Anda di halaman 1dari 20

DAFTAR ISI

 
 
Halaman Judul
Daftar Isi

Lembar Pengesahan

BAB I. PENDAHULUAN

1.     LATAR BELAKANG

2.     TUJUAN

3.     PENGERTIAN

Bab II. TATA LAKSANA

1.     KUALIFIKASI DAN KETRAMPILAN KHUSUS

2.     KONTRAINDIKASI

3.     PENGGUNAAN OBAT

3.1. OBAT ORAL

4.   PEMULIHAN DAN REVERSAL


5.   PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGAN BIOLOGIS

6.     FREKUENSI DAN MONITORING

7.     KUNJUNGAN PRA ANESTESI / PRA SEDASI

7.1.ANAMNESIS

8.     PEMERIKSAAN FISIK

9.     PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN

10. PERENCANAAN ANESTESI

11. MENENTUKAN PROGNONOSIS

12. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN


13. INFORMED CONSENT

14. PERALATAN

14.1. ALAT-ALAT ANESTHESIA

14.2. MESIN ANESTESI

14.3. MONITOR

14.4. VENTILATOR ANESTESI

14.5. SISTEM SIRKULASI

BAB III. DOKUMENTASI

BAB IV. PENUTUP


 

BAB I PENDAHULUAN

1. LATAR
Jumlah prosedur non invasif dan invasif minimal di lakukan di luar ruang operasi telah
berkembang pesat selama beberapa dekade.Sedasi, analgesia atau keduanya mungkin diperlukan
untuk banyak prosedur intervensi dan diagnostik. Perawatan individual penting ketika
menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi analgesia prosedural (PSA). Pasien mungkin
perlu obat anti kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.Manajemen sedasi dapat berkisar dari sedasi
minimal, sejauh anestesi minimal.

Berbagai prosedur yang memerlukan sedasi prosedural dilayani lebih baik dengan
mempertimbangkan tujuan sedasi prosedural dan menentukan apakah pasien tertentu
memerlukan intervensi farmakologis untuk memenuhi tujuan selama prosedur.

2. TUJUAN
2.1. Tujuan Umum :
Sebagai acuan untuk pemberian sedasi untuk pasien yang akan menjalani prosedur di IGD,
radiologi, kedokteran gigi.

2.2. Tujuan Khusus :


Ada beberapa tujuan daripada sedasi :
Keselamatan pasien
Meminimalkan rasa sakit dan kecemasan terkait dengan prosedur
Meminimalkan gerakan pasien selama prosedur
Memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur dan pasien kembali sadar secepat
mungkin
Indikasi untuk sedasi prosedural dapat bervariasi dari pasien ke pasien berdasarkan tingkat
kecemasan dan rasa sakit yang terkait dengan prosedur.Perawatan individual penting ketika
menentukan apakah pasien membutuhkan sedasi prosedural.Pasien mungkin perlu obat anti
kecemasan, obat nyeri, imobilisasi.

Tingkatan sedasi dari ringan sampai dalam :

 Sedasi Minimal (anxiolysis). Dalam keadaan ini pasien dapat merespon perintah verbal dan
mungkin memiliki beberapa gangguan kognitif, tetapi tidak ada efek pada status
 Sedasi Moderat. Ada depresi kesadaran, tetapi pasien dalam keadaan in dapat merespons
dengan tepat perintah verbal, baik sendiri atau bersama dengan stimulasi taktil cahaya.
Pasien mampu mempertahankan jalan nafas secara independen, ventilasi yang cukup dan
fungsi jantung biasanya terpengaruh oleh obat yang
 Sedasi Dalam. Pasien pada kondisi ini tidak mudah terbangun, tetapi merespon dengan
sengaja (tidak hanya menarik) setelah stimulasi berulang atau menyakitkan. Pasien mungkin
memerlukan bantuan menjaga jalan nafas dan ventilasi yang cukup, tetapi status
kardiovaskuler normal dipertahankan selama
 

SEDASI RINGAN/ SEDASI


  MINIMAL SEDASI BERAT/DALA ANESTES
TINGKATAN (ANXIOLYSIS ) SEDANG M I UMUM

   
  Respons            Tidak
normal Merespons sadar,
  Merespons setelah diberikan meskipun
terhadap         terhadap stimulus dengan
RESPONS stimulus verbal stimulus berulang/stimulu stimulus
sentuhan s nyeri nyeri

