlasting 15–20 minutes by
fetusinutero63
 Used for diagnosis and treatment of pyridoxine
Dose and dependentseizures
administration  50–100 mg IV injection46,58 over 20 minutes59 or IM
oIf required may be repeated after 10 minutes up to
a total maximum dose of 500 mg59
 If responsive then administer 50–100 mg orally35,46,58
once perday59

26
 Vitamin B6 is a required enzyme in the
biosynthesis of dopamineand serotonin
 Used to treat inborn error of metabolism due to
antiquitin deficiency (α- amino adipic
semialdehyde [α-AASA]
dehydrogenasedeficiency)30

Comment  Consider pyridoxine dependency in any baby with


severe seizures evenif there is a clear cause (e.g.
birthasphyxia)46
 Seizures are usually multifocal and clonic at onset
and progress rapidlyto statusepilepticus
 Observe for bradycardia, apnoea, hypotension
andhypotonia
o Monitor cardio-respiratoryfunction
o Ventilator support may benecessary8,58
 Best administered while EEG monitoring8 but
absence of EEG shouldnot delayadministration46
 A pyridoxine level of less than 20
nanomoles/L is indicative ofa deficiency58

2.1.10 PROGNOSIS
Kejang pada neonatus dapat mengakibatkan kematian, atau jika hidup
dapat menderita gejala sisa atau sekuele.
Aspect Comment

27
 Determined byaetiology2,22

 Strongest predictors of outcome–underlying cause and


backgroundEEG activity20,22,65
Prognosis
 Tends to be worse for preterm babies11 as often
associatedwith underlying braininjury20,65
 If EEG background isnormal:
o Prognosis is excellent for resolution ofseizures
o Normal development islikely22
 Risk of long term morbidity and neonatalmortality22
 Complicationsinclude22:
o Cerebralpalsy
Morbidity and o Cerebralatrophy
mortality o Hydrocephalusex-vacuo
o Microcephaly
o Epilepsy
o Spasticity
o Feeding difficulties

28
2.2 HIE (HIPOKSIA ISKEMIA ENSELOPATI)

2.2.1 DEFINISI HIE

Hipoksia merupakan istilah yang menggambarkan turunnya


konsentrasi oksigen dalam darah arteri. Iskemia adalah istilah yang
menggambarkan penurunan aliran darah ke sel atau organ (perfusi) yang
menyebabkan insufisiensi fungsi pemeliharaan organ tersebut.1 Asfiksia
perinatal adalah keadaan di mana fetus atau neonatus mengalami hipoksia dan
atau iskemia ke berbagai macam organ. Keadaan ini menyebabkan gangguan
fungsi dan perubahan biokimia sehingga dalam jaringan timbul asidosis.
Pengaruh hipoksia dan iskemia tidak sama, tetapi keduanya berhubungan erat
saling tumpang tindih. Kedua faktor tersebut menyebabkan asfiksia. Asfiksia
dapat terjadi pada waktu pre, peri dan postnatal.2-8
American Academy of Pediatrics (AAP) and the American College of
Obstetricians and Gynecologists (ACOG) membuat definisi asfiksia perinatal
sebagai berikut:
1. Adanya asidosis metabolik (pH<7.00) pada darah umbilikus atau
analisa gas darah arteri apabila fasilitas tersedia;

29
2. Adanya persisten nilai apgar 0-3 selama >5 menit;
3. Manifestasi neurologis segera pada waktu perinatal dengan gejala
kejang, hipotonia, koma, ensefalopati hipoksik iskemik; dan
4. Adanya gangguan fungsi multiorgan segera pada waktu perinatal.9

Ensefalopati sendiri adalah istilah klinis tanpa menyebutkan etiologi


dimana bayi mengalami gangguan tingkat kesadaran pada waktu dilakukan
pemeriksaan.10 Hipoksik iskemik Ensefalopati perinatal (HIE) adalah suatu
sindroma yang ditandai dengan adanya kelainan klinis dan laboratorium yang
timbul karena adanya cedera pada otak yang akut yang disebabkan karena
asfiksia.1-6 Hipoksik iskemik Ensefalopati merupakan penyebab penting
kerusakan permanen sel-sel pada susunan saraf pusat (SSP), yang berdampak
pada kematian atau kecacatan berupa palsi cerebral atau defisiensi mental.
Diagnosis HIE dibuat berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan klinis. Tidak
ada satupun test yang spesifik untuk menyingkirkan atau menegakkan
diagnosis HIE. Semua pemeriksaan dikerjakan untuk mengetahui beratnya
cedera otak yang terjadi dan memonitor fungsi dari organ sistemik lainnya.2
Angka kejadian HIE berkisar antara 0,3 - 1,8% di negara-negara maju,
sedangkan di Indonesia belum ada catatan yang cukup valid. Insiden HIE di
Amerika Serikat terjadi pada 6/1000 bayi aterm yang lahir hidup 1. Lima belas
hingga 20% bayi dengan HIE meninggal pada masa neonatal, 25-30% yang
bertahan hidup mempunyai kelainan neurodevelopmental permanent4. Angka
kematiannya tinggi sekitar 50%, angka kecacatan berhubungan dengan
beratnya penyakit.10

2.2.2 FAKTOR RESIKO

Faktor resiko yang dapat menyebabkan asfiksia perinatal yaitu9:

Faktor Ibu Hipotensi

30
Hipoksia

Anemia

Presentasi Non-Sefalik

Obat-obatan

Kesehatan ibu yang buruk

Kurangnya pengawasan antenatal yange fektif


Faktor tali Kehamilan lewat bulan (post dates)
pusat Prolaps tali pusat

Oklusi
Faktor Abrupsi Plasenta
Plasenta Vaskulitis
Faktor Septikemia
neonatus Makrosomia

Distosia bahu

Anomali Kromosom

Hipotonia

Sindroma aspirasi mekonium

2.2.3 ETIOLOGI
2-5
Penyebab asfiksia perinatal yang dapat menyebabkan HIE yaitu :

- Gangguan oksigenasi pada ibu hamil,


- Penurunanalirandarahdariibukeplasentaataudariplasentake fetus
- Gangguan pertukaran gas yangmelalui plasenta ataufetus,
- Peningkatan kebutuhanfetaloksigen.

