Anda di halaman 1dari 17

LEMBAR PENGESAHAN

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AGHISNA MEDIKA KROYA


NOMOR XXX/SK/DIR/XX/XXXX
TENTANG
PANDUAN SEDASI
RUMAH SAKIT UMUM AGHISNA MEDIKA KROYA
Tanda
Tindakan Nama Jabatan Tanggal
Tangan

Kepala Unit
Disiapkan
Medis

Autorized Person
Diperiksa

Manajer
Diperiksa
Pelayanan

Disahkan Direktur
KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AGHISNA MEDIKA KROYA
NOMOR :XXX/SK/DIR/XX/XXXXX
TENTANG
PANDUAN SEDASI
RUMAH SAKIT UMUM AGHISNA MEDIKA KROYA

Menimbang : 1. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di


Rumah Sakit Budi Mulyo , diperlukan suatu proses pelayanan yang
professional, cepat dan tepat

2. bahwa untuk melancarkan tugas dan pelayanan sedasi di Instalasi


Anestesi dan Terapi Intensif Rumah Sakit Umum Aghisna Medika
Kroya dipandang perlu untuk membuat Panduan Sedasi di Rumah
Sakit Umum Aghisna Medika Kroya

3. bahwa untuk kepentingan tersebut diatas, perlu diterbitkan Keputusan


Direktur Rumah Sakit Budi Mulyo tentang Panduan Sedasi di Rumah
Sakit Umum Aghisna Medika Kroya

Mengingat : 1. Undang – Undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan;

2. Undang-Undang nomer 8 tahun 1999 tentang Perlindungan


konsumen;

3. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.129/menkes/SK/II/2008 tentang Standart Pelayanan Minimal
Rumah Sakit;

4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia


No.1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah
Sakit;

5. Panduan Nasional Keselamatan Pasien tahun 2006;

6. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;

7. Undang – Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan;

8. Undang-undang RI No 44 tahun 2009 tentang RumahSakit;

9. PERMENKES RI No.519/MENKES/PER/III/2011 tentang Panduan


Sedasi di Rumah Sakit;

10. Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 1996 tentang Tenaga


Kesehatan;

11. Peraturan Menteri Kesehatan RI nomor 269/Menkes/Per/III/2008


tentang Rekam Medis;

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM AGHISNA


MEDIKA KROYA TENTANG PANDUAN SEDASI RUMAH
SAKIT UMUM AGHISNA MEDIKA KROYA.
Pertama : Panduan Sedasi sebagaimana terlampir dalam lampiran keputusan ini.
Kedua : Perubahan panduan harus dibahas sekurang – kurangnya setiap 3 (tiga)
tahun sekali dan apabila diperlukan, sewaktu waktu akan dilakukan
perubahan sesuai dengan perkembangan yang ada

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
di kemudian hari terdapat kesalahan akan dilakukan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Kroya
Pada Tanggal : .......................................
Direktur,

dr.
Lampiran Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit
Umum Aghisna Medika Kroya
Nomor : //DIR/XI/
Tentang : Pemberlakuan Panduan Sedasi Rumah
Sakit Umum Aghisna Medika Kroya
Tanggal :

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Pengertian
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresi dari sistem saraf pusat
sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan/ prosedur terhadap pasien. Selama
tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga. Setiap kehilangan kesadaran
yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi
umum. Selama sedasi, diharapkan pasien tetap dapat mempertahankan jalan nafas dan
reflek protektif. Suatu konsep sedasi dalam telah disarankan, akan tetapi definisi terhadap
hal ini belum jelas. Menentukan tingkat sedasi pada anak mungkin lebih sulit, sehingga
bahaya anestesi dapat terjadi.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan / kontinu, sehingga tidak selalu mungkin
untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi. Oleh karena
itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan penanganan segera
terhadap pasien yang efek sedasi menjadi lebih dalam / berat daripada efek yang seharusnya
terjadi.
Pedoman terbaru dari Departement Of Healthon General Anesthesia and Dentistry telah
merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi ringan dan anestesi lokal,
sedangkan untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.

