YAYASAN SYAFAKILLAH
Jl. Sriwijaya No. 56 Setia Negara Kec. Baradatu Kab. Way Kanan
rs_hajikamino@yahoo.co.id 0812 7209 5786
PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT HAJI KAMINO
NOMOR :071/PER/RS-HK/IV/2022
TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN BEDAH
DIREKTUR RUMAH SAKIT HAJI KAMINO
Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Bedah, maka diperlukan
penyelenggaraan pelayanan Bedah yang berkualitas.
b. Bahwa untuk mendukung pelayanan di rumah sakit, perlu adanya pelayanan
yang tertib administrasi dan tepat pelaksanaannya
c. Bahwa sebagaimana pertimbangan di maksud pada butir a dan b di atas
maka perlu ditetapkan pemberlakuan Pedoman pelayanan Bedah dengan
Surat Keputusan Direktur;
Mengingat : 1. Undang-undang No. 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Thun 2004 tentang Praktek
Kedokteran.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 / Menkes / Per / IX / 1989 tentang
Persetujuan Tindakan Medik
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2010
tentang Izin dan Penyelenggaraan Praktek Keperawatan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 / Menkes / Per / III / 2012 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
129/Menkes/SK/II/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
8. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-
Depkes, 2001
9. Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Depkes, 2003
10. Standar Pelayanan Keperawatan Kamar Bedah di Rumah Sakit, Kemenkes,
2011
11. Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit, Kemenkes 2012
MEMUTUSKAN
Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif.
2. Pembedahan merupakan salah satu tindakan medis yang penting dalam
pelayanan kesehatan. Tindakan pembedahan merupakan salah satu
tindakan medis yang bertujuan untuk menyelamatkan nyawa, mencegah
kecacatan dan komplikasi. Namun demikian, pembedahan yang dilakukan
juga dapat menimbulkan komplikasi yang dapat membahayakan nyawa
3. Tindakan bedah merupakan tindakan yang berisiko tinggi maka harus
direncanakan dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana prosedur operasi
dan asuhan pascaoperasi dibuat berdasar atas pengkajian pasien dan
didokumentasikan. Bila rumah sakit memberikan pelayanan pembedahan
dengan pemasangan implant, maka harus dibuat laporan jika terjadi
ketidak berfungsinya alat tersebut dan proses tindak lanjutnya.
BAB II
PELAYANAN PEMBEDAHAN
Pasal 2
Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi maka pelaksanaannya harus
direncanakan dengan saksama. Pengkajian prabedah menjadi acuan untuk
menentukan jenis tindakan bedah yang tepat dan mencatat temuan penting.
Hasil pengkajian prabedah memberikan informasi tentang:
1. Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya;
2. Melakukan tindakan dengan aman; dan
3. Menyimpulkan temuan selama pemantauan
Pasal 3
Proses Pelayanan Bedah dievaluasi dalam aspek pencatatan didalam rekam
medis pasien.
BAB III
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan Bedah tecantum dalam lampiran
yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan direktur ini.
Pasal 5
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di: Way Kanan
Pada tanggal: 22 April 2022
Direktur Rumah Sakit Haji Kamino
A. Latar Belakang
Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering
dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan:
a. Pengkajian pasien yang lengkap dan menyeluruh;
b. Perencanaan asuhan yang terintegrasi;
c. Pemantauan yang terus menerus;
d. Transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu;
e. Rehabilitasi; dan
f. Transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan.
Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari sedasi
minimal hingga anastesi penuh. Tindakan sedasi ditandai dengan hilangnya refleks pertahanan
jalan nafas secara perlahan seperti batuk dan tersedak. Karena respon pasien terhadap tindakan
sedasi dan anestesi berbeda-beda secara individu dan memberikan efek yang panjang, maka
prosedur tersebut harus dilakukan pengelolaan yang baik dan terintegrasi. Bab ini tidak
mencakup pelayanan sedasi di ICU untuk penggunaan ventilator dan alat invasive lainnya.
Karena tindakan bedah juga merupakan tindakan yang berisiko tinggi maka harus direncanakan
dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana prosedur operasi dan asuhan pascaoperasi dibuat
berdasar atas pengkajian pasien dan didokumentasikan. Bila rumah sakit memberikan pelayanan
pembedahan dengan pemasangan implant, maka harus dibuat laporan jika terjadi ketidak
berfungsinya alat tersebut dan proses tindak lanjutnya.
