Anda di halaman 1dari 27

PANDUAN DO NOT RESUSCITATE ( DNR) DI

RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

Disusun Oleh :

POKJA HPK TIM AKREDITASI


RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA
TAHUN 2014

Alamat : Jln. Jenderal Sudirman No. 42 Banjarnegara


Telp (0286) 591464, Fax (0286) 592462, IGD 118
Website : rsud.banjarnegarakab.go.id, Email : rsud@banjarnegarakab.go.id
Banjarnegara 53415
CALL CENTER :
SMS Pengaduan : 081392340023, Hot Line IGD : 08112618245, Informasi : 0286- 591464

1
VISI, MISI, MOTTO DAN TUJUAN
RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

VISI
Menjadi Rumah Sakit Pilihan Utama
Masyarakat Banjarnegara dan Sekitarnya.

MISI

 Membangun kelembagaan Rumah Sakit yang kokoh dan efektif.


 Mewujudkan Rumah Sakit terakreditasi JCI.
 Menyelenggarakan pelayanan kesehatan prima yang berorientasi
pada pelanggan, profesional dan terjangkau oleh masyarakat.
 Meningkatkan daya saing Rumah Sakit dengan pemenuhan sarana,
prasarana dan fasilitas pelayanan secara bertahap.
 Meningkatkan kompetensi sumber daya manusia melalui pendidikan
dan latihan berkelanjutan, serta mendukung upaya penelitian dan
pengembangan Rumah Sakit.
 Meningkatkan motivasi dan kesejahteraan karyawan.

MOTTO

“ MANTAP MELAYANI ”
Mudah-Aman-Nyaman-Tepat-Adil-Profesional

TUJUAN

Mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi semua lapisan


masyarakat khususnya masyarakat Banjarnegara dan sekitarnya dalam
rangka terwujudnya masyarakat Banjarnegara yang sehat dan madani yang
diridhoi ALLAH SWT melalui pendekatan pemeliharaan kesehatan
(Promosi), pencegahan penyakit (kuratif), penyembuhan penyakit (kuratif)
dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara
menyeluruh.

Direktur
RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara

2
DAFTAR ISI

Halaman Judul .............................................................................. 1


VISI, MISI, MOTTO DAN TUJUAN RSUD Hj. ANNA LASMANAH
BANJARNEGARA............................................................................. 2
Daftar Isi ........................................................................................ 3
Keputusan Direktur RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara ....... 4
Panduan Panduan Penolakan Resusutasi / DNR di RSUD Hj.Anna
Lasmanah Banjarnegara..................................................................
9
BAB 1. Definisi ............................................................................... 9
A. Definisi ................................................................................. 9
B. Tujuan .................................................................................. 10

BAB 2. Ruang Lingkup ................................................................... 12

BAB 3. Tata Laksana ...................................................................... 13

BAB 4. Dokumentasi
16
Penutup .........................................................................................

Lampiran .......................................................................................

3
4
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

Hj ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

NOMOR : 445/ / 2015

TENTANG

PANDUAN PENOLAKAN RESUSITASI ( DO NOT RESUSCITATE / DNR )


DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Hj ANNA LASMANAH
BANJARNERAGARA
TAHUN 2014

DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


Hj ANNA LASMANAH BANJARNEGARA

Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna


Lasmanah Banjarnegara sebagai pemberi pelayanan
kesehatan berusaha untuk selalu meningkatkan mutu
pelayanan;
b. bahwa dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan
dan menghadapi era globalisasi Rumah Sakit Umum
Daerah Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara, perlu
menerapkan sistem akreditasi rumah sakit sesuai
dengan pelayanan berstandar internasional;
c. bahwa untuk mendukung keberhasilan sistem
akreditasi Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna
Lasmanah Banjarnegara yang berstandar nasional,
perlu penyesuaian stándar akreditasi yang ada;
d. bahwa peraturan perundang-undangan yang
mengatur secara eksplisit mengenai hak dan
kewajiban pasien, maka RS berkewajiban menjamin
bahwa ada mekanisme pemenuhan hak dan kewajiban
pasien dan keluarga di RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara;
e. bahwa salah satu hak pasien selama perawatan di
RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara adalah
menolak pemberian bantuan pernapasan atau
resusitasi, yang lebih dikenal dengan Do Not
Resuscitate (DNR)
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a,b,c,d,e , perlu menetapkan
5
Panduan Penolakan Do Not Resuscitate /DNR di
Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara RI Tahun
2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara RI
Nomor 4437) sebagaimana telah beberapa kali diubah
terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
(Lembaran Negara RI Tahun 2008 Nomor 59,
Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 4844);
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5063);
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 153, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5072);
4. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 116, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4431);
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 269/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam
Medis;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 290/MenKes/Per/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran
7. Peraturan Menteri Kesehatan
No.280/Menkes/Per/III/2008 tentang Rekam Medis ;
8. Peraturan Menteri Kesehatan No.1691
/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang
penyelenggaraan Komite Medik di RS;
10. Buku Standar Akreditasi Rumah Sakit, yang
ditebitkan oleh Direktorat Jendral Bina Upaya
Kesehatan Kementrian Kesehatan RI dengan Komisi
Akreditasi Rumah Sakit (KARS) tahun 2011;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
6
PERTAMA : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD Hj. ANNA LASMANAH
BANJARNEGARA TENTANG PENOLAKAN RESUSITASI
( DNR ) DI RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA;
sebagaimana terlampir.

