1. Pengertian (Definisi) Kejang neonatus : secara klinis adalah perubahan
paroksimal dari fungsi neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom system syaraf) yang terjadi pada masa neonatus. Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada neonatus, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di kemudian hari di samping itu kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari 1 masalah atau lebih. Walaupun neonatus mempunyai daya tahan terhadap kerusakan otak lebih baik, namun efek jangka panjang berupa penurunan ambang kejang, gangguan belajar dan daya ingat tetap terjadi 2. Anamnesis A. Anamnesis : Faktor risiko : Riwayat kejang dalam keluarga Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada anak terdahulu atau bayi meninggal pada masa neonatus tanpa diketahui penyebabnya. 5 Riwayat kehamilan / Prenatal - Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil - Pre Eklamsi, gawat janin. - Pemakaian obat golongan narkotika, metadon. - Imunisasi anti tetanus, Rubela Riwayat Persalinan - Asfiksia, episode hipoksik - Trauma persalinan - KPD (Ketuban Pecah Dini ) - Anesthesi lokal/ blok Riwayat Paskanatal - Infeksi neonatus , keadaan bayi yang tiba-tiba memburuk - Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini. - Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat. - Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur perawatan - Waktu atau awitan kejang mungkin berhubugan dengan etiologi - Bentuk gerakan abnormal yang terjadi 3. Pemeriksaan Fisik Gambaran klinis kejang yang sering terjadi pada neonatus sebagai berikut 1. Subtle: Bentuk kejang subtle lebih sering terjadi dibanding tipe kejang yang lain, hampir 50% dari kejang neonatus baik pada bayi kurang bulan maupun cukup bulan,. Manifestasi klinis berupa gerakan abnormal pada bibir, mulut, mata dan anggota gerak. 2. Tonik Kejang tonik biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal berat misalnya pada perdarahan intraventrikular. Bentuk klinis kejang ini yaitu pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum a. Fokal : terdiri dari postur tubuh asimetris yang menetap dari badan atau ekstremitas dengan atau tanpa adanya gerakan mata abnormal. b. Kejang Tonik Umum: Ditandai dengan fleksi tonik atau ekstensi leher,badan dan ekstremitas, biasanya dengan ekstensi ekstremitas bawah juga.. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan sikap opistitonus yang disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi selaput otak atau kernikterik. 3. Klonik Kejang klonik seringnya merupakan petunjuk dari lesi fokal yang mendasari seperti infark korteks, namun kejang klonik juga dapat disebabkan oleh sebab metabolik. Bayi dengan kejang klonik biasanya tidak mengalami penurunan kesadaran Dikenal 2 bentuk : a. Fokal : terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas pada sisi unilateral dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan ini pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali perdetik. b. Multifokal : Kejang klonik pada neonatus dapat mempunyai lebih dari satu fokus atau migrasi terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas yang kemudian secara acak pindah ke ekstremitas lain nya . Bentuk kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu atau lebih anggota gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah kanan. Kadang- kadang karena kejang yang satu dengan yang lain sering bersinambungan, seolah-olah memberi kesan sebagai kejang umum. Bentuk kejang ini biasanya terdapat pada gangguan metabolik. Kejang ini lebih sering dijumpai pada bayi Cukup Bulan dengan berat lebih 2,500 grams. 4. Mioklonik Kejang mioklonik cenderung terjadi pada kelompok otot fleksor. Kejang mioklonik terdiri atas : a. Fokal: terdiri dari kontraksi cepat satu atau lebih otot fleksor ekstremitas atas b. Multifokal : terdiri dari gerakan tidak sinkron dari beberapa bagian tubuh c. Umum : terdiri dari satu atau lebih gerakan fleksi massif dari kepala dan badan dan adanya gerakan fleksi atau ekstensi dari ekstremitas d. Ketiga jenis kejang mioklonik sering dijumpai pada bayi kurang bulang dan cukup bulan saat sedang tidur. Gerakan yang menyerupai kejang pada neonatus 1. Apne. Pada bayi berat lahir rendah biasanya pernapasan tidak teratur, diselingi dengan berhentinya pernapasan 3-6 detik dan sering diikuti hiperpnea selama 10-50 detik. Bentuk pernapasan ini disebabkan belum sempurnanya pusat pernapasan di batang otak dan berhubungan dengan derajat prematuritas. keadaan ini USG perlu segera dikerjakan Jitterness Jiterines adalah fenomena yang sering terjadi pada neonatus normal dan harus dibedakan dengan kejang, sekitar 44% dari 936 bayi yang diamati. Jiterines lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan mariyuana, dapat pula merupakan tanda dari adanya sindroma abstinensia neonatus. Bentuk gerakan adalah tremor simetris dengan frekuensi yang cepat 5-6 kali perdetik
4. Kriteria Diagnosis Diagnosis kejang pada neonatus didasarkan pada
anamnesis yang lengkap, riwayat yang berhubungan dengan penyebab penyakitnya, manifestasi klinis kejang, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang) 5. Diagnosis Kerja KEJANG NEONATUS 6. Diagnosis Banding 1. Hipoglikemia 2. Hiponatremia 3. Hipernatremia 4. Hipokalsemia 5. Jitterness 6. Spasme 7. Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan Laboratorium : Gula darah Elekrolit : Kalium , Natrium, Kalsium, Pemeriksan radiologis/pencitraan : USG kepala 8. Tatalaksana Penatalaksanaan kejang pada neonatus meliputi stabilisasi keadaan umum bayi, menghentikan kejang dan indentifikasi dan pengobatan faktor etiologi serta suportif untuk mencegah kejang berulang.
