Anda di halaman 1dari 34

PANDUAN PRAKTIS KLINIS (PPK)

ANESTESI DAN SEDASI

TAHUN 2022

RUMAH SAKIT PERMATA HATI


Jalan Raya Way Jepara, Plangkawati II Telp ( 0725) 640123

WAY JEPARA – LAMPUNG

1
RUMAH SAKIT PERMATA HATI
Jalan Raya Way Jepara,Plankawati II Telp. (0725) 640123
WAY JEPARA – LAMPUNG TIMUR

KEPUTUSAN DIREKTURRUMAH SAKIT PERMATA HATI


NOMOR :114/SK/PAB/RSPH/VI/2022

TENTANG

PANDUANPRAKTEK KLINIS ANESTESI DAN SEDASI

DI RUMAH SAKIT PERMATA HATI

DIREKTUR RUMAH SAKIT PERMATA HATI

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Permata Hati, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi;

b. Bahwa untuk memastikan pelayanan anestesi sedasi


moderat dan dalam,di Rumah Sakit Permata Hati dapat
terlaksana dengan baik, diperlukan suatu landasan bagi
penyelenggaraan pengelolaan pelayanan sedasi di Rumah
Sakit Permata Hati;

c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam a dan b, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit Permata Hati.

Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran;
2. Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan;
3. Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1438/ Menkes/
PER/ IX/ 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
5. PeraturanMenteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2019 tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu
Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan;

2
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519/ MENKES/ PER/
III/ 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan
Anestesiologi Dan Terapi Insetif di Rumah Sakit.
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
8. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor
HK01.07/ MENKES/ 1128/ 2022 Tentang Standar
Akreditasi Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR PERMATA HATI TENTANG
PANDUAN PRAKTEK KLINIS ANESTESI DAN SEDASI
KESATU : Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang
aman, efektif, berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien
yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang
menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain.
KEDUAA : Melakukan asuhan keperawatan pra anastesi dan pasca anestesi
KETIGA : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
disampaikan kepada pihak terkait untuk diketahui dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dengan ketentuan
apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan
ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Way Jepara


Padatanggal : 27 Agustus 2022
Direktur RS Permata Hati

dr. Intan Kusumaningtyas Sp.OG, MPH

3
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................................. 1

KEPUTUSAN DIREKTUR ................................................................................................... 2

DAFTAR ISI .......................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN .................................................................................................................. 5

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR PRE ANETESI ............................................................................. 6

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR ANASTESI UMUM DENGAN FACEMASK ............................. 9

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN INTRAVENA ............................ 11

PANDUAN PRAKTIK SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN LARINGEAL MASK AIRWAY.................. 13

PANDUAN PRAKTIKSMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI ENDOTRAKEAL
TUBE ...................................................................................................................................... 17

PANDUAN PRAKTIK SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


PROSEDUR ANESTESI UMUM EPIDURAL .................................................................... 21

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR REGIONAL ANESTESI DENGAN SUB ARACNOID
BLOCK .................................................................................................................................. 25

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR SEDASI RINGAN......................................................................... 28

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR SEDASI SEDANG ........................................................................ 30

PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI


INSENTIF PROSEDUR PASCA ANESTESI ...................................................................... 34

4
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pelayanan medis adalah pelayanan kesehatan perorangan, lingkup pelayanan
adalah segala tindakan atau perilaku yang di berikan kepada pasien dalam
upayapromotif, preventif kuratif dan rehabilitative. Substansi pelayanan medis
adalah praktikilmu pengetahuan dan teknologi medis yang telah di tapis
secara sosio-ekonomi-budaya yang mengacu pada aspek pemerataan, mutu
dan efsiensi, sehingga dapat memenuhi kebutuhan kesehatan masyarakat akan
pelayanan medis.
Untuk menyelenggarakan pelayanan medis yang baik dalam arti
efektif, efisien, dan berkualitas serta merata dibutuihkan masukan berupa
sumber daya manusia, fasilitas, prafasilitas, pralatan dana sersuai dengan
prosedur serta metode yang memadai. Saat ini sector kesehatan melengkapi
peraturan perundang-undangannya dengan di sahkanya Undang-undang no.
29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran pada bulan Oktober 2004 yang
diberlalukan mulai bulan Oktober 2005.
Pengaturan praktik kedokteran bertujuan untuk memberikan perlingdungan
kepada pasien, mempertahankan dan meingkatkan mutu pelayanan medis
yang diberikan oleh dokter, serta membeikan kepastian hokum kepada
masyarakat dan dokter.Panduan praktik klinis merupakan panduan yang
berupa rekomendasi untuk membantu dokter dalam memberikan pelayanan
kesehatan.Panduaan ini berbasis bukti (berdasarkan penelitian saat ini) dan
tidak menyediakan langkah pendekatan untuk perawatan dan pengobatan,
namun memberikan informasi tentang pelayanan yang paliang efektif.Dokter
menggunakan panduan ini sesuai dengan pengalan dan pengetahuan mereka
untuk menentukan rencana pelayanan yang tepat kepada pasien.

B. Dasar Hukum
1. Undang – undang nomor 29 tahun 2004 tentangt Praktek Kedokteran pasal
44 ayat (1), pasal 50 dan 51
2. Undang – undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit
4. Peraturan Menteri Kesehatan No 147/ MENKES/ PER/ 2010 tentang
Perizinan RS
5. PERMENKES No 1438/ MENKES/ PER/ IX/ 2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran
6. PERMENKES No 755/ MENKES/ PER/ IV/ 2001 tentang
Penyelenggaraan Komite Medik

5
C. Tujuan
1. Meningkatkan mutu pelayanan pada keadaan klinis dan lingkungan
tertentu.
2. Memberikan opsi pengobatan terbaik dengan keuntungan maksimal
3. Memberikan opsi pengobatan dengan resiko terkecil
4. Memeberi tatalaksana dengan biaya yang memadai

6
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR PRE ANETESI

1. Pengertian Pemeriksaan dan pemberian obat-obat premedikasi


( Definisi ) sebelum dilakukan tindakan anastesi
2. Indikasi Semua pasien yang dijadwalkan operasi dengan
mengunakan anstesi
3. Konta indikasi +

