Anda di halaman 1dari 16

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI DAN SEDASI

RUMAH SAKIT PERMATA HATI

TAHUN 2022

RUMAH SAKIT PERMATA HATI

Jalan Raya Way Jepara, Plangkawati II Telp. (0725) 640123

WAY JEPARA – LAMPUNG

1
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................ 1

DAFTAR ISI ................................................................................................... 2

BAB I DEFINISI .......................................................................................... 5

BAB II RUANG LINGKUP.......................................................................... 8

BAB III TATA LAKSANA............................................................................. 12

BAB IV DOKUMENTASI .............................................................................. 15

2
RUMAH SAKIT PERMATA HATI
Jalan Raya Way Jepara, Plangkawati II, Telp. ( 0725) 640123

WAY JEPARA – LAMPUNG TIMUR

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PERMATA HATI


NOMOR :111/SK/PAB/RSPH/VIII/2022

TENTANG
PANDUAN PELAYANAN ANESTESI DAN SEDASI
DI RUMAH SAKIT PERMATA HATI

DIREKTUR RUMAH SAKIT PERMATA HATI


Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah
Sakit Permata Hati, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan yang bermutu tinggi;

b. bahwa untuk memastikan pelayanan anestesi dan sedasi,di


Rumah Sakit Permata Hati dapat terlaksana dengan baik, di
perlukan suatu landasan bagi penyelenggaraan pengelolaan
pelayanan anestesi di Rumah Sakit Permata Hati;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud


dalam A dan B, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan
Direktur Rumah Sakit Permata Hati.

Mengingat : 1. Undang-undang RI Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik


Kedokteran;
2. Undang-undang RI Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
1438/Menkes/PER/IX/2010 tentang Standar Pelayanan
Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor
519/MENKES/PER/III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi Dan Terapi Insetif
di Rumah Sakit.
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 Tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien;
7. Keputusan Mentri Kesehatan Republik Indonesia nomor

3
HK01.07/MENKES/1128/2022 Tentang Standar Akreditasi
Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR PERMATA HATI TENTANG
PANDUAN PELAYANAN ANESTESI DAN SEDASI
KESATU : Pelayanan anestesi dan sedasi di Rumah Sakit Permata Hati
dilakukan oleh kepala penanggung jawab Anestesi Rumah
Sakit Permata Hati.
KEDUA : Memberikan pelayanan anestesia, analgesia dan sedasi yang
aman, efektif, berperikemanusiaan dan memuaskan bagi pasien
yang menjalani pembedahan, prosedur medis atau trauma yang
menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain.
KETIGA : Melakukan asuhan keperawatan pra anestesi dan pasca anestesi
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan
disampaikan kepada pihak terkai tuntuk diketahui dan
dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dengan ketentuan
apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan
ini, maka akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Way Jepara


Padatanggal : 27 Agustus 2022
Direktur RS Permata Hati

dr. Intan Kusumaningtyas Sp.OG, MPH

4
BAB I

DEFINISI

1.1 Pengertian
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan
depresi dari sistem saraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan
tindakan.Selama tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap
terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang
berhubungan dengan teknik yang dapat didefinisikan sebagai anestesi
umum.Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan jalan napas
dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep sedasi dalam, akan
tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas. Mungkin lebih sulit
untukmenentukan tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya
teranestesi dapat terjadi.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan/kontinu, sehingga tidak selalu
mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi.
Oleh karena itu, petugas anastesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan
penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat daripada
efek yang seharusnya terjadinya.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General
Anaesthesia And Dentistry telah merekomendasikan untuk lebih banyak
menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi, sisanya untuk keadaan yang
sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.

1.2 Kriteria Sedasi


Sedasi diklasifikasikan ke dalam 3 tahapan yaitu:
1) Sedasi ringan/minimal (anxiolysis) :kondisi di mana pasien masih dapat merespons
dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi
dapat terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh tindakan yang memerlukan sedasi minimal adalah :
a. Blok saraf perifer.
b. Anestesi local atau topical.
c. Pemberian 1 jenis obat sedative/analgesic oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan imsomnia, ansietas, atau nyeri.
2) Sedasi sedang (pasien sadar) : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana
pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan
intervensi untuk mempertahankan patensi jalan napas, danventilasi
spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.