KEDUA : Panduan Penolakan Resusitasi (DNR) di RSUD Hj. Anna


Lasmanah Banjarnegara sebagaimana dimaksud Diktum
Pertama dipergunakan untuk mendukung Rumah Sakit
Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara dalam menyediakan
proses pelayanan;

KETIGA : Panduan ini menjadi acuan bagi seluruh karyawan RSUD


Hj Anna Lasmanah Banjarnegara agar dapat memenuhi
hak pasien dan keluarga

KEEMPAT : Segala biaya yang timbul akibat diterbitkannya


Keputusan ini menjadi tanggung jawab Anggaran BLU
RSUD Hj.Anna Lasmanah Banjarnegara;

KELIMA : Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan,


dan apabila di kemudian hari terdapat kekliruan dalam
Surat Keputusan ini, maka akan diadakan perbaikan dan
perubahan seperlunya.

Ditetapkan di Banjarnegara
Pada tanggal :

DIREKTUR RSUD Hj. ANNA LASMANAH


BANJARNEGARA

AGUNG BUDIANTO

TEMBUSAN : Disampaikan kepada Yth :

1. Kepala Bidang/Kepala Seksi di Lingkungan RSUD Hj. Anna Lasmanah


Banjarnegara.
2. Kepala Instalasi di Lingkungan RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara
3. Kepala Ruang/Koordinator Keperawatan di Lingkungan RSUD Hj. Anna
Lasmanah Banjarnegara

7
BAB 1
DEFINISI

A. Definisi
1. DNR atau Do Not Resuscitate adalah suatu instruksi yang
memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan usaha
resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjutan (CPR) jika pasien
mengalami henti jantung dan/atau napas. Hal ini berarti bahwa
dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan
usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien
berhenti
2. Resusitasi jantung- Paru (RJP ) atau CPR didefinisikan sebagai suatu
sarana dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada
pasien yang mengalami henti napas dan/atau henti jantung. RJP
diindikasikan untuk : pasien yang tidak sadar, tidak bernapas, dan
yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi; dan tidak
tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.
3. Henti Jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena
kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif,
keadaan tersebut bias disebabkan oleh penyakit primer dari jantung
atau penyakit sekunder non jantung.
4. Henti napas adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan
karena gangguan jalan napas baik parsial maupun total atau karena
gangguan di pusat pernapasan.
5. Fase / kondisi terminal penyakit adalah suatu kondisi yang
disebabkan oleh cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan
dokter atau tenaga medis lainnya tidak dapat disembuhkan dan
bersifat irreversibel dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian
dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana pengaplikasian
terapi untuk memperpanjang/ mempertahankan hidup hanya akan
berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
B. Tujuan
1. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang
mereka inginkan.

8
2. Memfasilitasi dokter, perawat, dan pemberi suhan yang lain jika
terjadi henti jantung/napas di dalam rumah sakit maupun di luar
rumah sakit.

