Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Definisi
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresi dari sistem
saraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak
verbal dengan pasien harus tetap terjaga. Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan
kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan sebagai
anestesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien dapat dipertahankan jalan nafas dan
reflek protektif.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinyu, sehingga tidak selalu
mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi.
Oleh karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan
penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam / berat dari pada
efek yang seharusnya terjadi.
Pedoman terbaru dari Departement Of Health on general anesthesiaand dentistry
telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal
anestesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.

1.2 Kriteria Sedasi


Sedasi diklasifikasikan ke dalam 3 tahapan yaitu :
1. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons
dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat
terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.
Contoh sedasi minimal adalah:
a. Blok saraf perifer yang mendapatkan ansiolitik
b. Anestesi lokal atau topikal yang mendapat ansiolitik
c. Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri.
2. Sedasi sedang/moderat (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana
pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi
untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan ventilasi spontan masih adekuat.
Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
3. Sedasi berat / dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien
memberikan respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat
terganggu / tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk
mempertahankan potensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular pada umumnya terjaga
dengan baik.
Sedasi berbeda dengan anestesi umum, anestesi umum mempunyai pengertian
hilangnya kesadaran di mana pasien tidak sadar, bahkan dengan pemberian stimulus nyeri.

1
Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan
mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi spontan/
fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

Sedasi
Sedasi
ringan /
sedang/moder Sedasi berat Anestesi
minimal
at (pasien / dalam umum
(anxiolysis
sadar)
)
Merespons
Tidak
Respons setelah
Merespons sadar,
normal diberikan
terhadap meskipun
Respons terhadap stimulus
stimulus dengan
stimulus berulang /
sentuhan stimulus
verbal stimulus
nyeri
nyeri
Tidak Mungkin Sering
Tidak perlu
Jalan napas terpengaru perlu memerluka
intervensi
h intervensi n intervensi
Tidak Sering
Ventilasi Dapat tidak
terpengaru Adekuat tidak
spontan adekuat
h adekuat
Biasanya
Fungsi Tidak Biasanya dapat dapat
Dapat
kardiovaskula terpengaru dipertahankan dipertahanka
terganggu
r h dengan baik n dengan
baik

1.3 Tujuan
Tujuan sedasi antara lain :
1. Mengurangi kecemasan, memberikan efek tenang agar dapat membantu berjalannya
prosedur dan memfasilitasi pengalaman yang membuat pasien merasa nyaman.
2. Membantu pelaksanaan tindakan diagnostik radiologi agar pasien tenang selama
tindakan.
3. Membuat pasien tenang dan nyaman saat dipasang ventilator di ICU.
4. Membuat pasien tenang selama prosedur diagnostik endoscopy.

1.4 RESIKO DAN KOMPLIKASI


Faktor resiko sedasi antara lain :

2
1. Riwayat gagal sedasi.
2. Mengalami efek samping pada pemberian obat sedasi.
3. Riwayat sulit intubasi atau ventilasi.
4. Bentuk jalan nafas yang tidak normal.
5. Status ASA klas 3-4.
6. Pengosongan lambung terganggu dan resiko refluk Gastro-Esophageal yang tinggi.
7. Neonatus, infant, dan prematuritas.
8. Kehamilan.
9. Geriatri.
10. Gangguan fungsi organ vital yang berat (jantung, paru, hati atau ginjal).

3
BAB II
RUANG LINGKUP

Jika pemilihan pasien secara cermat dan dengan prosedur yang sesuai, penggunaan
sedasi bias sangat berhasil (lihat Kotak 1). Semua penggunaan sedasi harus mempunyai :
1. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan
personil operasi lain dalam departemen ini, yang semuanya harus terlatih dalam aspek
teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang peran
mereka.
2. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai operator dan orang yang terlatih
secara terpisah mengelola sedasi dan merawat selama sedasi disebut sedationist.
3. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk : penilaian pra operasi, informasi
pra dan pasca operasi, protokol puasa, pemberian informed consent.
4. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi tingkat
kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernafasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi
IV, penggunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar dan pada banyak prosedur
lainnya monitoring tekanan darah, elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunaan
secara rutin.
5. Fasilitas resusitasi
6. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan advanced life support.
7. Pelatihan resusitasi secara reguler.
8. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis.