5
3) Sedasi berat/dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien
memberikan respons terhadap stimulus berulang/nyeri. Fungsi ventilasi spontan
dapat terganggu/tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk
mempertahankan patensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga
dengan baik.
Sedasi berbeda dengan anastesi umum, anastesi umum mempunyai pengertian
hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian stimulus
nyeri.Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas,
dan mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi
spontan/fungsi kardiovaskular terganggu.
SEDASI
RINGAN/ SEDASI SEDASI ANESTESI
TINGKATAN
MINIMAL SEDANG BERAT/DALAM UMUM
(ANXIOLYSIS )
Tidak sadar,
Merespons Merespons setelah
Respons normal meskipun
terhadap diberikan stimulus
RESPONS terhadap stimulus dengan
stimulus berulang/stimulus
verbal stimulus
sentuhan nyeri
nyeri
Sering
Tidak Tidak perlu Mungkin perlu
JALAN NAPAS memerlukan
terpengaruh intervensi intervensi
intervensi
VENTILASI Tidak Dapat tidak Sering tidak
Adekuat
SPONTAN terpengaruh adekuat adekuat
Biasanya
Biasanya dapat
FUNGSI Tidak dapat Dapat
dipertahankan
KARDIOVASKULER terpengaruh dipertahankan terganggu
dengan baik
dengan baik

1.3 Tujuan Sedasi


Tujuan sedasi antara lain:
1) Mengurangi kecemasan, memberikan efek tanang agar dapat
membantu berjalannya prosedur dan memfasilitasi pengalaman yang
membuat pasien merasa nyaman.
2) Meminimalisir cedera selama prosedur
3) Memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi pasien

6
1.4 Resiko dan Komplikasi
Faktor resiko sedasi antara lain:
1) Riwayat gagal sedasi
2) Mengalami efek samping pada pemberian obat sedasi
3) Riwayat sulit intubasi atau ventilasi
4) Bentuk jalan napas yang tidak normal
5) Status ASA kelas 3-4
6) Pengosongan lambung terganggu dan resiko reflek Gastro-Esphageal
yang tinggi
7) Neonates, infant, dan prematuritas
8) Kehamilan
9) Geriatrik
10) Gangguan fungsi organ vital yang berat (jantung, paru, hati atau
ginjal)

7
BAB II
RUANG LINGKUP

Jika pemilihan pasien secara cermat dan dengan prosedur yang sesuai,
penggunaan sedasi bias sangat berhasil ( lihat kotak 1 ). Semua
penggunaan sedasi harus mempunyai :

1. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental
staf, perawatdan personil operasi lain dalam Instalasi ini, yang
semuanya harus terlatih dalam aspek teoritis dan klinis tentang
sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang peran serta
mereka.
2. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai operator
dan orang yang terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan
merawat selama sedasi disebut sedationist.
3. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk: penilaian pra
operasi, informasi pra dan pasca operasi, protokol puasa dan
pemberian informed consent.
4. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring
minimal meliputi tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola
pernapasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV, pengunaan
oksimetri nadi merupakan prosedur standar dan pada banyak
prosedur lainnya monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan
suhu semakin sering digunakan secara rutin.
5. Fasilitas
6. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced
life support.
7. Pelatihan resusitasi secara regular
8. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis
9. Rekam media dan audit praktek

Kotak 1. Prosedur yang dapat dilakukan oleh sedasi

Ekstrasi gigi, Radiologi: CT-Scan, MRI, angiografi,


insersi kateter lumbar puncture, aspirasi sumsum
tulang, karetisasi jantung, oesophagogastroscopy,
pengangkatan/penggantian plester, penjahitan minor,
injeksi sendi, biopsi otot, biopsy transkutaneus, seperti
ginjal dan hepar, dressings seperti luka bakar, dll

8
2.1 Petugas Pemberi Sedasi
Berikut adalah anggota tim pemberi sedasi:
a) Dokter
Anestesiologis (Dokter spesialis Anestesi dan Terapi Intensif) –
Pimpinan Tim Sedasi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah
menyelesaikan program studi spesialisasi di bidang anestesi yang
terakreditasi.
b) Non-Dokter
Penata Anestesi
Merupakan penata anestesi dengan STR yang telah menyelesaikan
program studi keperawatan Anestesiologi terakreditasi.