Standar pelayanan anestesi dan bedah berlaku di area manapun dalam rumah sakit yang
menggunakan anestesi, sedasi ringan, sedang dan dalam, dan juga pada tempat dilaksanakannya
prosedur pembedahan dan tindakan invasif lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis
(informed consent). Area ini meliputi ruang operasi rumah sakit, rawat sehari (ODC), poliklinik
gigi, poliklinik rawat jalan, endoskopi, radiologi, gawat darurat, perawatan intensif, dan tempat
lainnya.
Fokus pada standard ini mencakup:
a. Pengorganisasian dan pengelolaan pelayanan sedasi dan anastesi.
b. Pelayanan sedasi.
c. Pelayanan anastesi.
d. Pelayanan pembedahan.
B. Tujuan
Pedoman Pelayanan Bedah Rumah Sakit Haji Kamino ini disusun dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Sebagai Panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan pembedahan di Rumah
Sakit Haji Kamino, menurunkan angka kematian dan kecacatan pada pasien yang menjalani
pembedahan.
2. Memberikan pelayanan bedah yang aman, memuaskan, dan menghilangkan kecemasan dan
stress psikis lain.
3. Mengurangi dan menurunkan angka kematian, kecacatan, dan infeksi seminimal mungkin.
4. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara terus
menerus dan berkesinambungan.
4
C. Ruang Lingkup Pelayanan pembedahan
1. Asuhan setiap pasien bedah direncanakan berdasar atas hasil pengkajian dan dicatat dalam
rekam medis pasien.
2. Risiko, manfaat dan alternatif tindakan pembedahan didiskusikan dengan pasien dan atau
keluarga atau pihak lain yang berwenang yang memberikan keputusan.
3. Informasi yang terkait dengan operasi dicatat dalam laporan operasi dan digunakan untuk
menyusun rencana asuhan lanjutan.
4. Rencana asuhan pascaoperasi disusun, ditetapkan dan dicatat dalam rekam medis.
5. Perawatan bedah yang mencakup implantasi alat medis direncanakan dengan pertimbangan
khusus tentang bagaimana memodifikasi proses dan prosedur standar.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional pelayanan Bedah dilaksanakan mulai pasien sampai di ruang persiapan
operasi dan diserah terimakan dengan petugas kamar operasi sampai dengan pasien selesai
dilakukan tindakan operasi di ruang pulih sadar/recovery room. Setalah itu pasien dipindahkan
ke ruang rawat atau ke ICU, atau langsung pulang untuk pasien one day care surgery (ODCS).
5
E. Landasan Hukum
1. Undang-undang No. 1 Th 1970 tentang Keselamatan Kerja
2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Thun 2004 tentang Praktek Kedokteran.
3. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 585 / Menkes / Per / IX / 1989 tentang Persetujuan
Tindakan Medik
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 148 Tahun 2010 tentang Izin dan
Penyelenggaraan Praktek Keperawatan.
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 340 / Menkes / Per / III / 20120 tentang Klasifikasi
Rumah Sakit
7. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
8. Petunjuk Pelaksanaan Indikator Mutu Pelayanan Rumah Sakit, WHO-Depkes, 2001
9. Pedoman Kerja Perawat Kamar Operasi, Depkes, 2003
10. Standar Pelayanan Keperawatan Kamar Bedah di Rumah Sakit, Kemenkes, 2011
11. Pedoman Teknis Ruang Operasi Rumah Sakit, Kemenkes 2012
6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Dokter Spesialis bedah dan spesialis lainnya lulus dari pusat pendidikan yang diakui dan
telah mendapatkan SIP (Surat Ijin Praktek) dan SKK (Surat Kewenangan Klinis) dari
Komite Medik. Dokter bedah bertanggung jawab atas pemberian pelayanan Pembedahan.
2. Asisten Bedah
Asisten bedah yang dimaksud dalam pedoman ini adalah seorang perawat terlatih yang
telah menyelesaikan pendidikan maupun pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
pelayanan pembedahan, baik di luar atau di dalam rumah sakit.