1.2 Kriteria Sedasi

Sedasi diklasifikasikan ke dalam 3 tahapan yaitu :


1. Sedasi ringan / minimal (anxiolysis): kondisi di mana pasien masih dapat merespons
dengan normal terhadap stimulus verbal. Meskipun fungsi kognitif dan koordinasi dapat
terganggu, ventilasi dan fungsi kardiovaskular tidak terpengaruh.

Contoh sedasi minimal adalah:


a. Blok saraf perifer yang mendapatkan ansiolitik
b. Anestesi lokal atau topikal yang mendapat ansiolitik
c. Pemberian 1 jenis obat sedatif / analgesik oral dengan dosis yang sesuai untuk
penanganan insomnia, ansietas, atau nyeri
2. Sedasi sedang/moderat (pasien sadar): suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana
pasien memberikan respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi
untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi
kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
3. Sedasi berat / dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien memberikan
respons terhadap stimulus berulang / nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat terganggu /
tidak adekuat. Pasien mungkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi
jalan napas. Fungsi kardiovaskular pada umumnya terjaga dengan baik.

Sedasi berbeda dengan anestesi umum. Pada anestesi umumterjadi hilangnya kesadaran
di mana pasien tidak memberikan respon, bahkan dengan pemberian stimulus nyeri.
Pasien sering membutuhkan bantuan untuk mempertahankan patensi jalan napas, dan
mungkin membutuhkan ventilasi tekanan positif karena tidak adekuatnya ventilasi
spontan/ fungsi kardiovaskular dapat terganggu.

Sedasi
Sedasi
ringan / Sedasi berat Anestesi
sedang/moderat
minimal / dalam umum
(pasien sadar)
(anxiolysis)

Merespons
Respons setelah Tidak sadar,
Merespons
normal diberikan meskipun
terhadap
Respons terhadap stimulus dengan
stimulus
stimulus berulang / stimulus
sentuhan
verbal stimulus nyeri
nyeri

Mungkin Sering
Tidak Tidak perlu
Jalan napas perlu memerlukan
terpengaruh intervensi
intervensi intervensi

Ventilasi Tidak Dapat tidak Sering tidak


Adekuat
spontan terpengaruh adekuat adekuat

Fungsi Tidak Biasanya Dapat


Biasanya dapat
kardiovaskular terpengaruh dapat terganggu
dipertahankan
dipertahankan
dengan baik dengan baik

1.3 Tujuan
Tujuan sedasi antara lain :
1. Mengurangi kecemasan, memberikan efek tenang agar dapat membantu berjalannya
prosedur dan memfasilitasi pengalaman yang membuat pasien merasa nyaman.
2. Meminimalkan cedera selama prosedur
3. Memberikan kondisi lingkungan yang ideal untuk tindakan endoskopi

1.4 Resiko Dan Komplikasi


Faktor resiko sedasi antara lain :
1. Riwayat gagal sedasi
2. Mengalami efek samping pada pemberian obat sedasi
3. Riwayat sulit intubasi atau ventilasi
4. Bentuk jalan nafas yang tidak normal
5. Status ASA klas 3-4
6. Pengosongan lambung terganggu dan resiko refluk Gastro-Esphageal yang tinggi
7. Neonatus, infant, dan prematuritas
8. Kehamilan
9. Geriatri
10. Gangguan fungsi organ vital yang berat (jantung, paru, hati atau ginjal)
BAB II RUANG LINGKUP

