Anda di halaman 1dari 19

REFRAT ORAL SURGERY

TEKNIK SEDASI
DALAM KEDOKTERAN GIGI BEDAH MULUT

Disusun oleh:

Reni Putri Merliyanti, S.KG (2017 – 16 - 103)


Rezha Darmawan A., S.KG (2017 – 16 - 104)
Ridwanto Congga, S.KG (2017 – 16 - 105)
Rini Annisa, S.KG (2017 – 16 - 106)

Pembimbing:
Lukas Kusparmanto, drg., MARS

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS PROF.DR.MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ................................................................................................... i

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI ............................................................................................ 2-3

1. SEDASI

2. SEDASI SADAR (CONSCIOUS SEDATION)

3. SEDASI DALAM (DEEP SEDATION)

B. TEKNIK SEDASI ............................................................................... 3-4

1. SEDASI INTRAVENA

2. SEDASI INHALASI

C. KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN ................................................. 4-6

D. OBAT ATAU AGEN YANG DIGUNAKAN UNTUK SEDASI ...... 6-7

E. INDIKASI DAN KONTRAINDIKASI .............................................. 7-8

F. KOMPLIKASI .................................................................................... 8-10

BAB III LAPORAN KASUS .......................................................................... 11

BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17

i
BAB I
PENDAHULUAN

Secara tradisional, kedokteran gigi telah dilakukan dengan anestesi lokal.

Namun, sedasi diperlukan untuk anak-anak yang tidak kooperatif, pasien dewasa

dengan ketakutan yang sederhana dan fobia terhadap perawatan gigi, dan untuk

pasien yang secara medis (penyakit kardiovaskular, asma, epilepsi kronis,

spastisitas, parkinsonisme) dan juga bagi mereka yang memiliki serangan pingsan

atau tersedak.1

Sejak karya awal Langa dengan nitrous oxide dan Jorgenson menggunakan

perantara intravena, berbagai teknik sedasi untuk kedokteran gigi telah dijelaskan.

Pasien dapat tetap sadar sepenuhnya atau bisa hampir menjadi setengah sadar,

ketika tekhnik lain dari sedasi dalam (deep sedation) atau anastesi ultralight

digunakan.1

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

A.1. Sedasi

Adalah penggunaan obat untuk menghasilkan keadaan depresi

dari sistem saraf pusat sehingga memungkinkan dilakukan tindakan.

Selama tindakan, kontak verbal dengan pasien harus tetap terjaga.

Berdasarkan definisi ini, maka setiap kehilangan kesadaran yang

berhubungan dengan teknik yang dilakukan dapat didefinisikan

sebagai anastesi umum. Selama sedasi, diharapkan pasien dapat

dipertahankan jalan nafas dan reflek protektif. Sedasi terbagi menjadi

dua yaitu : 1

A.1.1. Sedasi Sadar (Conscious Sedation)

Adalah suatu keadaan depresi kesadaran setelah terinduksi

obat di mana pasien dapat berespon terhadap perintah verbal

secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil

cahaya. Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas

paten dan ventilasi spontan masih adekuat. Fungsi

kardiovaskuler biasanya dijaga.2

A.1.2. Sedasi Dalam (Deep Sedation)

Adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi

kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi

2
akan berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan

sakit. Kemampuan untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat

terganggu dan pasien dapat memerlukan bantuan untuk menjaga

jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.2

B. Teknik Sedasi

Banyaknya teknik sedasi, yang telah dijelaskan, pastikan bahwa teknik

yang ideal tidak ada. Teknik sedasi oral, rektum, dan intramuskular disebut

sebagai premedikasi. Premedikasi diberikan sebelum operasi untuk

menghasilkan narcosis dan periode laten dapat berkisar dari 15 hingga

lebih dari 30 menit. Istilah sedasi digunakan untuk menggambarkan teknik

di mana tindakan klinis berkembang lebih cepat dan istilah ini biasanya

diterapkan kepada teknik inhalasi dan intravena. Idealnya, agen sedasi

seharusnya diberikan di pagi hari dan pasien dapat melanjutkan

kegiatannya seperti biasa pada hari berikutnya.1

B.1. Sedasi Intravena

Sedasi intravena adalah teknik anestesi sangat cocok

diaplikasikan pada tindakan bedah kecil sampai sedang. Teknik ini

aman dan memberikan kenyamanan saat tidur tanpa banyak efek

samping seperti yang diakibatkan oleh anestesi umum. Tidak seperti

kebanyakan anestesi umum, ada sedikit penurunan kecepatan

pernapasan dan tekanan darah sehingga pasien bernafas dengan tenang

dan perlahan-lahan dengan sendirinya.3

3
Alat bantu pernapasan seperti ventilator tidak diperlukan. Pasien

tidur nyenyak selama proses bedah, tidak ada rasa sakit dan tidak ada

perasaan gelisah. Pasien akan terbangun dengan cepat dan nyaman

tanpa mengingat apapun mengenai prosedur bedah yang telah

berlangsung.3

Kebanyakan pasien lebih memilih jenis anestesi ini dibandingkan

anestesi umum. Pasien merasa lebih nyaman, bangun dalam waktu

beberapa menit dan jarang merasakan mual. Sedasi intravena

merupakan teknik anestesi yang aman, efektif dan mudah diterima

oleh pasien.3

B.2. Sedasi Inhalasi

Sedasi inhalasi merupakan cara pemberian anastetikum yang

diberikan dalam bentuk uap atau gas, yang kemudian masuk kedalam

paru-paru melalui saluran pernapasan, kemudian diabsorbsi oleh darah

dari alveoli paru paru dan masuk kedalam peredaran darah. Melalui

peredaran darah zat anastetikum akan sampai di jaringan otak.4

C. Keuntungan dan Kerugian Teknik Sedasi

C.1. Sedasi Intravena

a. Keuntungan : 1

 Teknik yang sangat efektif

 Onset cepat

4
 Kontrol sekresi air liur memungkinkan

 Menekan refleks mual dan muntah

 Mengurangi gangguan motorik ( epilepsi, cerebral palsy)

b. Kerugian : 1

 Diperlukan venepuncture

 Komplikasi venepuncture

(infiltrasi,hematoma,tromboflebitis)

 Pemantauan yang lebih intensif

 Pemulihan tertunda

 Pengawalan diperlukan

C.2 Sedasi Inhalasi

a. Keuntungan : 1

 Mudah dilakukan

 Onset tindakan cepat

 Tidak berbau

 Tidak meninggalkan efek mabuk

 Pemulihan cepat

 Mual dan muntah jarang terjadi

 Kardio-respirasi stabil

 Integritas reflek terjaga

 Tidak ada persiapan khusus dari pasien

 Tidak diperlukan pengawalan

5
b. Kerugian : 1

 Peralatan mahal

 Bahaya paparan terhadap staf dan perawat gigi

D. Obat atau Agen yang Digunakan untuk Sedasi

D.1. Sedasi Intravena 2

Agen sedasi intravena


Obat Dosis Sedasi Detail
(mg/kg)
Midazolam 0,5 – 0,2 -Apnea mungkin terjadi
-Amnesia
-Gangguan perilaku dapat terjadi
Diazepam 0,1-0,5 -Diazemuls = lipid formulasi
-Waktu paruh panjang, berisiko pemulihan
tertunda
Fentanyl, 0,5 Sering digunakan bersama propopol
diazepam Midazolam atau ketamin dapat
digunakan melalui oral.
-Apnea, mual & muntah dapat terjadi
-Efek potensiasi dengan obat sedasi lainnya
Ketamin 0,5 – 1,0 -Dapat diberikan melalui IM, oral, IV
-Sering digunakan dengan benzodiazepam
Propopol Dalam -Beresiko apnea
evaluasi -Beresiko menginduksi anestesi

6
D.2. Sedasi Inhalasi 2

Agen sedasi inhalasi


Obat Dosis Detail
Nistrous Oxide 50 % N2O dalam -Memberikan analgesia
O2 -Membutuhkan kerja sama pasien
70 % dalam O2 -Umum menimbulkan Mual
-Dysphoria
Sevoflurane 1 % dalam udara Dalam evaluasi

E. Indikasi dan Kontra Indikasi Teknik Sedasi

E.1. Sedasi Intravena 1

 Indikasi

-Pasien dengan kondisi medis tertentu (epilepsi, down syndrome,

cerebral palsy)

-Pasien yang mudah mual dan muntah

 Kontra indikasi

-Pasien anak yang tidak kooperatif (menimbulkan trauma)

-Pasien dengan kecemasan ekstrim

-Pasien dengan kelainan jantung

E.2. Sedasi Inhalasi 1

 Indikasi

-Anak anak yang tidak kooperatif

-Pasien dewasa yang mudah cemas

-Pasien dengan masalah medis (epilepsi, down syndrome, cerebral

palsy)

7
-Pasien yang mudah tersedak

 Kontra Indikasi

-Pasien dengan kecemasan yang ekstrim

-Obstruksi hidung (sinusitis dan pilek)

-Kebiasaan bernafas melalui mulut

-Pasien ISPA

-Pasien dengan masalah kejiwaan serius

-Pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).