    Tidak     Sering
JALAN NAPAS Tidak terpengaruh perlu Mungkin       memerluka
intervensi perlu intervensi n intervensi

Sering
VENTILASI Dapat            tidak
SPONTAN Tidak terpengaruh Adekuat tidak adekuat adekuat
    Biasanya
FUNGSI   dapat Biasanya        
KARDIOVASKUL dipertahanka dapat Dapat
ER Tidak terpengaruh n dengan dipertahankan terganggu
baik dengan baik
 

3. PENGERTIAN
Sedasi adalah anestesi mana obat diberikan untuk menenangkan pasien dalam suatu periode yang
dapat membuat pasien cemas, tidak nyaman, atau gelisah. Seringkali diberikan kepada pasien
segera sebelum pembedahan atau selama prosedur medis tidak nyaman.Sedasi menggunakan
obat-obatan sedatif.
Sedasi adalah tehnik di mana satu atau lebih obat yang digunakan untuk menekan sistem saraf
pusat dari pasien sehingga mengurangi kesadaran pasien untuk lingungannya.

Sedasi adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresion dari sistemsaraf pusat
sehingga memungkinkan untuk dilakukan tindakan. Selama tindakan, kontak verbal dengan
pasien harus tetap terjaga.Berdasarkan definisi   ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang  
berhubungan dengan     teknik yang     dilakukan dapat didefinisikan sebagai anestesi umum.
Selama sedasi, diharapkanpasien dapat dipertahankan jalan napas dan refleks protektif. Telah
disarankan suatu konsep ‘sedasi dalam’, akan tetapi definisi terhadap hal ini belum jelas.

Kebanyakan prosedur, yang dilakukan pada orang dewasa dalam keadaan sadar, tetapi pada anak
memerlukan anestesi umum terutama jika prosedur dengan waktu yang lama atau menyakitkan.
Namun, sekarang ada peningkatan minat dalam penggunaan regimen sedativa pada bidang
pediatri. Hal ini disebabkan karenakurang invansif

dibandingkan dengan anestesi umum serta lebih murah.Mungkin lebih sulit untukmenentukan
tingkat sedasipada anak serta kemungkinan bahaya teranestesi dapat terjadi.

Pedoman terbaru dari Department Of Health On General Anaesthesia And Dentistry telah


merekomendasikan untuk lebih banyak menggunakan sedasi sadar dan lokal anestesi, sisanya
untuk keadaan yang sangat mutlak baru menggunakan anestesi umum.Jika pemilihan     pasien    
dilakukan secara     cermat,       dan dengan prosedur yang sesuai,penggunaan sedasi bisa sangat
berhasil.
 

BAB II TATA LAKSANA


 
1. KUALIFIASI DAN KETRAMPILAN
Semua penggunaan sedasi harus mempunyai:
 Staf trainer dan asisten khusus. Termasuk staf medis dan dental staf, perawatdan personil
operasi   lain   dalam Instalasi   ini, yang   semuanya harus terlatih dalam aspek teoritis dan
klinis tentang sedasi dan masing-masing mengerti jelas tentangperan serta mereka.
 Orang yang melakukan prosedur didefinisikan sebagai ‘operator’ dan orang yang terlatih
secara terpisah mengelola sedasi dan merawat anak selama prosedur,disebut „anestetist?.
 Sistem pengorganisasian perawatan pasien termasuk:
 Penilaian pra operasi, informasi pra-dan pasca operasi
 Protokol
 Pemberian informed
 Tersedianya monitoring dan peralatan yang terawat. Monitoring minimal meliputi tingkat
kesadaran, nyeri, frekuensi dan pola pernapasan, denyut nadi. Jika menggunakan sedasi IV,
pengunaan oksimetri nadi merupakan   prosedur standar dan pada banyak prosedur lainnya
monitoring tekanan darah,elektrokardiogram dan suhu semakin sering digunakan secara
 Fasilitas
 Pelatihan basic life support, dan idealnya ada pelatihan Advanced life
 Pelatihan keterampilan resusitasi secara
 Staf dilatih untuk membantu dalam pengelolaan darurat
 Rekam
 

Prosedur yang dapat dilakukan dengan sedasi :