31
2.2.4 PATOGENESIS

Beberapa menit setelah fetus mengalami hipoksia total, terjadi bradikardia,


hipotensi, turunnya curah jantung dan gangguan metabolik seperti asidosis
respiratorius. Respon sistim sirkulasi pada fase awal dari fetus adalah peningkatan
aliran pintas melalui duktus venosus, duktus arteriosus dan foramen ovale, dengan
tujuan memelihara perfusi dari otak, jantung dan adrenal, hati, ginjal dan usus
secara sementara.

Patologi hipoksia-iskemia tergantung organ yang terkena dan derajat berat-


ringan hipoksia. Pada fase awal terjadi kongesti, kebocoran cairan intravaskuler
karena peningkatan permeabilitas dinding pembuluh darah dan pembengkakan sel
endotel merupakan tanda nekrosis koagulasi dan kematian sel. Kongesti dan
petekie tampak pada perikardium, pleura, timus, jantung, adrenal dan meningen.
Hipoksia intrauterin yang memanjang dapat menyebabkan Periventicular
leukomalacia (PVL) dan hiperplasia otot polos arteriole pada paru yang
merupakan predesposisi untuk terjadi hipertensi pulmoner pada bayi. Distres
nafas yang ditandai dengan gasping, dapat terjadi akibat aspirasi bahan asing
dalam cairan amnion (misalnya mekonium, lanugo dan skuama).

Kombinasi hipoksia kronik pada fetus dan cedera hipoksik-iskemik akut


setelah lahir akan menyebabkan neuropatologik khusus dan hal tersebut
tergantung pada usia kehamilan. Pada bayi cukup bulan akan terjadi nekrosis
neuronal korteks (lebih lanjut akan terjadi atrofi kortikal) dan cedera iskemik
parasagital. Pada bayi kurang bulan akan terjadi PVL (selanjutnya akan menjadi
spastik diplegia), status marmoratus basal ganglia dan IVH. Pada bayi cukup
bulan lebih sering terjadi infark fokal atau multifokal pada korteks yang
menyebabkan kejang fokal dan hemiplegia jika dibandingkan dengan bayi kurang
bulan.

32
2.2.5 MANIFESTASI KLINIS

Tanda hipoksia pada fetus dapat diidentifikasi pada beberapa menit hingga
beberapa hari sebelum persalinan. Retardasi pertumbuhan intrauterin dengan
peningkatan tahanan vaskular merupakan tanda awal hipoksia fetus. Asidosis
terjadi akibat komponen metabolik atau respiratorik. Terutama pada bayi
menjelang aterm, tanda-tanda hipoksia janin merupakan dasar untuk
memberikanoksigen konsentrasi tinggi pada ibu dan indikasi untuk segera
mengakhiri kehamilan untuk mencegah kematian janin atau kerusakan SSP.
Pada saat persalinan, air ketuban yang berwarna kuning dan mengandung
mekoneum dijumpai pada janin yang mengalami distres. Pada saat lahir, biasanya
terjadi depresi pernafasan dan kegagalan pernafasan spontan. Setelah beberapa
jam kemudian, bayi akan tampak hipotonia atau berubah menjadi hipertonia berat
atau tonus tampak normal.
American Medical Association pada tahun 1976 menerbitkan modifikasi
pembagian ensefalopati hipoksik iskemik menurut Sarnat dan Sarnat pada bayi
aterm (>36 minggu) yang sampai sekarang masih dipergunakan.6

Tabel 8 : Pembagian Ensefalopati Hipoksik Iskemik pada Bayi Aterm9


Tanda klinis Derajat 1 Derajat 2 Derajat 3

33
Tingkat kesadaran Iritabel Letargi Stupor, coma
Tonus otot Normal Hipotonus Flaksid
Postur Normal Fleksi Decerebrate
Refleks Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
tendon/klonus
Myoclonus
Refleks Moro Tampak Tampak Tidak tampak
Pupil Kuat Lemah Tidak ada
Midriasis Miosis Tidak beraturan,
Kejang refleks cahaya
EEG Tidak ada Sering terjadi lemah
Normal Voltage rendah Decerebrate
Durasi yang berubah Burst suppression
Hasil akhir <24 jam dengan kejang to isoelektrik
Baik 24 jam – 14 hari Beberapa hari
bervariasi hingga minggu
Kematian,
kecacatan berat

(Dikutip dari Stoll BJ, Kliegman RM. Nervous System Disorders. In Behrman RE,

Kliegman RM, Jenson H Beds. Nelson Textbook of Pediatrics 17th ed.


Philadelphia, WB Saunders Co. ,2004;559-68).

