Anda di halaman 1dari 8

PANDUAN PRAKTIK KLINIS (PPK)

PROSEDUR TINDAKAN
RSU UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
RSU–UMM 2019
Jl. Raya Tlogomas 45
Malang

IKTERIK NEONATORUM/NEONATAL JAUNDICE (P59.8)

1. Pengertian Ikterus atau jaundice adalah warna kuning pada kulit, konjungtiva, dan
mukosa akibat penumpukan bilirubin tak terkonjugasi pada serum.
Ikterus pada neonatus akan terlihat bila kadar bilirubin serum >5 mg/dL.
Lebih dari separuh bayi normal dan sebagian besar bayi kurang bulan
mengalami ikterus.

Ikterus dapat diklasifikasikan menjadi ikterus fisiologis dan patologis.


Ikterus fisiologis ditandai keadaan umum bayi toleransi minum baik,
berat badan naik, dan kuning menghilang pada minggu 1-2 pasca
kelahiran. Sedangkan ikterus patologis memiliki ciri:

 Dimulai sebelum usia 24 jam

 Peningkatan bilirubin serum >5 mg/dL/24 jam atau kadar bilirubin


terkonjugasi >2 mg/dL (>20% bilirubin total)

 Disertai demam atau tanda sakit (muntah, letargi, kesulitan minum,


penurunan berat badan, asfiksia, apnea, takipnea, instabilitas)

 Ikterus pada bayi berat lahir rendah

 Ikterus berat pada neonatus kurang bulan (telapak tangan dan kaki
bayi kuning)

 Menetap >2 minggu


2. Anamnesis  Riwayat keluarga ikterus, anemia, splenektomi, sferositosis,
defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD)
 Riwayat keluarga dengan penyakit hati, menandakan kemungkinan
galaktosemia, defisiensi alfa-1-antiripsin, tirosinosis,
hipermetioninemia, penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1
dan II, atau fibrosis kistik
 Riwayat saudara dengan ikterus atau anemia, mengarahkan pada
kemungkinan inkompatibilitas golongan darah atau breast-milk
jaundice
 Riwayat sakit selama kehamilan, menandakan kemungkinan
infeksi virus atau toksoplasma
 Riwayat obat-obatan yang dikonsumsi ibu, yang berpotensi
menggeser ikatan bilirubin dengan albumin (sulfonamida) atau
mengakibatkan hemolisis pada bayi dengan defisiensi G6PD
(sulfonamida, nitrofurantoin, antimalaria)
 Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan
perdarahan atau hemolisis. Bayi asfiksia dapat mengalami
hiperbilirubinemia yang disebabkan ketidakmampuan hati
memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial.
Keterlambatan klem tali pusat dapat menyebabkan polisitemia
neonatal dan peningkatan bilirubin.
 Pemberian nutrisi parenteral total dapat menyebabkan
hiperbilirubinemia direk berkepanjangan.

3. Pemeriksaan Fisik Ikterus dapat dideteksi secara klinis dengan cara mengobservasi warna
kulit setelah dilakukan penekanan menggunakan jari. Pemeriksaan
terbaik dilakukan menggunakan cahaya matahari. Ikterus dimulai dari
kepala dan meluas secara sefalokaudal. Walaupun demikian inspeksi
visual tidak dapat dijadikan indikator yang andal untuk memprediksi
kadar bilirubin serum. Pemeriksaan dengan cara meregangkan daerah
kulit yang diperiksa dan perkiraan kadar bilirubin dilihat dengan rumus
Kramer.

Zona Bagian Tubuh yang Kuning Rerata serum Bilirubin


Indirek
1 Kepala dan leher 6 mg/dl
2 Pusat-leher 9 mg/dl
3 Pusat-paha 12 mg/dl
4 Lengan dan tungkai 15 mg/dl
5 Tangan dan kaki > 15 mg/dl
Rumus Kramer untuk Menilai Total Cutaneus Bilirubin (TcB)
Hal-hal yang harus dicari pada pemeriksaan fisis:
1) Prematuritas
Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan
polisitemia.
2) Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan
3) Perdarahan ekstravaskular, misalnya memar, sefalhematom
4) Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan
darah ekstravaskular
5) Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau
eritroblastosis
6) Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi
kongenital, atau --penyakit hati
7) Omfalitis
8) Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
9) Tanda hipotiroid
10) Tanda dehidrasi

4. Kriteria Diagnosis Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan


pemeriksaan penunjang.
5. Diagnosis Neonatal jaundice atau Ikterik neonatorum.