Kotak 1. Prosedur yang dapat dilakukan dengan


sedasi
Ekstraksi gigi, radiologi : CT-Scan, MRI, angiograpi,
insersi kateter lumbar puncture, aspirasi sumsum
tulang, kateterisasi jantung,
BAB Ioesophagogastroscopy,
pengangkatan/penggantian plester, penjahitan
DEFINISI
minor, injeksi sendi, biopsi otot, biopsitranskutaneus,
seperti ginjal dan hepar, dressings seperti luka bakar,
dll.
2.1 Petugas Pemberi Sedasi
Berikut adalah anggota tim pemberi sedasi :
1. Dokter
a. Anestesiologis / sedationist (Dokter spesialis anestesi dan Terapi Intensif) –
Pimpinan Tim sedasi

4
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program
studi spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.
b. Fellow anestesiologi
Merupakan anestesiologis yang sedang mengikuti program pelatihan / studi untuk
memperoleh pendidikan tambahan dalam salah satu subdisiplin ilmu anestesiologi.
c. Residen anestesi
Merupakan dokter yang sedang mengikuti program studi spesialisasi di bidang
anestesi yang terakreditasi.
2. Non-dokter
a. Perawat anestesi
Merupakan perawat dengan STR yang telah menyelesaikan program studi
Perawat Anestesi terakreditasi.
b. Asisten anestesi
Merupakan professional kesehatan yang telah menyelesaikan program studi
Asisten Anestesi terakreditasi.
c. Siswa perawat anestesi
Merupakan perawat dengan STR yang sedang mengikuti program studi Perawat
Anestesi terakreditasi.
2.2 Managemen Keselamatan Pasien
1. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama
penanganan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).
2. Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di
ruang tindakan.
3. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi
pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan
risiko sedasi.
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten
dalam melakukan suatu tindakan sedasi dan terdapat kemungkinan dapat
membahayakan pasien / menurunkan kualitas pelayanan pasien.
5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi
emergensi di mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan
napas.
6. Sertifikat PTC dan atau ACLS dan ATLS merupakan standar persyaratan minimal
yang harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi dan dokter non-anestesi
yang mengawasinya, serta sertifikat BLS dan atau sertifikat perawat
asisten/terampil anestesi bagi tenaga asisten perawat.

2.3 Ruang Lingkup Pelayanan Sedasi


Ruang lingkup pelayanan sedasi meliputi :

5
1. Unit Kamar Operasi.
2. Unit Intensif Care Unit (ICU)
3. Unit Kebidanan dan Kandungan

BAB III
TATA LAKSANA

3.1 Persiapan Pra Sedasi


1. Persetujuan tindakan
Pasien dan keluarga pasien harus mendapatkan informasi tentang komponen
rencana tindakan sedasi yang mencakup : resiko, keuntungan dan alternative dari
tindakan sedasi. Point penting pada pemberian informasi kepada pasien dan
keluarganya mencakup :
a. Durasi / lamanya dari tindakan sedasi.
b. Respon terhadap reaksi sedasi yang bervarias.
c. Kemungkinan terjadinya kegagalan pada saat dilakukan tindakan sedasi.
d. Kemungkinan timbulnya efek samping dari tindakan sedasi.
e. Alternative lain apabila pasien tidak bisa / kegagalan saat dilakukan tindakan
sedasi.
f. Kemungkinan observasi ketat yang akan dilakukan oleh perawat setelah
tindakan sedasi.
g. Adanya penilaian/kriteria apabila pasien pulang.
Pemberian persetujuan tindakan sedasi ini harus dilengkapi dan di
dokumentasikan pada medical record pasien.
2. Status ASA
Status ASA pasien di nilai sebelum dilakukan tindakan sedasi.
3. Riwayat pemberian obat sedasi yang pernah di dapatkan pasien, termasuk reaksi
yang ada ( termasuk reaksi alergi ). Riwayat pengobatan yang di konsumsi pasien
saat ini.
4. Status puasa
Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan sedasi harus di puasakan sesuai
dengan panduan dari Directorate of Anaesthesia.
Panduan puasa sebelum pasien menjalani prosedur sedasi menurut
AMERICASOCIETY OG ANESTHESIOLOGIST
JENIS MAKANAN PERIODE PUASA MINIMAL
Cairan bening / jernih 2 jam

