DEFINISI
Sedasi adalah anestesi obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode
yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada
pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi
menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan
sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari
sistemsaraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan,
kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap
kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat
didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan
jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep ‘sedasi dalam’, akan tetapi
definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi
pada anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau
menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa
pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karena kurang invansif dibandingkan dengan
anestesi umum serta lebih murah.Mungkin lebih sulit untukmenentukan tingkat sedasipada
anak serta kemungkinan bahaya teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And
Dentistry telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal
anestesi, sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum. Jika
pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan dengan prosedur yang sesuai,penggunaan
sedasi bisa sangat berhasil.
1
BAB II
RUANG LINGKUP
2
2. Sedasi sedang (pasien sadar) : suatu kondisi depresi tingkat kesadaran dimana pasien
dimana pasien memberikan respons terhadap stimulus dimana pasien memberikan
respons terhadap stimulus sentuhan. Tidak diperlukan intervensi untuk mempertahankan
patensi jalan napas, dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskular
biasanya terjaga dengan baik.
3. Sedasi berat/dalam: suatu kondisi depresi tingkat kesadaran di mana pasien memberikan
respons terhadap stimulus berulang/nyeri. Fungsi ventilasi spontan dapat
terganggu/tidak adekuat. Pasien munkin membutuhkan bantuan untuk mempertahankan
patensi jalan napas. Fungsi kardiovaskular biasanya terjaga dengan baik.
Sedasi adalah suatu proses yang berkelanjutan/kontinu, sehingga tidak selalu
mungkin untuk memprediksi bagaimana respons setiap pasien yang mendapat sedasi.
Oleh karena itu, petugas anestesi yang memberikan sedasi harus dapat melakukan
penanganan segera terhadap pasien yang efek sedasinya lebih dalam/berat dari pada
efek yang seharusnya terjadi (misalnya: petugas anestesi yang memberikan anestesi
sedang harus dapat melakukan penanganan terhadap pasien yang jatuh ke dalam kondisi
sedasi berat).
Sedasi Sedasi Sedasi berat / Anestesiumum
ringan/ sedang sadar dalam
minimal (pasien)
(anxiolysis)
Respons Respons Merespons Merespons setelah Tidak sadar,
normal terhadap diberikan stimulus meskipun dengan
terhadap stimulus berulang / stimulus stimulus nyeri
stimulus sentuhan nyeri
verbal
3
BAB III
KEBIJAKAN
A. Landasan Hukum
1. Undang Undang RI No 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran
2. Undang Undang RI No 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Undang Undang RI No 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit
4. Undang Undang No 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
5. Undang Undang RI No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan No 269/MENKES/PER/II/2008 tentang Rekam Medis
7. Peraturan Menteri Kesehatan No 290/MENKES/PER/III/2008 tentang Persetujuan
Tindakan Kedokteran
8. Peraturan Menteri Kesehatan No.1438/MENKES/PER/I/2010 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran
9. Peraturan Menteri Kesehatan No.519/MENKES/PER/III/2011 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit
10. Peraturan Menteri Kesehatan No 1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien
11. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 18 tahun 2016 tentang Izin dan Penyelenggaraan
Praktik Penata Anestesi
12. Peraturan Menteri Kesehatan No 1128 tahun 2022 tentang Akreditasi Rumah Sakit
13. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.631/MENKES/PER/SK/IV/2005 tentang
Pedoman Internal Staf Medis
14. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 129/ MENKES/PER/II/2008 tentang Standar
Pelayanan Minimal Rumah Sakit
B. Kebijakan umum
Kebijakan dan prosedur sedasi yang tepat ,menyebutkan sedikitnya memuat :
1. Penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara populasi dewasa dan anak
atau pertimbangan khusus lainnya;
2. Dokumentasi yang diperlukan tim pelayanan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi
secara efektif;
3. Persyaratan persetujuan (consent) khusus,bila diperlukan;
4
4. Frekuensi dan jenis monitoring pasien yang diperlukan;
5. Kualifikasi atau keterampilan khusus para staf yang terlibat dalam prosessedasi; dan
6. Ketersediaan dan penggunaan peralatan spesialistik.
5
BAB IV
TATALAKSANA
A. Pelayanan Sedasi
Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik untuk menghasilkan
depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan
kecemasan tanpa kehilangan komunikasi verbal. Yang berwenang melakukan tindakan sedasi
adalah dokter anestesi.The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut
untuk sedasi,jenis sedasi :
1. Sedasi ringan atau minimal
Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat, pasien berespon
normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif dan koordinasi terganggu, tetapi
fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak dipengaruhi.