Ektraksi gigi Penjahitan minor


Pengangkatan jahitan
Dressings seperti luka bakar Radiologi : CT Scan Penggantian/pengangkatan
plester
 

2. KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi untuk sedasi :

 Pasien menolak / keluarga


 Bayi kecil dengan prosedur tidak menyakitkan, misalnya komputer tomografi, biasanya
dapat dengan pemberian makanan dan menjaga tetap hangat sehingga bayinya bisa tidur
selama prosedur. Mereka tidak harus
 Bayi exprematur            < 56         minggu dari          usia            konsepsional, karena
berisiko terjadinyadepresi pernapasan serta sedasi
 Gangguan perilaku
 Diketahuinya ada masalah pada jalan napas, misalnya obstructive sleep apnoea,
abnormalitas
 Adanya penyakit pernapasan yang secara signifikan memerlukan terapi
 Adanya ketidakstabilan jantung yang
 Adanya penyakit ginjal atau hati yang diprediksi akan menghambat bersihan obat sedasi.
 Berisiko secara signifikan untuk terjadinya refluks gastro-esofagus.
 Peningkatan tekanan
 Epilepsi berat atau tidak
 Alergi atau kontraindikasi spesifik untuk obat-obatan sedasi atau gas (misalnya nitrogen
oksida harus dihindari jika dijumpai adanya pneumotoraks).
 Prosedur lama atau
 

3. PENGGUNAAN OBAT
 

Obat yang digunakan untuk sedasi :

Sedasi yang efektif harus memungkinkan prosedur dilakukan dimana anak sementara dalam
keadaan mengantuk,bebas nyeri, dengan ketakutan atau kecemasan yang minimal. Penggunaan
anestesi lokal dan analgesik sederhana sangatlah penting, dan terapi pengalihan perhatian juga
sangat berguna. Orang tua sering dihadirkan, dimana hal ini sangat membantu dalam menjaga
kepercayaan anak.

Kebanyakan obat sedasi, yang diberikan dalam jumlah tertentu, dapat beresiko menghasilkan
ketidaksadaran pada anak.Hal ini dapat menyebabkan hipoksia, hiperkapnia dan berpotensi
terjadi aspirasi. Untuk itu pada penggunaan tehnik sedasi non-anestesi, maka harus mempunyai
margin of safety lebar.

Personil non-anestesi yang memberikan obat sedasi termasuk dokter (terutama ahli radiologi,
gastroenterologis dan kardiologis), perawat spesialis dan dokter gigi, semuanya harus benar-
benar terlatih untuk memberikan pelayanan yang aman dan efektif.

Organisasi sedasi untuk anak di rumah sakit semakin berkembang pesat. Beberapa pusat
pediatrik melatih sedationists yang biasanya berasal dari perawat spesialis (nurse-lead sedation).
Namun, tanggung jawab untuk pelatihan dan pengembangan idealnya harus terletak pada
departemen anestesi dengan konsultan yang membawahi layanan.

Pasien harus dipersiapkan seolah-olah mereka akan mengalami anestesi umum.

Mereka harus:

 Diberitahu tentang prosedur yang akan dilakukan dan telah memberikan persetujuan
tindakan.
 Dilakukan pemeriksaan kesehatan  umum terakhir, dan  diidentifikasi faktor-faktor risiko
potensial seperti alergi atau kondisi medis
 

3.1. Obat Oral


 

Penilaian     dosis obat     oral dalam     bentuk     kombinasi     mungkin     agak sulit, dimana
kemungkinanakan meningkatkansedasi yang efektif tetapi juga berpotensi meni ngkatkan
kejadian efek samping (lihat Kotak 2).

Hal ini terutama terjadi pada bayi yang kecil dan pada anak dengan kelainan ginjal, hati atau
fungsi neurologis dimana kerja obat sukar untuk diprediksi (lihat Kotak3 dan 4).

4. PEMULIHAN DAN REVERSAL


Pemulihan dari sedasi haruslah cepat. Fasilitas pemulihan harus tersedia. Gunakan rejimen    obat
dengan waktu kerja yang paling pendek. Namun, reversal benzodiazepin  mungkin diperlukan.
Flumazenil 1- 2 mcg/kg IV sering digunakan, Sekali-kali nalokson  diperlukan untuk antagonis
efek opioid persisten. Nalokson 4 mcg / kg IV dapat diberikan.

