Disusun Oleh :
1
VISI, MISI, MOTTO DAN TUJUAN
RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA
VISI
Menjadi Rumah Sakit Pilihan Utama
Masyarakat Banjarnegara dan Sekitarnya.
MISI
MOTTO
“ MANTAP MELAYANI ”
Mudah-Aman-Nyaman-Tepat-Adil-Profesional
TUJUAN
Direktur
RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara
2
DAFTAR ISI
BAB 4. Dokumentasi
16
Penutup .........................................................................................
Lampiran .......................................................................................
3
4
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
TENTANG
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
6
PERTAMA : KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD Hj. ANNA LASMANAH
BANJARNEGARA TENTANG PENOLAKAN RESUSITASI
( DNR ) DI RSUD Hj. ANNA LASMANAH BANJARNEGARA;
sebagaimana terlampir.
Ditetapkan di Banjarnegara
Pada tanggal :
AGUNG BUDIANTO
7
BAB 1
DEFINISI
A. Definisi
1. DNR atau Do Not Resuscitate adalah suatu instruksi yang
memberitahukan tenaga medis untuk tidak melakukan usaha
resusitasi jantung-paru dasar maupun lanjutan (CPR) jika pasien
mengalami henti jantung dan/atau napas. Hal ini berarti bahwa
dokter, perawat, dan tenaga emergensi medis tidak akan melakukan
usaha CPR emergensi bila pernapasan maupun jantung pasien
berhenti
2. Resusitasi jantung- Paru (RJP ) atau CPR didefinisikan sebagai suatu
sarana dalam memberikan bantuan hidup dasar dan lanjut kepada
pasien yang mengalami henti napas dan/atau henti jantung. RJP
diindikasikan untuk : pasien yang tidak sadar, tidak bernapas, dan
yang tidak menunjukkan adanya tanda-tanda sirkulasi; dan tidak
tertulis instruksi DNR di rekam medisnya.
3. Henti Jantung adalah berhentinya sirkulasi peredaran darah karena
kegagalan jantung untuk melakukan kontraksi secara efektif,
keadaan tersebut bias disebabkan oleh penyakit primer dari jantung
atau penyakit sekunder non jantung.
4. Henti napas adalah berhentinya pernapasan spontan disebabkan
karena gangguan jalan napas baik parsial maupun total atau karena
gangguan di pusat pernapasan.
5. Fase / kondisi terminal penyakit adalah suatu kondisi yang
disebabkan oleh cedera atau penyakit, yang menurut perkiraan
dokter atau tenaga medis lainnya tidak dapat disembuhkan dan
bersifat irreversibel dan pada akhirnya akan menyebabkan kematian
dalam rentang waktu yang singkat, dan di mana pengaplikasian
terapi untuk memperpanjang/ mempertahankan hidup hanya akan
berefek dalam memperlama proses penderitaan / sekarat pasien.
B. Tujuan
1. Memfasilitasi pasien untuk memilih penanganan medis apa yang
mereka inginkan.
8
2. Memfasilitasi dokter, perawat, dan pemberi suhan yang lain jika
terjadi henti jantung/napas di dalam rumah sakit maupun di luar
rumah sakit.
9
BAB 2
10
2. Pasien yang kompeten secara mental dan memiliki kapasitas untuk
mengambil keputusan, menolak untuk dilakukan usaha RJP.
3. RJP bertentangan dengan keputusan dini / awal yang dibuat oleh
pasien, yang bersifat alid dan matang, mengenai penolakan semua
tindakan untuk mempertahankan hidup pasien.
11
BAB 3
TATA LAKSANA
12
Jika pasien tidak kompeten secara mental, diskusi dapat
dilakukan dengan orangtua atau wali sah pasien dengan
mempertimbangkan kondisi dan keinginan pasien.
Jika tidak terdapat arangtua atau wali yang sah, maka
keputusan dapat diambil oleh DPJP.
Jika ditemukan hambatan dalam komunikasi, misalnya pada
pasien asing (luar negeri ) dan populasi etnis minoritas dimana
terdapat kesulitan pemahaman bahasa, maka diperlukan
penerjemah yang kompeten.