Pucat, sianosis, apnea, bradikardia dan tidak adanya respon terhadap stimulasi
juga merupakan tanda-tanda ensefalopati hipoksik iskemik. Cerebral edema dapat
berkembang dalam 24 jam kemudian dan menyebabkan depresi batang otak. Selama
fase tersebut, sering timbul kejang yang dapat memberat dan bersifat refrakter
dengan pemberian dosis standar obat antikonvulsan. Walaupun kejang sering
merupakan akibat ensefalopati hipoksik iskemik, kejang pada bayi juga dapat
disebabkan oleh hipokalsemia dan hipoglikemia.
Sebagai tambahan, disfungsi SSP, gagal jantung kongesti dan syok
kardiogenik, hipertensi pulmonal persisten, sindroma distress nafas, perforasi
gastrointestinal, hematuria dan nekrosis tubular akut sering terjadi bersama dengan

34
asfiksia pada masa perinatal. Setelah persalinan, hipoksia yang terjadi biasanya
disebabkan karena gagal nafas dan insufisiensi sirkulasi.
Pada asfiksia perinatal dapat timbul gangguan fungsi pada beberapa organ
yaitu : otak, jantung, paru, ginjal, hepar, saluran cerna, dan sumsum tulang
Didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada 82% kasus
asfiksia perinatal. Susunan saraf pusat merupakan organ yang paling sering terkena
(72%), ginjal 42% kasus, jantung 29%, gastrointestinal 29%, paru-paru 26%.

6
Manifestasi klinis pada organ lainnya tersebut adalah sebagai berikut:

1. Ginjal
Oliguria-anuria, hematuria, proteinuria. Waspadailah kemungkinan timbul
acutetubular necrosis (ATN), dan gagal ginjal akut.
2. Sistem kardiovaskuler
Hipotensi, tricuspid insufficiency, nekrosis, iskemik miokardial, disfungsi
ventrikuler, syok, gagal jantung congesif
3. Paru
Edema paru-paru, pendarahan paru-paru (shock lung), respiratory distress
syndrome, meconeal aspiration syndrome, dan persisten tpulmonary
hypertension.
4. Sistem saluran cerna
Fungsional intestinal obstruction, paralytic ileus, ulkus, perforasi atau
necrotizing enterocolitis.
5. Metabolik
Asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremi, syndrome ofinap
propriate antidiuretic hormone(SIADH),
6. Hepar
Gangguan fungsi liver, pembekuan darah, metabolisme bilirubin, albumin
dan shock liver.
7. Hematologi

35
Pendarahan-pendarahan, disseminated intravascular coagulation (DIC).
8. Kematian otak (braindeath).

2.2.6 DIAGNOSIS

Tidak ada satu tes darah yang spesifik untuk mendiagnosis asfiksia
perinatal.5 Pada pH<7.0 secara klinis menimbulkan asidosis, tetapi belum
pasti cedera hipoksik telah terjadi. Nilai apgar menurut AAP/ACOG tidak bisa
digunakan sebagai bukti bahwa kerusakan neurologi karena hipoksia yang
diakibatkan cedera saraf atau penatalaksanaan intrapartum yang tidak optimal
tetapi dapat membantu menentukan tingkat asfiksia.9

Tabel 9. Skor Apgar.5


Tanda 0 1 2
Frekuensi Tidak ada <100 x/menit >100 x/menit
jantung
Usaha Tidak ada Lambat, tidak Menangis kuat
Bernafas teratur
Tonus otot Lumpuh Ekstremitas fleksi Gerakan aktif
sedikit
Refleks Tidak ada Gerakan sedikit Reaksi melawan

36
Warna Seluruh Tubuh kemerahan, Seluruh tubuh
tubuh ekstremitas biru kemerahan
biru/pucat

Diagnosis durante/postpartum ditegakkan berdasarkan nilai skor Apgar pada


menit 1, 5, dan 10.
Kriteria :
1. Asfiksia berat : skor Apgar 0-3
2. Asfiksia ringan-sedang : skor Apgar 4-6
3. Tidak asfiksia : skor Apgar 7-10

2.2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khusus untuk


menyingkirkan atau menegakkan diagnosis ensefalopati hipoksik iskemik.
Pemeriksaan laboratorium dikerjakan untuk memonitor fungsi maupun

1-7
kelainan organ sistemik dan cedera otak. Pemeriksaan antara lain:

1. Pemeriksaan darah lengkap.

2. Gula darah.
3. Pemeriksaan urine lengkap, produksi urine, dan osmollaritas.
4. Serum elektrolit (Na,Ka, Ca,P,danMg).
5. BUN dan serum kreatinin.
6. Faal pembekuan darah.
7. Faal hati.
8. Analisa gas darah.
9. Foto torak.
10. Pungsi lumbal dikerjakan untuk mendeteksi kemungkinan adanya

37
2,7
pendarahan intrakarnial atau menyingkirkan adanya meningitis.

11. Pemeriksaan EEG dapat membantu untuk menentukan pengobatan dan

2,3,4
prognosis penderita.

12. Ultrasonografi kepala. Pemeriksaan ultrasonografi kepala sangat membantu


pada bayi yang prematur. Dianjurkan pada bayi yang umur kehamilannya
<30minggu, minimal 1 kali, diulang pada umur 7-14 hari, dan diperiksa
kembali pada umur kronologisnya 36-40 minggu. Cara ini dapat
mengidentifikasi pendarahan intraventrikuler dan necrosis basal ganglia dan

4-5
thalamus.

13. Computedtomography (CT) scan kepala. Pada bayi yang aterm yang
mengalami cedera
Hipoksik iskemik biasanya dilakukan pemeriksaan CT scan kepala
pada usia 2-5 hari, dimana pada waktu tersebut timbul edema cerebri yang
maksimal. Proses perdarahan akut dan klasifikasi intrakranial akan lebih
baik divisualisasi dengan pemeriksaan CT scan dibandingkan dengan
pemeriksaan MRI. Pada bayi prematur yang mengalami hypoxic

Ischemic injury, pemeriksaan dengan CT scan kepala kurang memberikan


hasil yang memuaskan karena pada bayi prematu struktur jaringan otaknya
masih imatur dan lebih banyak mengandung cairan.
14. Magnetic resonance imaging (MRI) kepala. Pemeriksaan ini dapat
mengidentifikasi bayi prematur maupun aterm yang mengalami cedera
hipoksik iskemik yang mungkin tidak bisa divisualisasi dengan cara
neuroimaging lainnya. Jika pemeriksaan CT scan telah dilakukan dan tidak
menghasilkan kesimpulan, maka MRI dikerjakan antara umur 2-10 hari.
Tetapi karena kesulitan teknik, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
pemeriksaan dan sulitnya monitoring bayi yang mengalami cedera hipoksik

38
iskemik, maka penggunaannya dibatasi.

