Anda di halaman 1dari 20

PANDUAN

PELAYANAN PROFESIONAL PEMBERI ASUHAN YANG


KOMPETEN DAN BERWENANG MEMBERIKAN
SEDASI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH

BANGKA TENGAH

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmatNya
Panduan Pelayanan Profesional Pemberi Asuhan yang Kompeten dan Berwenang Memberikan
Sedasi di RSUD Bangka Tengah dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dibidang kesehatan.

Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan
asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi,
monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan,
rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.

Oleh karena itu diperlukan panduan sedasi untuk memberikan acuan dalam pengelolaan
dan pelayanan sedasi, anestesi di rumah sakit. Panduan ini akan di evaluasi secara berkala dan
akan diperbaiki bila ditemukan hal-hal yang dianggap sudah tidak sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.

Tersusunnya panduan ini merupakan kerjasama antara Departemen Kesehatan RI dengan


pakar dari profesi terkait, rumah sakit serta dukungan dari berbagai pihak.

Untuk itu penyusun ucapkan terima kasih.

Koba , Oktober 2018

Tim Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi telah
berkembang pesat selama beberapa dekade. Sedasi dan analgesia atau keduanya mungkin
diperlukan untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik. Perawatan individual penting
ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi analgesia prosedural (PSA). Pasien
mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.Manajemen sedasi dapat berkisar
dari sedasi minimal, sejauh anestesi minimal.
Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan
mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu
memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan selama prosedur.

II. Tujuan
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di
IGD, radiologi, kedokteran gigi.
2. Tujuan Khusus
Ada beberapa tujuan daripada sedasi :

a. Keselamatan pasien

b. Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur

c. Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur

d. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali sadar


secepat mungkin

Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan
tingkat kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual
penting ketika menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.Pasien
mungkin perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.
Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :
a. Sedasi Minimal (anxiolysis).
Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin memiliki
beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status.
b. Sedasi Moderat.
Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan ini dapat merespons dengan tepat
perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya. Pasien
mampu mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang cukup dan
fungsi jantung biasanya terpengaruh oleh obat .
c. Sedasi Dalam.
Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja (tidak
hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin
memerlukan bantuan menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status
kardiovaskuler normal dipertahankan selama dilakukan tindakan anestesi.

SEDASI RINGAN/
SEDASI SEDASI ANESTESI
TINGKATAN MINIMAL
SEDANG BERAT/DALAM UMUM
(ANXIOLYSIS )
Tidak sadar,
Merespons Merespons setelah
Respons normal meskipun
terhadap diberikan stimulus
RESPONS terhadap stimulasi dengan
stimulus berulang/stimulus
verbal stimulus
sentuhan nyeri
nyeri
Sering
Tidak perlu Mungkin perlu
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh memerlukan
intervensi intervensi
intervensi
VENTILASI Sering tidak
Tidak terpengaruh Adekuat Dapat tidak adekuat
SPONTAN adekuat
Biasanya dapat Biasanya dapat
FUNGSI Dapat
Tidak terpengaruh dipertahankan dipertahankan
KARDIOVASKULER terganggu
dengan baik dengan baik

III. Pengertian
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu
periode yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan
kepada pasien segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi
menggunakan obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan
sistem saraf pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari
sistemsaraf pusat sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan,
kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi ini, maka setiap
kehilangan kesadaran yang berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat
didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan
jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu konsep ‘sedasi dalam’, akan tetapi
definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi
pada anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau
menyakitkan. Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa
pada bidang pediatri. Hal ini disebabkan karenakurang invansif dibandingkan dengan anestesi
umum serta lebih murah.Mungkin lebih sulit untukmenentukan tingkat sedasipada anak serta
kemungkinan bahaya teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And Dentistry
telah merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi,
sisanya untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.Jika
pemilihan pasien dilakukan secara cermat, dan dengan prosedur yang
sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.

BAB II
TATA LAKSANA

1. Kualifikasi dan Ketrampilan


Semua pengguna sedasi harus mempunyai :
a. Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawat dan
personil operasi lain dalam Instalasi ini, yang semuanya harus terlatih dalam
aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentang
peran serta mereka.
b. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai ‘operator’ dan orang yang
terlatih secara terpisah mengelola sedasi dan merawat anak selama prosedur disebut
anesthetist.
c. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk :
 Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
 Protokol
 Pemberian informed
d. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi
tingkat kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika
menggunakan sedasi IV, pengunaan oksimetri nadi merupakan prosedur standar dan
pada banyak prosedur lainnya monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan suhu
semakin sering digunakan.
e. Fasilitas
f. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life
g. Pelatihan keterampilan resusitasi secara
h. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat
i. Rekam medis.

Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :


Ektraksi gigi Penjahitan minor
Pengangkatan jahitan Radiologi : CT Scan Penggantian/pengangkatan plester
Dressings seperti luka bakar

2. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk sedasi :
a. Pasien menolak / keluarga
b. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi,
biasanya dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga
bayinya bisa tidur selama prosedur.
c. Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinya
depresi pernapasan serta sedasi
d. Gangguan perilaku
e. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas
f. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
g. Adanya ketidakstabilan jantung
h. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat
sedasi.
i. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
j. Peningkatan tekanan
k. Epilepsi berat atau tidak
l. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya
nitrogen oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
m. Prosedur lama

3. Pengguna Obat
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak
sementara dalam keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang
minimal. Penggunaan anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan terapi
pengalihan perhatian juga sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan, dimana hal ini
sangat membantu dalam menjaga kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko
menghasilkan ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia
dan berpotensi terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-anestesi,
maka harus mempunyai margin of safety lebar.
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli
radiologi, gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi, semuanya
harus benar-benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa
pusat pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-
lead sedation). Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus
terletak pada departemen anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.
Mereka harus :

 Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
 Dilakukan pemeriksaan kesehatan umum terakhir, dan diidentifikasi faktor-faktor
risiko potensial seperti alergi atau kondisi medis

Obat Oral
Penilaian dosis obat oral dalam bentuk kombinasi mungkin agak
sulit, dimana kemungkinanakan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi
meni ngkatkan kejadian efek samping
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal,
hati atau fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.

4. Pemulihan dan Reversal


Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia. Gunakan
rejimen obat dengan waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal benzodiazepine
mungkin diperlukan. Flumazenil 1- 2 mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-kali nalokson
diperlukan untuk antagonis efek opioid persisten. Nalokson 4 mcg / kg IV dapat diberikan.

Kotak 2. Agen sedasi oral


Dosis sedasi oral
Obat Detail
(mg/kg)
Metabolit aktif = trichlorethanol

Chloral hydrate 100 Dapat diberikan melalui rektal kadang – kadang


menimbulkan rasa malu

Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol


Dosis besar dapat meyebabkan “grey baby
Trimeprazine 2
syndrome”
Umum digunakan

Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,


pandangan ganda, sedasi)
Midazolam 0,5 – 1,0
Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat
bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal
Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi
mungkin terjadi
Ketamin 5-10
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue
kemungkinan dapat terjadi

Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.

Kotak 3. Agen sedasi intravena


Obat Dosis sedasi (mg/kg) Detail
Apnue mungkin terjadi Amnesia
Midazolam 0,5 – 0,2
Gangguan prilaku dapat terjadi

Diazemuls = lipid formulasi


Diazepam 0,1-0,5
Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan tertunda

Sering digunakan bersama propopol, Midazolam atau


ketamin dapat digunakan melalui oral Apnea, mual &
Fentanyl, diazepam 0,5 mcg/kg
muntah dapat terjadi efek potensiasi dengan obat sedasi
lainnya.

Dapat diberikan melalui IM, oral, IV Sering digunakan


Ketamin 0,5 – 1,0
dengan benzodiazepam.
Beresiko apnue
Propopol Dalam evaluasi
Beresiko menginduksi anestesi
Kotak 4. Agen sedasi inhalasi
Obat Dosis Detail
50 % N2O dalam O2, Memberikan analgesia Membutuhkan kerja sama
Nitrous Oxide
70 % dalm O2 pasien Umum menimbulkan Mual Dysphoria
Isoflurane,
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
enflurane

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa,
karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk
orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum
dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter
spesialis anestesiologi atau dokter yang sudah berpengalaman.

5. Pembagian Pediatri Berdasarkan Perkembangan Biologis

1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari


2. Bayi ( infant) usia 1 bulan – 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah
psikologi, anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi. Ada 5 perbedaan mendasar
anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa yaitu :

a. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga alebih besar

b. Laring yang letaknya lebih anterior

c. Epiglottis yang lebih panjang

d. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa

e. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

6. Frekuensi dan Monitoring


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan
usia tidak selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua
menunjukkan sejumlah komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya
cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan dari
obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko untuk
efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi. Jika episode singkat dari
hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda, episode yang sama
pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia dan
iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan
pasien yang lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi
pasien.Individu ini tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau respon,
kerjasama, dan tanda-tanda vital pasien.Karena pasien yang tersedasi harus responsif setiap
saat, maka komunikasi dengan pasien adalah salah satu metode pemantauan yang paling
berharga.

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :


1. Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia

2. Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya

3. Kesulitan memposisikan pasien

4. Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal

5. Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah

6. Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi

7. Demensia dan disfungsi kognitif 3

7. Kunjungan Pra Anestesi/Pra Sedasi


ANAMNESIS dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga
pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
a. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan,
b. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi
penyulit dalam anesthesia, antara lain :
 Penyakit
 Diabetes mellitus
 Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia,
 Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris,
dekompensasi kordis)
 Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
 Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
c. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan
intereaksi (potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya,
obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik, antibiotik golongan aminoglikosida obat
penyakit jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino oxidase inhibitor,
bronkodilator. Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum
anestesi tergantung dari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang
dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi
preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu.
Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu
untuk dilakukan
d. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan
kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai.
Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam
kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-
obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan
tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius, termasuk reaksi terhadap
plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak
diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin, atau
kortikosteroid.
e. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali dan
selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan
pulih sadar, perawatan intensif pasca operasi.
f. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga
yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan
tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan, pemeriksaan
kehamilan preoperative merupakan suatu riwayat sosial yang mungkin dapat
mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
 Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi karena
merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan
pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya
untuk menghindari adanya CO dalam darah.
 Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya
golongan barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis.
 Meminum obat-obat penenang atau Makan minum terakhir (khusus untuk operasi
emergensi).
8. Pemeriksan Fisik
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan
pemeriksaan neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu
dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
a. Keadaan umum
Gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi.
b. Tanda-tanda Vital
 Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan
pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .
 Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan
bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau
cabang-cabang besarnya).
 Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah
denyutnya. Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta
blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien
yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat.
 Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola
pernapasannya selama dilakukan observasi.
 Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
 Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
c. Kepala dan Leher
 Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
 Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
 Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi,
kelainan ortodontik lainnya.
 Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut jari), Pergerakan (baik/kurang
baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
 Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
 Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher
(mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi),
karotik bruit, kelenjar getah bening.
 Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue,
Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor.
d. Thorak
1. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau
perikardial rub.
2. Paru-paru.
 Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis,
skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal, torako
abdominal/abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne
stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy), Kelainan lain (stridor,
hoarseness/serak, sindroma pancoas).\
 Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
 Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler,
amporik), bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi
basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)
 Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup.
 Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa
(teraba/tidak, batas, ukuran, per-mukaan), distensi, massa atau asites
(dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).
 Kateter (terpasang/tidak), urin (volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20
cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24
jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti
kolik renal)
 Muskulo Skletal – Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik
/kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke
distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing
fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana
canulasi vaskuler atau blok saraf regional).

9. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
a. Pemeriksaan laboratorium rutin :
 Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
 Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
 EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai
b. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
 EKG pada
 Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor
 Fungsi hati pada pasien
 Fungsi ginjal pada pasien
 Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah
 Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau
kateterisasi jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga
persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih

PT /
Kondisi preo Hb Lek Elekt Gula X–ra
APT PLT/BT BUN/Creat SGOT/Al.Ph E K G Preg T/S
perative osit rolit darah y
T
P W
Operasi dengan
X X X
perdarahan
Operasi tanpa
perdarahan
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50–64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny. Kardiovaskul
X X X
ar
Penyakit paru X X
Keganasan X X * * X
Terapi radiasi X X X
Penyakit hati X X
Terpapar hepatitis X
Penyakit ginjal X X X X
Gangguan
X X
Perdarahan
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X
Pemakaian
X X
Deuretik
Pemakain digoxin X X X
Pemakaian Steroid X X
Pemakaian anti
X X X
agulan
Penyakit SSP X X X X X

Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis dalam membuat
permintaan pemeriksaan.

10. Perencanaan Anestesi


Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara
umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
a. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik
sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan
bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang
merawat.
b. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik
khusus (seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).
c. Perencanaan penanganan nyeri post operasi.
d. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).
e. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
f. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa
semua pertanyaan telah disampaikan.
g. Klasifikasi status fisik dan penilaian.

11. Menentukan Prognosis


Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status
fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran umum
keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
a. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik.
b. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain
penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi
ringan.
c. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi,
tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma
bronkial, hipertensi tak terkontrol.
d. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit
yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum.
e. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja
dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada
pasien koma berat.
f. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya akan diangkat
untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat),
mis: operasi apendiks diberi kode ASA 1 E

12. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus
dilakukan secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik atau
memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang
tertinggi adalah 15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan
komponen yang paling objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa
dilakukan oleh orang yang sama.
Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata
harus disesuaikan dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita yang afasia, atau
terintubasi, konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan untuk itu
perlu latihan dan pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan
terganggu jika cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif
memburuk jika kedua hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat
penekanan atau cedera pada batang otak.

13. Informed
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah
dan kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat
untuk suatu informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut
mungkin tidak sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat
terdekat harus terlibat untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental
dan kognitif pasien harus dipertimbangkan dan didokumentasikan.

14. Peralatan
a. Alat-alat :
 Mesin anestesi
 Circuit/breathing anestesi
 Ventilator anestesi
 Monitor
b. Mesin anestesi
 Gas supplies O2 dan N2O
c. Monitor

 Blood pressure (noninvasive or invasive)

 ECG (electrocardiograf)

 Pulse oxymeter

 Caphinograf

d. Ventilator anestesi
 Menggunakan daya listrik
 Ventilator Flowmeter (rotameter)
 Measure gas flow –> FGF
 Have safety systems (FGF, 25%)
 Vaporizer
 High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
 Temperatur compensated VAP
e. System Sirkulasi
 One way value (inspiratory dan ekspiratory)
 Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
 Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
 Ba(OH)2 + Ca(OH)2
 Oxygen analyzer sensor
BAB III
DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat –


obatan dan tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi.

BAB IV
PENUTUP
Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dibidang kesehatan.
Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan
merupakan prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan
asesmen pasien yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi,
monitoring pasien yang berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan,
rehabilitasi, akhirnya transfer maupun pemulangan pasien.
Oleh karena itu diperlukan panduan sedasi untuk memberikan acuan dalam pengelolaan
dan pelayanan sedasi, anestesi di rumah sakit.

Anda mungkin juga menyukai