Anda di halaman 1dari 15

SEDASI

05.07  HENDRAYANA TAUFIK  

Sedasi dapat didefinisikan sebagai penggunaan agen-agen farmakologik


untuk menghasilkan depresi tingkat kesadaran secara cukup sehingga
menimbulkan rasa mengantuk dan menghilangkan kecemasan tanpa
kehilangan komunikasi verbal.

The American Society of Anesthesiologists menggunakan definisi berikut


untuk sedasi :

Sedasi minimal adalah suatu keadaan dimana selama terinduksi obat,


pasien berespon normal terhadap perintah verbal. Walaupun fungsi kognitif
dan koordinasi terganggu, tetapi fungsi kardiovaskuler dan ventilasi tidak
dipengaruhi.

Sedasi sedang (sedasi sadar) adalah suatu keadaan depresi kesadaran


setelah terinduksi obat di mana pasien dapat berespon terhadap perintah
verbal secara spontan atau setelah diikuti oleh rangsangan taktil cahaya.
Tidak diperlukan intervensi untuk menjaga jalan napas paten dan ventilasi
spontan masih adekuat. Fungsi kardiovaskuler biasanya dijaga.

Sedasi dalam adalah suatu keadaan di mana selama terjadi depresi


kesadaran setelah terinduksi obat, pasien sulit dibangunkan tapi akan
berespon terhadap rangsangan berulang atau rangsangan sakit. Kemampuan
untuk mempertahankan fungsi ventilasi dapat terganggu dan pasien dapat
memerlukan bantuan untuk menjaga jalan napas paten. Fungsi kardiovaskuler
biasanya dijaga.

Dapat terjadi progresi dari sedasi minimal menjadi sedasi dalam di mana
kontak verbal dan refleks protektif hilang. Sedasi dalam dapat meningkat
hingga sulit dibedakan dengan anestesi umum, dimana pasien tidak dapat
dibangunkan, dan diperlukan tingkat keahlian yang lebih tinggi untuk
penanganan pasien. Kemampuan pasien untuk menjaga jalan napas paten
sendiri merupakan salah satu karakteristik sedasi sedang atau sedasi sadar,
tetapi pada tingkat sedasi ini tidak dapat dipastikan bahwa refleks protektif
masih baik. Beberapa obat anestesi dapat digunakan dalam dosis kecil untuk
menghasilkan efek sedasi. Obat-obat sedative dapat menghasilkan efek
anestesi jika diberikan dalam dosis yang besar.

INDIKASI PENGGUNAAN OBAT-OBAT SEDATIF

Premedikasi

Obat-obat sedatif dapat diberikan pada masa preoperatif untuk mengurangi


kecemasan sebelum dilakukan anestesi dan pembedahan. Sedasi dapat
digunakan pada anak-anak kecil, pasien dengan kesulitan belajar, dan orang
yang sangat cemas. Obat-obat sedatif diberikan untuk menambah aksi agen-
agen anestetik. Pemilihan obat tergantung pada pasien, pembedahan yang
akan dilakukan, dan keadaan-keadaan tertentu: misalnya kebutuhan pasien
dengan pembedahan darurat berbeda dibandingkan pasien dengan
pembedahan terencana atau pembedahan mayor. Penggunaan oral lebih
dipilih dan benzodiazepin adalah obat yang paling banyak digunakan untuk
premedikasi.

Sedo-analgesia

Istilah ini menggambarkan penggunaan kombinasi obat sedatif dengan


anestesi lokal, misalnya selama pembedahan gigi atau prosedur pembedahan
yang menggunakan blok regional. Perkembangan pembedahan invasif
minimal saat ini membuat teknik ini lebih luas digunakan.

Prosedur radiologik

Beberapa pasien, terutama anak-anak dan pasien cemas, tidak mampu


mentoleransi prosedur radiologis yang lama dan tidak nyaman tanpa sedasi.
Perkembangan penggunaan radiologi intervensi selanjutnya meningkatkan
kebutuhan penggunaan sedasi dalam bidang radiologi.
Endoskopi

Obat-obat sedatif umumnya digunakan untuk menghilangkan kecemasan dan


memberi efek sedasi selama pemeriksaan dan intervensi endoskopi. Pada
endoskopi gastrointestinal (GI), analgesik lokal biasanya tidak tepat
digunakan, perlu penggunaan bersamaan obat sedatif dan opioid sistemik.
Sinergisme antara kelompok obat-obat ini secara signifikan meningkatkan
resiko obstruksi jalan napas dan depresi ventilasi.