2.2.8 DIAGNOSIS BANDING

P
erlu dipikirkan penyakit atau keadaan lain yang manifestasi klinis nya

1-7
berupa neonatal ensefalopati, yaitu:

1) Pengaruh sedasi, pemberian anastesia dan analgesia lainnya pada ibu


waktu persalinan,
2) Infeksi virus, sepsis atau meningitis,
3) Kelainan kongenital susunan syaraf pusat, jantung dan paru,
4) Penyakit neuromuskular,
5) Trauma persalinan
6) Kelainanmetabolismebawaan.
Hal ini perlu dikomunikasikan kepada orang tua. Kalau neonatus nilai
apgarnya rendah, beritahu pada keluarganya kalau bayinya nilai apgarnya
rendah atau bayi dalam keadaan jelek,

3
Hindari kata- kata asfiksia sebelum penyebab asfiksia diketahui.
Sebaliknya kalau nilai apgarnya baik jangan katakan bayinya dalam keadaan
baik, tetapi katakanlah nilai apgarnya baik, bayi ini masih dalam masa transisi

1,3
kehidupan intrauterine ke ekstrauterine antara 6 sampai 72 jam pertama.

2.2.9 PENATALAKSANAAN

 Upaya yang optimal adalah pencegahan. Tujuan utama yaitu mengidentifikasi


dan mencegah fetus dan neonatus yang mempunyai resiko mengalami asfiksia
sejak dalam kandungan sampai persalinan.

39
 Resusitasi. Segera lakukan resusitasi bayi yang mengalami apneu dan atau
HIE :
a. Ventilasi yang adekuat. Usahakan memberikan ventilasi sehingga pCO2
dalam kadar yang fisiologis.
b. Oksigenasi yang adekuat
c. Perfusi yang adekuat. Mempertahankan tekanan darah arterial dalam batas
normal sesuai dengan umur kehamilan dan beratnya. Jika terlalu rendah
akan menyebabkan iskemik, bila terlalu tinggi akan menyebabkan
perdarahan pada daerah germinal matrix dan intraventrikular pada bayi
preematur. Hindarilah hematokrit >65% (hiperviskositas) yang dapat
menyebabkan menurunnya cerebral blood flow velocitydan timbul
iskemik dan pendarahan dengan gejala-gejala klinis neurologi kejang,
letargi atau apneu.
d. Koreksi asidosis metabolik. Tujuan utama untuk memelihara
keseimbangan asam basa dalam jaringan tetap normal. Diberikan NaBic
4,2% dosis 1-2 mEq/kgBB atau 2 ml/kgBB. Penggunaan bicarbonate
mungkin menyebabkan hipercarbia dan asidosis intraselular dan
meningkatnya asam laktat.
e. Pertahankan kadar glukosa dalam darah antara 75-100 mg/dl.
f. Kadar kalsium harus dipertahankan dalam kadar normal. Hipokalsemia
adalah suatu kelainan elektrolit yang sering dijumpai pada post asfiksia
neonatal dengan gejala kejang. Diberikan Ca glukonas 10% 200 mg/kgBB
intravena atau 2 ml/kgBB diencerkan dalam aquades sama banyak
diberikan secara intravena dalam waktu 5 menit.
g. Atasi kejang. Bila ada kejang maka Fenobarbital adalah obat pilihan.
Dosis 20 mg/kgBB IV dalam 10-15 menit. Dosis intramuskular juga dapat
diberikan dengan dosis ditingkatkan 15% dari dosis IV. Jika kejang hilang,
berikan dosis rumatan 5 mg/kgBB/kali IV/IM tiap 12 jam. Jika masih
kejang, berikan Fenobarbital ulangan 10 mg/kgBB IV/IM, jika setelah 30
menit kejang tak berhenti dapat diulang 30 menit kemudian (maksimal 40
mg/kgBB).

40
h. Mencegah timbulnya edema cerebri. Tujuan utama untuk mencegah
timbulnya edema cerebri dengan cara mencegah overload dari cairan.
Retriksi cairan dengan pemberian 60 ml/kgBB per hari. Hati-hati bayi
kemungkinan timbul SIADH (Syndrome Inappropriate Anti Diuretic
Hormon).

2.2.10 PROGNOSIS

Prognosis HIE berkisar antara kesembuhan total hingga kematian, berkorelasi


dengan saat dan lamanya cedera, derajat keparahan cedera, dan manajemen terapi.
Bayi dengan pH awal darah tali pusat 20-25 mmol/L), postur deserebrasi, lesi basal
ganglia-thalamus berat, HIE berat hingga usia 72 jam, dan kurangnya aktivitas
spontan, meningkatkan risiko kecacatan dan kematian.8
Penderita yang mengalami ensefalopati hipoksik iskemik prognosisnya

1-7
bervariasi, ada yang sembuh total, cacat, atau meninggal dunia. Di Amerika
Serikat angka kematian bayi secara keseluruhan pada bayi dengan ensefalopati

1
hipoksik iskemik ringan sampai berata dalah12,5% , di Rumah Sakit Dr. Soetomo

9
angka kematian 18,85%. Pada stadium ringan pada umumnya sembuh total, pada
stadium sedang, 80% normal, sisanya timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih

10
dari 5-7 hari. Pada abad 19 di Amerika Serikat ada anggapan bahwa penyebab

22
utama dari CP dan retardasi mental adalah asfiksia intrapartum. Pendapat ini

3,5
adalah keliru. Hanya 8% penderita CP yang terbukti disebabkan karena asfiksia

23
perinatal. Pada anak yang menderita serebral palsi, 80 % nilai apgarnya normal.