-Trimester pertama kehamilan

F. Komplikasi

F.1. Sedasi Intravena 5

1. Kemerahan dan gatal setelah injeksi opioid.

 Treatment : Self limiting, Lidocaine (10 hingga 20 mg) dan

diphenhydramine (25 mg) intravena

2. Phlebitis : Proses inflamasi vena setelah penyisipan jarum atau

kateter yang disertai rasa sakit, memar seperti diskolorasi

pembuluh, peningkatan suhu lokal, dan mengarah ke indurasi dan

decannulation dari pembuluh.

 Treatment : pengobatan bersifat paliatif, kompres hangat,

penggunaan obat-obatan AINS

8
3. Infiltrasi atau ekstravasasi: Disebabkan oleh infus cairan intravena

dan obat-obatan dalam jaringan lunak daripada lumen pembuluh

darah

 Treatment : Tekanan kuat diterapkan di atas tempat

suntikan, kompres hangat, instruksi kepada pasien bahwa

cairan akan diserap oleh jaringan seiring proses pemulihan.

F.2. Sedasi Inhalasi 5

1. Laringospasme: penutupan refleks dari pita suara yang

mengakibatkan sebagian atau seluruhnya/obstruksi glotis.

 Treatment : menghentikan rangsangan yang menyakitkan,

meningkatkan kedalaman anestesi, ventilasi dengan oksigen

100%, pemberian dosis kecil succinylcholine (10-20 mg)

2. Bronkospasme: Intraoperative reflex bronchiolar konstriksi dapat

dimediasi oleh respons lokal terhadap stimulasi saluran napas.

 Treatment : Pemberian inhalasi agonis β2-adrenergik

Untuk bronkospasme berat yang mengancam jiwa,

pemberian ephineprin intravena

3. Kekakuan dinding dada: Fentanil (dan turunannya) dapat

menghasilkan kekakuan dinding dada dalam dosis sebesar 50 μg,

tetapi lebih sering ditemui dengan infus cepat opioid dosis besar dan

penambahan nitrous oxide. Seorang pasien yang mengalami

kekakuan dinding dada tidak bisa bernafas dan tidak bisa

berventilasi melalui tekanan positif.

9
 Treatment : Dosis kecil suksinilkolin (10 hingga 20 mg

intravena), Ventilasi tekanan positif.

10
BAB III

LAPORAN KASUS

Seorang anak perempuan berumur 9 tahun, diantar orang tuanya, datang ke

klinik Special Care Dentistry Bagian Bedah Mulut Rumah Sakit Hasan Sadikin

Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran, Bandung untuk dilakukan

perawatan karena adanya kelainan pada jaringan lunak rongga mulutnya, berupa

benjolan lunak dan tidak sakit. Dari hasil pemeriksaan histopatologi, radiografi,

dan mikroskopi yang dilakukan sebelumnya, pasien didiagnosis dengan ranula

sublingualis.

Rencana perawatan adalah dengan teknik marsupialisasi. Melihat keadaan

pasien yang terlihat sangat cemas dan takut terhadap perawatan yang akan

dilakukan, maka dipertimbangkan untuk dilakukan perawatan dengan teknik

sedasi inhalasi N2O-O2 melalui pertimbangan dengan orang tua dan pasien yang

bersangkutan yang sudah bisa diberi pengertian tentang perawatan rongga

mulutnya.

A. Pemeriksaan klinis

Ekstra Oral: Tidak ada pembengkakan pada wajah

Intra Oral: Tampak adanya pembengkakan pada regio kiri pangkal lidah di

dasar mulut, dan lesi tampak kebiruan, dan kenyal, serta letaknya unilateral.

11
B. Diagnosis

Ranula sublingual pada dasar mulut

Alasan: dari pemeriksaan klinis tampak adanya pembengkakan pada regio

kiri pangkal lidah di dasar mulut, dan lesi tampak kebiruan, dan kenyal,

serta letaknya unilateral.