6. Diagnosis Banding - Stenosis ductus choledocus


- Hepatitis
- Stenosis billiaris
7. Pemeriksaan  Bilirubin serum total. Bilirubin serum direk dianjurkan untuk
Penunjang diperiksa bila ikterus menetap sampai usia >2 minggu atau
dicurigai adanya kolestasis.
 Darah perifer lengkap dan gambaran apusan darah tepi untuk
melihat morfologi eritrosit dan ada tidaknya hemolisis. Bila fasilitas
tersedia, lengkapi dengan hitung retikulosit.
 Golongan darah, Rhesus, dan direct Coombs test dari ibu dan bayi
untuk mencari penyakit hemolitik. Bayi dari ibu dengan Rhesus
negatif harus menjalani pemeriksaan golongan darah, Rhesus, dan
direct Coombs test segera setelah lahir.
 Kadar enzim G6PD pada eritrosit
 Pada ikterus yang berkepanjangan, lakukan uji fungsi hati,
pemeriksaan urin untuk mencari infeksi saluran kemih, serta
pemeriksaan untuk mencari infeksi kongenital, sepsis, defek
metabolik, atau hipotiroid.
Waktu Diagnosis Banding Anjuran Pemeriksaan
Hari ke Infeksi intrauterin, Kadar bilirubin, Hb,
1 sferositosis, penyakit golongan darah ibu & bayi,
hemolitik Uji Coombs, hematokrit,
darah perifer lengkap
Hari ke Infeksi, fisiologis, keadaan Seperti hari 1 ditambah
2 hari 1 yang terlambat darah tepi, biakan
muncul darah/urin
Hari ke Fisiologis Urinalisis pancaran tengah,
3-5 darah tepi, golongan darah,
dan Uji Coombs (pada
kecurigaan hemolitik)
>5 hari Infeksi, anemia hemolitik, Pemeriksaan darah dan urin
atau kuning karena ASI, obat- sesuai dugaan penyebab
meneta obatan, galaktosemia,
p >10 hipotiroid, fibrosis kistik,
hari ikterus obstruktif
Anjuran Pemeriksaan Sesuai Usia Bayi

8. Terapi Prinsip umum tata laksana hiperbilirubinemia adalah berdasarkan


etiologi, yaitu sebagai berikut.
1) Semua obat atau faktor yang mengganggu metabolisme
bilirubin, ikatan bilirubin dengan albumin, atau integritas sawar
darah-otak harus dieliminasi.
2) Breastfeeding jaundice
Tata laksana meliputi:
- Pantau jumlah ASI yang diberikan, apakah sudah
mencukupi atau belum
- Pemberian ASI sejak lahir minimal 8 kali sehari
- Pemberian air putih, air gula, dan formula pengganti
tidak diperlukan
- Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi
buang air kecil dan buang air besar.
- Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan
penambahan volume cairan dan stimulasi produksi ASI
dengan melakukan pemerasan payudara
- Pemeriksaan komponen ASI dilakukan bila
hiperbilirubinemia menetap >6 hari, --kadar bilirubin >20
mg/dL, atau riwayat terjadi breastfeeding jaundice pada
anak sebelumnya.

