Anda di halaman 1dari 7

PANDUAN PRAKTEK KLINIS ( PPK )

TATALAKSANA KASUS

IKTERIK NEONATORUM / NEONATAL JAUNDICE

1. Pengertian  Pengertian Ikterus atau jaundice adalah warna


(Definisi) kuning pada kulit, konjungtiva, dan mukosa akibat
penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada serum.
 Ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin
serum >5 mg/dL.
 Lebih dari separuh bayi normal dan sebagian besar bayi
kurang bulan mengalami ikterus.
 Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi ikterus fisiologis
dan patologis.
 Ikterus fisiologis ditandai keadaan umum bayi toleransi
minum baik, berat badan naik, dan kuning menghilang
pada minggu 1-2 pasca kelahiran.
 Sedangkan ikterus patologis memiliki ciri:
- Dimulai sebelum usia 24 jam
- Peningkatan bilirubin serum >5
mg/dL/24 jam atau kadar bilirubin
terkonjugasi >2 mg/dL (>20%
bilirubin total)
- Disertai demam atau tanda sakit
(muntah, letargi, kesulitan minum,
penurunan berat badan, asfiksia,
apnea, takipnea, instabilitas)
- Ikterus pada bayi berat lahir rendah
- Ikterus berat pada neonatus kurang
bulan (telapak tangan dan kaki bayi
kuning)
- Menetap >2 minggu

2. Anamnesis a. Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi,


sferositosis, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase
(G6PD)
b. Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan
kemungkinan galaktosemia, defisiensi alfa-1-
antiripsin, tirosinosis, hipermetioninemia, penyakit
Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan II, atau
fibrosis kistik
c. Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia,
mengarahkan pada kemungkinan inkompatibilitas
golongan darah atau breast-milk jaundice
d. Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan
kemungkinan infeksi virus atau toksoplasma
e. Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang
berpotensi menggeser ikatan bilirubin dengan
albumin (sulfonamida) atau mengakibatkan hemolisis
pada bayi dengan defisiensi G6PD (sulfonamida,
nitrofurantoin, antimalaria)
f. Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi
menyebabkan perdarahan atau hemolisis. Bayi
asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia yang
disebabkan ketidakmampuan hati memetabolisme
bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial.
Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan
polisitemia neonatal dan peningkatan bilirubin.
g. Pemberian nutrisi parenteral total dapat
menyebabkan hiperbilirubinemia direk
berkepanjangan.
h. Riwayat golongan darah ibu dan ayah
i. Riwayat perawatan karena infeksi pada masa
neonatal
3. Pemeriksaan  Pemeriksaan Fisik Ikterus dapat dideteksi secara
Fisik klinis dengan cara mengobservasi warna kulit setelah
dilakukan penekanan menggunakan jari.
 Pemeriksaan terbaik dilakukan menggunakan cahaya
matahari.
 Ikterus dimulai dari kepala dan meluas secara
sefalokaudal. Walaupun demikian inspeksi visual tidak
dapat dijadikan indikator yang andal untuk
memprediksi kadar bilirubin serum.
 Pemeriksaan visual hanya dapat digunakan untuk
melihat bahwa bayi tersebut menderita ikterus atau
menyingkirkan bahwa bayi tersebut sudah tidak
menderita ikterus.
 Pemeriksaan visual dianjurkan untuk dilakukan oleh
semua orang tua yang memiliki bayi baru lahir dan
melihat progresivitasnya.
 Petugas kesehatan seyogyanya tidak menggunakan
visual estimation sebagai sarana dalam diagnosis
hiperbilirubinemia sebelum dilakukan pemeriksaan
serum Bilirubin.
 Pemeriksaan dengan cara meregangkan daerah kulit
yang diperiksa dan perkiraan kadar bilirubin dilihat
dengan rumus Kramer.