4. Persiapan 1. Pasien
a. Pasien sesuai daftar operasi
b. Ketentuan
1) Anamnesis
2) Pemeriksaan fisik dan METS
3) Penununjang lab : Darah lengkap,
elektrolit, ur, cr, albumin sesuai kasus, CT-
BT
4) X-foto thorax (usia .35 tahun atau sesuai
indikasi)
5) EKG (Usia . 35 tahun atau sesuai indikasi)
2. Alat dan Bahan Habis Pakai :
a. Stetoscope
b. Tensimeter
c. Catatan Medik Pasien
3. Petugas :
a. Dokter Anastesi
b. Penata Anastesi
5. Prosedur 1. Pasien dilaporkan de dokter anestesi oleh penata
tindakan ruang sehari sebelum operasi maksimal 21;00,
dengan melaporkan : nama umur / jenis kelamin /
rencana operasi / penunjang lab / rongtgen bila
ada / EKG dan data lainnya.
2. Dokter anastesi menerima laporan dan
menginstruksikan tindakan/ terapi yang diperlukan
atau kekurangan yang ada.
3. Pemeriksaan penderita olek dokter anastesi
dilakukan 1-2 jam sebelum operasi :
 Pemeriksaan fisik diagnostic dan melakukan
penilan skor METS (Metabolic Equlvalent
Taski)

Aktivitas visik Met


Lemah intensutas Kegiatan <3

Sedang tidur 0.9

Menonton televise 1.0

Menulis, meja kerja, mengetik 1.8

Berjalan, 1,7 mph (2,7 kmn /jam ) tanah


yang datar, berjalan-jalan, sangat lambat 2.3

7
Berjalan, 2,5 mph (4 km / km)
2.9
Sedang intensitas kegiatan
3-6
Bersepeda, stasioner, 50,watt, usaha sangat
ringan
3.0
Berjalan 3,0 mph (4,8 km / jam)
3.3
Senam, olah raga di rumah, usaha ringan
atau sedang, umum.
3.5
Berjalan 3,4 (5,5 km / jam )
3.6
Bersepeda, ,10 mph (6 km / jam), waktu
luang, untuk bekerja atau untuk kesenagan
4.0
Bersepeda. Stasioner, 100 watt, upaya
cahaya
5.5
Kuat Intensitas Kegiatan

Jogging, umum >6

Senam, pushups misalnya, situps, pullups, 7.0


meloncat-loncat). Berat upaya kuat

Berjalan jogging, di tempat 8.0

Tapi jumping, aktif sepak bola, berenag, 8.0


tenis single

10.0

Interpretasi :
Nilai < 4 : mempunyai resiko yang benar
Nilai > 5 : mempunyai resiko kecil, tetapi, tetap
memperhatikan penyakit
 Pemeriksaan kelengkapan penunjang anestesi dan
operasi
 Persetujuan anastesi dan operasi (informend
consend)
4. Pemberian obat – obat premedikassi sebelum
anastesi
5. Bila semua dalam keadaan baik lengkap, pasien
dapat dibawa ke IBS / kamar operasi
6. Di ruang pemeriksaan pasien IBS, dilakukan
pengfgecekan ulang kelengkapan administrasi
anestsei dan operasi
7. Pemeriksaan ulang di kamar operasi sebelum
dilakukan tindkan (sign in)
8. P[ersdiapan alat dan obat anestesi, obat-obatan
emergency

8
6. Pasca 1. Persetujuan tindakan dilakukan anastesi oleh dokter
Prosedur anestesi dengan status ASA (American Society of
Tindakan Anesthesiologyst)

ASA 1 : pasein dengan kesehatan normal


(0,06-0,08%)
ASA 2 : pasien dengan penyakit sistemik
ringan (diabetesringan, hipertensi
terkontrol, obesitas [0,27-0,4])
ASA 3 : pasien dengan penyakit
sistemetik berat yang membetasi
aktivitas (angina, COPD, infark
miord [1,8-4,3%)
ASA 4 : pasien dengan penyakit yang
mengancam kehidupan (CHF,
gagal ginjal [7,8-2-3%])
ASA 5 : pasien yang tidak diharapkan
hidup dalam 24 jam (rupture
aneeurisma [9,4-55%])
ASA 6 : pasien dengan mati batang otak
yang akan mendonorkan organ
Tambahkan “E” setelah klasifikasi uktuk
operasi darurat,

2. Penundaasn tindakan anestesi elektif untuk


memperbauiki kondisi pasien
3. Rujukan ke bagian lain

7. Tingkat I
Evidens
8. Tingkat A
Rekomendasi
9. Indikator 80% pasien dilakukan visitasi dokter anestesi
Presedur
Tindakan
10. Kepustakaan 1. Mogran GE, Mikhail MS : Airway Management.
Clinical Anesthesiology 4nd , Lange, Medical
Books, New York, 2006.

9
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR ANASTESI UMUM DENGAN
FACEMASK

1. Pengertian Tindakan anestesi dengan menggukan obat anestesi


( Definisi ) inhalasi yang di hantarkanpada pasien via face masak.
2. Indikasi 1. Prosedur pembedahan yang singkat
2. Pembedahan dengan konta indikasi anestesi
regional
3. Konta indikasi 1. Pembedahan di daerah kepala dan leher
2. Prosedur pembedahan panjang.
3. Pembedahan pada pasiedn dengan lambung
penuh.
4. Persiapan 1. Pasien
a. Inform consend
b. Puasa dewasa 6 jam
c. Anak – anak 5 jam dan neonatal 4 jam
d. Terpasang IV line
2. Alat dan Bahan Habis Pakai :
a. Sirkuit anastesi (mesin, oksigen dan N2O)
b. GA Set (laryngoscope, Et sesuai ukuran,
LMA sesuai ukuran, Oropharyngeal tube,
nasopharyngeal, tube, stylet/mandrim,
plaster, suction, cuff sesuai ukuran,
stetoscope, jelly, spuit pengembang, sarung
tangan)
c. Obat-obatan (premedikasi, sedasi, induksi,
muscle relaxam, analgetik)
d. Obat emergency (Sulfat Atropin, ephedrine,
adrenalin, Aminophylin, dexamethasone,
antidotum MR dan empoid)
e. Cairan : elektrolit dan koloid

5. Prosedur tindakan 1. Pemeriksaan identitas pasien (sign in)


2. Pasien dibawa dari ruang terima ke kamar
operasi dan dipindahkan ke meja operasi
3. Pasang monitor : tekana n darah, EKG, pulse
oxymetri
4. Pastikan jalur iv lanvar,
a. Premedikasi menggunakan
 Midazolam 0,07-01 mg/kg
 Geriatric (>60 tahun) : 0,025-0,05
mg/kg
 Pediatric : 0,07 mg/kg (diberikan di
ruang serah terima pasien)
 Fentayl 1mg/kg atau pethidin 1 mg/kg
b. Induksi menggukan propofol 2-2,5
mg/kgBB atau ketamibne 1-2 mg/kgBB
c. Main tenance anestesi menggukan anastesi
inhalasi sevofluran/halotan 0,5-1,5 MAC
via face mask, analgetik berupa fentanyl
1mg/kg jika perlu

