Anda di halaman 1dari 18

PANDUAN

PELAYANAN SEDASI RINGAN, DALAM DAN MODERAT

RUMAH SAKIT UMUM PROKLAMASI

Jl. Raya Rengasdengklok KM. 2

Rengasdengklok, Karawang

2018
LEMBAR PENGESAHAN

PANDUAN PELAYANAN ANESTESI

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM PROKLAMASI

NOMOR : 47/RSUP/SK-DIR/IV/2018

REVISI

PEMBUATAN

REVISI I ……2018

REVISI II

Disusun oleh : Tanda Tangan Tanggal

dr. Galih Putra Pratama


(Ka.Bid. YanMed)
Disetujui oleh : Tanda Tangan Tanggal

Dr. Tripni Prihutomo, Sp.A


(Ketua Komite Medis)
Ditetapkan oleh : Tanda Tangan Tanggal

Dr. Harry Triyanto, MARS


(Direktur RSU Proklamasi)
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ………………………………………………………………………….... i


Daftar isi ……………………………………………………………………………………….. ii
BAB I
Definisi…………………………………………………………………………………………. 1
BAB II
Ruang lingkup …………………………………………………………………………………. 3
BAB III
Tatalaksana …………………………………………………………………………………….. 4
1. Kualifikasi dan keterampilan …..……………………………………………………... 4
2. Kontra indikasi ………………………………………………………………………… 4
3. Penggunaan obat ………………………………………………………………………. 5
4. Pemulihan dan reversal ..………………………………………………………………. 6
5. Pembagian pediatrik berdasarkan perkembangan biologis ……………………………. 7
6. Prekuensi dan monitoring ……………………………………………………………... 8
7. Kunjungan pra anestesi / pra sedasi ..………………………………………………….. 9
8. Pemeriksaan fisik ……………………………………………………………………… 10
9. Pemeriksaan laboratorium …………………………………………………………….. 11
10. Perencanaan anestesi ………………………………………………………………….. 13
11. Menentukan prognosis ………………………………………………………………… 13
12. Pemeriksaan tingkat kesadaran ……………………………………………………….. 14
13. Informed ………………………………………………………………………………. 14
14. Peralatan ………………………………………………………………………………. 14
BAB IV
Dokumentasi …………………………………………………………………………………… 15

BAB I
DEFINISI

Sedasi adalah tehnik pembiusan dengan penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan
depresion dari sistem saraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama
tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.
Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik
yang dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien
dapat dipertahankan jalan napas dan refleks protektif.
Republik Indonesia The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut
untuk sedasi :
1. Sedasi minimal adalah: suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon
normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu,
tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.
2. Sedasi sedang (MODERAT) adalah: suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi
obat di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau setelah
diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan
napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
3. Sedasi dalam adalah: suatu keadaan di mana selama terjadi depresi kesadaran setelah
terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan berespon terhadap rangsangan
berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi
dapat terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten.
Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam di mana kontak verbal dan
refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat hingga sulit dibedakan dengan anestesi
umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian yang lebih
tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk menjaga jalan napas pasien sendiri
merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi sadar, tetapi pada tingkat sedasi
ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif masih baik. Beberapa obat anestesi dapat
digunakan dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat
menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar.
SEDASI
RINGAN/ SEDASI SEDASI ANESTESI
TINGKATAN
MINIMAL SEDANG BERAT/DALAM UMUM
(ANXIOLYSIS )
Tidak sadar,
Merespons Merespons setelah
Respons normal meskipun
terhadap diberikan stimulus
RESPONS terhadap stimulasi dengan
stimulus berulang/stimulus
verbal stimulus
sentuhan nyeri
nyeri
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh Tidak perlu Mungkin perlu Sering
intervensi intervensi memerlukan
intervensi
VENTILASI Dapat tidak Sering tidak
Tidak terpengaruh Adekuat
SPONTAN adekuat adekuat
Biasanya dapat Biasanya dapat
FUNGSI Dapat
Tidak terpengaruh dipertahankan dipertahankan
KARDIOVASKULER terganggu
dengan baik dengan baik