2.2 Managemen Keselamatan Pasien


1) Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama perawatan
pasien (pre-intra - danpasca prosedur).
2) Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang
tindakan.
3) Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasipasien sebelum
prosedurdilakukanuntukmengenalikapanterdapatpeningkatanrisikoanestesi.
4) Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memper bolehkan praktisi untuk
menolak berpartisipasi dalam kasus - kasus tertentu jika mereka merasa tidak
kompeten dalam melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat
membahayakanpasien/menurunkankualitaspelayananpasien.
5) Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi di
manadiperlukantindakanresusitasi,termasukmanajemenjalannapas.
6) Sertifikat ACLS merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh praktisi yang
melakukansedasi/anestesidandokter nonanestesiyang mengawasinya.

2.3 Fasilitas Ruangan Pelayanan Sedasi


Standar minimal fasilitas yang harus ada adalah:
a. Airway Management Kit
Tersedianya alat untuk penanganan kegawatan nafas, antara lain:
- Ambubag sesuai ukuran
- Jackson Reese
- Ventilasi Breathing Mask (VBM) sesuai ukuran
- Oro-Pharingeal Airway ( OPA) / guedel sesuai ukuran
- Naso-Pharingeal Airway (NPA)

9
- Laringeal Mask Airway (LMA) sesuai ukuran
- Laringoskop
- Endo-Tracheal Tube (ETT) dan Inroduser / stylet sesuai
ukuran
- Masker oksigen (NRBM)
b. Gas oksigen
Di dalam ruang pelayanan sedasi harus tersedia suplai gas oksigen,
dalam hal ini bisa berupa gas oksigen dalam tabung atau gas
sentral lengkap dengan konektor humidifier.
c. Alat Pijat Jantung / Defibrillator
d. Bedside Monitor
Bedside Monitor yang harus ada mencakup alat pemantauan
saturasi oksigen (oksimetri), alat pengukur tekanan darah
(tensimeter), alat pengukur nadi, alat rekam jantung (ECG minimal
2 lead), alat pengukur suhu tubuh.
e. Mesin suction
Mesin yang sudah siap dengan perlengkapan, antara lain : tabung,
slang suction dan catheter suction (sesusi ukuran)
f. Obat Emergensi
Obat-obatan emergensi yang harus tersedia di ruangan pelayanan
sedia, antara lain :
- Sulfas Atrophine (SA)
- Ephineprine
- Epedrine
- Lidokain
- Dexametason
- Aminophilyne
g. Lembar Rekam Medis
Lembar rekam medis yang diperlukan adalah :
- Form infrmed consent
- Form persetujuan atau penolakan tindakan sedasi
- Form pengkajian pra anestesi dan sedasi
- Form pengkajian pra induksi
- From laporan anestesi
- From evaluasi post oprasi
- Catatan Perkembangan Pasin Terintegrasi (CPPT)

10
h. Standar Prosedur Oprasional (SPO)
Standar Prosedur Oprasional (SPO) minimal harus ada, yaitu :
- SPO informed consent anestesi
- SPO pemberian informasi dan persetujuan tindakan
kedokteran
- SPO penilaian pra anestesi dan sedasi
- SPO penilaian pra induksi dan sedasi
- SPO monitoring tindakan anestesi dan sedasi
- SPO pengelolaan pasca anastesi dan sedasi di ruang pulih
sadar
- SPO penatalaksanaan nyeri pasca oprasi
- SPO perhitungan aldrette score
- SPO perhitungan Bromage score
- SPO kriteria pemulangan / discharge pasca anestesi
2.4 Ruang Lingkup Pelayanan Sedasi
Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Permata Hati ini yaitu Pelayanan
anestesi termasuk di dalamnya pelayanan sedasi ringan, sedang dan
dalam di seluruh satuan kerja rumah sakit dikerjakan oleh tenaga
anestesi yang kompeten di bawah supervisi dokter spesialis anestesi.