Terapi intensif

Kebanyakan pasien dalam masa kritis membutuhkan sedasi untuk


memfasilitasi penggunaan ventilasi mekanik dan intervensi terapetik lain
dalam Unit Terapi Intensif (ITU). Dengan meningkatnya penggunaan ventilator
mekanik, pendekatan modern yaitu dengan kombinasi analgesia yang
adekuat dengan sedasi yang cukup untuk mempertahankan pasien pada
keadaan tenang tapi dapat dibangunkan. Farmakokinetik dari tiap-tiap obat
harus dipertimbangkan, di mana sedatif terpaksa diberikan lewat infus untuk
waktu yang lama pada pasien dengan disfungsi organ serta kemampuan
metabolisme dan ekskresi obnat yang terganggu. Beberapa obat yang
berbeda digunakan untuk menghasilkan sedasi jangka pendek dan jangka
panjang di ITU, termasuk benzodiazepin, obat anestetik seperti propofol,
opioid, dan agoni α2-adrenergik. Nilai skor sedasi selama perawatan masa
kritis telah dibuat sejak bertahun-tahun, tapi perhatian lebih terfokus akhir-
akhir ini pada pentingnya sedasi harian ‘holds’; strategi interupsi harian
dengan obat-obat sedasi menyebabkan lebih sensitifnya kebutuhan untuk
sedasi. Hal ini bertujuan untuk mengurangi insiden terjadinya komplikasi
terkait penggunaan ventilasi mekanik selama masa kritis dan untuk
mengurangi lama perawatan.

Suplementasi terhadap anestesi umum

Penggunaannya yaitu dari sinergi antara obat-obat sedatif dan agen induksi
intravena dengan teknik ko-induksi. Penggunaan sedatif dalam dosis rendah
dapat menghasilkan reduksi signifikan dari dosis agen induksi yang
dibutuhkan, dan dengan demikian mengurangi frekuensi dan beratnya efek
samping.

TEKNIK PENGGUNAAN

Penggunaan obat sedatif memerlukan keterampilan dan kehati-hatian, penting


karena bisa terjadinya progresi progresi dari sedasi ringan menjadi anestesi
umum. Dahulu obat-obat sedatif digunakan melalui bolus intravena intermiten.
Terdapat variasi yang cukup besar dari respon individual terhadap dosis yang
diberikan dan terdapat banyak keadaan di mana praktisi medis tanpa
pelatihan anestetik menggunakan sedatif. Teknologi terbaru dalam pompa
infus dengan kontrol mikroprosesor telah meningkatkan keamanan
penggunaan sedatif. Sistem patient-controlled analgesia telah diprogram
untuk patient-controlled sedation, biasanya untuk mempertahankan sedasi
setelah dosis bolus awal digunakan oleh dokter. Setelah sistem tersebut
sepenuhnya terkontrol oleh pasien, dosis rata-rata obat sedatif menurun
sementara jarak pemberian meningkat.

Pada target-controlled infusion, pompa spuit telah diprogram dengan model


farmakokinetik obat dan didesain untuk mencapai konsentrasi plasma ‘target’
yang diinginkan secepat mungkin, sesuai dengan berat badan pasien. Usia
pasien juga seharusnya diperhatikan di mana semakin tua usia pasien,
semakin tinggi sensitivitas efek obat-obat sedatif terhadap SSP. Karena
terdapat variabilitas efek farmakodinamik obat, operator dapat mengubah-
ubah level target.