3) Breastmilk jaundice
Terdapat dua pendapat mengenai tata laksana breastmilk
jaundice. Kedua pilihan ini beserta untung-ruginya harus
dijelaskan secara lengkap kepada orangtua dan orangtua
dilibatkan dalam mengambil keputusan.
- Panduan terapi sinar untuk breastfeeding jaundice dan breasmilk
jaundice mengacu pada Diagram 1.
- Bayi dengan hipotiroid harus mendapat substitusi hormon sesuai
protokol.
- Bayi dengan penyakit hemolitik: hati-hati terhadap kemungkinan
hemolitik berat yang membutuhkan transfusi tukar. Panduan untuk
terapi sinar dan transfusi tukar sesuai dengan Diagram 1 dan 2.
- Bayi dengan penyakit hemolitik masuk ke dalam kelompok bayi
dengan faktor risiko.
Panduan untuk terapi sinar dan transfusi tukar untuk bayi dengan usia
gestasi ≥35 minggu yang dianut di Departemen IKA FKUI/RSCM
mengacu pada diagram yang diajukan oleh American Academy of
Pediatrics (AAP) tahun 2004 (lihat Diagram 1 dan 2), sedangkan tata
laksana untuk neonatus kurang bulan dapat dilihat pada Tabel 1.
Keterangan
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total. Jangan
menggunakan nilai bilirubin tak terkonjugasi ataupun bilirubin
terkonjugasi.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD, asfiksia,
letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis, atau albumin <3 g/dL
- Untuk bayi dengan usia gestasi 35-37 6/7 minggu, digunakan
kurva risiko medium (medium risk). Untuk bayi dengan usia gestasi
mendekati 35 minggu, dapat dipertimbangkan untuk
mengintervensi pada kadar bilirubin serum total yang lebih rendah
dari cut-off point, sedangkan untuk bayi dengan usia gestasi
mendekati 37 6/7 minggu dapat dipertimbangkan untuk
mengintervensi pada kadar bilirubin serum total yang lebih tinggi
dari cut-off point.
- Pada kadar bilirubin serum total lebih rendah 2-3 mg/dL dari cut-off
point, dapat dipertimbangkan terapi sinar konvensional di rumah.
Namun, terapi sinar di rumah tidak boleh dilakukan pada bayi yang
memiliki faktor risiko.

- Terapi sinar menggunakan panjang gelombang dan intensitas


cahaya yang sesuai, lampu diletakkan 35-50 cm diatas bayi.
Hangatkan ruangan tempat terapi sinar dilakukan. Gunakan kain
putih untuk menutupi seluruh kotak inkubator agar cahaya
terpantulkan sebanyak mungkin pada bayi. Tutup mata bayi,
pastikan lubang hidung tidak ikut tertutup. Balikkan posisi bayi
setiap 3 jam. Selama terapi sinar, pemberian cairan dan asupan
nutrisi tetap dilakukan sesuai kebutuhan.

Keterangan:
- Transfusi tukar segera direkomendasikan untuk bayi yang
menunjukkan tanda ensefalopati bilirubin akut (hipertoni, arching,
retrocollis, opistotonus, demam, high pitched cry) atau bila
bilirubin serum total ≥5 mg/dL di atas garis yang ditentukan.
- Faktor risiko: penyakit hemolitik isoimun, defisiensi G6PD,
asfiksia, letargi, instabilitas suhu, sepsis, asidosis
- Periksa albumin serum dan hitung rasio bilirubin/albumin.
- Bilirubin yang digunakan adalah bilirubin serum total.
9. Edukasi a. Setiap bayi baru lahir harus dievaluasi terhadap kemungkinan
mengalami hiperbilirubinemia berat. Evaluasi ini dapat dilakukan
dengan 2 cara, yaitu dengan memeriksa kadar bilirubin serum
total atau pengkajian terhadap faktor risiko secara klinis
b. Saat ini tersedia alat noninvasif untuk memperkirakan kadar
bilirubin pada kulit dan jaringan subkutan, yaitu transcutaneus
bilirubinometer. Hasil yang didapat akan berbeda dari kadar
bilirubin serum total, karena bilirubin yang diukur bukan bilirubin
dalam serum, melainkan bilirubin yang terdeposisi pada jaringan
c. Setiap ibu hamil harus menjalani pemeriksaan golongan darah
dan faktor Rhesus.

10. Prognosis Ad vitam : dubia

Ad sanationam : dubia

Ad functionam : dubia

11. Indikator medis Ikterik


12. Penelaah Kritis KSM ANAK RSU UMM
13. Kepustakaan IDAI, 2011, Pedoman Pelayanan Medis Jilid 2, hal:114-122, Jakarta,
IDAI.

Venita,RD. Ikterus Neonatorum, 2014, Kapita Selekta Kedokteran Jilid


1 Edisi IV, hal 155-157, Jakarta, Media Aesculapius.

Ikterus, 2003, Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir


untuk Dokter, Bidan, dan Perawat di Rumah Sakit, hal 42-48, Jakarta,
IDAI.

Anda mungkin juga menyukai