22-28
80% palsi serebral terjadi antepartum. Menurut data dari National
Collaborative Perinatal Project (NCPP) dan British National Child Development

41
Study (BNCDS),
Fa
ktor persalinan perinatal memberikan dampak yang kecil terhadap

1
timbulnya retardasi mental dan kejang. Hanya 3-13% anak yang menderita palsi

1
serebral terbukti menderita asfiksia intra partum.

Bagaimanapun juga nilai prediksi untuk hasil perkembangan neurologi yang


lanjut sulit dievaluasi, terutama jika dianalisa secara individual, karena pengaruh
lingkungan, psikososial, kebiasaan, dan pengaruh lainnya merupakan faktor yang
mempengaruhi outcome jangka panjang. Tetapi ada beberapa faktor atau keadaan

1-4
yang dapat dipakai untuk menilai prognosis. Prognosisnya jelek apabila:

1. Asfiksia berat yang berkepanjangan (Apgar score = 3lpada umur 20


menit).
2. Ensefalopati hipoksik iskemik stadium berat menurut Sarnat dan Sarnat,
50% meninggal dunia, sisanya timbul gejala sisa yang berat.
3. Kejang yang sulit diatasi muncul sebelum 12 jam yang disertai dengan
kelainan multi organ.
4. Adanya kelainan neurologi yang persisten pada 1-2 minggu saat
dipulangkan, 50% akan timbul epilepsi.
5. Adanya oliguria persisten (produksiurine <1ml/kgBB perjam selama 36
jam pertama).
6. Mikrosefali pada 3 bulan pertama setelah lahir. Menurunnya rasio
lingkaran kepala yang didapatkan pada waktu lahir dibandingkan dengan
usia 4 bulan dibagi rerata lingkaran kepala pada usia nya kali 100%
>3,1% merupakan cara untuk memprediksi timbulnya mikrosefali
sebelum usia18 bulan.
1, 2, 5-7
7. Adanya kelainan EEG yang sedang sampai berat. Adanya EEG
yang normal atau ringan yang terjadi pada hari pertama setelah lahir

42
merupakan tanda outcome yang normal, Adanya EEG yang normal atau
mendekati normal yang terjadi pada hari pertama setelah lahir walaupun
bayinya koma, merupakan prediksi yang kuat outcome neurologik yang
baik. Pemulihan EEG yang normal pada hari ke-7 biasanya disertai

2
dengan outcome yang normal.

8. Adanya kelainan CT scan yang berupa pendarahan yang berat, peri


ventrikuler leukomalasi (PVL) atau mekrosis.
9. Kelainan MRI yang timbul pada 24-72 jam pertama setelah lahir.
Sebaliknya pemeriksaan MRI yang normal pada 24-72 jam setelah lahir
hampir selalu menghasilkan prediksi outcome yang baik, walaupun pada

1,2
neonatus yang mengalami asphyxia berat.

BAB III
STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : By. Ny. Helda

43
Umur : 2 hari
Berat badan lahir : 3400 Gram
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ayah/ibu : Tn. Hendra EkaSaputra /Ny. Helda
Pekerjaan ayah/ibu : Wiraswasta /Ibu Rumah Tangga
Alamat : Alaintan
Agama : Islam
Waktu masuk RS : Selasa, 07 Mei 2019

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis)

a. Keluhan utama :
Kejang

b. Riwayat Penyakit sekarang :


Neonatus lahir pada tanggal 6 Mei 2019 pukul 14.30 wib di rumah
bidan secara spontan, kala II memanjang, nilai APGAR 3/6/10, Keadaan
setelah lahir bayi tidak langsung menangis, letargi (+), sesak (+), retraksi (+).
Injeksi neo-k (+), salep mata (+), sisa ketuban hijau kental,sudah diberi ASI,
BAB (+), BAK (+), kuning (-), kejang (-).
Kemudian pada tanggal 7 Mei 2019 bayi mengalami kejang sebanyak
2 kali, durasi kejang <15 menit, tampak ekstremitasbergerak seperti megayuh
pedal dan gerakan abnormal pada mata, lalu bayi dirujuk ke Instalasi gawat
darurat RSUD Bangkinang pukul 14.19 wibSetelah diterima di instalasi gawat
darurat didapatkan bayi sesak (+), merintih (+), tampak lemah dan kejang (+).
Kemudian bayi dipindahkan ke NICU dengan menggunakan inkubator
dan oksigen nasal.Setelah diterima di instalasi neonatus didapatkan neonatus
sesak (-), merintih (+), tampak lemah dan kejang (-).

44
c. Riwayat kehamilan ibu :
Ibu berumur 25 tahun riwayat ANC ke bidan sebanyak 5 kali. Dengan
diagnosis kehamilan G1P0A0H0 gravid aterm + ketuban pecah 8 jam 30
menit + kala II memanjang. Usia kehamilan tidak diketahui karena lupa
HPHT, Selama hamil ibu tidak pernah mengalami demam, DM (-), dan
hipertensi (-). Riwayat merokok (-), alkohol (-).

d. Riwayat persalinan:
Sejak tanggal 5 Mei 2013 pukul 23.00 WIB, ibu sudah mengeluhkan nyeri
pinggang yang menjalar ke ari-ari, keluar lendir campur darah (+), keluar
air-air yang banyak dari kemaluan (-). Lalu tanggal 6 Mei 2013 pukul
05.00 WIB, keluar air-air yang banyak dari kemaluan warna hijau, lalu
dibawa ke bidan, terdapat riwayat persalinan lama. Pukul 14.30 wib bayi
lahir tidak menangis dengan Apgar Score 3+6+10.

