Anda di halaman 1dari 15

BAB I

DEFINISI

Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam pelayanan
kesehatan. Tindakan bedah merupakan salah satu tindakan medis yang bertujuan untuk
menyelamatkan nyawa, mencegah kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan
yang dilakukan juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa.
Rumah sakit umum Avisena cimahi merupakan Rumah sakit tipe C, selalu ingin
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan dan melaksanakan Good Clinical Governance yang
berbasis quality dan patient safety sehingga berupaya menyempurnakan pelaksanaan program
keselamatan pasien. Upaya meningkatkan mutu pelayanan kesehatan melalui program sasaran
keselamatan pasien rumah sakit, maka enam sasaran keselamatan pasien diupayakan
terlaksana secara optimal dan berkesinambungan. Atas dasar hal tersebut di atas, maka perlu
disusun Pedoman Pelayanan Instalasi Bedah RSU Avisena Cimahi sebagai suatu acuan
dalam meningkatkan mutu pelayanan di kamar bedah, menurunkan angka kematian dan
kecacatan pada pasien yang menjalani pembedahan. Sebagai rumah sakit yang senantiasa
mengejar standar tertinggi dalam pemberian pelayanan, maka Instalasi Bedah Sentral merasa
perlu menyusun suatu pedoman, agar dapat dijadikan acuan dalam segala proses
pengelolaan kamar operasi, baik dalam penyusunan kebijakan, prosedur, maupun operasional
sehari-hari di Instalasi Bedah.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

Panduan ini membahas tentang bagaimana pelayanan kepada pasien diberikan dimulai
pada saat diterimanya pasien diruang persiapan operasi dilanjutkan ketika pasien mendapat
pelayanan medis atau tindakan pembedahan selesai.
A. Ruang lingkup pelayanan bedah:
1. Asesment pra bedah
2. Inform conset
3. Penandaan area operasi
4. Time out
5. Sign out
6. Laporan operasi
7. Asuhan pasca operasi
B. Jenis Pembedahan
1. Bedah minor
Bedah minor merupakan pembedahan dimana secara relatif dilakukan secara sederhana,
tidak memiliki risiko terhadap nyawa pasien.
2. Bedah mayor
Bedah mayor merupakan pembedahan dimana secara relatif lebih sulit untuk dilakukan
daripada pembedahan minor, membutuhkan waktu, melibatkan risiko terhadap nyawa
pasien, dan memerlukan bantuan asisten, seperti: bedah caesar, radical
mastektomi,open nephrotomi dan lain-lain.
C. Jenis pelayanan bedah
Pelayanan bedah yang dapat dilakukan meliputi pelayanan :
1. Bedah umum
2. Bedah orthopedi
3. Bedah obgyn
4. Bedah urologi
5. Bedah THT
6. Bedah mulut ,
7. Bedah mata.

2
D. Jenis operasi berdasarkan waktu
1. Operasi elektif
Bedah elektif merupakan pembedahan dimana dapat dilakukan penundaan tanpa
membahayakan nyawa pasien dan dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan
yang sudah disetujui dokter anestesi dan dokter bedah. Waktu operasi elektif /
terencana jam 08.00 - 20.00 WIB
2. Operasi cito atau emergensi
Bedah emergensi merupakan pembedahan yang dilakukan dalam keadaan sangat
mendadak untuk menghindari komplikasi lanjut dari proses penyakit atau untuk
menyelamatkan jiwa pasien dan dilakukan pada semua pasien yang harus segera
diambil tindakan pembedahan dalam waktu golden periode. Pelayanan bedah
emergency selama 24 jam.

E. Waktu pelayanan bedah


Pelayanan bedah di rumah sakit umum avisena cimahi 24 jam selama 7 hari dalam
satu minggu.dengan Pengaturan jaga di pelayanan bedah dibuat dengan pola shift sebagai
berikut :
1. Dinas pagi di mulai pukul 08.00 WIB – 16.00 WIB
2. Dinas siang di mulai pukul 12.00 WIB – 20.00 WIB
3. Dinas midle dimulai pukul 10.00 WIB- 18.00 WIB
4. Oncall diluar jam operasional IBS pukul 20.00 WIB-08.00 WIB
5. Dinas hari minggu oncall