Kotak 2. Agen sedasi oral

Dosis sedasi
Obat oral (mg/kg) Detail

Metabolit aktif = trichlorethanol


Dapat diberikan melalui rektal kadang – kadang
menimbulkan rasa malu
Chloral hydrate 100

50-70 (max 1
Triclofos g) Metabolit aktif = trichlorethanol

Dosis    besar     dapat    meyebabkan     “grey     baby


Trimeprazine 2 syndrome”

Midazolam 0,5 – 1,0 Umum digunakan


Dosis berhubungan dengan efek samping (ataksia,
pandangan ganda, sedasi)

Dapat juga diberikan melalui nasal Dosis rektal dapat


bervariasi

200-500
Diazepam mcg/kg Dapat diberikan melalui rektal

Dapat diberikan melalui nasal juga rektal Halusinasi


mungkin terjadi
Pada umumnya terjadi mual dan muntah Apnue
kemungkinan dapat terjadi
Ketamin 5-10
Catatan: Pada anak yang lebih besar dosis tidak boleh melebihi dosis dewasa normal.
 

Kotak 3. Agen sedasi intravena

Dosis sedasi
Obat (mg/kg) Detail

Apnue mungkin terjadi Amnesia


Gangguan prilaku dapat terjadi
Midazolam 0,5 – 0,2

Diazemuls = lipid formulasi


Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan
tertunda
Diazepam 0,1-0,5

Sering digunakan bersama propopol


Midazolam   atau ketamin dapat   digunakan
Fentanyl, melalui oral Apnea, mual & muntah dapat terjadi
diazepam 0,5 mcg/kg
 

Efek potensiasi dengan obat sedasi lainnya

Ketamin 0,5 – 1,0 Dapat diberikan melalui IM, oral, IV Sering


digunakan dengan benzodiazepam

Beresiko apnue
Beresiko menginduksi anestesi
Propopol Dalam evaluasi
 

Kotak 4. Agen sedasi inhalasi

Obat Dosis Detail

50 % N2O dalam Memberikan analgesia Membutuhkan kerja sama


Nitrous Oxide O2, 70 % dalm O2 pasien Umum menimbulkan Mual Dysphoria

Isoflurane,
enflurane 1 % dalam udara Masih dalam evaluasi
 

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka
bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini.Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa
anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan
anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi
atau dokter yang sudah berpengalaman.

5. PEMBAGIAN PEDIATRI BERDASARKAN PERKEMBANGAN BIOLOGIS


 
1. Orok ( neonatus ) usia dibawah 28 hari

2. Bayi ( infant) usia 1 bulan – 1 tahun

3. Anak ( child) usia 1 tahun -12 tahun


 
Beberapa perbedaan dengan orang dewasa adalah hal-hal yang menyangkut masalah psikologi,
anatomi, fisiologi, farmakologi dan patologi.

Ada 5 perbedaan mendasar anatomi dari airway pada anak-anak dan dewasa.

1. Pada anak-anak, kepala lebih besar, dan lidah juga alebih besar
2. Laring yang letaknya lebih anterior
3. Epiglottis yang lebih panjang
4. Leher dan trache yang lebih pendek daripada dewasa
5. Cartilago tiroid yang terletak berdekatan dengan airway
 

6. FREKUENSI DAN MONITORING


 

Populasi usia lanjut adalah kelompok yang heterogen, dan kronologis pertambahan usia tidak
selalu paralel dengan kondisi fisiologis. Pasien yang berusia lebih tua menunjukkan sejumlah
komorbiditas, riwayat pengobatan yang banyak, dan kurangnya cadangan fisiologis. Pasien usia
lanjut lebih sensitif terhadap efek sedatif dan depresan dari obat-obatan yang digunakan untuk
sedasi dan juga mengalami peningkatan risiko untuk efek samping aditif ika diberikan obat-
obatan kombinasi. Jika episode singkat dari hipotensi atau desaturasi mungkin tidak bermakna
pada pasien muda, episode yang sama pada pasien usia lanjut dapat mengakibatkan konsekuensi
serius, seperti aritmia dan iskemia jantung.