Air susu Ibu ( ASI ) 4 jam


Susu formula untuk bayi 6 jam

6
Susu sapi 6 jam
Makanan ringan 6 jam

Instruksi tentang puasa di berikan pada pasien sebagai persiapan sebelum tindakan
sedasi dan harus di lakukan pengecekan dengan memberikan pertanyaan pada
pasien mencakup jam berapa pasien terakhir kali makan dan minum. Dan data ini
harus di dokumentasikan. Pemberian sedasi pada situasi emergensi berpotensi
terjadi pneumonia aspirasi, pertimbangkan dalam menentukan tingkat / kategori
sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah perlu proteksi trakea dengan
intubasi.
5. Berat badan dan tanda vital.
6. Pemeriksaan fisik yang lengkap, fokus pada :
 Tanda vital.
 Evaluasi jalan napas.
 Auskultasi jantung dan paru.
7. Riwayat merokok, alkohol atau penyalah gunaan obat-obatan.
8. Pemeriksaan laboratorium ( berdasarkan pada kondisi yang mendasari dan efek
yang mungkin terjadi dalam penanganan pasien ).

3.2 Persiapan Alat dan Obat


Standart minimal fasilitas yang harus ada adalah :
1. Airway Management Kit
Tersedianya alat untuk penanganan kegawatan nafas, antara lain :
a. Ambubag sesuai ukuran
b. Jackson Reese
c. Ventilasi Breathing Mask (VBM) sesuai ukuran
d. Oro-Pharingeal Airway (OPA) / guedel sesuai ukuran
e. Naso-Pharingeal Airway (NPA)
f. Laringeal Mask Airway (LMA) sesuai ukuran
g. Laringoskop
h. Endo-Tracheal Tube (ETT) dan introduser/stylet sesuai ukuran
i. Masker oksigen (NRBM)
2. Gas Oksigen
Di dalam ruang pelayanan sedasi harus tersedia suplai gas oksigen, dalam hal
ini bisa berupa gas oksigen dalam tabung atau gas sentral lengkap dengan
konektor humidifier.
3. Alat Pijat Jantung / Defibrillator
4. Bedside Monitor

7
Bedside monitor yang harus ada mencakup alat pemantauan saturasi oksigen
(oksimetri), alat pengukur tekanan darah (tensimeter), alat pengukur nadi, alat
rekam jantung (ECG minimal 2 lead), alat pengukur suhu tubuh.
5. Mesin suction
Mesin yang sudah siap dengan perlengkapannya, antara lain : tabung, slang
suction dan catheter suction (sesuai ukuran).
6. Obat Emergency
Obat-obatan emergensi yang harus tersedia di ruang pelayanan sedasi, antara
lain :
a. Sulfas Atrophine (SA)
b. Ephineprine
c. Epedrine
d. Lidokain
e. Dexamethason
f. Aminophilyne
7. Kanule dan infuse set
8. Cairan infuse
9. Lembar Rekam Medis
Lembar rekam medis yang diperlukan adalah :
a. Form. laporan sedasi
b. Form. Edukasi tindakan sedasi
c. Form informed consent dan penolakan tindakan sedasi
10. Standar Prosedur Operasional (SPO)
Standar Prosedur Operasional (SPO) minimal harus ada, yaitu :
a. SPO Pemberian Sedasi
b. SPO Monitoring Selama Sedasi
c. SPO Perawatan Pasca Sedasi
3.3 Monitoring Intra Sedasi
Selama proses sedasi dilakukan penilaian dan pencatatan yang meliputi ;
1. Pengecekan kembali identitas pasien yang disesuaikan dengan gelang pasien
(nama, tanggal lahir, No.RM).
2. Semua pasien yang akan mendapatkan sedasi melalui injeksi intravenous harus
sudah terpasang akses intravenous catheter.
3. Pada setiap tahapan sedasi yang dilakukan harus dilakukan management yang
tepat meliputi :
a. Tepat obat yang dipakai, tepat dosis, tepat rentang waktu pemberian obat
b. Penggunaan obat antagonis dan reserval.
c. Managemen / pengelolaan pasien apabila terjadi kegagalan dalam tindakan
pemberian sedasi.