10
6. Pasca Prosedur 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan
Tindakan 2. Terapi oksigen dengan menggukan masker
NRM
3. Atasi komplikasi yang terjadi
4. Evaluasi di ruang pemulihan dengan
menggukan Aldrette’s Score

7. Tingkat Evidens I

8. Tingkat A
Rekomendasi
9. Indikator Presedur 90% pasien dilakukan visitasi dokter anestesi
Tindakan
10. Kepustakaan 1. Stolting Rk, Hillere Sc, Hormones as drugs. In
:Pharmacology and physiology in anesthese
practice, 4th Edition. Philadelphia : Lippincott
William and Wilkins : p. 461-69
2. Mrgan GE, Mikhail MS, Murry MJ. Airway
Managemen. In :Clinical anesthesiology, 4th
Edition. New York : Lange Medical Book :
2006. P412-49

11
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN
INTRAVENA

1. Pengertian Merupakan teknik anestesi agar pasien kehilangan


( Definisi ) kesadaran secara menyeluruh dan hilang rasa nyeri
untuk tindakan pembedahan / operasi dengan
menggunakan obat intravena tanpa menggunakan obat
onhalasi
2. Indikasi 1. Operasi yang singkat
2. Terdapat kontra indikasi pada teknik anestesi
lainya
11. Konta indikasi 1. Pembedahan di daerah kepala dan leher
2. Prosedur pembedahan panjang.
3. Pembedahan pada pasiedn dengan lambung
penuh.
4. Persiapan 1. Pasien
a. Inform consend dan Persetujan tindakan
b. Puasa dewasa 6 jam
c. Anak – anak 5 jam dan neonatal 4 jam
d. Terpasang IV line
2. Alat dan Bahan Habis Pakai :
a. Sirkuit anastesi (mesin, oksigen dan N2O)
b. GA Set (laryngoscope, Et sesuai ukuran,
LMA sesuai ukuran, Oropharyngeal tube,
nasopharyngeal tube, stylet/mandrim,
plaster, suction, cuff sesuai ukuran,
stetoscope, jelly, spuit pengembang, sarung
tangan)
c. Obat-obatan(premedikasi, sedasi, induksi,
muscle relaxam, analgetik)
d. Obat emergency (Sulfat Atropin, ephedrine,
adrenalin, Aminophylin, dexamethasone,
antidotum MR dan empoid)
e. Cairan : elektrolit dan koloid
3. Perugas
a. Dokter Anestesi
b. Perawat Anestesi

5. Prosedur tindakan 1. Pemeriksaan identitas pasien (sign in)


2. Pasien dibawa dari ruang terima ke kamar
operasi dan dipindahkan ke meja operasi
3. Pasang monitor : tekana n darah, EKG
4. Pastikan jalur iv lanvar,
a. Premedikasi menggunakan
 Midazolam 0,07-01 mg/kgbb
 Geriatric (>60 tahun) : 0,025-0,05
mg/kgbb
 Pediatric : kombinasi midazolam 0,07
mg/kg (diberikan di ruang serah terima
pasien)
5. Berikan obat analgetik NSAID / opinoid yang
mempunyai onset lama.
Misalnya : ketorolac 30 mg. pethidin 2 mg/kg
sesuai indikasi dan kontra indikasi

12
6. Berikan obat serdasi (propofol 2-2,5 mg/kgBB
pelan secara titrasi atau ketamine 1-2 mg/kgBB
encerkan dan berikan secara titrasi sampai
reflek bulu mata tidak ada, usahakan nafas
pasien tetap spontan.
7. Lakukan tes analgesi dan anestesi kembali
pasien, bila sudah tidak ada respon, lakukan
lanjutan proses pembedahan, bila masih
memberikan respon berikan fentanyl 1-2
mcg/kgbb
8. Berikan propofol atau ketamine separo dosis
awal secara intermiten bila pasien memberikan
respon bangun (gerak, tensi naik, atau hearty
rate naik)
9. Operasi selesai, pastikan nafas spaontan baik
dab hemodinamik stabil, pindahkan pasien ke
ruang pemulihan.
6. Pasca Prosedur 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan
Tindakan 2. Terapi oksigen 2 lt/mnt dengan menggunakan
nasal kanuka
3. Atasi komplikasi yang terjadi
4. Evaluasi di ruang pemulihan dengan
menggukan Aldrette’s Score

5. Tingkat Evidens IV

6. Tingkat A
Rekomendasi
7. Indikator Presedur 1. 100% pasien tidak bangun dan tidak nyeri
Tindakan operasi(gerak, heart rate naik)
2. Waktu sesuai lama waktu operasi
3. 90% dari pasien yang menjalani pembedahan
dapat dianestesi dengan anestesi umum total
intavena.
8. Kepustakaan 1. L. Barvais, F, A, Lobo : Tipa and Trick
optimize Total Intravenous Anesthesuia, Acta
Abasth Belg, 2013. 64, 137-146
2. Stolting Rk, Hillere Sc, Hormones as drugs. In
: Pharmacology and physiology in anesthese
practice, 4th Edition. Philadelphia : Lippincott
William and Wilkins : p. 461-69
3. Mrgan GE, Mikhail MS, Murry MJ. Airway
Managemen. In : Clinical anesthesiology, 4th
Edition. New York : Lange Medical Book :
2006. P412-49

13
PANDUAN PRAKTIK
SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN
LARINGEAL MASK AIRWAY

1. Pengertian Merupakan teknik anestesi agar pasien kehilangan


(Definisi) kesadaran secara menyeluruh dan hilang rasa nyeri untuk
tindakan pembedahan/ operasi melalui pemasangan
laryngeal mask airway (LMA)
2. Indikasi 1. Memenuhi permintaan pasien yang mengunginkan
bius umum dan memang dimungkinkan untuk itu.
2. Alternative face mask apabila dibutuhkan ventilasi
tekanan positif.
3. Alternative intubasi endotracheal untuk mencegah
terjadinya edema vocal cord atau meningkatkan
tahanan jalan napas.
4. Situasi jalan naps sulit:
a. Terencana
b. Penyelamatan jalan napas
c. Membantu intubasi endotracheal
5. Karena ada kontraindikasi regional anestesi.
3. Kontraindikasi 1. Resiko meningkatnya regurgitasi isi lambung (tidak
puasa)
2. Terbatasnya kemampuan membuka mulut atau
ekstensi leher (misalnya artitis rematoid yang berat
atau ankilosing spondylitis), menyebabkan
memasukkan LMA lebih jauh ke hipopharynx sulit.
3. Compliance paru yang rendah atau tahanan jalan
napas yang besar
4. Obstruksi jalan napas setinggi level larynx atau
dibawahnya
5. Kelainan pada oropharynx (mislanya hematoma,
dan kerusakan jaringan)
6. Ventilasi paru tunggal
4. Persiapan 1. Pasien:
a. Inform Consent dan persetujuam tindakan
b. Puasa dewasa 6 jam
c. Anak-anak 5 jam dan neonatal 4 jam