11
BAB III

TATA LAKSANA

3.1 Evaluasi Prosedur

a. Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi dan


analgesic yang berjalan lancar)
b. Menurunkan resiko kejadian efek samping.
c. Evaluasi ini meliputi :
1) Riwayat penyakit pasien yang relevan
- Abnormalitas sistem organ utama
- Riwayat anestesi / sedasi sebelumnya,dan efek samping
yang pernah terjadi / dialami
- Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergi obat, dan
interaksi obat yang mungkin terjadi
- Asupan makan terakhir
- Riwayat merokok, alcohol, atau peyalahgunaan obat-
obatan
2) Pemeriksaan fisik terfokus
- Tanda vital
- Evaluasi jalan nafas
- Auskultasi jantung dan paru
3) Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi yang
mendasari dan efek yang mungkin terjadi dalam penanganan
pasien)
4) Temuan klinis di konfirmasi segera sebelum melakukan sedasi.
5) Konsultasi

3.2 Konseling Pasien

Mengenai resiko,keuntungan, keterbatasan, dan alternative / pilihan


yang ada

3.3 Puasa Pre Prosedur


a. Prosedur elektif : mempunyai waktu yang cukup untuk
pengosongan lambung.
b. Situasi emergensi : berpotensi terjadi pneumonia aspirasi,
pertimbangkan dalam menentukan tingkatan / kategori sedasi,
apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah perlu proteksi trakea
dengan intubasi.

12
3.4 Pemantauan

Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur sebelum, selama,
dan setelah prosedur di lakukan.

1) Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap


stimulus)
 Respon menjawab (verbal) : menunjukan bahwa pasien
bernafas
 Hanya memberikan respons berupa refles menarik diri
(urthdrawal) : dalam sedasi berat / dalam, mendekati
anestesi umum, dan dan harus segera di tangani.
2) Oksigenasi
 Memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat
selamaproses anestesi
 Gunakan oksimetri denyut (pulse oxymetry)
3) Respon terhadap perintah verbal (jika memungkuinkan)
4) Ventilasi paru (observasi,auskultasi)
 Semua pasien yang menjalani sedasi harus memiliki
ventilasi yang adekuat dan di pantau secara terus-
menerus
 Lihat tanda klinis : pergerakan dinding dada pergerakan
kantong pernafasan, auskultasi dada
5) Sirkulasi
 Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan
penyakit kardiofaskuler yang signifikan
 Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
 Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5
menit (kecuali dikontraindikasikan)
6) Temperature tubuh

3.5 Pilihan Obat-Obatan Sedasi


a. Sedatif: untuk mengurangi ansietas/kecemasan, menyebabkan kondisi
somnolen
b. Analgetik: untuk mengurangi nyeri
c. Kombinasi sedative dan analgesic: efektif untuk sedasi sedang
dibandingkan dengan penggunaan satu jenis obat

13
3.6 Titrasi Dosis
a. Pengobatan intervena diberikan secara bertahap dengan interval yang
cukup antar-pemberian untuk memperoleh efek yang optimal
b. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedative dan
analgesic
c. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek
sedasi/analgesik tidak direkomendasikan
3.7 Penggunaan Obat Anestesi Induksi (diazepam, midazolam, propofol,
ketamine, etomidate, penthotal, dexmethomidin)
a. Digunakan untuk sedasi ringan, sedang, berat dan anestesi umum
b. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan,
pasien dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk
penanganan juka pasien jatuh dalam keadaan anestesi umum.
3.8 Akses Intervena
a. Pemberian obat sedasi melalui jalur intervena: pertahankan akses secara
terbatas dari resiko depresi kardiorespirasi dan ekstravasasi.
b. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil
berdasarkan kasus per-kasus.
c. Tersedia personel/petugas yang memiliki keterampilan/keahlian
mengakses jalur intervena.
3.9 Obat Antagonis
Tersedia prostismin dan flumazenil jika pasien diberikan obat opioid dan
benzodiazepine.
3.10Pemulihan
a. Observasi sampai pasien bebas dari resiko depresi sistem
kardiorespirasi
b. Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien
terbebas dari resiko hipoksemia
c. Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai
pasien diperbolehkan pulang
d. Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir resiko
depresi kardiovaskuler/pernapasan setelah pasien dipulangkan.