Pemakaian sedasi yang aman

Pemakaian sedasi yang aman bertujuan untuk membuat prosedur lebih aman
dan meminimalkan resiko terhadap pasien. Ketika sedasi digunakan di luar
lingkungan operasi, perlu dipastikan tersedianya fasilitas yang adekuat,
peralatan, dan orang yang berkompeten. Beberapa panduan pemakaian telah
diperkenalkan untuk mengatasi hal ini. Panduan terkait penggunaan sedasi
untuk endoskopi GI, prosedur di bagian darurat, prosedur pembedahan gigi,
dan sedasi pada anak-anak merupakan beberapa tema yang diangkat.
Kelayakan pasien untuk menjalani prosedur dengan sedasi harus dievaluasi:
misalnya pasien dengan masalah jalan napas tidak boleh menggunakan
prosedur ini. Fasilitas harus tersedia untuk memonitor kondisi fisiologis seperti
saturasi oksigen arterial, dan individu yang melakukan prosedur tidak
bertanggungjawab memonitor kondisi pasien pada saat bersamaan. Seorang
personel harus dilatih untuk dapat mengenali, dan berkompetensi untuk
menangani komplikasi kardiorespirasi, dan peralatan resusitasi harus lengkap
dan tersedia secepatnya.

OBAT-OBATAN SEDATIF

Kebanyakan obat-obatan sedatif dikategorikan dalam satu dari tiga kelompok


utama, yaitu: Benzodiazepin, neuroleptik dan agonis a2- adrenoseptor. Obat-
obatan ini lebih sering di klasifikasikan sebagai jenis anestesi intravena,
terutama propofol dan ketamin, juga digunakan sebagai obat sedatif dengan
dosis subanestetik; farmakologi obat ini telah dijelaskan pada bab 3. Anestesi
inhalasi juga sering digunakan sebagai sedatif dalam kadar subanestetik.

BENZODIAZEPIN

Obat-obatan ini awalnya dikembangkan untuk keperluan obat anxiolytik dan


hypnotik dan pada tahun 1960-an menggantikan obat barbiturat oral. Agar
sediaan parenteral tersedia, mereka terus mengembangkan di anestesi dan
perawatan intensif. Semua benzodiazepin mempunyai efek farmakologi yang
sama, efek terapi ini ditentukan oleh potensi dan ketersediaan obat-obatan.
Benzodiazepin diklasifikasi berdasarkan lama kerja obat, yaitu sebagai lama
kerja panjang (diazepam), lama kerja sedang (temazepam), lama kerja
pendek (midazolam).

FARMAKOLOGI

Mekanisme Aksi
Benzodiazepin bekerja oleh daya ikatan yang spesifik pada reseptor
benzodiazepin, yang mana merupakan bagian dari kompleks reseptor asam g
aminobutirik (GABA). GABA merupakan inhibitor utama neurotransmiter di
susunan saraf pusat (SSP), melalui neuron-neuron modulasi GABA ergik.
Reseptor Benzodiazepin berikatan dengan reseptor subtipe GABAA. Berikatan
dengan reseptor agonis menyebabkan masuknya ion klorida dalam sel, yang
menyebabakan hiperpolarisasi dari membran postsinpatik, dimana dapat
membuat neuron ini resisten terhadap rangsangan. Dengan cara demikian
obat ini memfasilitasi efek inhibitor dari GABA. Reseptor benzodiazepin dapat
ditemukan di otak dan medula spinalis, dengan densitas tinggi pada korteks
serebral, serebelum dan hipokampus dan densitas rendah pada medula
spinalis. Tidak adanya reseptor GABA selain di SSP, hal ini aman bagi sistem
kardiovaskuler pada saat penggunaan obat ini.

Efek Benzodiazepin pada SSP ditunjukan pada hubungan dengan


kemampuan reseptor.
Dosis midazolam Efek Kemampuan Dosis flumazenil
reseptor (%) untuk membalikan
Dosis rendah Antiepilepsi 20-25 Dosis rendah

Anxiolisis 20-30

Sedasi ringan 25-50

Penurunnan perhatian 60-90

Amnesia

Sedasi kuat

Relaksasi otot
Dosis tinggi Anestesi Dosis tinggi

Reseptor GABA merupakan reseptor dengan struktur besar yang mempunyai


ikatan yang terpisah dengan obat lain yaitu barbiturat, alkohol dan propofol.
Ikatan dengan komponen yang lain pada reseptor benzodiazepin menunjukan
efek sinergis dengan beberapa obat lain. Efek sinergis ini menunjukan bahaya
depresi SSP jika obat digunakan secara bersamaan dan juga menyebabkan
efek farmakologi toleransi silang dengan penggunaan alkohol. Hal ini juga
konsisten dengan penggunaan benzodiazepin untuk mengatasi gejala timbal
balik akut atau detoksifikasi alkohol atau obat-obatan lain.