14
d. Terpasang IV line
2. Alat dan bahan habis pakai:
a. Sirkuit anestesi (mesin, oksigen dan N2O)
b. GA Set (laryngoscope, ET sesuai ukuran, LMA
sesuai ukuran, Oropharyngeal tube,
nasopharyngeal tube, stylet/mandrim, plester,
suction, cuff sesuai ukuran, stetoskop, jelly,
spuit pengembang, sarung tangan.
c. Obat-obatan (premedikasi, sedasi, induksi,
muscle relaxan, analgetik)
d. Obat emergency (Sulfas Atripin, Ephedrin,
Adrenalin, Aminophylin, Dexametasone,
antidotum MR dan opoid)
e. Cairan : alektrolit dan koloid
3. Petugas:
a. Dokter Anestesi
b. Penata Anestesi
5. Prosedur 1. Pemeriksaan Identitas pasien (Sign In)
Tindakan 2. Premedikasi pasien di ruang serah terima pasieng
dengan:
a. Midazolam 0,07-0,1 mg/kgbb
b. Geriatric(<60 th: 0,025-0,05 mg/kgbb
c. Pediatric : kombinasi midazolam 0,07 mg/kgbb,
Sulfas atropine 0,01-0,02 mg/kgbb dan ketami
0,5 mg/kgbb
3. Pasien dibawa dari ruang serah terima ke kamar
operasi dan pindahkan ke meja operasi
4. Pasang monitor, tekana darah, pulse oxymetri, EKG
5. Pasang jalur IV lancar, berikan obat propofol 2-2,5
mb/kgbb atau ketamine1-2 mg/kgbb dan indkasi
secara titrasi sampai pasien tertidur (periksa tidak
ada reflek bulu mata)
6. Cuff pasien dan digunakan kombinasi (oksigen,
N2O, agent inhalasi) sesuai indikasi dan
kontraindikasi biarkan napas spontan dan pastikan
bias dilakukan pressure positif (bagian oksigen)
7. Berikan obat pelumpuh otot sesuai dosis, indikasi
dan kontraindikasi (vecuronium, atracurarium, atau
recuronium)

15
8. Catatan: pemasangan LMA umumnya tidak
menggunakan pelumpuh otot
9. Berika napas dengan tekanan positif sampai efek
obat pelumpuh otot bekerja.
10. Matika N2O dan Agent inhalasi dan berikan
hiperventilasi oksigen (Cuff antara 5-8 secara cepat)
11. Buka mulut pasien dengan cara cross finger,
masukkan LMA (setelah diolesi lubricans pada sisi
belakang balon) dengan batuan jari telunjuk kiri
menuju palatum durum terus ke hypopharyng
sampai terasa tahanan meningkat, kebangkan balon
sesuai jumlah udara yang sesuai.
12. Periksa suara napas tidak pada titik epigastric
(lambung), tetapi pada apek paru dan sama antara
kanan kiri, plester ETT pada pojok bibir dan pasang
oropharyngeal tube.
13. Hidupkan agent anestesi inhalasi sesuai MAC
(minimal alveolar concentration), dan oksigen, N2O
dengan perbandingan minimal 30;70 %
14. Berikan obat analgetik NSAID pada operasi ringan
atau kombinasi dengan opioid pada operasi besar
15. Monitoring pasien selama operasi (tanda vital,
saturasi, EKG, urine output, dan lapang operasi
serta suction untuk perdarahan.
16. Bila pasien diperkirakan akan selesai dalam 15
menit atau saat menjahit kulit, spontankan napas
pasien.
17. Operasi selesai , bersihkan mulut pasien dengan
suction, ekstubasi pasien dengan ektubasi dalam
pada pasien yang dihindari terjadinya gejolak
hemodinamika atau ekstubasi sadar pada pasien
tanpa kontraindikasi.
18. Berikan oksigenasi dengan cruff, bila napas adekuat
pindahkan pasien ke ruang pemulihan
6. Pasca Prosedur 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan
Tindakan 2. Terapi oksigen dengan kanul/masker oksigen
3. Atasi komplikasi yang terjadi
4. Evaluasi di ruang pemulihan dengan menggunakan
Aldrette’s Score

16
7. Tingkat Evidens 1
8. Tingkat A
Rekomendasi
9. Indicator 1. 100 % tidak nyeri operasi (gerak, heart rate naik)
Prosedur 2. Waktu sesuai lama waktu operasi
Tindakan
10. Kepustakaan 1. Morgan GE, Mikhail MS: Airway Management,
Clinical Anesthesiology 3 nded, Lange Medical
Books, New York 2006.
2. Gomillion MC, Jung Hee Han : Magnetic
Resonance Imaging a case of 2 years old boy,
Anesthesiology Problem-Oriented Patient
Management Yao & Artuiso 5thed, Lippincott
Williams & Wilkins, Philadelphia, USA, 2008

17
PANDUAN PRAKTIK
SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
PROSEDUR ANESTESI UMUM DENGAN INTUBASI
ENDOTRAKEAL TUBE

1. Pengertian Merupakan teknik anestesi agar pasien kehilangan


(Definisi) kesadaran secara menyeluruh dan hilang rasa nyeri untuk
tindakan pembedahan/operasi dengan menggunakan pipa
endotracheal yang dimasukkan ke dalam trachea.
2. Indikasi 1. Pembedahan daerah kepala dan leher
2. Pembedahan yang membutukan relaksasi
3. Pembedahan dengan kontra indikasi anestesi
regional
3. Kontraindikasi Tidak ada
4. Persiapan 1. Pasien:
a. Inform consent dan persetujuan tindakan
b. Puasa dewasa 6 jam
c. Anak-anak 5 jam dan neonatal 4 jam
d. Terpasang IV line
2. Alat dan Bahan habis pakai:
a. Sirkuit anestesi (mesin, oksigen dan N2O)
b. GA Set (laryngoscope, ET sesuai ukuran, LMA
sesuai ukuran, Oropharyngeal tube,
nasopharyngeal tube, stylet/mandrim, plester,
suction, cuff sesuai ukuran, stetoskop, jelly,
spuit pengembang, sarung tangan.
c. Obat-obatan (premedikasi, sedasi, induksi,
muscle relaxan, analgetik)
d. Obat emergency (Sulfas Atripin, Ephedrin,
Adrenalin, Aminophylin, Dexametasone,
antidotum MR dan opoid)
e. Cairan : alektrolit dan koloid
3. Petugas:
a. Dokter Anestesi
b. Penata Anestesi
5. Prosedur 1. Pemeriksaan Identitas pasien (Sign In)
Tindakan 2. Premedikasi pasien di ruang serah terima pasieng
dengan:

18
a. Midazolam 0,07-0,1 mg/kgbb
b. Geriatric(<60 th: 0,025-0,05 mg/kgbb
c. Pediatric : kombinasi midazolam 0,07 mg/kgbb,
Sulfas atropine 0,01-0,02 mg/kgbb dan ketami
0,5 mg/kgbb
3. Pasien dibawa dari ruang serah terima ke kamar
operasi dan pindahkan ke meja operasi
4. Pasang monitor, tekana darah, pulse oxymetri, EKG
5. Pasang jalur IV lancar, berikan obat propofol 2-2,5
mb/kgbb atau ketamine1-2 mg/kgbb dan indkasi
secara titrasi sampai pasien tertidur (periksa tidak
ada reflek bulu mata)
6. Cuff pasien dan digunakan kombinasi (oksigen,
N2O, agent inhalasi) sesuai indikasi dan
kontraindikasi biarkan napas spontan dan pastikan
bias dilakukan pressure positif (bagian oksigen)
7. Berikan obat pelumpuh otot sesuai dosis, indikasi
dan kontraindikasi (vecuronium, atracurarium, atau
recuronium)
8. Berikan napas dengan tekanan positif sampai efek
obat pelumpuh otot bekerja
9. Matikan N2O dan Agent inhalasi dan berikan
hiperventilasi oksigen
10. Buka mulut pasien dengan cara cross finger,
masukkan laryngoscope dari sudut lateral kanan,
sibakkan lidah pasien dan temukan epiglottis,
angkat laryngoscope dan temukan rima glottis,
masukkan ETT sesuai ukuran sampai batas hitam,
keluarkan laryngoscope dan kembangkan cuff balon
ETT
11. Periksa suara napas tidak pada titik epigastric
(lambung) tetapi pada aspek paru dan sama antara
kanan kiri, plester ETT pada pojok bibir dan pasang
oropharyngeal tube
12. Hidupkan agent anestesi inhalasi sesuai MAC
(minimal alveolar concentration), dan oksigen, N2O
dengan perbandingan minimal 30;70 %
13. Berikan obat analgetik NSAID pada operasi ringan

19
atau kombinasi dengan opioid pada operasi besar
14. Monitoring pasien selama operasi (tanda vital,
saturasi, EKG, urine output, dan lapang operasi
serta suction untuk perdarahan.
15. Bila pasien diperkirakan akan selesai dalam 15
menit atau saat menjahit kulit, spontankan napas
pasien.
16. Operasi selesai , bersihkan mulut pasien dengan
suction, ekstubasi pasien dengan ektubasi dalam
pada pasien yang dihindari terjadinya gejolak
hemodinamika atau ekstubasi sadar pada pasien
tanpa kontraindikasi.
17. Berikan oksigenasi dengan cruff, bila napas adekuat
pindahkan pasien ke ruang pemulihan

6. Pasca Prosedur 1. Observasi tanda vital di kamar pemulihan


Tindakan 2. Terapi oksigen 6 lt/mnt dengan menggunakan
masker NRM
3. Atasi komplikasi yang terjadi
4. Evaluasi di ruang pemulihan dengan menggunakan
Aldrette’s Score
7. Tingkat Evidens 1
8. Tingkat A
Rekomendasi
9. Indicator 1. 100 % tidak nyeri operasi (gerak, heart rate naik)
Prosedur 2. Waktu sesuai lama waktu operasi
Tindakan 3. 90% dari pasien yang menjalani pembedahan dapat
dianestesi dengan anestesi umum intubasi
endotracheal
10. Kepustakaan 1. Steolting RK, Hilier SC. Hormones as durgs.
In:Pharmacology and physiology in anesthesic
practice. 4th Edition. Philadelphia: Lippincott
William and Wikins; 2006. P.461069
2. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ. Airway
Management. In: Chinical Anesthesiology. 4th
Edition, New York : Lange Medical Books:2006.
,412-49.

20
PANDUAN PRAKTIK
SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF
PROSEDUR ANESTESI UMUM EPIDURAL

1. Pengertian Merupakan teknik anestesi dengan memasukkan obat


(Definisi) analegetik ke dalam ruang epidural sesuai blockade syaraf
yang dikehendaki.
2. Indikasi Pembedahan/ operasi atau pemberian analgetik pada daerah
syaraf yang dikehendaki.
3. Kontar Indikasi Absolut
 Infeksi pada tempat suntikan
 Pasien menolak
 Koagulopati
 Severe hypovolemic
 Meningkatnya tekana intracranial
 Severe aorta stenosis
 Severe mitral stenosis
Relatif
 Sepsis
 Pasien tidak kooperatif
 Deficit neurologis
 Stenotic katub jantung
 Servere deformitas
Kontroversial
 Operasi pasca daerah suntikan
 Ketidakmampuan komunikasi dengan pasien
 Operasi yang lama
 Kehilangan darah yang banyak
 Maneuver yang memerlukan pengendalian napas

4. Persiapan 1. Pasien
a. Inform Consent dan persetujuan tindakan
b. Tidak adanya kontra indikasi
2. Alat dan Bahan Habis pakai:
a. Sirkuit anestesi (mesin, oksigen), GA Set
b. Spuit 20 cc, 3 cc