Pemantauan klinis pada pasien usia lanjut mungkin lebih dituntut dibandingkan pasien yang
lebih muda. Selama prosedur, individu yang bertugas harus dapat mengawasi pasien.Individu ini
tidaklah melakukan prosedur melainkan harus terus memantau respon, kerjasama, dan tanda-
tanda vital pasien.Karena pasien yang tersedasi harus responsif setiap saat, maka komunikasi
dengan pasien adalah salah satu metode pemantauan yang paling berharga.

Pertimbangan sedasi pada dewasa/orang tua :

1.        Adanya beberapa komorbiditas: penyakit koroner, aritmia


2.        Riwayat cedera serebrovaskular sebelumnya

3.        Kesulitan memposisikan pasien

4.        Nyeri kronis terutama bagian tulang belakang dan spinal

5.        Prevalensi hipoksia kronis dan kebutuhan oksigen di rumah

6.        Gangguan fungsi pendengaran dan visual yang mengganggu komunikasi


7.        Demensia dan disfungsi kognitif 3

7. KUNJUNGAN PRA ANESTESI/PRA SEDASI


ANAMNESIS dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga
pasien. Yang harus diperhatikan pada anamnesis :
 Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan,
 Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit
dalam anesthesia, antara lain :
 Penyakit
 Diabetes mellitus
 Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia,
 Penyakit jantung dan hipertensi (seperti infark miokard, angina pectoris, dekompensasi
kordis)
 Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll)
 Penyakit
 Penyakit
 Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)
 Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan intereaksi
(potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, obat anti
hipertensi , obat-obat antidiabetik,   antibiotik golongan aminoglikosida,obat penyakit
jantung (seperti digitalis, diuretika), monoamino   oxidase   inhibitor,   bronkodilator.
Keputusan untuk melanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi tergantung dari
beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan
tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat
atau dihentikan untuk sementara waktu. Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa
medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu untuk dilakukan
 Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan
kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yang memadai. Beratnya
berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi
seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-obatan. Pada evaluasi pre operatif
dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi
yang serius, termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi
terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologik atau diberi terapi awal
dengan antihistamin, atau kortikosteroid.
 Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu, berapa kali dan selang
waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar,
perawatan intensif pasca
 Riwayat keluarga. Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang
lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita pada usia produktif sebaiknya ditanyakan tentang
kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan, pemeriksaan kehamilan
preoperative merupakan suatu
 Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :
 Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulit induksi anestesi karena
merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan
pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya
untuk menghindari adanya CO dalam darah.
 Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya golongan
barbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis
 Meminum obat-obat penenang atau
 Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi).
 

8. PEMERIKSAAN FISIK
 

Perhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan pemeriksaan
neurologik .Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu dilakukan pemeriksaan
extremitas dan punggung.

Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :

(1)    Keadaan umum


gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi,

(2)    Tanda-tanda vital


 Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan pengeluaran urine
yang adekuat selama operasi .
 Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan bermakna
mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang
besarnya).
 Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah denyutnya.
Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok dan cepat pada
pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering
mempunyai denyut nadi yang cepat tetapi
 Respirasi diobservasi mengenai frekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola
pernapasannya selama
 Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).
 Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyeri
(3)    Kepala dan leher
 Mata : anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)
 Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan
 Gigi : gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kelainan
ortodontik lainnya
 Mulut : Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut … jari), Pergerakan (baik/kurang baik),
sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil
 Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan
 Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas sendi
servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, TMD, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah
 Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai 8T yaitu : Teet, Tongue, Temporo
mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor,
(4)    Thoraks
1. Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau
perikardial rub.
2. Paru-paru.
 Inspeksi : Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis, skoliosis)
Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan ( torakal, torako abdominal/abdominal
torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink
frothy), Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma pancoas)
 Palpasi : Premitus (normal, mengeras, melemah)
 Auskulatasi  : Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler, amporik),
bunyi nafas tambahan (ronchi kering/ wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan
pleura, hippocrates succussion)
 Perkusi : sonor, hipersonor, pekak, redup
 Abdomen.Pristaltik (kesan normal/meningkat/meenurun), Hati dan limpa (teraba/tidak,
batas, ukuran,   per-mukaan),   distensi,   massa   atau   asites (dapat menjadi
predisposisi untuk regurgitasi).
 Kateter (terpasang/tidak), urin [volume : cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24 jam),
oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ,
sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).
 Muskulo Skletal – Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik
/kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot), perfusi ke distal
(perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing fingger, sianosis,
anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus (terutama rencana canulasi vaskuler atau blok
saraf regional)
 

9. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN UJI LAIN.