Tabel 1. Pembagian icterus menurut metode Kremer

Derajat Daerah ikterus Perkiraan


Ikterus kadar
bilirubin
I Daerah kepala dan leher 5,0 mg%
II Sampai badan atas 9,0 mg%
III Sampai badan bawah hingga tungkai 11,4 mg%
IV Sampai daerah lengan, kaki bawah, lutut 12,4 mg%
V Sampai daerah telapak tangan dan kaki 16,0 mg%

Pada pemeriksaan fisik, hal-hal yang dapat dicari antara


lain:
a. Tanda-tanda prematuritas
b. Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan
dengan polisitemia
c. Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil
masa kehamilan
d. Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar,
sefalhematom, subgaleal hematom
e. Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau
kehilangan darah ekstravaskular
f. Ptekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis,
atau eritroblastosis
g. Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia
hemolitik, infeksi kongenital, penyakit hati
h. Omfalitis
i. Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi
kongenital
j. Tanda hipotiroid
k. Perubahan warna tinja

4. Kriteria Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


Diagnosis fisik dan pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Kerja Neonatal jaundice atau Ikterik neonatorum ( P59)
6. Diagnosis  Stenosis ductus choledocus
Banding  Hepatitis
 Stenosis billiaris
 Atresia biliaris
7. Pemeriksaan  Pemeriksaan Penunjang Bilirubin serum total.
Penunjang  Bilirubin serum direk dianjurkan untuk diperiksa bila
ikterus menetap sampai usia >2 minggu atau dicurigai
adanya kolestasis.
 Bila terjadi peningkatan bilirubin serum total secara
cepat lakukan pemeriksaan darah perifer lengkap dan
gambaran apusan darah tepi untuk melihat morfologi
eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas
tersedia, lengkapi dengan hitung retikulosit dan kadar
enzim G6PD.
 Bila didapatkan ikterik pada 24 jam pertama lakukan
pemeriksaan Golongan darah, Rhesus, dan direct
Coombs test dari ibu dan bayi untuk mencari penyakit
hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus negatif harus
menjalani pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan
direct Coombs test segera setelah lahir.
 Bila didapatkan bilirubin serum total yang mencapai
batas transfuse tukar atau tidak ada perbaikan selama
fototerapi, lakukan pemeriksaan hitung retikulosit,
G6PD, albumin , urin analisa dan kultur urin.
 Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi
hati, pemeriksaan urin untuk mencari infeksi saluran
kemih, serta pemeriksaan untuk mencari infeksi
kongenital, sepsis, defek metabolik, atau hipotiroid
serta mencari penyebab kolestasis.

WaktuDiagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan


Hari ke 1 Infeksi intrauterin, sferositosis, penyakit
hemolitik Kadar bilirubin, Hb, golongan darah ibu &
bayi, Uji Coombs, hematokrit,
darah perifer lengkap
Hari ke 2 Infeksi, fisiologis, keadaan
hari 1 yang terlambat muncul Seperti hari 1 ditambah
darah tepi, biakan darah/urin
Hari ke 3-5 Fisiologis Urinalisis pancaran
tengah, darah tepi, golongan darah, dan Uji Coombs (pada
kecurigaan hemolitik)
>5 hari atau meneta p >10
hari Infeksi, anemia hemolitik, kuning karena ASI, obat-
obatan, galaktosemia, hipotiroid, fibrosis kistik,
ikterus obstruktif Pemeriksaan darah dan urin sesuai
dugaan penyebab
Anjuran Pemeriksaan Sesuai Usia Bayi

8. Tatalaksana a. Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah


berdasarkan etiologi, yaitu sebagai berikut.
b. Semua obat atau faktor yang mengganggu
metabolisme bilirubin, ikatan bilirubin dengan
albumin, atau integritas sawar darah-otak harus
dieliminasi.
c. Breastfeeding jaundice
d. Tata laksana meliputi:
e. Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah
mencukupi atau belum
f. Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari
g. Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti
tidak diperlukan
h. Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi
buang air kecil dan buang air besar.
i. Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu
dilakukan penambahan volume cairan dan stimulasi
produksi ASI dengan melakukan pemerasan payudara
j. Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila
hiperbilirubinemia menetap >6 hari, --kadar bilirubin >20
mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice pada
anak sebelumnya.
a. ) Breastmilk jaundice
b. Terdapat dua pendapat mengenai tata laksana
breastmilk jaundice. Kedua pilihan ini beserta untung-
ruginya harus dijelaskan secara lengkap kepada
orangtua dan orangtua dilibatkan dalam mengambil
keputusan.
c. Panduan terapi sinar untuk breastfeeding jaundice dan
breasmilk jaundice mengacu pada Diagram 1.
d. Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi
hormon sesuai protokol.
e. Bayi dengan penyakit hemolitik: hati-hati terhadap
kemungkinan hemolitik berat yang membutuhkan
transfusi tukar. Panduan untuk terapi sinar dan
transfusi tukar sesuai dengan Diagram 1 dan 2.
f. Bayi dengan penyakit hemolitik masuk ke dalam
kelompok bayi dengan faktor risiko.
g. Panduan untuk terapi sinar dan transfusi tukar untuk
bayi dengan usia gestasi ≥35 minggu yang dianut di
Departemen IKA FKUI/RSCM mengacu pada diagram
yang diajukan oleh American Academy of Pediatrics
(AAP) tahun 2004 (lihat Diagram 1 dan 2), sedangkan
tata laksana untuk neonatus kurang bulan dapat dilihat
pada Tabel 1.