9
BAB 2

Panduan DNR ini digunakan terhadap pasien-pasien yang menjalani


perawatan di RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara dengan indikasi
dilakukannya tindakan DNR.
Resusitasi Jantung Paru (RJP) sebaiknya tidak dilakukan pada kondisi –
kondisi berikut ini :
1. RJP dinilai tidak dapat mengembalikan fungsi jantung dan
pernapasan pasien.
2. Pasien dewasa, yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas
untuk mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3. Terdapat alasan yang valid, kuat , dan dapat diterima mengenai
pengambilan keputusan untuk tidak melakukan tindakan RJP.
4. Terdapat instruksi DNR sebelumnya yang valid, lengkap dengan
alasan kuat.
5. Pada pasien-pasien yang berada dalam fase terminal penyakitnya/
sekarat dan tidak memberikan keuntungan terapetik ( risiko/
bahayanya melebihi keuntungannya), misal : henti jantung/napas
yang dialami pasien merupakan kejadian alamiah akibat penyakit
terminal yang diderita, RJP mungkin dapat mengembalikan fungsi
jantung-paru pasien secara sementara tetapi kondisi keseluruhan
pasien dapat memburuk dan henti jantung/ napas akan terjadi
kembali, yang merupakan bagian dan proses alamiah dan tidak dapat
terhindarkan dan proses sekarat/kematian pasien. Melakukan RJP
padda kasus tersebut akan mebahayakan / merugikan pasien dan
bertolak belakang dengan etika kedokteran ( prinsip “do no harm”)

Tindakan DNR dapat dipertimbangkan dalam kondisi-kondisi sebagai


berikut :
1. Pasien berada dalam fase terminal penyakitnya atau kerugian/
penderitaan yang dirasakan pasien saat menjalani resusitasi melebihi
keuntungan dilakukannya resusitasi.

10
2. Pasien yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3. RJP bertentangan dengan keputusan dini / awal yang dibuat oleh
pasien, yang bersifat alid dan matang, mengenai penolakan semua
tindakan untuk mempertahankan hidup pasien.

11
BAB 3
TATA LAKSANA

1. Dokter, perawat, maupun tim kegawatdaruratan medis ( Code Blue


Team) akan melakukan usaha RJP pada semua pasien yang
ditemukan henti napas dan/ atau henti jantung kecuali jika pasien
tersebut memiliki instruksi DNR yang valid.
2. Secara hukum , yang berwenang membuat keputusan DNR ini adalah
:
a. Pasien dewasa yang kompeten secara mental.
b. Wali sah pasien jika pasien tidak kompeten secara mental, atau
pasien anak-anak ( anak usia < 18 tahun wali sahnya adalah
orangtua pasien).
c. DPJP yang bertindak dengan mempertimbangkan tindakan terbaik
untuk pasien ( jika belum ada keputusan DNR dini/awal yang
telah dibuat oleh pasien/wali sahnya).
3. Pelaksanaan instruksi DNR adalah DPJP ( Dokter Penanggung Jawab
Pelayanan ).
4. Sebelum pengambilan keputusan DNR, DPJP harus melakukan
proses asessment terhadap pasien tersebut, mengenai tidak adanya
pernapasan dan/atau denyut jantung.
5. Selanjutnya DPJP menyampaikan informasi selengkap-lengkapnya
mengenai kondisi dan penyakit pasien, prosedur dan hasil yang
mungkin terjadi, termasuk informasi tentang RJP dan DNR. Informasi
disampaikan kepada pasien dan/ atau keluarga pasien. Pastikan
bahwa semua keluarga pasien mengetahui tentang instruksi DNR ini.
6. DPJP berdiskusi dengan pasien dan/atau keluarga pasien tentang
pengambilan keputusan DNR.
 Diskusi dapat juga dilakukan oleh dokter jaga atau perawat
yang bertigas dan kemudian hasil diskusi dilaporkan kepada
DPJP.

12
 Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat
dilakukan dengan orangtua atau wali sah pasien dengan
mempertimbangkan kondisi dan keinginan pasien.
 Jika tidak terdapat arangtua atau wali yang sah, maka
keputusan dapat diambil oleh DPJP.
 Jika ditemukan hambatan dalam komunikasi, misalnya pada
pasien asing (luar negeri ) dan populasi etnis minoritas dimana
terdapat kesulitan pemahaman bahasa, maka diperlukan
penerjemah yang kompeten.
 Pada pasien anak ( usia < 18 tahun dan belum menikah ),
pertimbangkan kondisi emosional dan tumbuh kembang anak.
 Beberapa kondisi dimana perlu dilakukan diskusi dengan
pasien, yaitu :
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa
mereka ingin mendiskusikan tindaka DNR dengan
dokternya.
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi
dapat mengakibatkan kualitas didup yang buruk bagi
pasien.
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya
keuntungan dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan
untuk membuat pasien dan/atau keluarga pasien
menyadari, memahami, dan menerima kondisi penyakitnya
setelah menerima hasil keputusan yang telah didiskusikan.
Diskusi juga membahas mengenai manajemen paliatif dan
prognosis secara keseluruhan.
 Beberapa kondisi dimana tidak perlu dilakukan diskusi dengan
pasien, yaitu :
a. Jika RJP dianggap tidak ada gunanya/ sia-sia.
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien,
misalnya pasien menjadi depresi.