8
d. Tepat pemberian resep untuk obat sedasi.
4. Pada prosedur yang melibatkan pemakaian instrument pada saluran pernafasan
atas seperti : bronchoscopy, transesophageal echocardiography, mungkin akan
membutuhkan obat lokal anestesi. Catat secara tepat pemakaian local anestesi,
termasuk :
a. Pemakaian obat.
b. Dosis obat
c. Teknik pemberian obat
5. Pasien yang dilakukan tindakan sedasi harus mempunyai data monitoring,
termasuk monitoring sebelum dilakukan tindakan pemberian sedasi. Monitoring ini
harus dilakukan secara berkala, yang meliputi :
IfAwake
Ramsey 1
Anxious, agitated, restless
Ramsey 2
Cooperative, oriented, tranquil
Ramsey 3
Responsive to commands only

IfAsleep
Ramsey 4
Brisk respons etolightglabell artaporloud auditory stimulus
Ramsey 5
Sluggish respons etolightglabell artaporloud auditory stimulus
Ramsey 6
No respons etolightglabel lartaporloud auditory stimulus

Skala Sedasi “Ramsey”

Jika Sadar
Ramsey 1
Cemas, Bingung/Gugup, Gelisah
Ramsey 2
Kooperatif, berorientasi, tenang
Ramsey 3
Responsif jika ada perintah

Jika Tidur
Ramsey 4
Respon cepat untuk tekan glabellar atau stimulus pendengaran keras.

9
Ramsey 5
Respon lambat untuk tekan glabellaratau stimulus pendengaran keras.
Ramsey 6
Tidak ada respon terhadap tekan glabellaratau stimulus pendengaran keras.

RS (RamsayScale) adalah Skala sederhana dimulai dari Skor1 (pasien cemas dan
gelisah atau gelisah atau keduanya) ke 6 (ada tanggapan respons tekanglabellar).

TINGKAT RESPON
1 Sadar : Cemas, Bingung/Gugup, atau gelisah.

2 Sadar : Kooperatif, berorientasi, tenang.

3 Sadar : Hanya menanggapi perintah.

4 Tidur : Respon cepat untuk tekan glabellar cahaya atau suara keras.

5 Tidur : Respon lambat untuk tekan glabellar atau stimulus suara keras tapi
tidak merespon stimulus yang menyakitkan.

6 Tidur : Tidak menanggapi tekan glabellar atau suara keras.

SEDASI MINIMAL (ANXIOLYSIS)


Pasien masih merespon perintah verbal. Fungsi kognitif mungkin terdapat gangguan, tetapi
ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.

SEDASI MODERAT (CONSCIOUS SEDATION)


Pasien masih merespon perintah verbal dengan atau tanpa stimulasi sentuhan ringan.
Pernapasan spontan dan memadai, serta fungsi kardiovaskular masih dalam batas normal.

SEDASI DALAM
Pasien tidak mudah terangsang tetapi masih merespon rangsangnyeri. Pasien mungkin tidak
dapat mempertahankan jalan napas paten, dan bernafas spontan tetapi mungkin tidak
memadai. Fungsi kardiovaskular masih dalam batas normal.
a. Tingkat kesadaran pasien
Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap stimulus)
 respons menjawab (verbal): menunjukkan bahwa pasien bernapas.
 hanya memberikan respons berupa refleks menarik diri (withdrawal): dalam
sedasi berat / dalam, mendekati anestesi umum, dan harus segera
ditangani.
b. SpO2
 memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses anestesi.
 gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry).

10
c. Ventilasi paru (observasi, auskultasi).
 Semua pasien yang menjalani sedasi harus memiliki ventilasi yang
adekuat dan dipantau secara terus-menerus.
 Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong
pernapasan, auskultasi dada
Observasi Jumlah pernafasan dalam 1 menit( paling tidak dilakukan setiap 5
menit ).
d. Sirkulasi
 Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular
yang signifikan.
 Pemeriksaan analisis gas darah (AGD)
 Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit (kecuali
dikontraindikasikan
6. Untuk prosedur tindakan yang lama, perhatikan :
a. Posisi pasien
b. Cairan ( Pemasangan infus wajib dilakukan )
c. Kontrol suhu tubuh pasien
d. Gunakan pelindung untuk melindungi bagian tubuh yang tertekan.

3.4 Pilihan Obat – Obat Sedasi


1. Sedatif: untuk mengurangi ansietas / kecemasan, menyebabkan kondisi somnolen.
2. Analgesik: untuk mengurangi nyeri.
3. Kombinasi sedatif dan analgesik: efektif untuk sedasi sedang dibandingkan
dengan penggunaan satu jenis obat.

3.5 Titrasi Dosis


1. Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan interval yang cukup
antar-pemberian untuk memperoleh efek yang optimal
2. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan analgesic.
3. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek sedasi /
analgesik tidak direkomendasikan.

3.6 Penggunaan Obat Anestesi Induksi (diazepam, midazolam, propofol, ketamin,


etomidate, penthotal, dexmethomidin)
1. Digunakan untuk sedasi ringan, sedang, berat dan anestesi umum
2. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan, pasien
dengan sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk penanganan jika
pasien jatuh dalam keadaan anestesi umum.