Jika pemilihan pasien secara cermat dan dengan prosedur yang sesuai, penggunaan sedasi
bisa sangat berhasil (lihat Kotak 1). Semua penggunaan sedasi harus mempunyai :
1. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan
personil operasi lain dalam departemen ini, yang semuanya harus terlatih dalam aspek
teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang peran
mereka.
2. Orang yang melakukan prosedur disebut sebagai operator dan orang yang terlatih secara
terpisah mengelola sedasi dan merawat selama sedasi disebut sedationist.
3. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk : penilaian pra operasi, informasi
pra dan pasca operasi, protokol puasa, pemberian informed consent.
4. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi
tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernafasan, denyut nadi. Jika menggunakan
sedasi IV, penggunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar dan pada banyak
prosedur lainnya memerlukan monitoring tekanan darah, capnography,
elektrokardiogram dan suhu secara rutin.
5. Fasilitas resusitasi
6. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan advanced life support.
7. Pelatihan resusitasi secara reguler
8. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat medis
9. Rekam medis dan audit praktek.

Kotak 1. Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi


Ekstraksi gigi, radiologi : CT-Scan, MRI, angiografi, insersi
kateter lumbar puncture, aspirasi sumsum tulang,
kateterisasi jantung,
BAB I oesophagogastroscopy,
pengangkatan/penggantian plester, penjahitan minor,
DEFINISI
injeksi sendi, biopsi otot, biopsitranskutaneus, seperti
ginjal dan hepar, dressings seperti luka bakar, dll.

2.1 Petugas Pemberi Sedasi

Berikut adalah anggota tim pemberi sedasi :


1. Dokter
a. Anestesiologis(Dokter Spesialis Anestesi dan Terapi Intensif) – Pimpinan Tim sedasi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan program studi
spesialisasi di bidang anestesi yang terakreditasi.
b. Residen anestesi
Merupakan dokter yang sedang mengikuti program studi spesialisasi di bidang
anestesi yang terakreditasi.

2. Non-dokter
a. Perawat anestesi
Merupakan perawat dengan STR yang telah menyelesaikan program studi Perawat
Anestesi terakreditasi.

b. Asisten anestesi
Merupakan professional kesehatan yang telah menyelesaikan program studi Asisten
Anestesi terakreditasi.

2.2 Managemen Keselamatan Pasien


1. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama
penanganan pasien (pre-, intra-, dan pasca-prosedur).
2. Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggungjawab harus hadir / mendampingi di ruang
tindakan.
3. Praktisi yang melakukan sedasi harus terlatih dengan baik dalam mengevaluasi pasien
sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat peningkatan risiko sedasi.
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan praktisi untuk menolak
berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten dalam
melakukan suatu tindakan sedasi dan terdapat kemungkinan dapat membahayakan pasien
/ menurunkan kualitas pelayanan pasien.
5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi
dimana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.
6. Sertifikat PTC dan atau ACLS dan ATLS merupakan standar persyaratan minimal yang
harus dimiliki oleh praktisi yang melakukan sedasi dan dokter non-anestesi yang
mengawasinya, serta sertifikat BLS dan atau sertifikat perawat asisten/terampil anestesi
bagi tenaga asisten perawat.

2.3 Fasilitas Ruang Pelayanan Sedasi

1. Standar minimal fasilitas yang harus ada adalah :


a. Airway Management Kit
Tersedianya alat untuk penanganan kegawatan nafas, antara lain :
1) Ambubag sesuai ukuran

2) Jackson Reese
3) Ventilasi Breathing Mask (VBM) sesuai ukuran

4) Oro-Pharingeal Airway (OPA) / guedel sesuai ukuran

5) Naso-Pharingeal Airway (NPA)

6) Laringeal Mask Airway (LMA) sesuai ukuran

7) Laringoskop

8) Endo-Tracheal Tube (ETT) dan introduser/stylet sesuai ukuran

9) Masker oksigen (NRBM)

b. Gas Oksigen
Di dalam ruang pelayanan sedasi harus tersedia suplai gas oksigen, dalam hal ini bisa
berupa gas oksigen dalam tabung atau gas sentral lengkap dengan konektor
humidifier.