13
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa
mereka tidak ingin mendiskusikan hal tersebut.
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam
fase sekarat/terminal dari penyakitnya.
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk
mengambil keputusan.
7. Jika terdapat perbedaan pendapat antara DPJP dengan pasien
mengenai instruksi DNR, maka DPJP dan tim medis harus
menghargai keinginan pasien ( pasien yang kompeten secara mental).
8. Pada pasien yang tidak kompeten secara menta, misalnya pasien
anak, jika masih belum ditemukan kesepakatan antara DPJP dengan
orangtua atau wali sah pasien, maka dilakukan proses peninjauan
ulang (review) oleh DPJP untuk menentukan apakah DNR perlu
dilakukan atau tidak, seperti tercantum di bawah ini :
a. DPJP beserta tim medisnya melakukan konfirmasi bahwa terdapat
kesepakatan di antara anggota timnya mengenai keputusan DNR
pada pasien.
b. Meminta pendapat dokter lain ( second opinion) mengenai apakah
RJP pasien ini bersifat non terapeutik/membahayakan.
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, maka DPJP
menyampaikan hasil second opinion tersebut kepada orangtua
atau wali sah pasien.
d. Jika orangtua atau wali sah pasien tidak setuju dengan keputusan
DNR ini, maka DPJP harus menghargai keinginan orangtua atau
wali sah pasien.
9. Pasien yang tidak kompeten secara mental, tetapi tidak ada orang
tua/ wali sah pasien dan/atau keluarga pasien, maka DPJP
memberikan instruksi DNR berdasrkan dua hal , yaitu :
a. Instruksi pasien sebelumnya.
b. Keputusan dua orang dokter bahwa CPR akan memberikan hasil
yang tidak efektif
10. Jika pengambilan keputusan DNR sudah didiskusikan, pasien/ wali
sah pasien dan/atau keluarga pasien memahami dan menyetuji
14
keputusan DNR terhadap pasien tersebut, maka DPJP menulis
instruksi DNR di formulir DNR dalam rekam medis pasien, dengan
catatan kenapa DNR dilakukan, kondisi spesifik yang menyebabkan
keterbatasan intervensi, hasil diskusi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien. DNR verbal tidak diperbolehkan.
11. Instruksi pembatasan terapi harus mencantumkan instruksi
mengenai intervensi kegawatdaruratan spesifik yang mungkin
dibutuhkan, termasuk penggunaan agen vasopresor, ventilasi
mekanik, produk darah, atau antibiotik. Instruksi DNR harus
menyebutkan secara spesifik intervensi mana yang ditunda. Instruksi
DNR tidak serta merta mencakup intervensi lain seperti pemberian
cairan parenteral, nutrisi, oksigen, analgesik, sedasi, antiaritmia,
atau vasopresor, kecuali intervensi ini masuk dalam instruksi DNR
tersebut. Beberapa pasien mungkin memilih untuk diterapi dengan
defibrilasi dan kompresi dada tetapi tidak bersedia diintubasi dan
ventilasi mekanik. Instruksi DNR tidak membawa implikasi pada
terapi lain, dan aspek lain dari rencana terapi harus
didokumentasikan secara terpisah dan dikomunikasikan kepada
tenaga medis yang lain.
12. Selanjutnya perawat memasang identifikasi alert DNR pada gelang
identitas pasien sesuai panduan pemasangan identifikasi alert DNR.
13. Pada situasi emergensi : tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda
hanya karena mencari ada tidaknya instruksi DNR pasien jika tidak
terdapat indikasi jelas baha instruksi tersebut ada.
14. Keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada semua orang yang
terlibat : dokter, perawat, dan para pemberi asuhan yang lain. Jika
dilakukan transfer, maka tim transfer termasuk petugas ambulans
harus mengetahui akan instruksi DNR ini. Keputusan DNR harus
diberitahukan saat pergantian petugas/pengoperan pasien ke
petugas/unit lainnya.