III. PEMERIKSAAN FISIK


 Keadaan umum :
Tampak kulit kemerahan, tonus otot lemah, gerakan lemah, merintih, akral
dingin, sesak (+), kesadaran letargi.
 Tanda-tanda vital :
GCS : E4V5M3
HR : 150 x/menit
RR : 69 x/menit
T : 37,20C

 Ukuran pertumbuhan :
BBL : 3400 gram LD : 34 cm
BBM : 3370 gram LP : 33 cm
PB : 50 cm LILA : 12 cm
LK : 35 cm

45
Interpretasi : Penilaian berat badan lahir  SMK (BBL persentil ke 10 & ke
90)
Masa gestasi Aterm atau cukup bulan

 Sistem saraf pusat :


kesadaran letargi, Warna kulit kemerahan, aktifitas bayi mengantuk, pupil
isokhor 1mm/1mm, reflek cahaya +/+, kejang (+).
 Kepala dan wajah :
caput (+) konsistensi lembek, Fontanella datar, sutura normal, sianosis sentral
(-).

46
Caput succadeneum (+)

 Sistem respiratorius :
RR : 69 x/menit, bernafas dengan upaya keras, merintih (+), nafas cuping
hidung (-), retraksi (+), gerakan dada simetris, Down skor = 4 (Gangguan
pernafasan sedang)
 Sistem kardiovaskuler:
HR : 150 x/menit, bunyi jantung normal, murmur (-), denyut perifer kuat,
CRT<2 detik
 Sistem GIT :
Warna dinding abdomen kemerahan, organomegali (-), venektasi (-), distensi
(-), bising usus normal, anus paten
 Genitalia :
Laki-laki, kelainan kongenital (-)
 Ekstremitas :
Akral dingin, jejas persalinan (-), bentuk simetris,tulang punggung normal,
kelainan kongenital (-)

Refleks Primitif
• Refleks moro (+) lemah
• Refleks palmar grasp (+)
• Refleks plantar grasp (+)
• Refleks snout (+)
• Reflex tonic neck (+)
Ballard score : score 34  38 minggu usia gestasi
Down Score : score 4  Gangguan pernafasan sedang

47
IV. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium
1. Darah
o Hemoglobin : 17,9 gr%
o Leukosit : 28,9/mm3
o Hematokrit : 50 %
o Trombosit : 117/mm3
2. Diabetes
o Gula Darah (Stick) : 40 mg/d
3. Elektrolit
o Chlorida :-
o Kalium :-
o Natrium :-
4. C- Reaktif Protein : (+)

V. Resume
Pasien datang dibawa olehorangtuanyake IGD RSUD Bangkinangkarena
kejang. Kejang terjadi 2 kali pada hari ini SMRS, dengan durasi <15 menit, dengan
gerakan ekstremitas sepertimengayuh pedal dan gerakan abnormal mata. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan umum: Tampak lemah, Kesadaran :
somnolen, GCS :12 (E=4, V=5, M=3), Nadi : 150 x/menit, Suhu: 37,2 oC,
Pernafasan: 69 x/mnt serta tidak di dapatkan tanda-tanda dehidrasi pada pasien.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin: 17,9 gr%, Leukosit:
28.9/mm3, Hematokrit: 50 %, Trombosit: 117/mm3.

VI. DIAGNOSIS KERJA


NCB (38-40 minggu) SMK BBLC (3400 gram) + Neonatal Seizure ec
Hipoksik Iskemik Ensefalopati grade II + caput succedaneum+ susp.Sepsis

VII. DIAGNOSIS BANDING

48
Perdarahan Intrakranial, Kelainan metabolik (Hipoglikemia,
Hipokalsemia/ Hipomagnesemia, Hiponatremia dan Hipernatremia)

VIII. Penatalaksanaan :
- Pemberian O2 1 l/i
- IVFD D10% + Ca Glukonate 1 amp  11 tpm
- Inj. Cefotaxim 170 mg/24 jam/iv
- Inj. Gentamisin 17 mg/24 jam/iv
- Sibital 20 mg/kg + D5%  20 cc bolus pelan  12 jam kemudian 5
mg/Kg
- Diit : ASI/SF 20-30 cc/ 3 jam

IX. Prognosis
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad fungsionam : dubia ad bonam

Follow up
Tanggal S O A P
pemeriksaan
07-05-2019 Bayi dalam T : 36,8oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 150 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 69 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3370 gram Seizure - Inj. Gentamicin
lemah, nafas spO2 : 92 % ec HIE. 1x17mg
- Sibital 20 mg/kg +
spontan O2,
D5%  20 cc
Kejang (+)
bolus pelan  12
sesak (+),
jam kemudian 5
retraksi (-),
mg/Kg
sianosis (-)
- Pasang OGT