BAB II
RUANG LINGKUP
A. Sedasi pada orang dewasa.
B. Sedasi pada anak.
Perbedaan pelayanan sedasi pada anak dan dewasa, pada dasarnya terletak pada :
1. Berat badan.
2. Umur.
3. Aktifitas basal metabolism.
C. Kelebihan tehnik sedasi :
1. Obat diberikan secara bertahap.
2. Selama tindakan pasien dalam keadaan mengantuk dan tidur.
3. Obat yang diberikan dapat memiliki efek amnesia.
D. Kelemahan tehnik sedasi
1. Pasca sedasi pasien harus sadar penuh sebelum bias diberi minum.
2. Sampai 24 jam pasca sedasi pasien tidak diperbolehkan mengendarai mobil,
mengoperasikan mesin dan menandatangani dokumen penting yang bersifat legal.
E. Komplikasi sedasi
1. Oleh karena tindakan sedasi merupakan rangkaian proses dinamik dan dapat berubah,
maka sedasi ringan ataupun moderat bias bergeser menjadi sedasi dalam.
2. Efek samping pasca sedasi dapat berupa mual / muntah, menggigil, pusing,
mengantuk, yang bias diatasi dengan obat-obatan.
3. Alergi / hipersensitif terhadap obat (sangat jarang) mulai derajat ringan hingga berat.
4. Berisiko pada pasien yang tidak puasa, bias terjadi

BAB III
TATA LAKSANA
1. Kualifikasi dan Ketrampilan
Semua pengguna sedasi harus mempunyai :
a. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan
personil operasi   lain   dalam Instalasi   ini, yang   semuanya harus terlatih dalam
aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang
peran serta mereka.
b. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai ‘operator’ dan orang yang
terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat anak selama prosedur disebut
anesthetist.
c. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk :
1) Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
2) Protokol
3) Pemberian informed
d. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi
tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika
menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi merupakan   prosedur standar
dan pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan
suhu semakin sering digunakan.
e. Fasilitas
f. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life
g. Pelatihan keterampilan resusitasi secara
h. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat
i. Rekam medis.

Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :


Ektraksi gigi Penjahitan minor
Pengangkatan jahitan Radiologi : CT Scan Penggantian/pengangkatan plester
Dressings seperti luka bakar

2. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk sedasi :
a. Pasien menolak / keluarga
b. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga
bayinya bisa tidur selama prosedur.
c. Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinya
depresi pernapasan serta sedasi
d. Gangguan perilaku
e. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas
f. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
g. Adanya ketidakstabilan jantung
h. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
i. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
j. Peningkatan tekanan
k. Epilepsi berat atau tidak
l. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
m. Prosedur lama

3. Pengguna Obat
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak sementara
dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang
minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan
terapi pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan, dimana
hal ini sangat membantu dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia,
hiperkapnia dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi
non-anestesi, maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli
radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi,
semuanya harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan
efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa pusat
pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-lead
sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus
terletak pada departemen anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.

Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum. Mereka
harus :
a. Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
b.Dilakukan pemeriksaan kesehatan  umum terakhir, dan  diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis

Obat Oral
Penilaian     dosis obat     oral dalam     bentuk     kombinasi     mungkin     agak sulit,
dimana kemungkinanakan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meni
ngkatkan kejadian efek samping
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal, hati
atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.

4. Pemulihan dan Reversal


Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia. Gunakan
rejimen    obat dengan waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal benzodiazepine
mungkin diperlukan. Flumazenil 1- 2 mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-kali nalokson
diperlukan untuk antagonis efek opioid persisten. Nalokson 4 mcg / kg IV dapat
diberikan.