21
c. Epidural set
d. Bupivacaine isobaric 1 vial, lidokain 3 amp,
pecahin 2 amp, ephedrine 1 amp, midazolam
amp.
e. Sarung tangan steril 1 buah, kassa 1 bungkus,
bethadine 10cc, alcohol 5cc, hipavic ukuran 12
cm x 5 cm (1 buah) dan 2 x 20 cm (2 buah)
3. Petugas :
a. Dokter Anestesi
b. Penata Anestesi
5. Prosedur 1. Pemeriksaan Identitas pasien (Sign In)
Tindakan 2. Premedikasi pasien di ruang serah terima pasieng
dengan midazolam 2 mg
3. Pasien dibawa dari ruang serah terima ke kamar
operasi dan pindahkan ke meja operasi
4. Pasang monitor, tekanan darah, pulse oxymetri,
EKG
5. Pastika jalur IV lancer, loading pasien 250 cc cairan
elektrolit
6. Posisikan pasien duduk dengan tanga menyilang
memegang bagu, kepala menunduk
7. Identifikasi SIAS sesuai lumbal 4-5 dan thorakal 12
dan cervic 7
8. Tentukan daerah insersi sesaui dematom
pembedahan
9. Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan
alcohol
10. Berikan anestesi local pada tempat tusukan dengan
lodokain 1-2% 2-3 ml
11. Insersikan jarum epidural mulai dari kulit sampai
menembus ruang epidural dengan teknik loss off
reisten aatau hanging drop
12. Masukkan kateter epidural ke dalam ruang epidural
melalui insersi jarum dengan kedalaman kateter di
ruang epidural antara 4-6 cm
13. Tarik jarum epidural pelan-pelan dengan tetap
menjaga insersi kateter sepidural pada tempat yang
tidak berubah
14. Tutup tempat insersi jarum dan kateter dengan

22
kassa steril dan bethadine dan tarik kateter kearah
pundak dan plester dengan hipavic sesuai ukuran
15. Bila tanpa menggunakan kateter segera masukan
obat anestesi ke dalam ruang epidural dengan
jumlah volume sesuai dermatom yang dikehendaki
16. Lakukan test dose denga lidokain 1,8 cc dan
pecahin 1,2 cc ke ruang epidural malalui kateter
epidural. Penilaian pada kenaikan heart rat6e >20%
awal atau terjadinya blockade motoric
17. Masukan obat anestesi pelan-pelan (0,5 ml/detik)
dengan menggunakan spuit 20 cc dengan volume
sesuai dermatom yang diinginkan
18. Tunggu antara 15-20 menit lakukan tes anestesi
sesuai dermatom pembedahan yang akan dilakukan,
bila pasien sudah tidak merasakan sakit, proses
pembedahan bisa dilakukan
19. Monitoring hemodinamika pasien, bila terjadi
penurunan tekanan darah berikan loading cairan
elektrolit atau koloid bila belum cukup cairan, bila
telah terpenuhi berikan ephedrine 10 mg/IV
20. Evaluasi dan monitoring pasien dan hemodinamika
sampai opersai selesai
21. Operasi selesai pindahkan pasien ke ruang
pemulihan
6. Pasca Prosedur 1. Evaluasi di ruang rawat pemulihan pada pasca
Tindakan operasi dan evaluasi dengan bromage score
2. Posisikan pasien dengan kepala lebig tinggi 30
derajat salaam 24 jam
3. Bial tensi menurun < 90/60 mmHg atau penurunan
>20% tensi awal berikan ephedrine 10 mg
7. Tingkat evidens IV
8. Tingkat C
Rekomendasi
9. Indicator 1. 100 % tidak nyeri operasi
Prosedur 2. Waktu 90 menit atatu penurunan dematom 2
Tindakan timgkat penambahan volume 5 cc bupivacaine
isobaric 0,5%
10. Kepustakaan 1. Brown DL Spinal, epidural and caudal anesthesia.

23
In: Miller RD. Miller’s Anesthesia 7ed.
Philadelphia. Elseiver Churchill
livingstone;2010;volume 1; 1611-38. (2)
2. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, epidural and
Caudal blokcs, In :Morgan GE, Murray Michael J.
Clinical anesthesiology. New York :McGraw
Hill;2006;289-323. (4)

24
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR REGIONAL ANESTESI DENGAN
SUB ARACNOID BLOCK

1. Pengertian Merupakan tekik anastesi dengan memasukan obat


analgesik ke dalam ruang subaracknoid sesui
blockade syaraf yang dikehendaki
2. Indikasi Bedah regional ekstremitas bawah,m sekitar rectum
perineum, obstertrik dan gynekologi, urologi, bedsah
abdomen bawah
3. Konta indikasi Absolut
 Infeksi pada tempat suntikan
 Pasien menolak
 Koagulopati atau bleeding
 Diathesis
 Severe hypovolemic
 Meningkatnya tekanan intracranial
 Severe aorta stenosis
 Severe mitral stenosis
Relatif
 Sepsis
 Pasien tidak koopratif
 Preexisting neurologi deficit
 Demyelinating lesions
 Steotic katub jantung
 Severe spinal deformitas
Kontroversial
 Prior back surgery at the site of injection
 Ketidak mampuan komunikasi dengan pasien
 Complikasi operasi
 Operasi yang lama
 Kehilangan darah yang banyak maneuver that
compromise tespiration
4. Persiapan 1. Persiapan
I. Inform concemt
II. Persetujuan tidakan
2. Alat dan Bahan Habis Pakai
I. Sirkuit anestesi ( mesin, Oksigen )
II. Spuit 5 cc, jarum spinal
III. Bupivacaine, lidokain, ephedrine,
midazolam,
IV. Sarung tangan seteril, kasa 1 bungkus,
betadine 10 cc, alcohol 5 cc,
hansaplas plester
V. Obat emergency
3. Petugas
I. Dokter anestesi
II. Perawat anestesi
5. Prosedur tindakan 1 Pemeriksaan identitas pasien ( sign in )
2 Premedikasi pasien di ruang serah terima
pasien dengan midazolam 2 mg.
3 Pindahkan pasien menuju kamar operasi dan
tidurkan pasien di meja operasi.
4 Pasang monitor, tekanan darah, pilse

25
oxymetri, EKG
5 Pastikan iv line lancer, loading pasien 20 250
cc cairan elektrolit
6 Posisikan pasien duduk dengan tangan
menyilang memegang bahu, kepala
menunduk
7 Identifikasi SIAS sesuai lumbal 3-4 atau
lumbal L4-5
8 Sterilkan tempat tusukan dengan betadine dan
alcohol
9 Beri anestesi local pada tempat tusukan
dengan lidokain 2% 2-3 ml
10 Insersikan jaruym spinal pada daerah
dibawah L2 atau sesuai dermatom yang
diinginkan menembus ligamentum flavum
sampai LCS keluar tanpa ada campuran darah
11 Masukan obat anastesi pelan-pelan (0,5
ml/detik) dengan menggunakan spuit 5 cc
sebanyak sesuai dermatom yang diinginkan
diselingi aspirasi sedikit (barbotase test setiap
masukan 1 cc)
12 Cabut jarum spinal dan tutup bekas suntikan
kengan kassa steril dan di plester
13 Evaluasi blockade syaraf yang terjadi, bila
telah sesuai dermatom yang dikehendaki,
tindakan pembedahan boleh dilakukan
14 Monitoring hemodinamik pasien, bila terjadi
penurunan tekanan darah berikan leading
cairan elektrolit atau koloid bila belum cukup
cairan, bila telah terpenuhi berikan ephedrine
10 mg IV
15 Evaluasi dan monitoring pasien dan
hemodinamik sampai operasi selesai
16 Operasi selesai pindahkan pasien ke ruang
pemulihan dan evaluasi dengan bromage
score
6. Pasca Prosedur 4. Evaluasi di ruang rawat pemulihan pada pasca
Tindakan operasi
5. Posisikan pasien dengan kepala lebih tinggi 30
derajat selama 24 jam
6. Bila tensi menurun <90/60 mmHg ataun
penurunan kesadaran lebih 20% tensi awal
berikan ephedrine 10 mg
7. Tingkat Evidens IV