3
BAB III
KEBIJAKAN

A. Landasan Hukum
Penyelenggaraan pelayanan bedah Rumah Sakit Umum Avisena sesuai dengan:
1. Undang Undang RI No 17 tahun 2023 tentang Kesehatan
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 / Menkes / Per / IX / 1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medik
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2010 tentang
Izin dan Penyelenggaraan Praktek Keperawatan.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340/Menkes/Per / III / 2012 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit
5. Peraturan Menteri Kesehatan No 1128 tahun 2022 tentang Akreditasi Rumah Sakit
6. Keputusan Dirjen Yanmed HK. 00. 06. 3. 5. 1866 tentang Pedoman persetujuan
Tindakan Medik ( Informed Consent ), 1999.
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
8. Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), Depkes 2006
9. Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Depkes, 2003
10. Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit, Kemenkes 2012
11. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-Depkes, 2001
12. Standar Pelayanan Keperawatan Kamar Bedah di Rumah Sakit, Kemenkes, 2011
B. Kebijakan Umum
1. Kamar bedah merupakan unit pelayanan medis yang memberikan pelayanan
pembedahan
1.1 Kamar bedah melayanani jenis tindakan bedah invasif berdasakan spesialisasinya
yaitu :
1.1.1 Bedah Umum
1.1.2 Bedah Obgin
1.1.3 Bedah Orthopedi
1.1.4 Beah Urologi
1.1.5 Bedah Mulut
1.1.6 Bedah Mata
1.1.7 Bedah THT
4
1.2 Pelayanan kamar bedah melayani pasien langsung atau pasien yang tidak harus
menjalani perawatan dengan menginap di rumah sakit untuk mendapatkan
pelayanan pembedahan yang di sebut dengan One Day Care (ODC).
1.3 Kamar bedah dalam penjadwalan operasi memperhatikan :
1.3.1 Operasi emergency harus mendapatkan prioritas
1.3.2 Operasi elektif sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya
1.3.3 Perubahan penjadwalan baik penundaan atau pun penambahan jadwal operasi
dilakukan atas indikasi kebutuhan dan kondisi pasien harus ada persetujuan
antara dokter bedah , dokter anestesi dan perawat kamar bedah
1.3.4 Pembatalan jadwal operasi harus dijelaskan oleh dokter bedah dan anestesi
kepada pasien/keluarga
1.3.5 Operasi ODC sesuai jadwal ahli bedah
1.4 Kamar bedah dalam memberikan pelayanan pembedahan berkoordinasi dengan
seluruh unit terkait yang ada di rumah sakit (staf penunjang lainnya).
2. Menyediaan sumber daya insani melalui upaya :
2.1 Setiap pembedahan dilakukan secara tim
2.2 Setiap individu yang bertugas di kamar bedah wajib mempunyai memiliki
ketrampilan teknis (kompetensi klinis) dan non teknis.
2.3 Rumah Sakit memberikan kesempatan bagi setiap personil yang bertugas di kamar
bedah untuk memiliki ketrampilan klinis dan non teknis dengan mengikuti kegiatan
pelatihan baik formal maupun non formal.
3. Menyediakan lingkungan sarana dan prasarana yang memenuhi syarat melalui upaya :
3.1 Melakukan identifikasi faktor risiko yang dapat membahayakan pasien dan petugas
kamar operasi serta meminimalisasi dampak kejadian tidak diharapkan yang terjadi.
3.2 Kamar bedah dirancang sedemikian rupa sehingga memenuhi persyaratan dengan
memperhatikan aspek :
3.2.1 Ketersediaan peralatan dan instrument bedah
3.2.2 Sterilitas ruang dengan pembagian sesuai dengan denah kamar bedah sebagai
berikut :
1. Zona kuning
1.1 Ruang transfer
1.2 Ruang persiapan
1.3 Ruang petugas