11
3.7 Akses Intravena
1. Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan akses intravena
dengan baik selama prosedur hingga pasien terbebas dari risiko depresi
kardiorespirasi dan ekstravasasi.
2. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan kasus
per-kasus.
3. Tersedia personel / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian mengakses
jalur intravena.
3.8 Obat Antagonis
Tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien diberikan obat opioid dan benzodiazepin.
3.9 Monitoring Pasca sedasi
Penilaian setelah pemberian sedasi :
a. Pasien di observasi di ruang pemulihan selama 30 menit, atau sampai dengan
efek sedasi menghilang.
b. Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien terbebas dari
risiko hipoksemia
c. Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien
diperbolehkan pulang.
d. Biasanya tidak ada efek lanjutan / ikutan setelah pemberian sedasi. Akan tetapi
terdapat kemungkinan terjadinya gengguan, reflek / reaksi dan ingatan jangka
pendek selama 24 jam pasca-sedasi.
e. Pasien juga di sarankan untuk tidak mengoperasikan peralatan yang berbahaya,
membuat keputusan penting atau menandatangani dokumen resmi apapun dalam
24 jam pasca- sedasi.
Karena pemberian obat sedasi dapat menimbulkan efek yang lebih dari yang
diharapkan, dari yang ringan sampai dengan berat, tergantung dari respon pasiennya,
maka pemberian obat – obatan sedasi seharusnya bisa menolong pasien bila terjadi
kejadian yang tidak diharapkan, penolong yang dimaksud harus bisa membebaskan
airway, member nafas buatan untuk mencegah terjadinya hipoksia maupun
hipoventilasi, bisa mengatasi gangguan cardiovascular misalnya hipotensi dan
mengembalikan keadaan pasien ke level sedasi yang dikehendaki.
Respon pada pasien sedasi
RESPON SEDASI SEDASI
SEDASI BERAT
PASIEN RINGAN SEDANG
Respon Normal Merespon Merespon setelah diberikan
terhadap terhadap stimulus berulang / stimulus
stimulus verbal stimulus nyeri
sentuhan
Jalan Nafas Tidak Tidak perlu Mungkin perlu intervensi

12
berpengaruh intervensi
Ventilasi Tidak Adekwat Dapat tidak adekwat
spontan terpengaruh
Fungsi Tidak Biasanya dapat Biasanya dapat dipertahankan
Kardiovaskuler terpengaruh dipertahankan dengan baik
dengan baik

Beberapa scoring system yang digunakan adalah :


Bromage Score
INDIKATOR SCORE
Gerakan penuh dari tungkai 3
Tidak mampu extensi tungkai 2
Tidak mampu flexi lutut 1
Tidak mampu flexi pergelangan kaki 0

Steward Score (Untuk anak-anak)


SCORE PERNAFASAN KESADARAN AKTIVITAS
2 Batuk, menangis Menangis Gerak
bertujuan
1 Pertahankan jalan Menangis dengan Gerak tidak
nafas rangsangan bertujuan
0 Perlu bantuan Tidak ada respon Tidak ada
aktivitas

ALDREET SCORING SYSTEM


AKTIVITAS RESPIRASI SIRKULASI KESADARAN SATURASI
SCORE
O2
2 Gerak Dapat TD±20 mmHg Sadar penuh ≥ 92%
Bertujuan bernafas dari penilaian dengan uadar
dalam dan sebelumnya kamar
batuk
1 Gerak tak Dyspnoea TD±20 - Bangun bila ≥ 90%
bertujuan bernafas 50mmHg dari dipanggil dengan
dangkal dan penilaian oksigen
terbatas sebelumnya
0 Diam Apnoe TD±20 mmHg Tidak ada ≥ 90%
dari penilaian respon
sebelumnya

13
BAB IV
DOKUMENTASI

Pendokumentasian dari semua asesmen yang diberikan kepada pasien adalah suatu
tindakan yang penting. Semua informasi yang penting harus di dokumentasikan, termasuk
catatan klinis yang mencakup :
A. Penilaian pre – prosedur harus lengkap.
B. Proses persetujuan dan salinan formulir persetujuan harus lengkap.
C. Catat semua pemberian obat – obatan.
D. Catat semua hasil observasi, pre, intra, dan post prosedur.
E. Catat semua kejadian yang merugikan selama prosedur atau hasil dari pemberian sedasi.

14

Anda mungkin juga menyukai