2. Sedasi sedang atau moderat
Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah
terinduksi obat dimana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal secara spontan atau
setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan
napas paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.
3. Sedasi berat atau dalam
Sedasi dalam adalah suatu keadaan dimana selama terjadi depresi kesadaran setelah
terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan, tetapi akan berespon terhadap rangsangan berulang
atau rangsangan sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu
dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi
kardiovaskuler biasanya dijaga. Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi
dalam dimana kontak verbal dan refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat
hingga sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat dibangunkan, dan
diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk penanganan pasien. Kemampuan pasien
untuk menjaga jalan napas paten sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau
sedasi sadar, tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif masih
baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk menghasilkan efek
sedasi. Obat-obat sedatif dapat menghasilkan efek anestesi jika diberikan dalam dosis yang
besar
.
6
B. Teknik Penggunaan Sedasi:
Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting karena bisa
terjadinya progresi-progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi umum. Dahulu obat-obat sedatif
digunakan melalui bolus intravena intermiten. Terdapat variasi yang cukup besar dari respon
individual terhadap dosis yang diberikan dan terdapat banyak keadaan dimana praktisi medis tanpa
pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam pompa infus dengan kontrol
mikroprosesor telah meningkatkan keamanan penggunaan sedatif. Sistem patient-controlled
analgesia telah diprogram untuk patient-controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan
sedasi setelah dosis bolus awal digunakan oleh dokter. Setelah sistem tersebut sepenuhnya
terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif menurun sementara jarak pemberian meningkat.
Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model farmakokinetik obat
dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma ‘target’ yang diinginkan secepat mungkin, sesuai
dengan berat badan pasien. Usia pasien juga seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia
pasien, semakin tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap Susunan Saraf Pusat. Karena
terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-ubah level target.
D. Obat-Obat Sedasi:
Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok utama, yaitu:
Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2 – adrenoseptor. Obat-obatan ini lebih sering
diklasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena, terutama propofol dan ketamin, juga digunakan
sebagai obat sedatif dengan dosis subanestetik. Anestesi inhalasi juga sering digunakan sebagai
sedatif dalam kadar subanestetik.
7
1. Midazolam Disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 1 mg/cc
2. Propofol Disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
3. KetaminDisiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 10 mg/cc
4. Golongan Narkotika
4.1 Morfin : disiapkan dalam spuit 10 cc dengan sediaan 1 mg/cc
4.2 Pethidine : disiapkan dalam spuit 5 cc dengan sediaan 5 mg/cc
4.3 Fentanyl : disiapkan dalam spuit 2,5 cc dengan sediaan 50 mcg/cc
5. Gas Inhalasi
5.1 Isoflurane : vaporizer diberi label berwarna ungu, dicek isinya
5.2 Sevoflurane : vaporizer diberi label berwarna kuning, dicek isinya
6. Obat pelumpuh otot
6.1 Vecuronium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 4 mg/cc
6.2 Atracurium : disiapkan dalam spuit 3 cc dengan sediaan 10 mg/cc
Untuk keamanan, obat-obatan tersebut dimasukkan dalam spuit yang berbeda ukurannya serta
diberi label dan tanggal.
8
G. Pengorganisasian sedasi
Tim anestesi terdiri dari:
1. Penanggung jawab pelayanan sedasi
Penanggung jawab pelayanan sedasi adalah seorang dokter spesialis anestesi dan
memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1.1 Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi;
1.2 Melakukan pengawasan administratif;
1.3 Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan; dan
1.4 Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi
2. Doter Anastesi
2.1 Tugas
2.1.1 Melakukan pelayanan sedasi di semua area rumah sakit
2.1.2 Melakukan koordinasi serta mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan
bagian instalasi terkait.