08-05-2019 Bayi dalam T : 36,2oC NCB- - Ivfd D10%


- O2 1 L/i
inkubator, N : 147 x/min SMK,

49
keadaan R : 56 x/min Neonatal - Inj. Cefotaxime
umum BB: 3346 gram Seizure ec 2x170mg
- Inj. Gentamicin
lemah, nafas GDS : 63 HIE.
1x17mg
spontan O2, mg/dl
- Sibital 5 mg/kg
Kejang (-) - OGT terpasang
- Diit ASI/SF 5 cc/ 3
sesak (-),
jam
retraksi (-),
sianosis (-)
09-05-2019 Bayi dalam T : 35,9oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 140 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 47 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3325 gram Seizure - Inj. Gentamicin
lemah, nafas ec HIE. 1x17mg
- Sibital 5 mg
spontan O2,
- OGT terpasang
sesak (-), - Diit : 8x5-10 cc
- Fototerapi
retraksi (-),
sianosis (-),
kejang (-)
Sklera
Ikterik (+)
10-05-2019 Bayi dalam T : 35,9oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 102 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 54 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3230 gram Seizure ec - Inj. Gentamicin
lemah, nafas HIE. 1x17mg
- Sibital 5 mg/Kg
spontan O2,
- OGT terpasang
sesak (-), - Diit : 8x20 cc
- Fototerapi
retraksi (-),
sianosis (-),

50
kejang (-)
Skelra
ikterik (-)
11-03-2019 Bayi dalam T : 35,9oC NCB- - Ivfd D10%
- O2 1 L/i
inkubator, N : 102 x/min SMK,
- Inj. Cefotaxime
keadaan R : 54 x/min Neonatal
2x170mg
umum BB: 3220 gram Seizure ec - Inj. Gentamicin
lemah, nafas HIE. 1x17mg
- Sibital 5 mg/Kg
spontan O2,
- Diit : 8x20 cc
sesak (-), - Fototerapi
retraksi (-),
sianosis (-),
kejang (-)
Sclera
ikterik (+)
12-05-2019

BOPUL

51
BAB IV
PEMBAHASAN

Neonatus usia 2 hari dengan diagnosisNCB (38-40 minggu) SMK BBLC


(3400 gram) + HIE grade II + caput succedaneum, diagnosis ini berdasarkan
klasifikasi neonatus menurut BATTAGLIA & LUBBCHENCO (1967), dengan masa
gestasi 38-40 minggu dan BBL 3400gram, akan didiagnosisNeonatus Cukup Bulan
(NCB) –Sesuai Masa Kehamilan (SMK).
Penegakan diagnosisHIE pada pasien ini berdasarkan darianamnesis
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keadaan
setelah lahir bayi tidak langsung menangis dengan nilai APGAR score 3/6/10, sisa
ketuban hijau kental. Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum bayitampak
letargi, tonus lemah, sesak (+) dengan frekuensi nafas 69 kali/menit, merintih (+) dan
akral dingin.Dari pemeriksaan sistem saraf pusat didapatkan bayi kejang (+). Dari
pemeriksaan sistem respiratorius didapatkan skor Down 4 (Gangguan pernafasan
sedang).
Hal ini menunjukkan bahwa bayi mengalami aksifisia neonatorum yakni suatu
keadaan dimana bayi baru lahir tidak dapat bernafas secara spontan. Berdasarkan The
National Neonatal PerinatalDatabase (NNPD) di India dan kesepakatan diDivisi
Perinatologi Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas
Indonesia RumahSakit Dr. Cipto Mangunkusumo menggunakan nilaiApgar 4-6 pada
menit pertama sebagai asfiksia sedangdan nilai Apgar 0-3 pada menit pertama sebagai
asfiksiaberat. Sedangkan berdasarkan American Academy of Pediatrics (AAP) dan
American College of Obstetrician and Gynecologyst (ACOG) menetapkankriteria
asfiksia, yaitu: asidosis metabolik atau asidosis campurandengan pH<7,00pada arteri
umbilikalis, nilai Apgar0–3 pada menit kelima atau lebih, manifestasineurologi segera

52
pada periode perinatal (termasukkejang, hipotonus, koma atau ensefalopati
hipoksiaiskemia),serta ada bukti disfungsi multiorgan pada periode neonatal.
Berdasarkan literatur, asfiksia bisa menyebabkan gangguan pada beberapa
fungsi organ salah satunya sistem saraf pusat yaitu berupa hypoxic ischaemic
encephalopathy (HIE).Hypoxic ischaemic encephalopathy (HIE) terjadi akibat
keadaan asfiksia neonatorum sebelumnya, akan tetapi kelainan ini tidak dapat
diketahui dengan segera. (WHO, 2008). Untuk menetapkan derajat HIE pada pasien
berdasarkan tabel berikut :
Tabel 10. Derajat HIE
Tanda klinis Stadium 1 Stadium 2 (Sedang) Stadium 3 (Berat)
(Ringan)
Tingkat Hyperalert/irrita Letargi Stupor, koma
kesadaran ble
Tonus otot Normal Hipotonik Flacid
Postur Normal Flexi Decerebrate
Reflek Hiperaktif Hiperaktif Tidak ada
tendon/klonus
Mioklonus Tampak Tampak Tidak tampak
Reflek moro Kuat Lemah Tidak ada
Pupil Midriasis Miosis Tidak sama, reflek
cahaya lemah
Kejang Tidak ada Sering Deserebrasi
EEG Normal Voltase rendah sampai Burst suppression ke
bangkitan kejang isoelektrik
Lamanya <24 jam 24 jam sampai 14 hari Beberapa hari-minggu
Hasil Baik Bervariasi Meninggal, atau cacat
berat

Banyak faktor risiko yang menyebabkan terjadinya HIE pada bayi ini.
Diantaranya persalinan nonfisiologis dan keadaan hipoksia janin yang memicu
timbulnya asfiksia neonatorum. Dari anamnesis didapatkan diagnosis ibuG1P0A0H0
gravid aterm+ ketuban pecah 8 jam 30 menit + kala II memanjang + fetal distress.