5
1.4 Ruang pemulihan/RR
1.5 Ruang istirahat
1.6 Ruang bhp dan intrumen
1.7 Kamar mandi dan WC
2. Zona merah
Ruang cuci tangan dan resusitasi bayi
3. Zona hijau
3.1 Kamar operasi 1 dan 2
3.2 Meja operasi
3.3 Lampu operasi
3.4 Meja mayo dan meja instrument
3.2.3 Operasi yang steril ( clean surgery), dilakukan melalui upaya :
1.Prosedur cuci tangan baik bedah mapun non bedah
2.Pembersihan kulit tempat yang akan dilakukan insisi bedah
3.Menggunakan alat pelindung diri (penutup kepala, sarung tangan, pelindung
wajah / masker, skort (apron) / gaun pelindung, sepatu boot)
4.Perawatan luka dan dekontaminasi instrument
5.Pembersihan ruangan rutin, berkala dan sewaktu
6.Pemerikasaan kultur berkala untuk ruangan bedah, AC, meja operasi, meja
instrumen setiap 3 bulan sekali bekerjasama dengan komite PPIRS
4. Monitoring dan jaminan kualitas ( quality assurance and monitoring).
Dalam rangka menjamin mutu dan keselamatan pasien, RS menerapkan strategi :
4.1 Memastikan tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien yang dioperasi
4.2 Menerapkan Surgical Safety Checklist ( sign in, time out dan sign out )
4.3 Keharusan penghitungan kasa dan instrument bedah :
4.3.1 Sebelum operasi dimulai
4.3.2 Saat operasi berlangsung
4.3.3 Sebelum luka operasi ditutup
4.4 Pemantauan mutu melalui penerapan indikator bedah
5. Bila terjadi bencana/hospital disaster plan, kamar bedah siap untuk berperan di dalam
penaggulangannya dengan memberikan pelayanan dan memprioritaskan kasus bencana
yang terjadi yang membutuhkan pelayanan.

6
C. Kebijakan Khusus
1. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan operasi diberikan informasi / penyuluhan
mengenai prosedur yang akan dijalani khususnya prosedur pre medikal/pre anestesi.
2. Pada setiap pasien yang akan dilakukan tindakan operasi prinsip pencegahan dan
pengendalian infeksi selalu dijalankan.
3. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan pembedahan sewaktu di kamar operasi
dilakukan identifikasi meliputi :
3.1 Tepat lokasi
3.2 Tepat prosedur
3.3 Tepat pasien yang akan dioperasi
4. Bila terjadi kecelakaan / kegagalan dari tindak operasi yang dimaksud, hal tersebut
dilaporkan kepada direktur pelayanan.
5. Tim bedah yang terlibat wajib mendokumentasikan atau melaporkan kegiatan selama
tindakan pembedahan yang telah dilakukan dan masuk dalam catatan rekam medis
pasien meliputi :
5.1 Dokter operator :
5.1.1Mencatat prosedur pembedahan
5.1.2Temuan selama pembedahan
5.1.3Sistem drainase
5.1.4Cara pembalutan
5.1.5Instruksi pasca bedah
5.1.6Komplikasi
5.1.7Perdarahan
5.2 Dokter anestesi :
5.2.1Assement pre anestesi
5.2.2Monitoring selama pre anestesi, intra dan pasca bedah
5.3 Perawat yang terlibat :
5.3.1Melakukan pengisian daftar tilik keselamatan perioperatif.
5.3.2Mengisi daftar tilik serah terima perawat ke ruang pulih dan daftar tilik
penghitungan intra operatif.
5.3.3Mengisi lembar pemantauan pasca anestesi.
5.3.4Pendokumentasian asuahan keperawatan

7
BAB IV
TATA LAKSANA
A. Tata Laksana Pelayanan Bedah Pra Operasi
1. Penjadwalan
Penjadwalan operasi adalah kegiatan yang dilakukan untuk mementukan jadwal operasi
elektif dan emergensi, proses penjadwalan operasi adalah sebagai berikut:
1.1Operasi elektif
1.1.1 Dokter dpjp menentukan rencana operasi
1.1.2 Perawat rawat jalan mendaftarkan rencana operasi kebagian penjadwalan di
intalasi bedah melalui telepon atau grup whatsapp
1.1.3 Petugas ibs menerima lapporan rencana operasi electif
1.1.4 Petugas ibs memasukan data pasien rencana operasi di sistem antrol
1.2 Operasi emergy (cito)
1.2.1 Dokter dpjp menentukan cito operasi
1.2.2 Perawat dari rawat inap atau igd melaporkan kepada petugas ibs
1.2.3 Petugas ibs menjadwalkan operasi cito
2. Assessment Pra Bedah
Pengkajian prabedah menjadi acuan untuk menentukan jenis tindakan bedah yang tepat
dan mencatat temuan penting. Hasil pengkajian prabedah memberikan informasi
tentang:
3.1Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya;
3.2Melakukan tindakan dengan aman; dan
3.3Menyimpulkan temuan selama pemantauan.
Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status fisik, data diagnostik,
serta manfaat dan risiko tindakan yang dipilih. Assessment Pra Bedah dilakukan dokter
penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan didokumentasikan dalam formulir
Assessment Pra Bedah. pengkajian prabedah menggunakan formulir prabedah,Formulir
assesmen pra bedah berisi:
3.1 Identitas pasien
3.2 Tanggal dan jam asesmen
3.3 Data subjectif
3.4 Data objectif
3.5 Diagnosa pra operasi