2.1.3 Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesi setiap hari.
2.2 Tanggung Jawab
2.2.1 Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
2.2.2 Melakukan pengawasan administratif
2.2.3 Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
2.2.4 Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi.
2.3 Kualifikasi
1. Memiliki STR
2. Memiliki SIP
3. Memilikli sertifikat BTCLS/ACLS
3. Penata anestesi
3.1 Tugas
3.1.1 Melakukan asuhan kepenataan pra sedasi yang meliputi:
1. Pengkajian kepenataan pra sedasi.
2. Pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien.
3. Pemeriksaan tanda-tanda vital.
4. Persiapan administrasi pasien.
5. Analisis hasil pengkajian dan merumuskan masalah pasien.
9
6. Evaluasi tindakan kepenataan pra sedasi, mengevaluasi secara
mandirimaupun kolaboratif.
7. Mendokumentasikan hasil anamnesis/pengkajian
8. Pesiapan mesin anestesi secara menyeluruh setiap kali akan digunakan
dan memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap
pakai.
9. Pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari untuk
memastikan bahwa semua obat-obatan baik obat anestesi maupun obat
emergensi tersedia sesuai standar rumah sakit.
10. Memastikan tersedianya sarana dan prasarana anestesi berdasarkan
jadwal, waktu dan jenis operasi tersebut.
11. Pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar seluruh tindakan
tercatat baik dan benar.
12. Melakukan pelayanan terapi inhalasi secara mandate dari dokter anestesi.
10
11. Pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan yang
dipakai.
12. Melakukan tindakan Resusitasi Jantung Paru (RJP) dalam keadaan gawat
darurat untuk penyelamatan nyawa.
13. Memberikan akses vena sesuai kebutuhan.
14. Melakukan pemeliharaan kedalaman sedasi dengan pemberian obat-
obatan dan gas sedasi sesuai kebutuhan menurut mandat dari dokter
anestesi.
15. Melakukan ekstubasi secara mandat dari dokter anestesi.
16. Melakukan oksigenasi pasca ektubasi.
17. Melakukan pembersihan saluran nafas dengan suction.
18. Melakukan pemindahan pasien ke ruang pemulihan/Recovery Room.
11
3.2 Tanggung Jawab
3.2.1 Penata bertanggung jawab langsung kepada dokter penanggung jawab
anestesi.
3.2.2 Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan kepenataan anestesi di rumah
sakit.
3.2.3 Pelaksanaan asuhan kepenataan anestesi sesuai standar.
3.2.4 Koordinator administrasi dan keuangan
3.3 Kualifikasi
3.3.1 Memiliki STR
3.3.2 Memiliki SIP
3.3.3 Memilikli sertifikat BTCLS/ACLS
H. Kualifikasi tenaga
Tenaga medis yang diberikan kewenangan klinis memberikan sedasi moderat dan dalam
harus kompeten dalam hal:
12
I. Pelayanan Pre sedasi
1. Asesmen pra-sedasi
Pengkajian pra-anestesi memberikan informasi yang diperlukan untuk:
1.1 Mengetahui masalah saluran pernapasan;
1.2 Memilih sedasi dan rencana asuhan sedasi;
1.3 Memberikan sedasi yang aman berdasar atas pengkajian pasien, risiko yang
ditemukan, dan jenis tindakan;
1.4 Menafsirkan temuan pada waktu pemantauan selama sedasi dan pemulihan;
1.5 Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pascaoperasi.
Asesmen pra anestesi dilakukan oleh Dokter spesialis anestesi, pengkajian
praanestesi dapat dilakukan sebelum masuk rawat inap atau sebelum dilakukan
tindakan bedah atau sesaat menjelang operasi pada kasus pasien darurat.