8. Tingkat evidens C
9. Indikator Presedur 1. Terjadinya blockade syaraf sesuai dermatom (
Tindakan tidak nyeri pada saat irisan ) selam 90 menit
10. Kepustakaan e. Brown DL,. Spinal, epidural and caudal
anesthesia. In : miller RD. Miller’s
Anestesi 7, Philadelphia. Elsiever
Churchill livingstone; 2010; volume
1;1611-38. (2)
f. Kleinman W, Mikhail M. Spinal, Epidural
and Caudal blocks.in : Mogran GE, Murry
Michael J. Clinical anesthesiology, New
York : McGrow Hill; 2006; 289-323. (4)

26
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR SEDASI RINGAN

1. Pengertian Suatu keadaan dimana selama terinduksi obat,


( Definisi ) pasien berespon normal terhadap perintah verbal,
walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu,
tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak
terpengaruhi
2. Indikasi 1 Prosedur radiologic
2 Prosedur diagnostik
3. Konta indikasi -

4. Persiapan 1. Persetujuan medic


2. Persiapan alat
3. Persiapan pasien
4. Persiapan petugas ( alat pelindung diri )
5. Prosedur tindakan 1. Persiapan alat
a. Sumber oksigen
b. Nasal kanule
c. Alat monitor pasien
2. Persiapan obat
a. Obat sedasi : midazolam / diazepam
b. Obat emergency : sulfat atropine,
ephedrine, adrenaline
c. Aquabidest dan spuit 3cc, 5cc, 10cc
3. Persiapan pasien
a. Petugas melakukan cuci tangan
b. Pasien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan serta dipersilahkan untuk
berdoa
c. Petugas mengatur posisi pasien dalam
tidur terlentang
d. Pasang monitor pasien dan ukur tanda-
tanda vital pada pasien
e. Nasal kanule diletakkan didepan muka
pasien, dan diberi oksigen atau 2-4 Lpm
( Nasal Kanule )
f. Perawat memaksukkan obat sedasi astas
advis dokter anestesi/DPJP
g. Lakukan monitoring TTV ( tekanan
darah, nadi, nafas )secara berkala tiap 5
menit selama proses sedasi
h. Dokumentasikan hasil pemantauan TTV
selama pemberian sedasi ke dalam
monitoring yang sudah tersedia
i. Setelah pemberian sedasi selesai
pindahkan pasien ke ruang pemulihan
untuk observasi
j. Alat-alat dirapikan kembali.

6. Pasca Prosedur 1. Perawatan pasca sedasi selama masa


Tindakan pemulihan sadar
2. Observasi status respirasi, kesadaran, tanda-
tanda vital

27
7. Tingkat Evidens II

8. Tingkat evidens A
9. Indikator Presedur 1. Pasien lebih tenang dan ti9dak cemas ketika
Tindakan dilakukan tindkan
10. Kepustakaan 1. Anestesiologi. FKUI, Jakarta 1989
2. Mogran GE, Murry Michael J. Clinical
anesthesiology, New York : McGrow Hill;
2001, 127-177

28
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR SEDASI SEDANG

1. Pengertian Suatu metode pemberian sedasi dimana selama


( Definisi ) terinduksi obat, pasien tidak diperlukan intervensi
untuk menjaga jalan nafas paten dan ventilasi spantan
masih adekuat fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga
2. Indikasi 1. Prosedur radiologic
2. Prosedur diagnostik
3. Konta indikasi -

4. Persiapan 1. Persetujuan medic


2. Persiapan alat
3. Persiapan pasien
4. Persiapan petugas ( alat pelindung diri )
5. Prosedur tindakan 1. Persiapan alat
a. Sumber oksigen
b. Laringoskop
c. Sungkup muka / nasal kanule
d. Pipa endotrakeal ( ETT )
e. Mayo
f. Safilet ( mandarin ETT )
g. Spuit 10cc untuk mengembangkan cuff
ETT
h. Stetoskop
i. Conector
j. Ambubag
k. Mesin suction dan kanule suction
2. Persiapan obat
a. Obat sedasi midazolam / diazepzm
b. Obat emergency : sulfat atropine,
ephedrine, adrenaline
c. Aquabidest dan spuit 3cc, 5cc, 10cc
3. Persiapan pasien
Pasien diberitahu tentang tindakan yang akan
dilakukan persiapan pasien
4. Prosedur
a. Petugas melaukan cuci tanagn
b. Pasien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan serta dipersilahkan untuk berdoa
c. Petugas mengatur posisi pasien dalam
tidur terlentang
d. Pasang monitor pasien dan ukur tanda-
tanda vital pada pasien
e. Nasal kanule diletakkan didepan muka
pasien, dan diberi oksigen atau 2-4 Lpm (
Nasal Kanule )
f. Perawat memaksukkan obat sedasi astas
advis dokter anestesi/DPJP
g. Lakukan monitoring TTV ( tekanan darah,
nadi, nafas ) secara tiap 5 menit selama
proses sedasi
h. Dokumentasikan hasil pemantauan TTV

29
selama pemberian sedasi ke dalam
monitoring yang sudah tersedia
i. Setelah pemberian sedasi selesai
pindahkan pasien ke ruang pemulihan
untuk observasi
j. Alat-alat dirapikan kembali.
6. Pasca Prosedur 1. Perawatan pasca sedasi selama masa
Tindakan pemulihan sadar
2. Observasi status respirasi, kesadaran, tanda-
tanda vital
3. Observasi status hidrasi ( input dan outout
cairan )
7. Tingkat Evidens II

8. Tingkat evidens A
9. Indikator Presedur 1. Pasien lebih tenang dan tidak cemas ketika
Tindakan dilakukan tindkan
10. Pepustakaan 1. Anestesiologi. FKUI, Jakarta 1989
2. Mogran GE. Clinical pharmalogy Inhalational
Antheties in Clinical Anastelogy : 2001, 127-
177