Antagonis benzodiazepin yaitu flumazenil dapat menempati reseptor tapi tidak


dapat menyebabkan aktifitas. Senyawa benzodiazepin telah dikembangkan
pada reseptor ligand tapi menyebabkan pergerakan terbalik dari agonis,
akibatnya terjadi rangsangan pada otak. Senyawa ini juga merupakan
antagonis dari flumazenil. Gambaran ini merupakan reaksi berlawanan pada
benzodiazepin yang sebelumnya adalah cadangan yang lama dari flumazenil
dan merupakan akibat dari eksaserbasi pada penambahan dosis obat murni.
Lebih dari itu dapat menyebabkan kegelisahan seperti pada hipoksemia dan
toksisitas anestasi lokal, yang seharusnya hal ini diperhatikan terkebih dahulu.

Penggunaan benzodiazepin yang lama menyebabkan penurunan regulasi dari


reseptor dan juga terjadi penurunan ikatan dan funsi dari reseptor, pada
akhirnya menunjukan peningkatan toleransi. Penggunaan yang lama juga
dapat menyebabkan ketergantungan secara fisik maupun mental, yang
walaupun obat ini mempunyai efek adiktif yang rendah dari opiod dan
barbiturat. Hubungan timbal balik yang dalam dapat menyebabkan gejala
klinik yang sama seperti pada penggunaan alkohol akut, oleh sebab itu dosis
benzodiazepin diturunkan secara teratur setelah penggunaan yang lama.

Pada penderita yang telah lama menggunakan obat ini sensitif terhadap efek
dari benzodiazepin dan dosis harus diturunkan secara teratur.

Efek pada SSP

Efek benzodiazepin pada SSP yaitu anxiolysis, sedasi, amnesia dan aktifitas
antiepileptik.

Anxiolysis terjadi pada penggunaan obat dengan dosis yang rendah dan
apabila obat ini digunakan secara efektif untuk pengobatan anxietas yang
akut maupun kronik. Efek yang panjang dari obat oral seperti diazepam dan
chlordaizepoksid dapat mengobati efek timbal balik dari alkohol akut.
Anxiolysis lebih sering terjadi pada saat premedikasi dan pada prosedur yang
salah.

Efek sedasi terjadi pada ketergantungan dosis yang menyebabkan depresi


aktivitas serebral, dan efek sedasi yang ringan pada kemampuan reseptor
yang rendah yang sama dengan pada anestesi umum jika ruang reseptor
terisi. Midazolam terbukti benar aman sebagai obat sedatif intravena.
Benzodiazepin mempunyai efek terapi yang tinggi (berbanding efektif dengan
dosis letal) karena pada dosis yang berlebihan, perbedaan pada densitas
reseptor menyebabkan terjadi reaksi sensitivitas yang berlebihan pada
korteks dan depresi medula. Bagaimanapun hal ini dapat menyebabkan
obstruksi jalan napas bagian atas dan kehilangan refleks protektif yang terjadi
sebelum dalam efek sedasi, dan hal bahaya yang utama yaitu efek sedasi
yang berlebihan atau terjadi self poisoning.

Amnesia paling sering terjadi pada penggunaan benzodiazepin secara


intravena dan yang digunakan pada penderita yang menjalani pengobatan
atau penggunaan pada prosedur yang berulang. Anterograd amnesia
mempengaruhi ambilan informasi. Retrograd amnesia tidak ditemukan pada
penggunaan benzodiazepin. Periode kronik pada amnesia dilaporkan terjadi
pada penggunaan obat oral lorazepam, yang dapat berpotensi bahaya pada
kasus ini.

Aktivitas antiepilepsi, dapat mencegah pengobatan seizure pada subkortikal.


