Anda di halaman 1dari 19

BAB I

DEFINISI

A. PENGERTIAN
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode
yang dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada pasien
segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi menggunakan obat-
obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan sistem saraf
pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.
Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari sistem saraf pusat
sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal dengan pasien
harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi   ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang   berhubungan
dengan     teknik yang     dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi umum. Selama sedasi,
diharapkanpasien dapat dipertahankan jalan napas dan refleks protektif. Telah disarankan suatu
konsep ‘sedasi dalam’, akan tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas.
Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi pada
anak memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau menyakitkan.
Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa pada bidang pediatri.
Hal ini disebabkan karenakurang invansif dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih
murah.Mungkin lebih sulit untukmenentukan tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya
teranestesi dapat terjadi.
Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And Dentistry telah
merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi, sisanya untuk
keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.Jika pemilihan     pasien     dilakukan
secara     cermat,       dan dengan prosedur yang sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat berhasil.

B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di IGD,
radiologi.
2. Tujuan Khusus
Ada beberapa tujuan daripada sedasi :
a. mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
b. melakukan pengawasan administratif

Panduan Sedasi 1
c. menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
d. memonitor dan evaluasi sedasi
e. Keselamatan pasien
f. Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
g. Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
h. Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali sadar secepat
mungkin

Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan tingkat
kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual penting ketika
menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.Pasien mungkin perlu obat anti
kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.

Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :


a. Sedasi Minimal (anxiolysis).
Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan mungkin memiliki beberapa
gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status.
b. Sedasi Moderat.
Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan ini dapat merespons dengan tepat perintah
verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya. Pasien mampu
mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang cukup dan fungsi jantung
biasanya terpengaruh oleh obat .
c. Sedasi Dalam.
Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan sengaja (tidak hanya
menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin memerlukan bantuan
menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status kardiovaskuler normal dipertahankan
selama dilakukan tindakan anestesi

Panduan Sedasi 2
BAB II
RUANG LINGKUP
1. Pelayanan anastesi, sedasi moderat dan dalam(termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawat
daruratan) diberikan adalah seragam diseluruh unit dimana pelayanan anestesi dilakukan dan
tersedia 24jam.
2. Pelayanan anastesi meliputi: penilaian pra-anastesi, tindakan anastesi yaitu sedasi, anastesi umum
dan anastesi regional (spinal, epidural dan blok saraf perifer), pemantauan selama anastesi,
pelayanan pasca anastesi, tatalaksana nyeri, management ICU, Resusitasi Jantung Paru dan
transportasi medis pasien.
3. Dokter spesialis anastesi melakukan tindakan anastesi yang meliputi: sedasi moderat dan dalam,
anastesi umum, dan anastesi regional dengan perawat anastesi yang bertugas sebagai asisten saat
dokter spesialis anastesi melakukan tindakan anastesi.
4. Pelayanan anestesi dapat diberikan untuk kebutuhan tindakan diagnostik dan terapeutik.
5. Penjelasan dan inform consent diberikan kepada pasien, keluarga pasien atau penanggung jawab
pasien atas risiko, manfaat dan alternatif dari tindakan anastesi yang akan dilakukan dokter spesialis
anastesi.

Panduan Sedasi 3
BAB III

TATA LAKSANA

A. Kualifikasi dan Ketrampilan


Semua pengguna sedasi harus mempunyai :
1. Staf trainer dan asisten khusus termasuk staf medis, perawat dan personil operasi   lain   dalam
Instalasi   ini, yang   semuanya harus terlatih dalam aspek teoritis dan klinis tentang sedasi dan
masing-masing mengerti jelas tentang peran serta mereka.
2. Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai ‘operator’ dan orang yang terlatih secara
terpisah mengelola sedasi dan merawat selama prosedur disebut anesthetist.
3. Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk :
a. Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
b. Protokol
c. Pemberian Informed Consent
4. Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi tingkat
kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV,
pengunaan oksimetri nadi merupakan   prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya
monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan.
5. Fasilitas
6. Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life
7. Pelatihan keterampilan resusitasi secara
8. Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat
9. Rekam medis.
B. Kontraindikasi
Kontraindikasi untuk sedasi :
1. Pasien menolak / keluarga
2. Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi, biasanya dapat
dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga bayinya bisa tidur selama
prosedur.
3. Bayi exprematur < 56 minggu dari usia konsepsional, karena berisiko terjadinya depresi
pernapasan serta sedasi
4. Gangguan perilaku
5. Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea, abnormalitas
6. Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
7. Adanya ketidakstabilan jantung
8. Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat sedasi.