8
3.6 Rencana tindakan
3.7 Estimasi waktu lama tindakan
3.8 Tanda tangan dan nama jelas dokter bedah
Asesmen prabedah dapat dilakuakan di rawat inap, rawat jalan, igd dan instalasi
kamar bedah.
3. Inform Consent
Dalam pemberian rasa aman dan nyaman kepada pasien sangat berhubungan dengan
pemberian informasi yang sejelas – jelasnya mencakup tentang jenis
tindakan,resiko,manfaat dan dampak serta alternatif prosedur/teknik rencana
pembedahan dan point-point sebagai berikut:
2.1 Risiko dari rencana tindakan operasi;
2.2 Manfaat dari rencana tindakan operasi;
2.3 Memungkinan komplikasi dan dampak;
2.4 Pilihan operasi atau non operasi (alternatif) yang tersedia untuk menangani pasien;
2.5 Sebagai tambahan jika dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan risiko dan
alternatifnya didiskusikan.
Pemberian informasi dilakukan dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dan
didokumentasikan dalam formulir persetujuan tindakan kedokteran/ Inform Consent.
Formulir inform consent berisi:
2.1 Identitas penanggung jawab pasien
2.2 Identitas pasien
2.3 Hubungan antara pasien dan penanggung jawab
2.4 Tanggal dan jam inform consent
2.5 Tanda tangan pembuat pernyataan dan saksi dari keluarga
2.6 Tanda tangan dokter dan perawat
4. Konsultasi Dengan Smf Lainnya
Dokter penanggung jawab melakukan konsultasi ke SMF lainnya bila di
perlukan dengan menjelaskan rencana tindakan operasi dengan diagnose tertentu secara
tertulis dan terdokumentasikan dan Untuk operasi yang melibatkan beberapa disiplin
(operasi bersama) atau operasi oleh tim khusus disamping risalah tertulis harus ada
pertemuan khusus antara tim dengan pasien dan keluarganya sebelum operasi
dilaksanakan.

9
5. Penandaan Lokasi Operasi
Penandaan lokasi operasi adalah suatu tindakan pemberian tanda pada daerah yang akan
dioperasi, penandaan dilakukan oleh dokter yang akan melakukan tindakan operasi
(DPJP) serta melibatkan pasien atau keluarga dalam proses pemberian tanda. Berikut
merupakan teknik yang dilakukan dalam penandaan lokasi operasi:
5.1 Penandaan dilakukan dapat dilakukan di unit rawat inap, rawat jalan, igd dan ruang
persiapan operasi
5.1.1 Pasien diberi tanda saat informed consent telah dilakukan.
5.1.2 Pasien harus dalam keadaan sadar saat dilakukan penandaan lokasi operasi.
5.1.3 Tanda yang digunakan berupa tanda panah ( ).
5.1.4 Penandaan dilakukan pada lokasi insisi.
5.1.5 Penandaan dilakukan dengan site-marker (anti luntur, anti air) dan tetap
terlihat walau sudah diberi desinfektan
5.1.6 Penandaan dilakukan dengan melibatkan pasien dan keluarga.
5.1.7 Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), multiple structure (jari tangan, jari kaki, lesi) atau multiple level
(tulang belakang).
5.1.8 Setelah penandaan dilakukan dpjp mengisi formulir penandaan dengan
mengisi identitas pasien,tanggal,jam,rungan dan area yang di tandai
5.1.9 Setelah terisi dokter dan keluarga menndatangani dan menulis nama jelas
5.2 Jenis tindakan operasi yang tidak perlu dilakukan penandaan:
5.2.1 Prosedur yang mendekati atau melalui garis midline tubuh: SC,
Histerektomi, Laparotomi, appendikstomi.
5.2.2 Operasi pada membran mukosa
5.2.3 Perineum
5.2.4 Kulit yang rusak
5.2.5 Operasi pada bayi
6. Serah terima pasien
Pasien yang akan dilakukan tindakan operasi diantar perawat ke ruang operasi, baik
rawat inap, IGD, poliklinik maupun ODC. Agar tidak terjadi kesalahan pasien dan
kesalahan diagnose / tindakan, maka perawat kamar operasi akan melakukan
pemeriksaan pre operasi menggunakan formulir daftar check pre-operasi meliputu:
6.1 Konfirmasi identitas pasien