Manajemen awal kejang
A. Terapi Suportip
1. Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka,
permberian oksigen 2. Pemantauan ketat : Pasang monitor jantung dan pernapasan serta“pulse oxymeter “ 3. Pasang jalur intra vena , berikan infus Dekstrose 4. Beri bantuan respirasi dan terapi oksigen bila diperlukan 5. Koreksi gangguan metabolik dengan tepat
B. Medikamentosa : pemberian antikonvulsan merupakan
indikasi pada manajemen awal . 1. Fenobarbital : Dosis awal (“ loading dose “) 20 – 40 mg mg/kgBB intravena diberikan mulai dengan 20 mg/kg BB selama 5 – 10 menit Pantau depresi pernapasan dan tekanan darah Dosis rumatan : 3 – 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis Kadar terapeutik dalam darah diukur 1 jam setelah pemberian intravena atau 2 – 4 jam setelah pemberian per oral dengan kadar 15 – 45 ugm/mL 2. Fenitoin (Dilantin) : biasanya diberikan hanya apabila bayi tidak memberi respons yang adekuat terhadap pemberian fenobarbital Dosis awal ( “ Loading dose “ ) untuk status epileptikus 15 – 20 mg/kgBB intravena pelan- pelan Karena efek alami obat yang iritatip maka beri pembilas larutan garam fisiologis sebelum dan sesudah pemberian obat Pengawasan terhadap gejala bradikardia, aritmia dan hipotensi selama pemberian infus Dosis rumat hanya dengan jalur intra vena (karena pemberian oral tidak efektip) 5 – 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 atau 3 dosis Kadar terapeutik dalam darah ( Fenitoin bebas dan terikat ) 12 – 20 mg/L atau 1-2 mg/L ( hanya untuk Fenitoin bebas ) 3. Lorazepam ( Ativan TM ) : biasanya diberikan pada bayi baru lahir yang tidak memberi respons terhadap pemberian fenobarbital dan fenitoin secara ber urutan Dosis efektip : 0.05 – 0.10 mg/kgBB diberikan intravena dimulai dengan 0.05 mg/kgBB pelan- pelan dalam beberapa menit Obat ini akan masuk ke dalam otak dengan cepat dan membentuk efek antikonvulsan yang nyata dalam waktu kurang 5 menit Pengawasan terhadap depresi pernapasan dan hipotensi
9. Edukasi Tentang Asfiksia, penyebab, gejala klinis dan
(Hospital Health Promotion) komplikasi Tentang pemberian dan manfaat ASI 10. Prognosis Kejang metabolik : Ad vitam ,Ad sanationam ,Ad fungsionam = baik. Kejang karena HIE : tergantung pada hasil pengelolaan atau manajemen , seharus nya Ad vitam ,Ad sanationam ,Ad fungsionam= baik . Status konvulsivus : biasanya Ad vitam ,Ad sanationam ,Ad fungsionam= dubia.Tergantung kondisi bayi dan hasil pemeriksaan EEG nya ada fokal epileptik atau tidak. Bila ada biasanya prognosis kurang baik. 11. Tingkat Evidens Diagnosis : level 1, referensi nomer 7 Terapi : level 1 referensi nomor 8
12. Penelaah Kritis 1. SMF Anak
13. Indikator Outcome Kejang berhenti
Gerakan abnormal dari mata, bibir, mulut dan ekstremitas berhenti
Kosim M, Yunanto A, Dewi R, Sarosa G, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI; 2008. h. 220 - 243. 2. Departemen Kesehatan RI - IDAI (UKK Perinatologi) - MNH-JHPIEGO. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan perawat di rumah sakit. Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D, penyunting. Jakarta: Departemen Kesehatan RI 2004 3. Kosim MS. Kejang pada bayi berat lahir rendah. Disampaikan pada Seminar Penatalaksanaan terkini BBLR. Solo 27-28 Januari, 2007. 4. Pusponegoro HD. Update in neonatal convulsion. Dalam: Pusponegoro HD, Handryastuti S, Kurniati N, penyunting. Pediatric neurology and neuroemergency in daily practice. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2006. h.9-27. 5. Ismael S. Kejang pada bayi baru lahir. Dalam : SoetomenggoloTS. Ismael S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 1999. h.253-73. 6. Sheth RD. Neonatal Seizures. Last updated March 30, 2005 Diunduh dari URL : http//www.emedicine.com /Specialties.html. 7. Abend NS, Wusthoff CJ. Neonatal seizures and status epilepticus. J Clin Neurophysiol 2012;29(5):441-8. 8. Jensen FE. Neonatal seizures : an update on mechanisms and management. Clin perinatol2009;36(4):881.