C. Perawatan :

Tindakan bedah dengan Teknik Marsupialisasi, dengan prosedur ;

 Inspeksi peralatan sedasi inhalasi yang dibutuhkan yaitu kondisi silinder

gas tabung N2O dan O2, regulator yang berfungsi mempertahankan

tekanan gas selama perawatan yang aman serta indikator jumlah gas yang

tersedia

 Anastesi lokal untuk n. lingualis pada membran mukosa

 Langkah selanjutnya adalah insisi pada permukaan bagian atas dari

dinding ranula sepanjang kurang lebih 0,5 inci sampai menembus mukosa

dan dinding ranula

 Cairan kista dibersihkan dengan suction hingga bersih

12
 Lalu diberikan kasa steril pada rongga ranula sampai penuh hingga rongga

terbentuk kembali, kemudian dijahit ditengah tengah garis insisi

 Dinding ranula lalu digunting mulai dari salah satu insisi sampai

mengelilingi permukaan rongga ranula.

 Kemudian, dilakukan penjahitan mengitari hasil guntingan untuk

menyatukan dinding ranula dengan mukosa dasar mulut. Kasa steril

dikeluarkan dari rongga kista dan diganti dengan tampon iodoform.

 Luka bekas robekan ditutup dengan periodontal pack.

 Pasien diinstruksikan untuk datang kontrol setelah 1 minggu kemudian.

13
D. Pembahasan

Ranula disebut juga sebagai kista retensi yang terletak pada dasar mulut

meliputi saluran kelenjar submandibula, kelenjar sublingual atau kelenjar mukus

dasar mulut akibat obstruksi dari kelenjar submandibula atau kelenjar sublingual.

Ranula disebabkan oleh penyumbatan saluran kelenjar saliva, trauma yang

menyebabkan duktus dapat tertutup, serta oleh karena inflamasi atau degenerasi

dari kelenjar sublingual yang menyebabkan penyempitan duktus sehingga akan

menghambat aliran saliva. Patogenesisnya berasal dari obstruksi duktus oleh batu,

dan ruptura duktus yang akan menahan sekresi ludah. Gejala klinis adalah ranula

tumbuh lambat, tidak sakit, unilateral, letaknya di dasar mulut atau pada garis

tengah mulut atau bilateral. Pengobatan dan perawatan ranula dilakukan dengan

marsupialisasi, enukleasi seluruh kista, atau dengan bedah krio.4

14
Sedasi inhalasi berguna untuk mengatasi rasa cemas, rasa nyeri dan takut

pasien dalam menghadapi perawatan gigi. Teknik sedasi inhalasi dengan N2O-O2

merupakan teknik yang paling praktis karena hanya memakan waktu yang relatif

singkat dan terjadi pemulihan segera, sehingga sangat efektif digunakan pada

penderita rawat jalan. Pada kasus ini digunakan teknik sedasi inhalasi karena

pasien masih berumur 9 tahun, masih dapat ditangani secara lokal, mudah

dilakukan dan sedasi inhalasi beperan sebagai tambahan.4

15
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan

1. Sedasi merupakan tambahan dari anastesi untuk menangani sakit secara

fisik dan psikis untuk anak-anak yang tidak kooperatif, pasien dewasa

dengan ketakutan yang sederhana dan fobia terhadap perawatan gigi, dan

untuk pasien dengan keadaan medis tertentu.

2. Sedasi terbagi menjadi dua yaitu sedasi sadar (conscious sedation) dan

sedasi dalam (deep sedation).

3. Sedasi terbagi menjadi dua teknik yaitu sedasi intravena dan sedasi

inhalasi.

4. Teknik sedasi akan efektif tergantung dari indikasi dari pasien.

2. Saran

1. Sedasi hanya digunakan sebagai pilihan akhir dalam perawatan sebelum

dilakukan anastesi umum yang dilakukan pada pasien tertentu.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Neelima Anil Malik. “Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery”. 3th

Ed, Jaypee Brothers; 2012. Hal 201.

2. Tersedia di: https://www.scribd.com/document/338130178/PANDUAN-

PELAYANAN-SEDASI . Diakses pada tanggal : 23 Maret 2018

3. Tersedia di: https://www.iosc.com.sg/ms/pilihan-anestetik. Diakses pada

tanggal : 17 Maret 2018

4. Harun Achmad, Dini Safitri, Kirana Lina Gunawan. Penggunaan sedasi

inhalasi N2O-O2 pada penatalaksanaan marsupialisasi ranula rongga

mulut anak anxiety patient . Dentofasial, V ol.7(2), Oktober 2008:79-87

5. Laskin MD. Clinician’s Handbook of Oral and Maxillofacial Surgery. 1st

ed, Quintessence Publishing Co Inc; 2010. Hal 243-247

17

Anda mungkin juga menyukai