Asesmen pra- sedasi dan Asesmen prainduksi dilakukan terpisah karena difokuskan
pada stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, dan berlangsung
sesaat sebelum induksi anestesi. Jika anestesi diberikan secara darurat maka pengkajian
pra-anestesi dan prainduksi dapat dilakukan berurutan atau simultan, namun dicatat
secara terpisah.
Langkah-langkah asesmen Pra Sedasi sebagai berikut:
1.1 Anamnesis
1.1.1 Identifikasi pasien yang terdiri atas narna, umur, alamat, pekerjaan, agama
dan lain -lain.
1.1.2 Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
1.1.3 Riwayat penyakit yang sedang atau pernah diderita yang dapat menjadi
penyulit tindakan anestesi, seperti alergi, DM, penyakit paru kronis, penyakit
jantung, hipertensi, penyakit ginjal,penyakit hati.
1.1.4 Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat dan obat yang
sedang digunakan yang dapat menimbulkan interaksi dengan obat-obat
anestesi, seperti kortikosteroid, obat antihipertensi, antidiabetik, antibiotic,
golongan aminoglikosida, digitalis, diuretika, dan lain-lain.
1.1.5 Riwayat sedasi /operasi sebelumnya: kapan, jenis operasi, apakah ada
kompikasi sedasi.
13
1.1.6 Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindakan anestesi
seperti merokok, kebiasaan minum alkohol, obat penenang, narkotika, dan
muntah.
1.1.7 Riwayat kelainan sistem organ.
1.2 Pemeriksaan Fisik
1.2.1 Tinggi dan berat badan untuk menentukan dosis obat yang akan digunakan,
terapi cairan yang akan digunakan.
1.2.2 Pemeriksaan vital sign: tensi, nadi, respiratory rate, dan suhu.
1.2.3 Jalan nafas
1.2.4 daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui adanya kemungkinan
kesulitan ventilasi dan kesulitan intubasi.
1.2.5 Jantung, -pemeriksaan EKG.
1.2.6 Paru-paru dilakukan foto thorak atau pemeriksaan paru lainnya sesuai
indikasi.
1.2.7 Abdomen: apakah ada distensi, massa adakah kemungkinan resiko
regurgitasi.
1.2.8 Ekstremitas terutama untuk melihat perfusi distal.
1.2.9 Neurologis Kesadaran fungsi saraf cranial.
1.3 Pemeriksaan Laboratorium:
1.3.1 Darah : darah rutin , golongan darah, BT, CT
1.3.2 Urin : urin rutin.
1.3.3 Foto X ray: thorak foto.
1.3.4 EKG untuk usia diatas 40 tahun. Khusus, dilakukan atas indikasi:
1. EKG pada anak jika dicurigai ada kelainan jantung bawaan.
2. Fungsi hati.
3. Fungsi ginjal.
1.4 Konsultasi dengan dokter spesialis lain sesuai dengan kondisi pasien
1.5 Prediksi morbiditas dan mortalitas perioperatif
Setelah dilakukan pemeriksaan, anestesi harus menentukan:
1.5.1 Apakah pasien dalam kondisi optimal untuk dilakukan tindakan anestesi dan
pembedahan?
14
1.5.2 Apakah tindakan bedah yang dilakukan mempunyai keuntungan lebih besar
dibandingkan resiko yang akan terjadi akibat tindakan anestesi dan
pembedahan itu sendiri .
Pada prinsipnya apabila ada kondisi medis yang membahayakan untuk dilakukan
operasi elektif, pembedahan sebaiknya ditunda dilakukan perbaikan kondisi
pasien lebih dahulu sampai kondisi pasien optimal untuk dilakukan operasi.
1.6 Klasifikasi ASA
Klasifikasi ASA (American Society of Anesthesiologist) digunakan untuk
menunjukan status fisik pasien yang berhubungan dengan indikasi apakah
tindakan bedah harus dilakukan segera atau cito atau elektif.