Kotak 2. Agen sedasi oral


Dosis sedasi oral
Obat Detail
(mg/kg)
Metabolit aktif = trichlorethanol
Chloral hydrate 100
Dapat diberikan melalui rektal kadang – kadang
menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol
Dosis    besar     dapat    meyebabkan     “grey     baby
Trimeprazine 2
syndrome”
Umum digunakan

Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,


Midazolam 0,5 – 1,0 pandangan ganda, sedasi)

Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat


bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal
Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi
mungkin terjadi
Ketamin 5-10
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue
kemungkinan dapat terjadi

Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.
Kotak 3. Agen sedasi intravena
Obat Dosis sedasi (mg/kg) Detail
Apnue mungkin terjadi Amnesia
Midazolam 0,5 – 0,2
Gangguan prilaku dapat terjadi
Diazemuls = lipid formulasi
Diazepam 0,1-0,5
Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan tertunda

Sering digunakan bersama propopol, Midazolam   atau


ketamin dapat   digunakan melalui oral Apnea, mual &
Fentanyl, diazepam 0,5 mcg/kg
muntah dapat terjadi efek potensiasi dengan obat sedasi
lainnya.

Dapat diberikan melalui IM, oral, IV Sering digunakan


Ketamin 0,5 – 1,0
dengan benzodiazepam.
Beresiko apnue
Propopol Dalam evaluasi
Beresiko menginduksi anestesi
Kotak 4. Agen sedasi inhalasi
Obat Dosis Detail
50 % N2O dalam O2, Memberikan analgesia Membutuhkan kerja sama
Nitrous Oxide
70 % dalm O2 pasien Umum menimbulkan Mual Dysphoria
Isoflurane,
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
enflurane

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena
mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk orang
yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum
dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh
dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.

5. Pembagian Pediatri Berdasarkan Perkembangan Biologis

1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari


2. Bayi ( infant) usia 1 bulan – 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah
psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi. Ada 5 perbedaan mendasar
anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa yaitu :

a. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga alebih besar
b. Laring yang letaknya lebih anterior
c. Epiglottis yang lebih panjang
d. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
e. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

6. Frekuensi dan Monitoring


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan usia
tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua
menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya
cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan
dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko
untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari
hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama
pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan
iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan pasien
yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi
pasien.Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau
respon, kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena pasien yang tersedasi harus
responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu metode
pemantauan yang paling berharga.

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :


1.        Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia

2.        Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya

3.        Kesulitan memposisikan pasien

4.        Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal

5.        Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah

6.        Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi

7.        Demensia dan disfungsi kognitif 3

7. Kunjungan Pra Anestesi/Pra Sedasi


ANAMNESIS dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui
keluarga pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
a. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan,
b. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anesthesia, antara lain :
1) Penyakit
2) Diabetes mellitus
3) Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia,
4) Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
5) Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
6) Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
c. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan
intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya,
obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik,   antibiotik golongan aminoglikosida
obat penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino   oxidase  
inhibitor,   bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode
sebelum anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan
yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah
menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara
waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan
sampai waktu untuk dilakukan
d. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan
kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai.
Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam
kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-
obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan
tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk reaksi terhadap
plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak
diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin,
atau kortikosteroid.
e. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali
dan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti
kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca operasi.
f. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada
keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya
ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan,
pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu riwayat sosial yang mungkin
dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
1) Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi
karena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis
dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam
sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.
2) Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis.
3) Meminum obat-obat penenang atau Makan minum terakhir (khusus untuk
operasi emergensi).