Pada pasien anak ( usia < 18 tahun dan belum menikah ),
pertimbangkan kondisi emosional dan tumbuh kembang anak.
Beberapa kondisi dimana perlu dilakukan diskusi dengan
pasien, yaitu :
a. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa
mereka ingin mendiskusikan tindaka DNR dengan
dokternya.
b. Usaha RJP dianggap memiliki harapan untuk berhasil tetapi
dapat mengakibatkan kualitas didup yang buruk bagi
pasien.
c. Hal yang mendasari keputusan DNR adalah tidak adanya
keuntungan dalam hal medis. Diskusi harus ditekankan
untuk membuat pasien dan/atau keluarga pasien
menyadari, memahami, dan menerima kondisi penyakitnya
setelah menerima hasil keputusan yang telah didiskusikan.
Diskusi juga membahas mengenai manajemen paliatif dan
prognosis secara keseluruhan.
Beberapa kondisi dimana tidak perlu dilakukan diskusi dengan
pasien, yaitu :
a. Jika RJP dianggap tidak ada gunanya/ sia-sia.
b. Diskusi berpengaruh buruk terhadap kesehatan pasien,
misalnya pasien menjadi depresi.
13
c. Pasien yang kompeten secara mental menyatakan bahwa
mereka tidak ingin mendiskusikan hal tersebut.
d. Pasien mengalami deteriorasi, misalnya pasien berada dalam
fase sekarat/terminal dari penyakitnya.
e. Pasien dinilai tidak memiliki kapasitas yang adekuat untuk
mengambil keputusan.
7. Jika terdapat perbedaan pendapat antara DPJP dengan pasien
mengenai instruksi DNR, maka DPJP dan tim medis harus
menghargai keinginan pasien ( pasien yang kompeten secara mental).
8. Pada pasien yang tidak kompeten secara menta, misalnya pasien
anak, jika masih belum ditemukan kesepakatan antara DPJP dengan
orangtua atau wali sah pasien, maka dilakukan proses peninjauan
ulang (review) oleh DPJP untuk menentukan apakah DNR perlu
dilakukan atau tidak, seperti tercantum di bawah ini :
a. DPJP beserta tim medisnya melakukan konfirmasi bahwa terdapat
kesepakatan di antara anggota timnya mengenai keputusan DNR
pada pasien.
b. Meminta pendapat dokter lain ( second opinion) mengenai apakah
RJP pasien ini bersifat non terapeutik/membahayakan.
c. Jika second opinion ini mendukung keputusan DNR, maka DPJP
menyampaikan hasil second opinion tersebut kepada orangtua
atau wali sah pasien.
d. Jika orangtua atau wali sah pasien tidak setuju dengan keputusan
DNR ini, maka DPJP harus menghargai keinginan orangtua atau
wali sah pasien.
9. Pasien yang tidak kompeten secara mental, tetapi tidak ada orang
tua/ wali sah pasien dan/atau keluarga pasien, maka DPJP
memberikan instruksi DNR berdasrkan dua hal , yaitu :
a. Instruksi pasien sebelumnya.
b. Keputusan dua orang dokter bahwa CPR akan memberikan hasil
yang tidak efektif
10. Jika pengambilan keputusan DNR sudah didiskusikan, pasien/ wali
sah pasien dan/atau keluarga pasien memahami dan menyetuji
14
keputusan DNR terhadap pasien tersebut, maka DPJP menulis
instruksi DNR di formulir DNR dalam rekam medis pasien, dengan
catatan kenapa DNR dilakukan, kondisi spesifik yang menyebabkan
keterbatasan intervensi, hasil diskusi dengan pasien dan/atau
keluarga pasien. DNR verbal tidak diperbolehkan.