c. Alat Pijat Jantung / Defibrillator

d. Bedside Monitor
Bedside monitor yang harus ada mencakup alat pemantauan saturasi oksigen
(oksimetri), alat pengukur tekanan darah (tensimeter), alat pengukur nadi, alat rekam
jantung (ECG minimal 2 lead), alat pengukur suhu tubuh.
e. Mesin suction
Mesin yang sudah siap dengan perlengkapannya, antara lain : tabung, slang suction
dan catheter suction (sesuai ukuran).
f. Obat Emergensi
Obat-obatan emergensi yang harus tersedia di ruang pelayanan sedasi, antara lain :
1) Sulfas Atrophine (SA)

2) Ephineprine

3) Epedrine

4) Lidokain

5) Dexamethason

6) Aminophilyne

g. Lembar Rekam Medis


Lembar rekam medis yang diperlukan adalah :
1) Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi (CPPT) folder 7.5A
2) Form. laporan sedasi di folder 6

3) Form. Edukasi tindakan sedasi

4) Form informed consent dan penolakan tindakan sedasi

h. Standar Prosedur Operasional (SPO)


Standar Prosedur Operasional (SPO) minimal harus ada, yaitu :
1) SPO Pengkajian Pra Sedasi

2) SPO Pemberian Sedasi

3) SPO Asistensi Pemberian Sedasi

4) SPO Monitoring Selama Sedasi

5) SPO Perawatan Pasca Sedasi

2.4 Ruang Lingkup Pelayanan Sedasi


Berdasarkan SK Direktur Nomor xxxx/xxxx/xxxx tentang Pelayanan Anestesi di Rumah
Sakit Umum Aghisna Medika Kroya ayat 4 kebijakan khusus, yang menyebutkan pelayanan
anestesi termasuk di dalamnya pelayanan sedasi ringan, sedang dan dalam di seluruh satuan
kerja rumah sakit dikerjakan oleh tenaga anestesi yang kompeten di bawah supervisi dokter
spesialis anestesi.
BAB III TATA LAKSANA

3.1 Evaluasi Pre Prosedur


1. Untuk meningkatkan efikasi klinis (proses pemberian sedasi dan analgesik yang berjalan
lancar)
2. Menurunkan risiko kejadian efek samping.
Evaluasi ini meliputi:

a. Riwayat penyakit pasien yang relevan


1) Abnormalitas sistem organ utama

2) Riwayat anestesi / sedasi sebelumnya, dan efek samping yang pernah terjadi /
dialami

3) Obat-obatan yang dikonsumsi saat ini, alergi obat, dan interaksi obat yang
mungkin terjadi

4) Asupan makan terakhir

5) Riwayat merokok, alkohol, atau penyalahgunaan obat-obatan

b. Pemeriksaan fisik terfokus


1) Tanda vital

2) Evaluasi jalan napas

3) Auskultasi jantung dan paru

c. Pemeriksaan laboratorium (berdasarkan pada kondisi yang mendasari dan efek yang
mungkin terjadi dalam penanganan pasien)
d. Temuan klinis dikonfirmasi segera sebelum melakukan sedasi.
e. Konsultasi

3.2 Konseling Pasien

Mengenai resiko, keuntungan, keterbatasan, dan alternatif/pilihan yang ada


1. PUASA PRE PROSEDUR
a. Prosedur elektif: mempunyai waktu yang cukup untuk pengosongan lambung (
minimal 6 jam untuk makanan padat, 2 jam untuk clear fluid)
b. Situasi emergensi: berpotensi terjadi pneumoniaaspirasi, pertimbangkan dalam
menentukan tingkat / kategori sedasi, apakah perlu penundaan prosedur, dan apakah
perlu proteksi trakea dengan intubasi.
3.3 Pemantauan