Keterangan
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum
total. Jangan menggunakan nilai bilirubin tak
terkonjugasi ataupun bilirubin terkonjugasi.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi
G6PD, asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis,
atau albumin <3 g/dL
- Untuk bayi dengan usia gestasi 35-37 6/7 minggu,
digunakan kurva risiko medium (medium risk). Untuk
bayi dengan usia gestasi mendekati 35 minggu, dapat
dipertimbangkan untuk mengintervensi pada kadar
bilirubin serum total yang lebih rendah dari cut-off
point, sedangkan untuk bayi dengan usia gestasi
mendekati 37 6/7 minggu dapat dipertimbangkan untuk
mengintervensi pada kadar bilirubin serum total yang
lebih tinggi dari cut-off point.
- Pada kadar bilirubin serum total lebih rendah 2-3
mg/dL dari cut-off point, dapat dipertimbangkan terapi
sinar konvensional di rumah. Namun, terapi sinar di
rumah tidak boleh dilakukan pada bayi yang memiliki
faktor risiko.
- Terapi sinar menggunakan panjang gelombang dan
intensitas cahaya yang sesuai, lampu diletakkan 35-50 cm
diatas bayi. Hangatkan ruangan tempat terapi sinar
dilakukan. Gunakan kain putih untuk menutupi seluruh
kotak inkubator agar cahaya terpantulkan sebanyak
mungkin pada bayi. Tutup mata bayi, pastikan lubang
hidung tidak ikut tertutup. Balikkan posisi bayi setiap 3 jam.
Selama terapi sinar, pemberian cairan dan asupan nutrisi
tetap dilakukan sesuai kebutuhan.

9. Edukasi a. Setiap bayi baru lahir harus dievaluasi terhadap


(Hospital Health kemungkinan mengalami hiperbilirubinemia berat.
Promotion) Evaluasi ini dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu
dengan memeriksa kadar bilirubin serum
b. total atau pengkajian terhadap faktor risiko secara klinis
c. Saat ini tersedia alat noninvasif untuk memperkirakan
kadar bilirubin pada kulit dan jaringan subkutan, yaitu
transcutaneus bilirubinometer. Hasil yang didapat akan
berbeda dari kadar bilirubin serum total, karena
bilirubin yang diukur bukan bilirubin
d. dalam serum, melainkan bilirubin yang terdeposisi pada
jaringan
e. Setiap ibu hamil harus menjalani pemeriksaan golongan
darah
f. dan faktor Rhesus.
10. Prognosis Ad vitam = dubia ad bonam
Ad sanationam = dubia ad bonam
Ad fungsionam = dubia ad bonam

11. Tingkat Evidens Diagnosis : level 1, referensi nomer 1


Terapi : level 1 referensi nomor 4

12. Penelaah Kritis KSM Anak

13. Indikator a.Kadar Bilirubin mendekati normal


Outcome/Kriteria b.Ikterik berkurang
Pulang c.Minum ASI/menetek baik
d.Tidak ada komplikasi lain
14. Kepustakaan 1. IDAI, 2011, Pedoman Pelayanan Medis Jilid 2,
hal:114-122, Jakarta,IDAI.
2. Venita,RD. Ikterus Neonatorum, 2014, Kapita Selekta
Kedokteran Jilid 1 Edisi IV, hal 155-157, Jakarta,
Media Aesculapius.
3. Ikterus, 2003, Buku Panduan Manajemen Masalah
Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di
Rumah Sakit, hal 42-48, Jakarta, IDAI.
Ketua Komite Medik Ketua KSM Anak

dr. Aris Sunardi, MSi.Med,SpA dr. Priyo Budi Santosa,SpA,M.Kes


NIP 19751017 201412 1 001 NIP 19770521 200501 1 008

Anda mungkin juga menyukai