11. Instruksi pembatasan terapi harus mencantumkan instruksi
mengenai intervensi kegawatdaruratan spesifik yang mungkin
dibutuhkan, termasuk penggunaan agen vasopresor, ventilasi
mekanik, produk darah, atau antibiotik. Instruksi DNR harus
menyebutkan secara spesifik intervensi mana yang ditunda. Instruksi
DNR tidak serta merta mencakup intervensi lain seperti pemberian
cairan parenteral, nutrisi, oksigen, analgesik, sedasi, antiaritmia,
atau vasopresor, kecuali intervensi ini masuk dalam instruksi DNR
tersebut. Beberapa pasien mungkin memilih untuk diterapi dengan
defibrilasi dan kompresi dada tetapi tidak bersedia diintubasi dan
ventilasi mekanik. Instruksi DNR tidak membawa implikasi pada
terapi lain, dan aspek lain dari rencana terapi harus
didokumentasikan secara terpisah dan dikomunikasikan kepada
tenaga medis yang lain.
12. Selanjutnya perawat memasang identifikasi alert DNR pada gelang
identitas pasien sesuai panduan pemasangan identifikasi alert DNR.
13. Pada situasi emergensi : tatalaksana emergensi tidak boleh tertunda
hanya karena mencari ada tidaknya instruksi DNR pasien jika tidak
terdapat indikasi jelas baha instruksi tersebut ada.
14. Keputusan DNR harus dikomunikasikan kepada semua orang yang
terlibat : dokter, perawat, dan para pemberi asuhan yang lain. Jika
dilakukan transfer, maka tim transfer termasuk petugas ambulans
harus mengetahui akan instruksi DNR ini. Keputusan DNR harus
diberitahukan saat pergantian petugas/pengoperan pasien ke
petugas/unit lainnya.
KEPUTUSAN DINI
15
1. Keputusan dini / awal adalah keputusan yang diambil oleh pasien
tentang penolakan tindakan penyelamatan hidup (DNR) jika suatu
saat dirinya mengalami henti napas dan/atau henti jantung,
keputusan ini diambil pada saat kondisi pasien belum mengalami
henti napas dan/atau henti jantung.
2. Pasien diperbolehkan untuk mengambil keputusan dini akan
penolakan tindakan penyelamatan hidup dengan memenuhi beberapa
persyaratan di bawah ini :
a. Usia pasien harus > 18 tahun
b. Pasien harus kompeten dan memiliki kapasitas yang baik secara
mental untuk mengambil keputusan.
c. Keputusan ini harus tertulis, yang berarti harus ditulis oleh pasien
sendiri atau keluarga/kerabat yang dipercaya oleh pasien, dan
harus dicatat di rekam medis.
d. Keputusan tertulis ini harus ditandatangani oleh 2 orang, yaitu :
- Penulis/ pembuat keputusan atau oleh orang lain atas nama
pasien sambil diarahkan oleh pasien ( jika pasien tidak mampu
menandatanganinya sendiri).
- Satu orang lain sebagai saksi.
e. Keputusan ini harus diverifikasi oleh pernyataan spesifik yang
dilakukan oleh pembuat keputusan, dapat dituliskan di dokumen
lain/terpisah yang menyatakan bahwa keputusan dini ini
diaplikasikan untuk tindakan/penanganan spesifik, bahkan jika
terdapat risiko kematian.
f. Pernyataan keputusan dini didokumen terpisah juga harus
ditandatangani dan disaksikan oleh 2 orang (salah satunya
pasien).
3. Diskusi antara dokter dengan keluarga pasien mengenai keputusan
dini/awal atas seijin pasien.
4. Jika terdapat situasi dimana pasien kehilangan kompetensinya untuk
mengambil keputusan tetapi telah membuat “keputusan dini DNR”
sebelumnya yang valid, keputusan ini haruslah tetap dihargai.
16
5. Dokter dapat tidak mengindahkan keputusan dini yang dibuat oleh
pasien, jika terdapat hal-hal berikut ini :
a. Pasien telah melakukan hal-hal yang tidak konsisten terhadap
keputusan dini/awal yang dibuat, yang mempengaruhi validitas
keputusan tersebut ( misalnya : pasien pindah agama).
b. Terdapat situasi yang tidak diantisipasi oleh pasien dan situasi
tersebut dapat mempengaruhi keputusan pasien ( misalnya :
perkembangan terkini dalam tatalaksana pasien yang secara
drastis mengubah prospek kondidi tertentu pasien).
c. Situasi / kondisi yang ada tidak jelas dan tidak daat diprediksi.
d. Terdapat perdebatan/perselisihan mengenai validitas keputusan
dini/awal dan kasus tersebut telah dibawa ke pengadilan.