Data yang harus dicatat dengan interval yang teratur sebelum, selama, dan setelah prosedur
dilakukan:
1. Tingkat kesadaran pasien (dinilai dari respons pasien terhadap stimulus)
a. respons menjawab (verbal): menunjukkan bahwa pasien bernapas
b. hanya memberikan respons berupa refleks menarik diri (withdrawal): dalam sedasi
berat / dalam, mendekati anestesi umum, dan harus segera ditangani.
2. Oksigenasi:
a. memastikan konsentrasi oksigen yang adekuat selama proses anestesi
b. gunakan oksimetri denyut (pulse oximetry)
3. Respons terhadap perintah verbal (jika memungkinkan)
4. Ventilasi paru (observasi, auskultasi)
a. Semua pasien yang menjalani sedasi harus memiliki ventilasi yang adekuat dan
dipantau secara terus-menerus
b. Lihat tanda klinis: pergerakan dinding dada, pergerakan kantong pernapasan,
auskultasi dada

5. Sirkulasi
a. Elektrokardiogram (EKG) untuk pasien dengan penyakit kardiovaskular yang
signifikan
b. Tekanan darah dan frekuensi denyut jantung setiap 5 menit (kecuali
dikontraindikasikan)
6. Temperatur tubuh
3.4 Pilihan Obat-Obatan Sedasi
1. Sedatif: untuk mengurangi ansietas / kecemasan, menyebabkan kondisi somnolen
2. Analgesik: untuk mengurangi nyeri
3. Kombinasi sedatif dan analgesik: efektif untuk sedasi sedang dibandingkan dengan
penggunaan satu jenis obat
3.5 Titrasi Dosis
1. Pengobatan intravena diberikan secara bertahap dengan interval yang cukup antar-
pemberian untuk memperoleh efek yang optimal
2. Pengurangan dosis yang sesuai jika menggunakan sedatif dan analgesik
3. Pemberian berulang dosis obat-obatan oral untuk menambah efek sedasi / analgesik tidak
direkomendasikan.
3.6 Penggunaan Obat Anestesi Induksi (diazepam, midazolam, propofol, ketamin,
etomidate, penthotal, dexmethomidin)
1. Digunakan untuk sedasi ringan, sedang, berat dan anestesi umum
2. Tanpa memandang rute pemberian dan tingkat sedasi yang diinginkan, pasien dengan
sedasi berat harus dipantau secara konsisten, termasuk penanganan jika pasien jatuh
dalam keadaan anestesi umum.
3.7 Akses Intravena
1. Pemberian obat sedasi melalui jalur intravena: pertahankan akses intravena dengan baik
selama prosedur hingga pasien terbebas dari risiko depresi kardiorespirasi dan
ekstravasasi.
2. Pemberian obat sedasi melalui jalur lain: keputusan diambil berdasarkan kasus per-kasus.
3. Tersedia personel / petugas yang memiliki keterampilan / keahlian mengakses jalur
intravena
3.8 Obat Antagonis

Tersedia nalokson dan flumazenil jika pasien diberikan obat opioid dan benzodiazepin.
3.9 Pemulihan
1. Observasi sampai pasien terbebas dari risiko depresi sistem kardiorespirasi
2. Oksigenasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien terbebas dari risiko
hipoksemia
3. Ventilasi dan sirkulasi harus dipantau secara rutin dan teratur sampai pasien
diperbolehkan pulang.
4. Gunakan kriteria pemulangan yang sesuai untuk meminimalisir risiko depresi
kardiovaskular / pernapasan setelah pasien dipulangkan.
BAB IV DOKUMENTASI
Pencatatan rekam medis oleh pemberi sedasi dilakukan pada beberapa dokumen, antara lain
: catatan perkembangan pasien terintegrasi, lembar edukasi anestesi / sedasi, lembar
informed consent atau lembar penolakan anestesi / sedasi, lembar laporan sedasi.
5.1 Catatan Perkembangan Pasien Terintegrasi

Di lembar ini dokter pemberi sedasi melakukan dokumentasi tindakan pelayanan sedasi
dimulai dengan assesmen pra-sedasi sampai dengan pasca sedasi dengan tehnik S-O-A-P.
5.2 Lembar Edukasi Anestesi / Sedasi