Obat intravena lorazepam dan diazepam dapat digunakan untuk
menghentikan seizure dan clonazepam digunakan untuk membantu terapi
pada terapi epilepsi kronik. Benzodiazepin dapat meningkatkan ambang
aktivitas seizure pada toksisitas anestesi lokal, tapi dapat terlihat sebagai
gejala awal.
Penggunaan benzodiazepin dapat memberikan efek yang menyenangkan
untuk insomnia dan lebih efektif lagi pada insomnia akut. Bagaimanapun
pengobatan yang lama tidak dianjurkan karena dapat memberikan masalah
seperti efek toleransi dan ketergantungan dan yang terpenting yaitu kesulitan
dalam efek timbal balik pada pengobatan. Penggunaan benzodiazepin
sebagai hipnotik sekarang telah digantikan dengan nonbenzodiazepin yang
baru sebagai hipnotik yaitu, zopiklon, dimana obat ini dapat bereaksi pada
reseptor benzodiazepin.

Benzodiazepin menurunkan metabolisme oksigen di otak dan aliran darah


otak, dan juga respon serebrovaskular untuk karbondioksida dilindungi, oleh
sebab itu mereka menyesuaikan untuk digunakan pada beberapa pasien
dengan kelaianan intrakranial. Bagaimanapun harus diketahui bahwa
midazolam tidak dapat mencegah peningkatan tekanan intrakranial bersama
dengan pemasangan intubasi trakeal. Sebagai tambahan, depresi ventliasi
disebabkan oleh benzodiazepin pada pernapasan spontan yang dari pasien
menunjukan peningkatan PCO2 arteri, yang tidak diinginkan jika pemenuhan
tekanan intrakranial menurun.

Efek samping yang tidak diinginkan pada SSP, seperti perasaan mengantuk
dan terjadi kerusakan pada tampilan psikomotor. Meskipun efek residu sedatif
minimal tapi dapat mempengaruhi fungsi kognitif dan koordinasi motorik, yang
seharusnya dapat diperkirakan kapan pengobatan ini dihentikan pada pasien.

Relaksasi Otot

Benzodiazepin menyebabkan reduksi otot ringan yang bisa menguntungkan


misalnya pada penggunaan ventilasi mekanik di unit perawatan intensif, yang
mengurangi resiko dari dislokasi artikular atau saat pemasangan endoskopi.
Bagaimanapun juga relaksasi otot berperan secara responsif pad obstruksi
jalan napas pada penggunaan obat sedatif intravena. Relaksasi otot tidak
berhubungan dengan efek pada neuromuskular junction, tapi menyebabkan
peningkatan pada penghantaran impuls neuron pada medula spinalis dan
penurunan transmisi polisinaptik pada otak.

Efek pada Respirasi

Dosis benzodazepin dapat menyebabkan depresi sentral pada ventilasi .


respon ventilasi terhadap CO2dapat terganggu dan respon dari ventilasi yang
kurang ditandai dengan adanya depresi. Hal ini diikuti juga dengan adanya
sindrom hipoventilasi dan gagal napas tipe 2 yang peka terhadap depresi
pernapasan akibat efek dari benzodiazepin. Depresi ventilasi merupakan efek
eksaserbasi dari obstruksi jalan napas dan hal ini paling sering pada dari yang
sebelumnya. Apabila opiod dan benzodaizepin digunakan secara bersama-
sama akan terjadi efek yang sinergis. Apabila kedua obat ini diberikan
bersama-sama secara intravena, obat opiod harus diberikan terlebih dahulu
dan efeknya dapat diperkirakan. Penurunan dosis benzodiazepin yang
diperlukan sampai 75% harus diantisipasi. Hal ini harus menjadi standar
praktek untuk menyediakan oksigen tambahan dan monitor saturasi oksigen
dengan oximetri selama pemberian obat sedatif secara intravena.

Efek Kardiovaskuler

Benzodiazepin menghasilkan efek hemodinamik yang tidak terlalu besar


dimana mekanisme-mekanisme refleks hemostatik masih tetap terpelihara
dan lebih aman dari agen anastesi intravena. Suatu penekanan pada
resistensi vaskuler perifer menghasilkan sedikit penekanan pada tekanan
arteri. Hipotensi yang signifikan dapat terjadi pada pasien yang mengalami
hipovolemia atau vasokonstriksi.