KEPUTUSAN DINI

15
1. Keputusan dini / awal adalah keputusan yang diambil oleh pasien
tentang penolakan tindakan penyelamatan hidup (DNR) jika suatu
saat dirinya mengalami henti napas dan/atau henti jantung,
keputusan ini diambil pada saat kondisi pasien belum mengalami
henti napas dan/atau henti jantung.
2. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa
persyaratan di bawah ini :
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara
mental untuk mengambil keputusan.
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien
sendiri atau keluarga/kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan
harus dicatat di rekam medis.
d. Keputusan tertulis ini harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu :
- Penulis/ pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama
pasien sambil diarahkan oleh pasien ( jika pasien tidak mampu
menandatanganinya sendiri).
- Satu orang lain sebagai saksi.
e. Keputusan ini harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang
dilakukan oleh pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen
lain/terpisah yang menyatakan bahwa keputusan dini ini
diaplikasikan untuk tindakan/penanganan spesifik, bahkan jika
terdapat risiko kematian.
f. Pernyataan keputusan dini didokumen terpisah juga harus
ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya
pasien).
3. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan
dini/awal atas seijin pasien.
4. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat “keputusan dini DNR”
sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.

16
5. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh
pasien, jika terdapat hal-hal berikut ini :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas
keputusan tersebut ( misalnya : pasien pindah agama).
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan pasien ( misalnya :
perkembangan terkini dalam tatalaksana pasien yang secara
drastis mengubah prospek kondidi tertentu pasien).
c. Situasi / kondisi yang ada tidak jelas dan tidak daat diprediksi.
d. Terdapat perdebatan/perselisihan mengenai validitas keputusan
dini/awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
6. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan/
maksudkan, DPJP bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang
terbaik untuk pasien.

KEPUTUSAN DNR PADA PASIEN DEWASA PERI-OPERATIF


1. Berdasarkan hal-hal berikut ini, maka diperlukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan prosedur anestesi dan
pembedahan.
a. Tindakan pembedahan dan anestesi turut berkontribusi dalam
perubahan kondisi medis pasien dengan keputusan DNR,
dikarenakan adanya perubahan fisiologis yang dapat
meningkatkan risiko pasien.
b. Tindakan anestesi sendiri ( baik regional maupun umum), akan
menimbulkan instabilitas kardiopulmoner yang akan
membutuhkan dukungan/penanganan medis.
Etiologi dan kejadian henti jantung selama anestesi berbeda secara
signifikan dengan situasi di luar ruang operasi sehingga perlu
dilakukan peninjauan ulang mengenai instruksi DNR.
c. Pemberian anestesi sendiri melibatkan beberapa prosedur yang
dapat dianggap sebagai salah satu bagian dari usaha resusitasi,
misalnya pemasangan kateter intravena, pemberian cairan dan
17
obat-obatan intravena, dan manajemen jalan napas dan ventilasi
pasien.
d. Angka keberhasilan RJP di kamar operasi lebih tinggi secara
signifikan dibandingkan di ruang rawat inap, dapat mencapai
92%.
2. Pasien dengan keputusan DNR yang mungkin memerlukan prosedur
pembedahan harus dikonsultasikan kepada dokter spesialis bedah
dan dokter spesialis anestesi.
3. Fase pre-operatif :
a. Dokter spesialis bedah dan dokter spesialis anestesi melakukan
asesmen sebagai berikut :
o Kondisi medis pasien, termasuk status mental dan kompetensi
pasien.
o Intervensi pembedahan yang diperlukan.
o Riwayat keputusan DNR sebelumnya, termasuk :
- Durasi/ batas waktu berlakunya keputusan tersebut.
- Siapa yang bertanggungjawab menetapkan keputusan
tersebut.
- Alasan keputusan tersebut dibuat
o Keputusan pertama yang dibuat adalah mengenai apakah
pasien ini perlu menjalani anestesi dan pembedahan
( pertimbangkan dari sudut pandang pasien, keluarga, dokter
spesialis bedah, dan dokter spesialis anestesi, dan DPJP ).
o Jika pembedahan dianggap perlu, tentukan batasan-batasan
tindakan resusitasi apa saja yang dapat dilakukan di fase peri-
operatif.
b. Kemudian dokter spesialis bedah dan anestesi melakukan
peninjauan ulang keputusan DNR. Tujuan peninjauan ulang ini
adalah untuk memperolah kesepakatan mengenai penanganan apa
saja yang akan boleh dilakukan selama prosedur anestesi dan
pembedahan.