6. Jika terdapat keraguan terhadap apa yang pasien inginkan/
maksudkan, DPJP bertindak sesuai dengan kepentingan / hal yang
terbaik untuk pasien.
18
Terdapat 3 pilihan keputusan setelah dilakukannya peninjauan
ulang terhadap keputusan DNR sebelumnya, yaitu :
1. Pilihan pertama : keputusan DNR dibatalkan untuk sementara,
maksudnya jika pasien mengalami henti jantung dan/atau
henti napas selama menjalani anestesi dan pembedahan, maka
dilakukan RJP. Untuk selanjutnya keputusan ini ditinjau ulang
kembali saat pasien keluar dari ruang pemulihan.
2. Pilihan kedua : resusitasi terbatas yaitu spesifik terhadap
prosedur. Pasien dilakukan usah resusitasi sepenuhnya kecuali
prosedur spesifik, yaitu kompresi dada, dan kardioversi.
3. Pilihan ketiga : resusitasi terbatas yaitu spesifik terhadap
yujuan. Pasien dilakukan usaha resusitasi hanya jika efek
samping yang terjadi dianggap bersifat sementara dan
reversibel, berdasarkan pertimbangan dokter spesialis bedah
dan anestesi.
c. Hasil peninjauan ulang berserta pilihannya didiskusikan dengan
DPJP, kemudian didiskusikan dengan pasien atau wali sah pasien
dan/atau keluarga pasien.
d. Jika setelah diskusi, masih belum terdapat kesepakatan mengenai
pilihan DNR mana yang akan digunakan, maka pemegang
keputusan tetaplah diberikan ke pasien atau wali sah pasien.
e. Pilihan yang telah disepakati harus dicatat di rekam medis pasien.
f. Lakukan prosedur anestesi dan pembedahan segera setelah
keputusan dibuat dengan memperhatikan kondisi medi pasien.
g. Beberapa kondisi medis yang membutuhkan anestesi untuk
intervensi operatif pada pasien dengan keputusan DNR adalah :
o Alat bantu asupan nutrisi ( misalnya : feeding tube).
o Pembedahan segera untuk kondisi yang tidak
berhubungan dengan penyakit kronis pasien
( misalnya : apendiksitis akut).
o Pembedahan segera untuk kondisi yang berhubungan
dengan penyakit kronis pasien tetapi tidak dianggap
19
sebagai suatu bagian dan proses terminal penyakitnya
( misalnya : ileus obstruktif).
o Prosedur untuk mengurangi nyeri ( misalnya : operasi
fraktur kolum femur).
o Prosedur untuk menyediakan akses vaskular.
4. Fase intra-operatif
a. Pilihan keputusan berdasarkan peninjauan ulang tersebut harus
dikomunikasikan kepada semua petugas medis yang terlibat
dalam perawatan pasien di dalam kamar operasi, termasuk
informasi bahwa pilihan yang diambil diaplikasikan selama pasien
berada di kamar operasi dan ruang pemulihan.
b. Jika dilakukan pemberian premedikasi, haruslah sangat hati-hati
untuk menghindari terjadinya perubahan status fisiologis pasien
sebelum ditransfer ke kamar operasi.
c. Dokter spesialis bedah dan anestesi yang terlibat dalam konsultasi
pre-operatif harus hadir selama prosedur pembedahan
berlangsung.
5. Fase paska-operatif
a. Pilihan keputusan berdasarkan peninjauan ulang tersebut harus
dikomunikasikan kepada semua petugas medis yang terlibat
dalam perawatan pasien di ruang pemulihan, termasuk informasi
bahwa pilihan yang diambil diaplikasikan selama pasien berada di
ruang pemulihan.
b. Pilihan ini akan tetap berlaku hingga pasien dipulangkan atau
dipindahkan dari ruang pemulihan.
c. Jika pasien dipulangkan atau dipindahkan ke ruang rawat inap
atau ruang perawatan intensif maka pasien tersebut dilakukan
asesmen ulang dan peninjauan ulang terhadap pilihan keputusan
tersebut.
d. Pada kasus tertentu, keputusan DNR dapat diperpanjang batas
waktunya hingga pasien telah ditransfer ke ruang rawat inap
20
paska operasi, misalnya : jika penggunaan infus epidural/ alat
analgesik akan tetap dipakai oleh pasien paska-operasi.
e. Harus ada audit rutin mengenai manajemen pasien dengan
keputusan DNR yang dijadwalkan untuk menjalani operasi.