14
BAB IV

DOKUMENTASI

Pencatatan rekam medis oleh pemberi sedasi dilakukan pada beberapa


dokumen antara laing: catatan perkembangan pasien terintegrasi, lembar
edukasi anastesi/ sedasi, lembar informed consent atau lembar penolakan
anestesi/ sedasi, lembar laporan sedasi.

4.1 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

Di lembar 4.1 (Lampiran) dokter pemberi sedasi melakukan dokumentasi


tindakan pelayanan sedasi dimulai dengan pra-sedasi sampai dengan
pasca sedasi dengan teknik S-O-A-P.

4.2 Lembar Edukasi Anestesi/ Sedasi

Pemberian edukasi (Lampiran) pada pasien dan keluarga berdasarkan


lembar edukasi anestesi/ sedasi harus dilakukan oleh dokter pemberi
sedasi.Hal ini juga harus didokumentasikan.

4.3 Lembar Informed Consent

Lembar 4.3 (Lampiran) harus diisi dan ditandatangani pleh pasien, dokter
pemberi sedasi, dan saksi apabila pasien bersedia dilakukan
sedasi.Pencatatan dokumen ini harus sudah dilakukan sebelum pasien
dilakukan sedasi.

4.4 Lembar Penolakan

Lembar 4.4 (Lampiran) ini juga harus lengkap juka pasien menolak
dilakukan tindakan sedasi.

4.5 Lembar Laporan Sedasi

 Lembar ke-1
Lembar ini adalah lembar dokumentasi tindakan assesmen pra-sedasi
yang harus diisi dengan lengkap. Lembar ini berisi informasi mengenai
biodata pasien, informasi (I) tentang pemeriksaan pra-sedasi, analisa
(A) dan hasil pemeriksaan dan rencana(R) program sedasi yang akan
dilakukan serta ditandatangani oleh dokter pemberi sedasi (DPJP).
 Lembar ke-2
Lembar kedua adalah lembar dokumentasi monitoring selama sedasi.
Lembar ini harus terisi dengan lengkap karena lembar ini mencatat

15
tentang waktu mulai dan akhir sedasi, kondisi klinis pasien
selamasedasi, pemberian jenis dan dosis obat sedasi serta waktu
pemberiannya, tanda-tanda vital yang harus diisi setiap 5 menit selama
pemberian sedasi, dan ditandatangani oleh petugas yang memonitor
selama sedasi baik dokter anestesi ataupun perawat asisten anestesi.
 Lembar ke-3
Lembar ini adalah lembar dokumentasi perawatan pasca sedasi yang
dimulai dari pencatatan waktu masuknya pasien ke ruang pemulihan,
hasil pemantauan tanda-tanda vital, skala nyeri, penilaian kriteria
pemindahan/ pemulangan pasien, discharge summary, waktu pasien
keluar dari ruang pemulihan, dan dokumentasi ini harus ditandatangani
oleh perawat RR.
 Lembar ke-4
Lembar ini adalah lembar instruksi dokter pasca sedasi yang harus diisi
dan ditandatangani oleh dokter pemberi sedasi (DPJP). Instruksi yang
diidi tentang obat-obatan, mobilisasi, diet/nutrisi, edukasi/ follow up,
dll.

Ditetapkan di : Way Jepara


Pada tanggal : 27 Agustus 2022
Direktur RS Permata Hati

dr. Intan Kusumaningtyas Sp.OG, MPH

16

Anda mungkin juga menyukai