18
Terdapat 3 pilihan keputusan setelah dilakukannya peninjauan
ulang terhadap keputusan DNR sebelumnya, yaitu :
1. Pilihan pertama : keputusan DNR dibatalkan untuk sementara,
maksudnya jika pasien mengalami henti jantung dan/atau
henti napas selama menjalani anestesi dan pembedahan, maka
dilakukan RJP. Untuk selanjutnya keputusan ini ditinjau ulang
kembali saat pasien keluar dari ruang pemulihan.
2. Pilihan kedua : resusitasi terbatas yaitu spesifik terhadap
prosedur. Pasien dilakukan usah resusitasi sepenuhnya kecuali
prosedur spesifik, yaitu kompresi dada, dan kardioversi.
3. Pilihan ketiga : resusitasi terbatas yaitu spesifik terhadap
yujuan. Pasien dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek
samping yang terjadi dianggap bersifat sementara dan
reversibel, berdasarkan pertimbangan dokter spesialis bedah
dan anestesi.
c. Hasil peninjauan ulang berserta pilihannya didiskusikan dengan
DPJP, kemudian didiskusikan dengan pasien atau wali sah pasien
dan/atau keluarga pasien.
d. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kesepakatan mengenai
pilihan DNR mana yang akan digunakan, maka pemegang
keputusan tetaplah diberikan ke pasien atau wali sah pasien.
e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat di rekam medis pasien.
f. Lakukan prosedur anestesi dan pembedahan segera setelah
keputusan dibuat dengan memperhatikan kondisi medi pasien.
g. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk
intervensi operatif pada pasien dengan keputusan DNR adalah :
o Alat bantu asupan nutrisi ( misalnya : feeding tube).
o Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak
berhubungan dengan penyakit kronis pasien
( misalnya : apendiksitis akut).
o Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan
dengan penyakit kronis pasien tetapi tidak dianggap

19
sebagai suatu bagian dan proses terminal penyakitnya
( misalnya : ileus obstruktif).
o Prosedur untuk mengurangi nyeri ( misalnya : operasi
fraktur kolum femur).
o Prosedur untuk menyediakan akses vaskular.

4. Fase intra-operatif
a. Pilihan keputusan berdasarkan peninjauan ulang tersebut harus
dikomunikasikan kepada semua petugas medis yang terlibat
dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi, termasuk
informasi bahwa pilihan yang diambil diaplikasikan selama pasien
berada di kamar operasi dan ruang pemulihan.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati
untuk menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien
sebelum ditransfer ke kamar operasi.
c. Dokter spesialis bedah dan anestesi yang terlibat dalam konsultasi
pre-operatif harus hadir selama prosedur pembedahan
berlangsung.
5. Fase paska-operatif
a. Pilihan keputusan berdasarkan peninjauan ulang tersebut harus
dikomunikasikan kepada semua petugas medis yang terlibat
dalam perawatan pasien di ruang pemulihan, termasuk informasi
bahwa pilihan yang diambil diaplikasikan selama pasien berada di
ruang pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan atau
dipindahkan dari ruang pemulihan.
c. Jika pasien dipulangkan atau dipindahkan ke ruang rawat inap
atau ruang perawatan intensif maka pasien tersebut dilakukan
asesmen ulang dan peninjauan ulang terhadap pilihan keputusan
tersebut.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas
waktunya hingga pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap

20
paska operasi, misalnya : jika penggunaan infus epidural/ alat
analgesik akan tetap dipakai oleh pasien paska-operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan
keputusan DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi.
6. Pada situasi emergensi :
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan anestesi dan pembedahan.
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi
keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya ( jika
memungkinkan).