Pemeriksaanlaboratorium ada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khusus

1. Pemeriksaan laboratorium rutin :


 Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa
perdarahan.
 Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai
 EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai
2. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :
 EKG pada
 Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor
 Fungsi hati pada pasien
 Fungsi ginjal pada pasien
 Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah
 

 Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau kateterisasi
jantung diperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga persiapan dan
penilaian pasien dapat dilakukan lebih
    X
  Hb         –      
  PT / PLT   BUN/   SGOT/ E    
Kondisi preo Lek APT Elekt Gula ra K
perative osit T / BT rolit Creat darah Al.Ph y G Preg T/S
P W

Operasi
dengan
perdarahan X X X

Operasi tanpa
perdarahan

Neonatus X X

Umur < 40 X

Umur40-49 X M

Umur50–64 X X

Umur > 65 X X X X + X

Peny.
Kardiovaskul
ar X X X

Penyakit paru X X

Keganasan X X * * X

Terapi   radias
i X X X

Penyakit hati X X
Terpapar
hepatitis X

Penyakit
ginjal X X X X

Gangguan Pe X X
 Tabel berikut ini merupakan suatu petunjuk untuk menggunakan penilaian klinis dalam
membuat permintaan pemeriksaan
 

rdarahan

Diabetes X X X X

Merokok X X X

Kehamilan X

Pemakaian
diuretik X X

Pemakaian
digoksin X X X

Pemakaian
steroid X X

Pemak.antiko
agulan X X X

Penyakit SSP X X X X X
Tidak semua penyakit termasuk dalam table ini. Simbol : + mungkin dilakukan; * hanya untuk
leukemia; X dilakukan; M dilakukan hanya untuk pria.

10.   PERENCANAAN ANESTESI.


Rencana anestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara umum.

Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :


1. Ringkasan tentang anamnesis pasien , dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik sehubungan
dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan bersamaan dengan
beberapa daftar masalah yang digunakan oleh dokter yang merawat.
2. Perencanaan teknik    anestesi    yang    akan    digunakan    termasuk    tehnik-tehnik khusus
(seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).
3. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila
4. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).
5. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih
6. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa semua
pertanyaan telah
7. Klasifikasi status fisik dan penilaian
 

11.   MENENTUKAN PROGNOSIS


Pada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik menurut
American Society of Anestesiologist (ASA).Hal ini merupakan ukuran umum keadaan pasien.

Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :

ASA 1 : Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang akan

ASA 2 : Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain

penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi
ringan
 ASA 3 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi
belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial,
hipertensi tak terkontrol
 ASA 4 : Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit
yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikum
 ASA 5 : Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja
dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada
pasien koma berat
 ASA 6 : Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan
diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang
Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi huruf E (emergency) atau D (darurat), mis:
operasi apendiks diberi kode ASA 1 E
 
12. PEMERIKSAAN TINGKAT KESADARAN.
Tingkat kesadaran dinilai dengan Glasgow Coma Scale (GCS). Penilaian ini harus dilakukan
secara periodik untuk menulai apakah keadaan penderita semakin membaik atau memburuk.

GCS terendah jumlahnya adalah 3 (koma dalam atau mati), sementara yang tertinggi adalah 15
(sadar penuh). Dari ketiga komponen GCS tersebut motorik merupakan komponen yang paling
objektif. Dan sebaiknnya penilaian untuk satu penderita senantiasa dilakukan oleh orang yang
sama.
Untuk penderita dengan hematoma periorbita yang besar, penilaian komponen mata harus
disesuaikan dengan respon motorik.Demikian pula untuk penderita yang afasia, atau terintubasi,
konponen verbalnya harus disesuaikan dengan respon motorik.Dan untuk itu perlu latihan dan
pengalaman yang berulang-ulang.

Sebagaimana disebutkan oleh Plum dan Postner, tingkat kesadaran tidak akan terganggu jika
cedera hanya terbatas pada satu hemisper saja, tetapi menjadi progresif memburuk jika kedua
hemisfer mulai terlibat, atau jika ada proses patologis akibat penekanan atau cedera pada batang
otak.