53
Dari riwayat persalinan didapatkan bayi lahir secara spontan dengan persalinan lama
dan setelah lahir sisa ketuban hijau kental.
Setalah dilakukan penanganan di IGD RSUD Bangkinang, neonatus
dipindahkan ke instalasi neonatus dengan menggunakan inkubator dan oksigen nasal,
dan dari pemeriksaan fisik di instalasi neonatus didapatkan neonatus sesak (+),
merintih (+), retraksi (-), dan dilakukan tindakan pada bayi berupa bayi dihangatkan
di infant warmer, memasang saturasi dan didapatkan saturasi oksigen bayi 90% tanpa
menggunakan O2, kemudian dipasang IVFD D10 %, bayi dipasang OGT , dilakukan
pengambilan darah dan dilakukan pemeriksaan GDS. Setelah bayi stabil kemudian
bayi dimasukkan ke incubator.

Berdasarkan hal di atas resusitasi awal pada bayi ini sudah tepat, yaitu:
 Jaga kehangatan dengan meletakkan bayi pada infant warmer
 Jaga airway
 Oksigenisasi yakni bayi diberikan Oksigen nasal, terapi oksigen pada bayi ini
sudah benar karena didapatkan tanda-tanda gangguan nafas pada bayi (skor
Down 4).

Untuk stabilisasi pada pasien ini sudah benar dimana sesuai dengan STABLE:
Sugar, pada pasien ini dilakukan pemeriksaan GDS dan didapatkan hasil : 63 mg/dl,
Temperature, Airway dan Blood pressure bayi sudah stabil, dan untuk Lab Worksudah
dilakukan.
Pada kasus kali ini tidak dilakukan pemeriksaan elektrolit.Sehingga tidak
diketahui apakah pasienmengalami gangguan elektrolit atau tidak.Literatur
menyatakan bahwa didapatkan satu atau lebih organ yang mengalami kelainan pada
82% kasus asfiksia perinatal, salah satunya kelainan metabolik yaitu dapat berupa
asidosis, hipoglikemi, hipokalsemi, hiponatremi dan syndrome of inappropriate
antidiuretic hormone (SIADH). Gangguan elektrolit ini terjadi akibat proses
hipoksik-iskemik yang menyebabkan pompa ion terganggu sehingga timbul

54
penimbunan Na+, Cl-, H2O, Ca2+ di intraseluler, K+, glutamate dan aspartat di
ekstraseluler.
Untuk terapi pada pasien ini diberikan Cefotaxime 2x170 mg dan Gentamicin
1x70 mg.Pemberian antibiotik pada pasien ini sudah benar dan sudah sesuai dengan
indikasi dimana indikasi pemberian antibiotik pada bayi baru lahir adalah ada tanda
infeksi secara klinis dan terdapat faktor risiko, pada pasien ini didapatkan faktor
risiko mayor berupa ketuban hijau kental.
Berdasarkan riwayat persalinan, ibu didiagnosa dengan G1P0A0H0 gravid
aterm + ketuban pecah 8 jam 30 menit + kala II memanjang + fetal distress. Hal ini
merupakan salah satu etiologi terbentuknya caput succedaneum pada pasien
ini.Menurut literatur, caput succedaneum timbul saat kepala janin mendapatkan
tekanan dari serviks setelah selaput ketuban pecah.Caput succedaneumdapat terjadi
pada saat persalinan normal karena disebabkan oleh sebagai berikut :
 Tekanan yang kuat dan lama pada kepala bayi (partus lama, vacum ekstraksi)
 Dapat terjadi dimana ketuban sudah pecah, his kuat, anak hidup dan presentasi
kepala

Pada followup pasien mengalami perbaikan secara klinis.Pasien dirawat di


NICU selama 6 hari.Didapatkan keadaan pasien sudah stabil sehingga diperbolehkan

55
pulang. Berdasarkan literatur, prognosis pada bayi dengan HIE stadium II (sedang)
80% normal, sedangkan 20% timbul kelainan bila gejalanya tetap ada lebih dari 5-7
hari.

DAFTAR PUSTAKA

1. M. Soleh Kosim, dkk. Buku ajar Neonatologi. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Kejang dan Spasme. Jakarta. Edisi ke-7. Hal 226-244

56
2. K Alhadar A, Amir I, dkk. Korelasi Nilai APGAR Menit Kelima Kurang Dari
Tujuh dengan Kadar Transaminase Serum pada Bayi Baru Lahir. Sari Pediatri
IDAI. 2010;12(3) http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-3-9.pdf

3. Erny, Saharso D,Sudiatmika I.Hypoxic Ischaemic Encephalophaty. SMF Ilmu


Kesehatan Anak FK Unair/RSUD Dr Soetomo Surabaya. Buletin IKA. 2002;
7 www.pediatrik.com

4. Lestari E. Asfiksia Neonatorum. Sari Pediatri IDAI. 2012;14(1):36-9

5. Budi B. Ensefalopati Hipoksik Iskemik. Fakultas Kedokteran Universitas


Airlangga. Surabaya; 2010
6. Rina D. Hubungan antara kala I dan II lama persalinan dengan kejadian
asfiksia neonatorum. [skripsi]. Medan : Universitas Sumatra Utara; 2011.
7. Setiabudiawan B. Asfiksia. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya; 2011
8. Tri Utomo M, Etika R, dkk. Ensefalopati Hipoksik Iskemik Perinatal. Divisi
Neonatologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK Unair RSU Dr. Soetomo.
Surabaya; Kapita Selekta Ilmu Kesehatan Anak VI. 2006
9. Queensland Clinical Guidelines Steering Committee Statewide Maternity and
Neonatal Clinical Network (Queensland) Email:Guidelines@health.qld.gov.au
10. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan (Jejas persalinan). Jakarta : P.T Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002

57

Anda mungkin juga menyukai