PENINJAUAN ULANG MENGENAI INSTRUKSI DNR


1. Keputusan mengenai DNR ini harus ditinjau ulang secara teratur dan
rutin , terutama jika terjadi perubahan apapun terhadap kondisi dan
keinginan pasien, termasuk juga jika pasien tersebut akan dilakukan
prosedur anestesi dan pembedahan.
2. Frekuensi peninjauan ulang ini harus ditentukan oleh DPJP.
3. Biasanya peninjauan ulang ini dilakukan setiap 7 hari sekali, tetapi
dapat juga dilakukan setiap hari pada kasus-kasus tertentu.
4. Peninjauan ualng ini dipengaruhi oleh diagnosis pasien, potensi
pebaikan kondisi, dan respons pasien terhadap terapi/pengobatan.

PEMBATALAN INSTRUKSI DNR


1. Jika instruksi DNR tidak lagi berlaku, bagian pembatalan di formulir
dilengkapi/diisi. Dituliskan tanggal dan ditandatangani oleh DPJP.
2. Pembatalan ini harus dengan jelas dicatat di rekam medis pasien.
3. Identifikasi alert DNR harus dilepas dari gelang identifikasi pasien.

TRANSFER PASIEN DENGAN INSTRUKSI DNR


1. Jika pasien ditransfer ke rumah sakit lain dengan instruksi DNR,
DPJP melakukan asesmen ulang dan mengambil keputusan
berdasarkan informasi yang didapat saat itu mengenai “ Apakah

21
instruksi DNR masih berlaku atau tidak ?”. Sebelum asesmen ulang
tersebut dilakukan , pasien masih dianggap sebagai DNR.
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi
DNR, dokter umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab
melakukan asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus
dikomunikasikan dengan semua petugas yang terlibat dalam
perawatan pasien. Sebelum asesmen ulang tersebut dilakukan,
pasien masih dianggap sebagai DNR.
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan
dalam rekam medis pasien. Formulir DNR ini tidak boleh difotokopi.

PANDUAN PEMASANGAN IDENTIFIKASI ALERT DNR PADA PASIEN


DENGAN INSTRUKSI DNR
1. Pemsangan identifikasi alert pada pasien dengan instruksi DNR
adalah pemasangan tanda berwarna ungu pada gelang identifikasi
pasien sebagai penanda bahwa pasien tersebut memiliki instruksi
DNR yang valid.
2. Identifikasi alert ini harus terlah disetujui oleh direksi, resmi , mudah
dikenali, dan khusus/khas, dipasang pada gelang identifikasi pasien.
3. Identifikasi alert ini harus dikenali oleh dokter, perawat, petugas
kesehatan yang lain, termasuk juga tim kegawatdaruratan medis.
Dan harus dihargai dan ditaati oleh tim kegawatdaruratan medis
dengan atau tanpa adanya formulir instruksi DNR tertulis.
4. Sebelum pemasangan identifikasi alert harus disertai penjelasan
tentang maksud dan tujuan pemasangan tersebut pada pasien atau
wali san dan/atau keluarga pasien.
5. Jika instruksi DNR dibatalkan maka identifikasi alert tersebut harus
dilepas.

22
BAB 4
DOKUMENTASI

1. Formulir instruksi DNR adalah formulir yang berisi tentang instruksi


dokter ( DPJP) dimana tenaga medis dan tim kegawatdaruratan medis
tidak boleh melakukan resusitasi (RJP) bila pasien tersebut mengalami
henti napas ( tidak ada pernapasan spontan) atau mengalami henti
jantung ( tidak ada denyut nadi ). Formulir ini juga menginstruksikan
kepada tenaga medis dan tim kegawatdaruratan medis untuk tetap
melakukan intervensi atau pengobatan atau tatalaksana lainnya sebelum
terjadi henti napas atau henti jantung.
2. Formulir instruksi DNR berisi tentang :
a. Identitas pasien : nama lengkap pasien, tempat dan tanggal lahir
pasien.
b. Pernyataan dan instruksi dokter ( tandai salah satu ) :
 Usaha komprehensif untuk mencegah henti napas atau henti
jantung TANPA melakukan intubasi. Jika terjadi henti napas
atau henti jantung TIDAK melakukan RJP ( DO NOT
RESUSCITATE)
 Usaha supostif sebelum terjadi henti napas atau henti jantung
yang meliputu pembukaan jalan napas secara non invasif,
pemberian oksigen, mengontrol perdarahan, memposisikan
pasien dengan nyaman, bat-obatan anti-nyeri. TIDAK
melakukan RJP bila henti napas atau henti jantung terjadi.
c. Hasil diskusi tentang instruksi DNR dan informed consent diperoleh
dari :
 Pasien sendiri
 Wali yang sah atas pasien ( termasuk yang ditunjuk pengadilan)
 Anggota keluarga pasien
Jika tidak dimungkinkan, maka dokter memberikan perintah DNR
berdasarkan pada :
 Instruksi pasien sebelumnya