Farmakokinetik

Benzodiazepin adalah molekul kecil yang relative larut lemak, yang siap
diabsorbsi secara oral dan dengan cepat melewati SSP. Midazolam harus
melewati hepar dulu sehingga hanya sekitar 50% dari dosis oral yang sampai
ke sirkulasi sistemik. Setelah pemberian bolus intravena, penghentian aksi
obat terjadi secara lebih luas dengan proses redistribusi. Dibandingkan
dengan obat-obatan seperti propofol, benzodiazepine memiliki waktu yang
lebih lambat untuk mencapai keseimbangan konsentrasi pada target organ.
Hal ini menganjurkan bahwa harus tersedia waktu untuk menilai seluruh efek
klinis sebelum memberikan suatu kenaikan dosis lebih lanjut. Terdapat
pengikatan protein secara luas. Eliminasi dari metabolisme hepatik mengikuti
ekskresi dari metabolisme renal. Ada 2 jalan utama dari metabolisme meliputi
oksidasi mikrosomal atau konjugasi dengan glukoronidase. Makna dari hal ini
adalah bahwa oksidasi lebih mungkin dipengaruhi oleh usia, penyakit hepar,
interaksi obat dan faktor-faktor lain yang mengubah konsentrasi dari sitokrom
P450. Beberapa dari golongan benzodiazepine, termasuk diazepam memiliki
metabolic aktif yang secara luas memperpanjang efek klinis mereka. Disfungsi
renal terlihat dari akumulasi dari metabolit-metabolit dan ini merupakan satu
faktor penting penundaan pemulihan dari pemanjangan sedasi dari ITU.

DIAZEPAM

Diazepam adalah golongan benzodiazepin pertama yang tersedia untuk


penggunaan parenteral. Tidak larut dalam air dan pada awalnya
diformulasikan dalam propylene glikol, yang sangat iritan untuk vena dan
dihubungkan dengan peningkatan insidens dari tromboflebitis. Suatu emulsi
lemak (diazemuls) ditingkatkan/ditemukan selanjutnya. Kedua formasi
tersebut disediakan dalam ampul 2 ml yang terdiri dari 5 mg/ml. Diazepam
juga tersedia untuk oral yaitu tablet atau sirup dengan 100% bioavibilitas dan
larutan rectal dan supositoria. Eliminasi waktu paru 20-50 jam, tetapi
metabolit-metabolit aktif diproduksi termasuk desmetil diazepam dengan
waktu paru 36-200 jam, clearance menurun pada disfungsi hepar.

Dosis

· Premedikasi : 10 mg oral 1-1,5 jam sebelum operasi

· Sedasi : 5-15 mg IV perlahan-lahan, peningkatan bolus 1-2 mg.


· Status epileptikus : 2 mg, diulang setiap menit sampai kejang berhenti. Dosis

maksimal 20 mg.

· Terapi intensif : Tidak cocok untuk infus, dosis bolus IV 5-10 mg/4 jam.

MIDAZOLAM

Midazolam adalah suatu derivat imidazoensodiazepinedan cincin imidazol


yang mencapai kelarutan air pada pH <>

Dosis

· Premedikasi : 15 mg oral atau 5 mg IM, anak > 6 bulan 70-100 µg/kg

· Sedasi : 2-7 mg IV (lebih tua : <>

· Terapi intensif : IV 0,03-1 mg/kg/j

TEMAZEPAM

Golongan benzodiazepin ini hanya tersedia bentuk oral, namun digunakan


lebih luas sebagai suatu obat premedikasi karena sifat anxiolitiknya.
Pemberian secara oral absorpsinya sempurna tapi membutuhkan waktu
sampai dengan 2 jam untuk mencapai konsentrasi puncak di plasma.
Metabolisme berlangsung di hepar lewat konjugasi dengan glukoronidase dan
tidak ada produksi metabolit yang penting. Memiliki eliminasi waktu paru relatif
lama 8-15 jam. Dosis 20 mg efektif dalam 1-2 jam dan bertahan sekitar 2 jam,
dengan gejala siksa mengantuk. Toleransi dan ketergantungan jarang terjadi
pada pemakaian lama dari temazepam, ditujukan secara luas sebagai suatu
hipnotik.