8. Pemeriksan Fisik
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan
pemeriksaan neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri
dari :
a. Keadaan umum
Gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi.
b. Tanda-tanda Vital
1) Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan
pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
2) Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan
bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic
atau cabang-cabang besarnya).
3) Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah
denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta
blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien
yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat.
4) Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola
pernapasannya selama dilakukan observasi.
5) Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
6) Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
c. Kepala dan Leher
1) Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
2) Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
3) Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
kelainan ortodontik lainnya.
4) Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut jari), Pergerakan (baik/kurang
baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
5) Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
6) Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher
(mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi),
karotik bruit, kelenjar getah bening.
7) Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue,
Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor.
d. Thorak
1) Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop
atau perikardial rub.
2) Paru-paru.
a) Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum,
kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan
( torakal, torako abdominal/abdominal torako), irama pernafasan
(reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy),
Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma pancoas).\
b) Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
c) Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler,
amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi
basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)
d) Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup.
e) Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa
(teraba/tidak, batas, ukuran,   per-mukaan),   distensi,   massa   atau  
asites (dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
f) Kateter (terpasang/tidak), urin (volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (<
20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500
cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih
(seperti kolik renal)
g) Muskulo Skletal – Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan
neurologik /kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi
otot), perfusi ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time,
keringat) , Clubbing fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi
kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional).

9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
a. Pemeriksaan laboratorium rutin :
1) Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
2) Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
3) EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai
b. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
1) EKG pada
2) Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor
3) Fungsi hati pada pasien
4) Fungsi ginjal pada pasien
5) Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah
6) Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga
persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih

PT /
Kondisi preo Lek Elekt Gula X–ra
APT PLT/BT BUN/Creat SGOT/Al.Ph E K G Preg T/S
perative Hb osit rolit darah y
T
P W
Operasi dengan
X X X
perdarahan
Operasi tanpa
perdarahan
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50–64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny. Kardiovaskul
X X X
ar
Penyakit paru X X
Keganasan X X * * X
Terapi   radiasi X X X
Penyakit hati X X
Terpapar hepatitis X
Penyakit ginjal X X X X
Gangguan
X X
Perdarahan
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X
Pemakaian
X X
Deuretik
Pemakain digoxin X X X
Pemakaian Steroid X X
Pemakaian anti
X X X
agulan
Penyakit SSP X X X X X

Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis dalam
membuat permintaan pemeriksaan.

10. Perencanaan Anestesi


Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara
umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
a. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik
sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan
bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang
merawat.
b. Perencanaan teknik    anestesi    yang    akan    digunakan    termasuk    tehnik-
tehnik khusus (seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).
c. Perencanaan penanganan nyeri post operasi.
d. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).
e. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
f. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan
bahwa semua pertanyaan telah disampaikan.
g. Klasifikasi status fisik dan penilaian.

11. Menentukan Prognosis


Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik
menurut American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran umum
keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
a. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik.
b. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau
hipertensi ringan.
c. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol.
d. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum.
e. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin
saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya
operasi pada pasien koma berat.
f. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D
(darurat), mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E
12. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus
dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik
atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi
adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan
komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita
senantiasa dilakukan oleh orang yang sama.
Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata
harus disesuaikan dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita yang afasia,
atau terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan
untuk itu perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan terganggu
jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif memburuk
jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat penekanan atau
cedera pada batang otak.

13. Informed
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat
untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut
mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat
terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status
mental dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan.

14. Peralatan
a. Alat-alat :
1) Mesin anestesi
2) Circuit/breathing anestesi
3) Ventilator anestesi
4) Monitor
b. Mesin anestesi
Gas supplies O2 dan N2O
c. Monitor
1) Blood pressure (noninvasive or invasive)
2) ECG (electrocardiograf)
3) Pulse oxymeter
4) Caphinograf
d. Ventilator anestesi
1) Menggunakan daya listrik
2) Ventilator Flowmeter (rotameter)
a) Measure gas flow –> FGF
b) Have safety systems (FGF, 25%)
3) Vaporizer
4) High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
5) Temperatur compensated VAP
e. System Sirkulasi
1) One way value (inspiratory dan ekspiratory)
2) Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
a) Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
b) Ba(OH)2 + Ca(OH)2
3) Oxygen analyzer sensor

BAB IV
DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat-


obatan dan tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi

Anda mungkin juga menyukai