10
6.2 Inform consent
6.3 Penandaan lokasi operasi
6.4 Alergi
6.5 Persipan darah bila diperlukan
6.6 Profilaksis antibiotik
6.7 Puasa pasien
6.8 Kelengkapan pemeriksaan penunjang
6.9 Tanda vital terakhir
6.10Konsul smf lain
6.11Terpasang infus dan cateter
6.12Tandatangan dan nama perawat serta tanggal dan jam serah terima

B. Tata Laksana Pelayanan Bedah Intra Operasi


1. Prosedur Umum Operasi
3.1 Perawat menyiapkan instrument, alat kesehatan yang di butuhkan serta
menyiapkan implant bila di butuhkan kemudian Perawat instrument serta asissten
dan operator bedah melakukan cuci tangan bedah dan menggunakan baju operasi
yang steril
3.2 Melakukan Aseptik dan antiseptik pada area operasi.
3.3 Pada setiap pasien yang akan dilakukan tindakan operasi harus memperhatikan
dan melaksanakan prinsip pencegahan dan pengendalian infeksi dengan menutup
area non steril dengan linen operasi steril.
2.Melakukan time out dan sign out
Demi peningkatan keamanan pasien, sebelum dilakukan insisi, dokter operator
bertanggung jawab atas pelaksanaan prosedur “time out” dan “sign out” yang tata
caranya sebagai berikut:
2.1Time out
Time-out dilakukan sesaat sebelum tindakan dimulai dan dihadiri semua anggota
tim yang akan melaksanakan tindakan operasi. Selama time-out, tim menyetujui
komponen sebagai berikut:
2.1.1Benar identitas pasien.
2.1.2Benar prosedur yang akan dilakukan.
2.1.3Benar sisi operasi/tindakan invasif.

11
Time-out dilakukan di tempat di mana tindakan akan dilakukan dan melibatkan
secara aktif seluruh tim bedah. Pasien tidak berpartisipasi dalam time-out.
Keseluruhan proses time-out didokumentasikan dan meliputi tanggal serta jam
time-out selesai. Berikut point- point yang di sebutkan pada saat time out:
2.1.1Menyebutkan tanggal dan jam tindakan
2.1.2Menyebutkan pasien nama dan tanggal lahir
2.1.3Menyebutkan diagnosa dan rencana tindakan
2.1.4Menyebutkan nama setiap anggota tim
2.1.5Menyebutkan jumlah instrumen dan bhp yang digunakan
2.1.6Menyebutkan lama tindakan dan resiko perdarahan
2.1.7Menyebutkan jam dan jenis pemberian propilaksis
2.1.8Berdoa
2.2Sign out
Sign out yang dilakukan di area tempat tindakan berlangsung sebelum
pasien meninggalkan ruangan. Pada umumnya, perawat sebagai anggota tim
melakukan konfirmasi secara lisan untuk komponen sign-out sebagai berikut:
2.2.1 Nama tindakan operasi/invasif yang dicatat/ditulis.
2.2.2 Kelengkapan perhitungan instrumen, kasa dan jarum (bila ada).
2.2.3 Pelabelan spesimen (ketika terdapat spesimen selama proses sign-out, label
dibacakan dengan jelas, meliputi nama pasien, tanggal lahir).
2.2.4 Masalah peralatan yang perlu ditangani (bila ada)
3. Konsultasi dengan smf lain
Bila timbul penyulit selama operasi dokter operator minta konsul kepada dokter dari
SMF yang diminta melalui perawat sirkuler (onloop) dan Bila harus dilakukan operasi
bersama maka tanggung jawab utama terhadap pasien tetap berada pada operator
pertama.
4.Menutup luka operasi
Sebelum menutup luka operasi tim bedah harus memeperhatikan alat dengan cara
menghitungan instrumen , kassa, dan bahan medis habis pakai (BMHP) dilakukan
sebelum operasi dan sesudah operasi sebelum penutupan peritoneum, bila terjadi
ketidaksesuaian maka dilakukan penghitungan dan pencarian sebelum Iuka
operasi ditutup.