Penilaian GCS berdasarkan reaksi yang didapatkan sesuai dengan umur penderita.
 
Mata ? 1 tahun 0 – 1 tahun

Membuka mata
4 spontan Membuka mata spontan

Membuka mata Membuka mata oleh


3 oleh perintah teriakan

Membuka mata Membuka mata oleh


2 oleh nyeri nyeri

Tidak membuka
1 mata Tidak membuka mata

Motori
k ? 1 tahun 0 – 1 tahun

6 Mengikuti perintah Belum dapat dinilai

5 Melokalisasi nyeri Melokalisasi nyeri

4 Menghindari nyeri Menghindari nyeri

Fleksi Abnormal Fleksi Abnormal


3 (dekortikasi) (dekortikasi)

Ektensi abnormal Ektensi abnormal


2 (deserebrasi) (deserebrasi)

1 Tidak ada respon Tidak ada respon


Verbal >5 tahun 2-5 tahun 0-2 tahun

Orientasi baik dan


mampu ber- Menyebutkan    kata   
5 komunikasi yang sesuai Menagis kuat

Disorientasi tapi
mampu ber- Menyebutkan              
4 komunikasi kata yang tidak sesuai Menagis lemah

Menyebutkan    
kata-kata    yang Kadang                 
3 tidak sesuai Menagis dan menjerit menagis        / menjerit lemah

Mengeluarkan Mengeluarkan suara Mengeluarkan                      


2 suara lemah suara lemah

1 Tidak ada respon Tidak ada respon Tidak ada respon

13. INFORMED
Pasien, anggota keluarga atau wali pasien harus diberitahu tentang intervensi bedah dan
kemungkinan komplikasi yang dapat timbul. Kapasitas putusan merupakan prasyarat untuk suatu
informed consent yang sesuai dengan hukum dan moral. Pasien usia lanjut mungkin tidak
sepenuhnya memahami intervensi yang direncanakan, sehingga kerabat terdekat harus terlibat
untuk memperoleh informed consent yang terperinci. Status mental dan kognitif pasien harus
dipertimbangkan dan didokumentasikan.

14.  PERALATAN
 

ALAT-ALAT :
 Mesin anestesi
 Circuit/breathing anestesi
 Ventilator anestesi
 Monitor
 

14.2.    MESIN ANESTESI


1. Gas supplies O2 dan N2O
O2 : warna hijau N2O : warna biru

2. Pressure regulator
 Reduce the high pressure –> 45 psi –> 350 – 500 kpa, 50 – 70 psi, 3 1/2 – 5 atm –>
constant low
 < 25 psi –> automatically shut off
 

14.3.    MONITOR
1. Blood pressure (noninvasive or invasive)
2. ECG (electrocardiograf)
3. Pulse oxymeter
4. Caphinograf
 

14.4.    VENTILATOR ANESTESI


1. Menggunakan daya listrik
2. Ventilator Flowmeter (rotameter)
 Measure gas flow –> FGF
 Have safety systems (FGF, 25%)
3. Vaporizer
4. High flow VAP, or low flow DAP / drawover VAP
5. Temperatur compensated VAP
 

14.5.    SISTEM SIRKULASI.


1. One way value (inspiratory dan ekspiratory)
2. Canister with CO2 absorber (sodalyme or baralyme)
 Ca(OH)2 + NaOH + KOH + Silica
 Ba(OH)2 + Ca(OH)2
3. Oxygen analyzer sensor
 

BAB III DOKUMENTASI


 
Dalam pelaksanaannya sedasi didokumentasikan dalam Formulir pemakaian obat – obatan dan
tehnik yang digunakan didokumentasikan dalam lembar status sedasi.(RM.OR.12).

Formulir ada dalam lampiran.

BAB IV PENUTUP
 
Pelayanan bedah dan anestesi di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan dan
tehnologi dibidang kesehatan.

Penggunaan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah adalah proses yang umum dan merupakan
prosedur yang kompleks di rumah sakit. Tindakan – tindakan ini membutuhkan asesmen pasien
yang lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi, monitoring pasien yang
berkesinambungan dan kriteria transfer untuk pelayanan berkelanjutan, rehabilitasi, akhirnya
transfer maupun pemulangan pasien.

Anda mungkin juga menyukai