Klasifikasi ASA dan Hubungannya dengan Tingkat Mortalitas
KLASIFIKASI DESKRIPSI PASIEN ANGKA
ASA KEMATIAN (%)
I Pasien normal dan sehat fisik 0,1
dan mental
II Pasien dengan penyakit 0,2
sistemik ringan
Tidak ada keterbatasan
fungsional
III Pasien dengan penyakit 1,8
sistemik sedang hingga berat
yang menyebabkan
keterbatasan fungsi
IV Pasien dengan penyakit 7,8
sistemik berat yang
mengancam hidup dan
menyebabkan keterbatasan
fungsi
V Pasien yang tidak dapat 9,4
hidup/bertahan dalam 24 jam
dengan atau tanpa operasi
E Bila operasi dilakukan darurat
atau cito
1.7 Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi harus dilakukan
sebelum tindakan sedasi untuk memastikan bahwa pasien berada dalam kondisi
yang Iayak untuk prosedur anestesi.
1.8 Dokter spesialis anestesi bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan
status medis pasien pre sedasi berdasarkan prosedur sebagai berikut:
1.8.1 Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
1.8.2 Meminta dan atau mempelajari hal-hal pemeriksaan dan konsultasi yang
diperlukan untuk melakukan anestesi.
15
1.8.3 Mendiskusikan dan menjelaskan tindakan sedasi yang akan dilakukan
persetujuan tindakan,
1.8.4 Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anesthesia dan obat-
obat yang akan dipergunakan.
1.9 Pemeriksaan penunjang pre sedasi dilakukan sesuai Standar Profesi dan Standar
Prosedur Operasional.
1.10 Pengosongan lambung dengan berpuasa :
USIA JENIS MAKANAN LAMA PUASA
Bayi 0-6 bln Air putih 2 jam
ASI/Formula 4 jam
Makanan padat 8 jam
Anak 7 bln-1th Air putih 2 jam
ASI/Formula 6 jam
Makanan padat 8 jam
Anak 13 bln- Air putih 2 jam
dewasa ASI/Formula 8 jam
Makanan padat 8
j
Pelayanan pre sedasi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesi. Pada keadaan yang tidak biasa, misalnya gawat darurat yang
ekstrim, langkah-langkah pelayanan pre anestesi sebagaimana diuraikan di
atas, dapat diabaikan dan alasannya harus didokumentasikan di dalam rekam
medis pasien dan penandatanganan informed consent oleh dokter anestesi,
pasien dan saksi.
16
2. Asesmen pra induksi
Asesmen induksi dilakukan sebelum melakukan pembiusan oleh dokter
anestesi dan minimal satu perawat. Tujuan dari asesmen pra induksi lebih berfokus pada
stabilitas fisiologi dan kesiapan pasien untuk sedasi sesaat sebelum induksi sedasi
Dilakukan assesmen ulang :
2.1 Tanggal dan jam asesmen
2.2 Tingkat kesadaran
2.3 Tanda tanda vital
2.4 Irama jantung
2.5 Jalan napas
2.6 Scoring nyeri
2.7 Intake cairan inpus
2.8 Ouput cairan bila terpasang cateter dan ngt
3. Inform consent
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas – jelasnya kepada pasien atau keluarga atau pihak
laian yang akan memberikan keputusan mencakup:
3.1 Jenis, risiko,manfaat, alternatif dan analagsia pasca tindakan sedasi atau anastesi.
3.2 Pemberian informasi dilakukan oleh dokter spesialis anastesi dan
didokumentasikan dalam formulir persetujuan tindakan anastesi/sedasi.
Formulir inform consent berisi:
3.1 Identitas penanggung jawab pasien
3.2 Identitas pasien
3.3 Hubungan antara pasien dan penanggung jawab
3.4 Tanggal dan jam inform consent
3.5 Tanda tangan pembuat pernyataan dan saksi dari keluarga
3.6 Tanda tangan dokter dan perawat
17
J. Pelaksanaan Prosedur Sedasi
1. SIGN IN
Dilakukan di kamar operasi dan oleh perawat dan dokter anestesi, dilakukan kembali
anamnesa ulang pada pasien dalam kondisi sadar penuh.
Konfirmasi pasien meliputi :
1.1 Identitas : nama pasien, dengan cara menanyakan langsung pada pasien nama dan
tanggal lahir pasien.