LORAZEPAM

Obat ini tersedia untuk penggunaan parenteral dan oral, tetapi tidak
digunakan secara rutin sebagai sedatif IV karena dibatasi oleh aksi dari onset
yang pelan. Metabolisme oleh glukoronidasi dengan eliminasi waktu paru 15
jam dan durasi yang lebih panjang dibandingkan temazepam. Jika digunakan
untuk premedikasi, dosis 2-4 mg diberikan malam sebelumnya atau pada
permulaan hari pembedahan. Amnesia adalah suatu tanda yang menyertai
pemberian obat ini.

Saat ini lorazepam IV merupakan drug of choice pada penanganan status


epileptikus, karena memiliki durasi yang lebih panjang untuk aksi antilepilepsi
dibanding diazepam. Juga bisa digunakan untuk penanganan serangan akut
panik yang berat, baik secara IM/IV dengan dosis 25-30 µg/kg (dosis biasa
1,5-2.5 mg). Jalur IM hanya digunakan jika tidak ada jalur lain yang tersedia.

EFEK SAMPING

Efek samping dari benzodiazepin tergantung dosis dan dapat diprediksi dari
efek farmakodinamiknya. Oversedasi, depresi ventilasi, ketidakstabilan
hemodinamik dan obstruksi jalan napas dapat terjadi pada kelebihan dosis
yang tidak diperhatikan dan lebih sering terjadi pada orang tua atau pasien
dengan kondisi yang lemah.

FLUMAZENIL

Flumazenil adalah suatu kompetitif antagonis berafinitas tinggi untuk semua


ligand reseptor benzodiazepin. Obat ini secara cepat melawan semua efek
benzodiazepin di CNS dan juga efek berbahaya yang berpotensi muncul
melawan efek fisiologis termasu depresi respirasi dan kardiovaskuler dan
obstruksi jalan napas.

Flumazenil memiliki sangat sedikit aktivitas intrinsik pada dosis tinggi dan
ditoleransi dengan baik dengan efek samping minimal.

Flumazenil secara cepat dibersihkan dari plasma den dimetabolisme oleh hati.
Flumazenil memiliki waktu paruh eliminasi yang sangat singkat yaitu kurang
dari 1 jam. Lama kerja tergantung pada dosis yang diberikan dan identitas
dan dosis agonis. Berkisar antara 20 menit sampai 2 jam untuk potensi
resedasi jika agonis memiliki waktu paruh yang lebih panjang, yang
mengharuskan suatu periode observasi tertutup.

Dosis dan pemberian

Flumazenil tersedia untuk penggunaan IV dalam ampul 5 ml terdiri dari 100


µg/ml. Dosis efektif yang biasa digunakan adalah 0,2-1 mg diberikan dalam
bentuk 0,1-0,2 mg bolus dan diulang tiap interval 1 menit. Dosis untuk pasien
koma tidak boleh lebih dari 2 mg.

Indikasi

Pemulihan sedasi. Megurangi waktu dari sedasi pada penderita atau pasien
yang lemah. Resiko resedasi membuat obat ini tidak digunakan secara rutin.

Pada keracunan. Terapi dari benzodiazepin kelebihan dosis dapat


menyebabkan tidak sadar dan depresi pernapasan. Dosis ulangan atau infus
terus dibutuhkan sampai konsentrasi dalam plasma agonis menurun. Pada
keadaan koma yang tidak diketahui penyebabnya, flumazenil dapat menjadi
suatu alat diagnostik.

Pada ITU. Perpanjangan sedasi, sering dihasilkan dari akumulasi midazolam


pada pasien dengan gagal ginjal. Dapat diterapi dengan suatu infus dari
flumazenil. Sebagai tambahan bolus obat ini mengurangi efek sedasi dan
bolehmenilai keadaan neurogikal.

Pencegahan

Pasien epilepsi. Pasien epilepsi memiliki resiko kejang khususnya jika suatu
benzodiazepin diresepkan sebagai terapi antiepilepsi.

Ketergantungan benzodiazepin. Gejala putus obat dapat terjadi.


Reaksi cemas. Dapat terjadi pada pemberian secara cepat pada sedasi yang
lama.

Pasien dengan trauma kepala yang berat. Flumazenil dapat mepercepat


suatu peningkatan tiba-tiba dari tekanan intrakranial.

Anda mungkin juga menyukai