Panduan Sedasi 4
9. Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
10. Peningkatan tekanan
11. Epilepsi berat atau tidak
12. Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya nitrogen oksida
harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
13. Prosedur lama
C. Pengguna Obat
Obat yang digunakan untuk sedasi :
Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak sementara dalam
keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang minimal. Penggunaan
anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan terapi pengalihan perhatian juga
sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga
kepercayaan anak.
Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko menghasilkan
ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia dan berpotensi terjadi
aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-anestesi, maka harus mempunyai margin of
safety lebar.
Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli radiologi,
gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi, semuanya harus benar-benar
terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan efektif.
Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa pusat
pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-lead sedation).
Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus terletak pada
departemen anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.
Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum. Mereka harus
:

 Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan tindakan.
 Dilakukan pemeriksaan kesehatan  umum terakhir, dan  diidentifikasi faktor-faktor risiko
potensial seperti alergi atau kondisi medis

Obat Oral
Penilaian     dosis obat     oral dalam     bentuk     kombinasi     mungkin     agak sulit, dimana
kemungkinanakan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meni ngkatkan kejadian
efek samping

Panduan Sedasi 5
Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal, hati atau
fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi.

D. Pemulihan dan Reversal


Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia. Gunakan rejimen   
obat dengan waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal benzodiazepine mungkin diperlukan.
Flumazenil 1- 2 mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-kali nalokson diperlukan untuk antagonis efek
opioid persisten. Nalokson 4 mcg / kg IV dapat diberikan.

Kotak 2. Agen sedasi oral


Dosis sedasi oral
Obat Detail
(mg/kg)
Metabolit aktif = trichlorethanol

Chloral hydrate 100


Dapat diberikan melalui rektal kadang – kadang
menimbulkan rasa malu
Triclofos 50-70 (max 1 g) Metabolit aktif = trichlorethanol
Dosis    besar     dapat    meyebabkan     “grey     baby
Trimeprazine 2
syndrome”
Umum digunakan

Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,


Midazolam 0,5 – 1,0 pandangan ganda, sedasi)

Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat


bervariasi
Diazepam 200-500 mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal
Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi
mungkin terjadi
Ketamin 5-10
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue
kemungkinan dapat terjadi

Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.

Panduan Sedasi 6
Kotak 3. Agen sedasi intravena
Dosis sedasi
Obat Detail
(mg/kg)
Apnue mungkin terjadi Amnesia
Midazolam 0,5 – 0,2
Gangguan prilaku dapat terjadi
Diazemuls = lipid formulasi
Diazepam 0,1-0,5
Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan tertunda

Sering digunakan bersama propopol, Midazolam   atau


ketamin dapat   digunakan melalui oral Apnea, mual &
Fentanyl, diazepam 0,5 mcg/kg
muntah dapat terjadi efek potensiasi dengan obat sedasi
lainnya.

Dapat diberikan melalui IM, oral, IV Sering digunakan dengan


Ketamin 0,5 – 1,0
benzodiazepam.
Beresiko apnue
Propopol Dalam evaluasi
Beresiko menginduksi anestesi

Kotak 4. Agen sedasi inhalasi


Obat Dosis Detail
50 % N2O dalam O2, Memberikan analgesia Membutuhkan kerja sama pasien
Nitrous Oxide
70 % dalm O2 Umum menimbulkan Mual Dysphoria
Isoflurane,
1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
enflurane

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena
mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa
anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia
karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter
yang sudah berpengalaman.