1.2 Gelang identitas, apakah sudah sesuai.
1.3 Lokasi operasi : pasien diminta untuk menunjukkan kembali daerah mana yang
akan dioperasi.
1.4 Persetujuan operasi dan persetujuan anestesi : apakah sudah ditandatangani oleh
pasien dan wakil keluarga pasien.
1.5 Dilakukan pemberian tanda operasi bila masih belum diberi tanda.
1.6 Pasien di cek dengan pulse oksimeter untuk mengetahui saturasi oksigen sebelum
pembiusan.
1.7 Apakah pasien mempunyai riwayat alergi? Alergi obat? Makanan?
1.8 Apakah pasien mempunyai resiko adanya kesulitan ventilasi atau kesulitan intubasi.
1.9 Cek mesin anestesi, obat-obatan anestesi, tersedia alat-alat airway.
1.10Apakah operasi yang akan dilakukan mempunyai resiko perdarahan? Apakah sudah
tersedia darah? Pasang jalur intravena 2 jalur?
18
ventilasi,sirkulasi, suhu dan perfusi jaringan, serta didokumentasikan pada catatan
anestesi.
2.3 Apabila terjadi komplikasi sedasi maka tindakan dokter anestesi adalah meminta
menghentian sementara operasi dan mengawasi dahulu masalah anestesi seperti
saturasi, hemodinamik dan lain-lain. Jika kondisi sudah stabil maka operasi
dilanjutkan kembali.
2.4 Pengakhiran sedasi harus memperhatikan oksigenasi, ventilasi, sirkulasi, suhu dan
perfusi jaringan dalam keadaan stabil.
19
ditetapkan oleh rumah sakit, tercatat dalam rekam medis bahwa kriteria tersebut
terpenuhi.
4. Kriteria Pemindahan Pasien Pasca sedasi
4.1 Kriteria discharge pasien yang dipakai adalah score Post Anesthetic Discharge
Scoring System dan diisi dan ditandatangani oleh DPJP atau perawat yang bertugas
di ruang pulih.
4.2 Kriteria pemindahan ke ruang menggunakan Skor Modified Aldrette ≥9 atau ≥5
pada Steward score atau sama dengan skor pre prosedur.
4.3 Pemantauan terhadap skor Aldrette dan skot Steward dilakukan secara periodic
setiap 15 menit.
4.4 Monitoring pasien sampai skor Aldrette mencapai ≥9 atau ≥5 pada Steward score
sama dengan skor pre prosedur.
4.5 Rasio antara perawat ruang pulih dengan pasien disesuaikan dengan kondisi pasien:
4.5.1 Pasien belum sadar = 1:1
4.5.2 Pasien sudah sadar = 1:2
4.5.3 Pasien sudah ke tahap persiapan pulang = 1:4
4.6 Beritahukan DPJP Anestesi bila skor pasien tidak mencapai kriteria discharge
sampai 2 jam.
4.7 Semua kondisi pasien pasca operasi harus diinformasikan kepada keluarga pasien.
20
4 Tekanan Darah TD berbeda ± 20 mmHg dari Pre-op 2
TD berbeda 20-50 mmHg dari Pre- 1
op
TD berbeda ± 50 mmHg dari Pre-op 0
5 Kesadaran Sadar penuh mudah di panggil 2
Bangun jika di panggil 1
Tidak ada respon 0
1. nilai 8-10 masuk ruang perawatan biasa
2. nilai 5-7 masuk ruang perawatan biasa dengan catatan
3. nilai kurang dari 4 masuk hcu
2. Sdasi Pada Anak
STEWARD SCORE
N KRITERIA SCORE
O
1 Kesadaran Bangun 2
Respon Terhadap Rangsang 1
Tidak ada Respon 0
2 Pernafasan Batuk / menangis 2
Pertahankan jalan nafas 1
Perlu bantuan nafas 0
3 Motorik Gerak bertujuan 2
Gerak tidak bertujuan 1
Tidak gerak 0
Score ≥ 5, pasien pindah ke ruang
4. Peralatan
No
Nama
.
1 Ambubag
2 Laringoscop
23
BAB IV
DOKUMENTASI
24