23
 Keputusan dua orang dokter bahwa CPR akan memberikan
hasil yang tidak efektif.
d. Identitas dokter, meliputi : nama lengkap dokter, jabatan,nomor
telepon yang bisa dihubungi, tanda tangan dokter.
e. Tanggal dan jam menyatakan instruksi DNR.
3. Formulir ini dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh
Dokter Penanggunga Jawab pelayanan (DPJP) dan disertai informed
consent yang terisi lengkap dan ditandatangani oleh pasien atau wali sah
pasien dan saksi. Formulir DNR didimpan di rekam medis pasien.
4. Selain formulir DNR tersebut, dalam rekam medis pasien dicatat
diputusknnya tindakan DNR, hasil diskusi dengan pasien/ wali sah dan
keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.

24
BAB 5
PENUTUP

Dengan dikeluarkannya pedoman ini maka setiap staf RSUD Hj. Anna
Lasmanah Banjarnegara agar senantiasa menyelesaiakan setiap komplain,
keluhan, konflik atau perbedaan pendapat pasien dan keluarga yang
terjadi d lingkungan RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara dengan baik .

Diharapkan panduan ini dapat menjadi panduan dalam lingkup


kerjanya masing-masing dan dapat dijalankan sebaik-baiknya di
lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara.

Ditetapkan di : Kab. Banjarnegara


Tanggal : 2015

Direktur,
RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara.

dr. AGUNG BUDIANTO , M.Kes.


NIP. 19700907 200212 1 008

25
LAMPIRAN
FORMULIR INSTRUKSI DO NOT RESUSCITATE (DNR)
Formulir ini adalah perintah dokter dimana tenaga medis dan tim
kegawatdaruratan medis tidak boleh melakukan resusitasi (RJP) bila pasien
dengan identitas di bawah ini mengalami henti napas ( tidak ada pernapasan
spontan) atau mengalami henti jantung ( tidak ada denyut nadi). Formulir ini juga
menginstruksikan kepada tenaga medis dan tim kegawatdaruratan medis untuk
tetap melakukan intervensi atau pengobatan atau tatalaksana sebelum terjadi
henti napas atau henti jantung.

Idenstitas Pasien
Nama lengkap pasien : ....................................................................................
Tempat dan tanggal lahir pasien : ...................................................................

Pernyataan dan Instruksi Dokter ( tandai salah satu )


Saya , dokter yang bertandatangan di bawah ini menginstruksikan kepada tenaga
medis dan tim kegawatdaruratan medis untuk melakukan hal yang tertulis di
bawah ini :
1. Usaha komprehensif untuk mencegah henti napas dan/atau henti jantung
TANPA melakukan intubasi. Jika terjadi henti napas atau henti jantung
TIDAK melakukan RJP ( DO NAT RESUSCITATE)
2. Usaha supportif sebelum terjadi henti napas atau henti jantung yang
meliputi pembukaan jalan napas secara non-invasif, pemberian oksigen,
mengontrol perdarahan, memposisikan pasien dengan nyaman, obat-obatan
anti-nyeri. TIDAK melakukan RJP bila terjadi henti napas atau henti
jantung.
Saya, dokter yang bertandatangan di bawah ini menyatakan bahwa keputusan
DNR diatas diambil setelah pasien atau wali sah dan keluarga pasien diber
penjelasan; dan informed consent diperoleh dari :
Pasien sendiri
Wali sah atas pasien ( termasuk yang ditunjuk pengadilan)
Anggota keluarga pasien
Jika hal di atas tidak dimungkinkan , maka saya dokter yang bertandatangan di
bawah ini memberikan perintah DNR di atas berdasarkan pada :
Instruksi pasien sebelumnya
Keputusan dua orang dokter bahwa CPR akan memberikan hasil yang
tidak efektif

Identitas Dokter
Nama lengkap dokter : .....................................................
Jabatan : ...................................................
No telepon yang bisa dihubungi : .....................................................
Tanggal dan jam menyatakan : ....................................................

Tanda tangan dokter yang menyatakan : ......................................................

Keterangan :
: beri tanda centang (√ )

26
27

Anda mungkin juga menyukai