E. Pembagian Pediatri Berdasarkan Perkembangan Biologis

1. Neonatus usia dibawah 28 hari


2. Bayi ( infant) usia 1 bulan – 1 tahun
3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun

Panduan Sedasi 7
Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi,
anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi. Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada
anak-anak dan dewasa yaitu :

a. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga alebih besar
b. Laring yang letaknya lebih anterior
c.Epiglottis yang lebih panjang
d. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
e. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway

F. Frekuensi dan Monitoring


Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan usia tidak
selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan sejumlah
komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia lanjut
lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk sedasi dan
juga mengalami peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika diberikan obat-obatan kombinasi.
Jika episode singkat dari hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna pada pasien muda,
episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi serius, seperti aritmia
dan iskemia jantung.
Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan pasien yang
lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi pasien.Individu ini
tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-tanda
vital pasien.Karena pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi dengan pasien
adalah salah satu metode pemantauan yang paling berharga.

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :

1.        Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia

2.        Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya

3.        Kesulitan memposisikan pasien

4.        Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal

Panduan Sedasi 8
5.        Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah

6.        Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi

7.        Demensia dan disfungsi kognitif 3

G. Kunjungan Pra Anestesi/Pra Sedasi


ANAMNESIS dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga pasien.
Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
1. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan,
2. Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam
anesthesia, antara lain :
a. Penyakit
b. Diabetes mellitus
c. Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia,
d. Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris, dekompensasi
kordis)
e. Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
f. Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
3. Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan intereaksi
(potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, obat anti hipertensi ,
obat-obat antidiabetik,   antibiotik golongan aminoglikosida obat penyakit jantung (seperti
digitalis, diuretika), monoamino   oxidase   inhibitor,   bronkodilator. Keputusan untuk
melanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi tergantung dari beratnya penyakit
dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami
perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan
untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan
sampai waktu untuk dilakukan
4. Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan kurangnya
dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai. Beratnya berkisar dari
asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi
dilaporkan hanya karena intoleransi obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh
reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius,
termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat

Panduan Sedasi 9
penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal dengan antihistamin,
atau kortikosteroid.
5. Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali dan selang
waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan
intensif pasca operasi.
6. Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang lain
sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang
kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan, pemeriksaan kehamilan preoperative
merupakan suatu riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
a. Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi karena
merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan pneumenia
pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari
adanya CO dalam darah.
g. Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya golongan
barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis.
h. Meminum obat-obat penenang atau Makan minum terakhir (khusus untuk operasi
emergensi).

H. Pemeriksan Fisik
Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan pemeriksaan
neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu dilakukan pemeriksaan
extremitas dan punggung. Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :
1. Keadaan umum
Gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi.
2. Tanda-tanda Vital
a. Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan pengeluaran urine
yang adekuat selama operasi .
b. Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan bermakna
mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang
besarnya).
c. Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah denyutnya.
Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok dan cepat pada
pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering
mempunyai denyut nadi yang cepat.

Panduan Sedasi 10
d. Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola pernapasannya
selama dilakukan observasi.
e. Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
f. Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri

3. Kepala dan Leher


b. Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
c. Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
d. Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kelainan ortodontik
lainnya.
e. Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut jari), Pergerakan (baik/kurang baik), sikatrik,
fraktur, trismus, dagu kecil
f. Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
g. Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas sendi
servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah
bening.
h. Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue, Temporo mandibula
joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor.
4. Thorak
a. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau perikardial
rub.
b. Paru-paru.
1) Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis, skoliosis)
Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal, torako abdominal/abdominal
torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink
frothy), Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma pancoas).
2) Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
3) Auskulatasi : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler, amporik), bunyi
nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan pleura,
hippocrates succussion)
4) Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup.
5) Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa (teraba/tidak,
batas, ukuran,   per-mukaan),   distensi,   massa   atau   asites (dapat menjadi
predisposisi untuk regurgitasi).

Panduan Sedasi 11
6) Kateter (terpasang/tidak), urin (volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24 jam),
oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ,
sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal)
7) Muskulo Skletal – Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik
/kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal
(perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing fingger, sianosis,
anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau
blok saraf regional).

I. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus
1. Pemeriksaan laboratorium rutin :
a. Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa perdarahan.
b. Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
c. EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai
2. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
a. EKG pada
b. Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor
c. Fungsi hati pada pasien
d. Fungsi ginjal pada pasien
e. Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah
f. Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau kateterisasi
jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga persiapan dan penilaian
pasien dapat dilakukan lebih

Lek PT / Elekt Gula


Kondisi preo perative PLT/BT BUN/Creat SGOT/Al.Ph X–ra y E K G Preg T/S
Hb osit APT T rolit darah
P W
Operasi dengan
X X X
perdarahan
Operasi tanpa
perdarahan

Panduan Sedasi 12
Neonatus X X
Umur < 40 X
Umur40-49 X M
Umur50–64 X X
Umur > 65 X X X X + X
Peny. Kardiovaskul ar X X X
Penyakit paru X X
Keganasan X X * * X
Terapi   radiasi X X X
Penyakit hati X X
Terpapar hepatitis X
Penyakit ginjal X X X X
Gangguan
X X
Perdarahan
Diabetes X X X X
Merokok X X X
Kehamilan X
Pemakaian Deuretik X X
Pemakain digoxin X X X
Pemakaian Steroid X X
Pemakaian anti
X X X
agulan
Penyakit SSP X X X X X

Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis dalam membuat
permintaan pemeriksaan

J. Perencanaan Anestesi
Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara umum.
Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :
1. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik sehubungan dengan
penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan bersamaan dengan beberapa
daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang merawat.

Panduan Sedasi 13
2. Perencanaan teknik    anestesi    yang    akan    digunakan    termasuk    tehnik-tehnik khusus
(seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).
3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi.
4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).
5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.
6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa semua
pertanyaan telah disampaikan.
7. Klasifikasi status fisik dan penilaian.

K. Menentukan Prognosis
Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik menurut
American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran umum keadaan pasien.
Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :
1. ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik.
2. ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit yang
akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringan.
3. ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi belum
mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak
terkontrol.
4. ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit yang akan
dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum.
5. ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat
menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma
berat.
6. ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan mati otaknya yang mana organnya akan diangkat untuk
kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat), mis: operasi
apendiks diberi kode ASA 1 E

L. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran


Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus dilakukan
secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik atau memburuk.
GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi adalah
15 (sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan komponen yang paling
objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang sama.

Panduan Sedasi 14
Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata harus
disesuaikan dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita yang afasia, atau terintubasi,
konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan untuk itu perlu latihan dan
pengalaman yang berulang-ulang.
Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan terganggu jika
cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif memburuk jika kedua
hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang
otak.

M. Informed Consent
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk suatu
informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak sepenuhnya
memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat untuk
memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus
dipertimbangkan dan didokumentasikan.

N. Peralatan
1. Alat-alat :
a. Mesin anestesi
b. Circuit/breathing anestesi
c. Ventilator anestesi
d. Monitor
2. Mesin anestesi
a. Gas supplies O2 dan N2O
3. Monitor
a. Blood pressure (noninvasive or invasive)
b. ECG (electrocardiograf)
c. Pulse oxymeter
d. Caphinograf
4. Ventilator anestesi
a. Menggunakan daya listrik
b. Ventilator Flowmeter (rotameter)
 Measure gas flow –> FGF
 Have safety systems (FGF, 25%)

Panduan Sedasi 15
c. Vaporizer
d. High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
e. Temperatur compensated VAP
f. System Sirkulasi
1) One way value (inspiratory dan ekspiratory)
2) Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
a) Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
b) Ba(OH)2 + Ca(OH)2
3) Oxygen analyzer sensor

BAB IV

DOKUMENTASI

Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat – obatan dan tehnik yang
digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi

Panduan Sedasi 16
REFERENSI

1. Standards and Practice Parameters. Standards for basic anesthetic monitoring. Disetujui oleh ASA
House of Delegates; 2010.
2. Surgical Anesthesia. Guidelines for patient care in anesthesiology. Disetujui oleh ASA House of
Delegates; 2011.
3. Standars and Practice Parameters. Basic standards for anesthesia care. Disetujui oleh ASA House of
Delegates; 2010.

Panduan Sedasi 17
4. Standars and Practice Parameters. Standards for postanesthesia care. Disetujui oleh ASA House of
Delegates; 2009.
5. Hewer CL. The stages and signs of general anesthesia. BMJ. 2009; 2 : 274-6.

Panduan Sedasi 18

Anda mungkin juga menyukai