6. Pada situasi emergensi :
a. Tidak selalu ada cukup waktu untuk melakukan peninjauan ulang
keputusan DNR sebelum melakukan anestesi dan pembedahan.
b. Akan tetapi, harus tetap dilakukan usaha untuk mengklarifikasi
keputusan DNR dini/awal yang telah dibuat sebelumnya ( jika
memungkinkan).
21
instruksi DNR masih berlaku atau tidak ?”. Sebelum asesmen ulang
tersebut dilakukan , pasien masih dianggap sebagai DNR.
2. Jika pasien ditransfer ke pelayanan primer lain dengan instruksi
DNR, dokter umum di layanan primer tersebut bertanggungjawab
melakukan asesmen ulang dan pengambilan keputusan harus
dikomunikasikan dengan semua petugas yang terlibat dalam
perawatan pasien. Sebelum asesmen ulang tersebut dilakukan,
pasien masih dianggap sebagai DNR.
3. Saat melakukan transfer pasien, formulir DNR harus tetap disertakan
dalam rekam medis pasien. Formulir DNR ini tidak boleh difotokopi.
22
BAB 4
DOKUMENTASI
23
Keputusan dua orang dokter bahwa CPR akan memberikan
hasil yang tidak efektif.
d. Identitas dokter, meliputi : nama lengkap dokter, jabatan,nomor
telepon yang bisa dihubungi, tanda tangan dokter.
e. Tanggal dan jam menyatakan instruksi DNR.
3. Formulir ini dinyatakan valid jika terisi lengkap dan ditandatangani oleh
Dokter Penanggunga Jawab pelayanan (DPJP) dan disertai informed
consent yang terisi lengkap dan ditandatangani oleh pasien atau wali sah
pasien dan saksi. Formulir DNR didimpan di rekam medis pasien.
4. Selain formulir DNR tersebut, dalam rekam medis pasien dicatat
diputusknnya tindakan DNR, hasil diskusi dengan pasien/ wali sah dan
keluarga mengenai keputusan untuk tidak melakukan resusitasi.
24
BAB 5
PENUTUP
Dengan dikeluarkannya pedoman ini maka setiap staf RSUD Hj. Anna
Lasmanah Banjarnegara agar senantiasa menyelesaiakan setiap komplain,
keluhan, konflik atau perbedaan pendapat pasien dan keluarga yang
terjadi d lingkungan RSUD Hj. Anna Lasmanah Banjarnegara dengan baik .
Direktur,
RSUD Hj. Anna Lasmanah
Banjarnegara.
25
LAMPIRAN
FORMULIR INSTRUKSI DO NOT RESUSCITATE (DNR)
Formulir ini adalah perintah dokter dimana tenaga medis dan tim
kegawatdaruratan medis tidak boleh melakukan resusitasi (RJP) bila pasien
dengan identitas di bawah ini mengalami henti napas ( tidak ada pernapasan
spontan) atau mengalami henti jantung ( tidak ada denyut nadi). Formulir ini juga
menginstruksikan kepada tenaga medis dan tim kegawatdaruratan medis untuk
tetap melakukan intervensi atau pengobatan atau tatalaksana sebelum terjadi
henti napas atau henti jantung.
Idenstitas Pasien
Nama lengkap pasien : ....................................................................................
Tempat dan tanggal lahir pasien : ...................................................................
Identitas Dokter
Nama lengkap dokter : .....................................................
Jabatan : ...................................................
No telepon yang bisa dihubungi : .....................................................
Tanggal dan jam menyatakan : ....................................................
Keterangan :
: beri tanda centang (√ )
26
27