Pemberian edukasi pada pasien dan keluarga berdasarkan lembar edukasi anestesi / sedasi
harus dilakukan oleh dokter pemberi sedasi.
5.3 Lembar Informed Consent

Lembar ini harus diisi dan ditandatangani oleh pasien, dokter pemberi sedasi, dan saksi
apabila pasien bersedia dilakukan sedasi. Pencatatan dokumen ini harus sudah dilakukan
sebelum pasien dilakukan sedasi.
5.4 Lembar Penolakan

Lembar ini juga harus terisi lengkap jika pasien menolak dilakukan tindakan sedasi.
5.5 Lembar Laporan Sedasi
1. Lembar Ke-1
Lembar ini adalah lembar dokumentasi tindakan assesmen pra-sedasi yang harus diisi
dengan lengkap. Lembar ini berisi informasi mengenai biodata pasien, informasi (I)
tentang pemeriksaan pra sedasi, analisa (A) dari hasil pemeriksaan, dan rencana (R)
program sedasi yang akan dilakukan, serta ditandatangani oleh dokter pemberi sedasi
(DPJP).
2. Lembar Ke-2
Lembar kedua adalah lembar dokumentasi monitoring selama sedasi. Lembar ini harus
terisi dengan lengkap karena lembar ini mencatat tentang waktu mulai dan akhir dari
sedasi, kondisi klinis pasien selama sedasi, pemberian jenis dan dosis obat sedasi serta
waktu pemberiannya, tanda-tanda vital yang harus diisi setiap 5 menit selama pemberian
sedasi, dan ditandatangani oleh petugas yang memonitor selama sedasi baik dokter
anestesi ataupun perawat asisten anestesi.
3. Lembar Ke-3
Lembar ini adalah lembar dokumentasi perawatan pasca sedasi yang dimulai dari
pencatatan waktu masuknya pasien ke ruang pemulihan, hasil pemantauan tanda-tanda
vital, skala nyeri, penilaian kriteria pemindahan/pemulangan pasien, discharge summary,
waktu pasien keluar dari ruang pemulihan, dan dokumentasi ini harus ditandatangani
oleh perawat RR.
4. Lembar Ke-4
Lembar ini adalah lembar instruksi dokter pasca sedasi yang harus diisi dan ditandangani
oleh dokter pemberi sedasi (DPJP). Instruksi yang diisi tentang obat-obatan, mobilisasi,
diet/nutrisi, edukasi / follow up, dll.
BAB V PENUTUP

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kesehatan dan kedokteran


berdampak pula pada bidang medis dan perawatan. Instalasi Anestesi dan rawat intensif
merupakan bagian integral dari pelayanan Rumah Sakit yang salah satunya adalah pelayanan
sedasi dalam rangka kesuksesan tindakan diagnostik maupun terapeutik demi keselamatan
dan pemulihan kondisi pasien.
Pelayanan sedasi yang dilakukan di Rumah Sakit Umum Aghisna Medika Kroya tentunya
perlu senantiasa disesuaikan dengan perkembangan jaman. Dalam menyongsong era
globalisasi dan menghadapi persaingan bebas di bidang kesehatan, maka pelayanan sedasi
juga harus disiapkan secara benar dan berkualitas.
Pedoman ini disusun untuk menjadi acuan Pelaksanaan Pelayanan sedasi di Rumah Sakit
Umum Aghisna Medika Kroya , dan tetap terbuka untuk dievaluasi dan disempurnakan dari
waktu ke waktu.

AUDIT DAN REVISI


1. Dilakukan oleh Anggota POKJA PAB (Kelompok Kerja Pelayanan Anestesi Dan Bedah).

Kroya,

Direktur Rumah Sakit Umum


Aghisna Medika Kroya

dr.

Anda mungkin juga menyukai