30
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF
ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INSENTIF
PROSEDUR SEDASI DALAM

1. Pengertian Suatu metode pemberian sedasi dimana selama terinduksi


( Definisi ) obat, pasien tidak diperlukan intervensi untuk menjaga
jalan nafas paten dan ventilasi spantan masih adekuat
fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga
2. Indikasi 1. Prosedur radiologic
2. Prosedur diagnostic
3. Konta indikasi -

4. Persiapan 1. Persetujuan medic


2. Persiapan alat
3. Persiapan pasien
4. Persiapan petugas ( alat pelindung diri )
5. Prosedur 1 Persiapan alat
tindakan a. Sumber oksigen
b. Laringoskop Sungkup muka / nasal kanule
c. Pipa endotrakeal ( ETT )
d. Mayo
e. Safilet ( mandarin ETT )
f. Spuit 10cc untuk mengembangkan cuff ETT
g. Stetoskop
h. Conector
i. Ambubag
j. Mesin suction dan kanule suction
2 Persiapan obat
a. Obat sedasi midazolam / diazepzm
b. Obat emergency : sulfat atropine, ephedrine,
adrenaline
c. Aquabidest dan spuit 3cc, 5cc, 10cc
3 Persiapan pasien
a. Pasien diberitahu tentang tindakan yang akan
dilakukan persiapan pasien
4 Prosedur
a. Petugas melaukan cuci tanagn
b. Pasien diberitahu tindakan yang akan
dilakukan serta dipersilahkan untuk berdoa
c. Petugas mengatur posisi pasien dalam tidur
terlentang
d. Pasang monitor pasien dan ukur tanda-tanda
vital pada pasien
e. Nasal kanule diletakkan didepan muka pasien,
dan diberi oksigen atau 2-4 Lpm ( Nasal
Kanule )
f. Perawat memaksukkan obat sedasi astas advis
dokter anestesi/DPJP
g. Lakukan monitoring TTV ( tekanan darah,
nadi, nafas ) secara tiap 5 menit selama proses
sedasi
h. Dokumentasikan hasil pemantauan TTV
selama pemberian sedasi ke dalam monitoring

31
yang sudah tersedia
i. Setelah pemberian sedasi selesai pindahkan
pasien ke ruang pemulihan untuk observasi
j. Alat-alat dirapikan kembali.
6. Pasca Prosedur 1. Perawatan pasca sedasi selama masa pemulihan
Tindakan sadar
2. Observasi status respirasi, kesadaran, tanda-tanda
vital
3. Observasi status hidrasi ( input dan outout cairan )
7. Tingkat Evidens II

8. Tingkat evidens A
9. Indikator 1. Pasien lebih tenang dan tidak cemas ketika dilakukan
Presedur tindkan
Tindakan
2. Pepustakaan 1. Anestesiologi. FKUI, Jakarta 1989
2. Mogran GE. Clinical pharmalogy Inhalational
Antheties in Clinical Anastelogy : 2001, 127-177

32
PANDUAN PRAKTIK KLINIS SMF ANESTESIOLOGI
DAN TERAPI INSENTIF PROSEDUR PASCA
ANESTESI

1. Pengertian ( Penilain pasien sesudah proses anastesi / pembedahan selesai


Definisi ) dengan skor anastesi di ruang pemulihan sebelum pasien
boleh pindah ke ruangan.
2. Indikasi 5. Prosedur radiologic
6. Prosedur diagnostic
3. Konta -
indikasi
4. Persiapan 1. Alat dan Bahan Habis Pakai
a. Oksigen
b. Obat dan Emergency ( set / stok )
c. Bedside Monitor
5 Prosedur 1. Pasien dari kamar operasi dibawa ke ruanganb
tindakan pemulihan oleh petugas anastesi
2. Berikan oksigenasi, pasang alat monitor tekanan darah
dan capnograf / saturasi oksigen
3. Petugas ruangn pemulihan melakukan penilaian pasca
anestesi
4. Pasien dengan anestesi umum ;
Aldrete Skor
Penilaian Tanda Penilaian Nilai Masuk Keluar
Aktivitas Pergerakan exstermitas 2
atas perintah
Bergerak 2 exstermitas 1
atas perintah / volunteer
Tak,mampu bergerak 0
Respirasi Nafas dalam dan batuk 2
Dipsneu / usaha nafas 1
terbatas
Apneu 0
Sirkulasi TD+/-20 Preantesi 2
20 - 50 1
50 0
Kesadaran Sadar penuh 2
Bangun jika dipanggil 1
Tak ada respon 0
Warna kemerahan 2
kulit Pucat / kuning 1
Sianosis 0
Jumlah Skor

Catatan :
 Pasien boleh pindah ke ruanagn bila hasil penilaian >8

 Digunakan untuk generasi anastesi pasien dewasa

Pasein regional anastesi

33
Bromage Skor
Penilaian Tanda Penilain Nilai Masuk Keluar
Aktivitas Gerakan penuh 0
tungkai
Tidak mampu 1
terhadap rangsang
Tidak mampu fleksi 2
lutut
Tidak mampu fleksi 3
pergerakan kaki
Jumlah Skor

Catatan :
 Pasien boleh pindah hasil penilaian <2
 Digunakan untuk regional anastesi

Pasien anak

Steward SKor
Penilaian Tanda penilaian Nilai Masuk Keluar
Kesadaran Bangun 2
Respon terhadap 1
rangsang
Tak ada respon 0
Respirasi Batuk atau nagis 2
Pertahankan jalan 1
nafas
Perlu bantuan nafas 0
Motoric Gerak bertujua 2
Gerak tanpa 1
beretujuan
Tak bergerak 0
Jumlah Skor

Catatan :
 Pasien boleh pindah bila penilaian > 5
 Digunakan untuk general anastesi pasien pediatnik

6 Pasca 1. Pasien diantarkan kembali ke ruang perawatan di


Prosedur damping oleh perawat ruangan
Tindakan 2. Observasi untuk general anestesi pasien pediatrik
7 Tingkat IV
Evidens
8 Tingkat B
Rekomendasi
9 Indikator 80% pasien yang anastesi telah mencapai kreteria pemulangan
Presedur dari ruangan pulih sadar
Tindakan
10. Pepustakaan Morgan GE, Mikhail MS, Murry Mj. Airway Management, In
: Clinical anesthesiology, 4th Edition. New York : Lange
Medical Books; 2006, p.412-49

34

Anda mungkin juga menyukai