12
C. Tata Laksana Pelayanan Post Operasi.
1.laporan operasi
Laporan yang tercatat tentang operasi memuat paling sedikit:
1.1 Diagnosis pascaoperasi;
1.2 Nama dokter bedah dan asistennya;
1.3 Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
1.4 Ada dan tidak ada komplikasi;
1.5 Spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
1.6 Jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat transfusi;
1.7 Nomor pendaftaran alat yang dipasang (implan), (bila mempergunakan)
1.8 Tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab Dokter operator
harus mendokumentasi semua tindakan bedah dan kejadian-kejadian yang terjadi
selama pembedahan. Laporan operasi di dokumentasikan sesuai SOP yang telah di
buat paling lambat 24 jam setelah dilakukan operasi.
2. Pemantauan pasien
Pasien diantar ke ruang pulih oleh penata anestesi dan perawat sirkuler dan
diobservasi di Ruang pulih dibawah tanggung jawab SMF Anestesi, kemudian Pasien
dipindahkan ke ruangan sesudah mendapat persetujuan SMF Anestesi dan
diserahterimakan kepada perawat ruangan yang menjemput pasien.
Pemantauan pasien di unit pulih atau RR dengan Memonitoring keadaan
umum pasien, mengukur tanda – tanda vital dan mencatat pada lembar
pengawasan,serta menilai scoring pasca anestesi sebagai berikut:
2.1Aldert score
2.2Bromage score
2.3Steward score
3. Diagnostik/pemeriksaan jaringan
Pemeriksaan diagnostic dapat dilakukan dengan pengambilan sample jaringan ataupun
cairan oleh dokter penanggung jawab,jaringan yang akan di periksakan di masukkan ke
wadah yang sudah di isi cairan buffer formalin 10% dan di informasikan kekeluarga
sebelum di periksakan.
4.Asuhan pasca operasi
Asuhan pasca operasi Adalah kebutuhan asuhan medis, keperawatan dan Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) lainnya sesuai kebutuhan setiap pasien pasca operasi berbeda

13
tergantung dari tindakan operasi dan riwayat kesehatan pasien yang dicatat di rekam
medis dalam waktu 24 jam. Dengan prosedur sebagai berikut:
4.1 DPJP, Perawat dan PPA lainnya membuat rencana asuhan pasca operasi sesuai
kebutuhan.
4.2 DPJP, Perawat dan PPA lainnya membuat pelaksanaan rencana asuhan pasca
operasi dalam bentuk instruksi pada CPPT selesai dalam waktu 24 jam yang ditulis
dalam rekam medis pasien.
4.3 Bila terjadi perubahan kebutuhan pasien dokter ruangan mengkonsulkan pada
DPJP.
DPJP membuat asuhan medis, Perawat membuat asuhan keperawatan dan PPA lainnya
membuat sesuai kebutuhan pasien yang ditulis dalam rekam medis pasien.

14
BAB V
DOKUMENTASI

Evaluasi dokumentasi keperawatan di lingkungan perioperatif sama dinamisnya


dengan kemajuan teknologi di area ini. Proses keperawatan, disertai dengan diagnosis
keperawatan, telah mengambangkan sedikit demi sedikit metode dokumentasi yang sistemik
dan berdasarkan pemikiran yang sesuai dengan kebutuhan pasien berkaitan dengan persiapan
untuk kemudahan, prosedur, dan hasil dari fase pemulihan.
Dokumentasi yang lengkap, jelas, dan konsisten harus terdapat di kamar operasi
rumah sakit. Format yang digunakan untuk mengumpulkan semua informasi yang dibutuhkan
harus mudah digunakan, konsisten, dan komprehensif.
Joint commission mengharuskan dibuatnya rencana perawatan, dan pendokumentasianya
harus terdapat dalam catatan pasien sebelum pelaksanaan prosedur (JCAHO, 1996). Proses
pramasuk sering dimulai dengan wawancara pasien yang direncanakan untuk mengumpulkan
informmasi yang berkaitan dengan kondisi pasien, pengetahuan pasien tentang kondisinya,
sistem pendukung pasien dan rencana periode pemulihan.
Dalam pelaksanaannya semua proses intra operatif didokumentasikan dalam Formulir
pendokumentasian sebagai berikut:
A. Formulir Persetujuan Tindakan bedah
B. Formulir asesment Prabedah
C. Formulir penandaan area operasi
D. Formulir laporan operasi
E. Formulir surgery safty ceklis (SSC)
F. Formulir catatan perkembangan pasien (CPPT)
G. Formulir serah terima antar unit

15

Anda mungkin juga menyukai