7
Intra Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi serta
dokumentasi perawatan pasien selama intra operasi
(2) Melakukan cuci tangan bedah dengan baik dan benar
(3) Menggunakan jas operasi dan sarung tangan steril sesuai dengan jenis
pembedahan, baik di meja mayo maupun di meja tray
(4) Bersama-sama dengan perawat sirkuler menghitung berbagai perlengkapan:
Kasa, instrument, jarum, depper dan lain- lain
(5) Mengatur posisi pasien
(6) Melaksanakan prinsip tehnik antiseptik
(7) Melakukan prosedur drapping
(8) Mengendalikan instrument dan alat-alat secara baik dan benar sesuai
kebutuhan
(9) Melakukan penghitungan jumlah instrument dan bahan habis pakai (kassa,
depper, tampon, dll ) yang digunakan sebelum penutupan luka
Post Operasi :
(1) Melakukan pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, serta
dokumentasi keperawatan pasien selama paska operasi
(2) Memeriksa dan menghitung kembali semua intrument yang digunakan
sebelum pasien di pindahkan ke ruang pemulihan
(3) Melakukan fiksasi drain yang digunakan
(4) Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien
d) Kompetensi
(1) Mampu menyiapkan pasien untuk tindakan operasi (Kelengkapan data dan
kondisi pasien pre operasi)
(2) Mampu melakukan standar Precaution (Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi )
(3) Mampu menyiapkan lingkungan kamar bedah
(4) Mampu menyiapkan instrument bedah, linen dan persediaan alat kesehatan
(5) Mampu mengendalikan kestabilan emosi
(6) Mampu melaksanakan prosedur patient safety
2) Perawat Sirkuler
a) Definisi
Perawat Sirkuler adalah seorang tenaga perawat profesional yang diberi wewenang
dan ditugaskan untuk membantu persiapan kebutuhan operasi dan memonitoring
pasien serta perlengkapan kebutuhan operasi.
b) Kualifikasi
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar dan sertifikat kamar bedah
lanjut/khusus dan BLS dengan pengalaman klinis dikamar operasi minimal 6
bulan
(2) D3 Keperawatan pengalaman klinis dikamar bedah minimal 1 tahun
(3) Memiliki kepemimpinan dalam tim
(4) Semua perawat yang memberikan pelayanan/ asuhan keperawatan di kamar
bedah dan harus mempunyai SIP dan SIK (disamakan untuk ketiga standar)
(5) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan
8
c) Fungsi dan Peran
Pre operasi :
(1) Menerima pasien yang akan dilakukan pembedahan di ruang persiapan
(2) Memeriksa kesiapan fisik dan emosional
(3) Melakukan serah terima pasien dan perlengkapan khusus dari perawat
ruangan
(4) Memberikan penjelasan kepada pasien tentang prosedur persiapan
pembedahan
Intra Operasi :
(1) Memantau dan mengkoordinir semua aktivitas selama tindakan pembedahan
(2) Mengontrol suasana fisik dan emosi tim di kamar bedah
(3) Mengendalikan keamanan dan kenyamanan kamar bedah
(4) Sebagai advokator pasien
(5) Mengaplikasi asuhan keperawatan
(6) Memfasilitasi komunokasi dengan tim bedah
(7) Mengidentifikasi kemungkinan lingkungan yang berbahaya
Post Operasi :
(1) Memastikan kembali kelengkapan semua instrument yang digunakan sebelum
pasien dipindahkan keruang pemulihan
(2) Mengganti alat tenun dan memindahkan pasien
(3) Memastikan fungsi drain yang digunakan berjalan dengan baik
(4) Mendokumentasikan semua tindakan yang dilakukan selama proses
pembedahan
(5) Melakukan monitoring ABC, haemodinamik, kesadaran dan lain-lain
d) Kompetensi
(1) Mampu sebagai scrub nurse
(2) Mampu menyiapkan pasien memasuki area semi ketat/ruang induksi
(3) Mampu bekerja sama dengan tim bedah
(4) Mampu memantau kesadaran pasien dan haemodinamik dan keseimbangan
cairan
(5) Mampu menyiapkan dan mengantisipasi kekurangan peralatan serta bahan
habis pakai dalam waktu cepat
(6) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi
(7) Mampu melakukan supervisi dan pembelajaran klinik
(8) Mampu memfasilitasi komunikasi antara team bedah dan pasien.
(9) Memiliki kemampuan kepemimpinan.
(10) Mampu melakukan supervisi, memberikan saran dan bimbingan
3) Perawat Asisten 2
a) Kualifikasi :
(1) Ners memiliki sertifikat kamar bedah dasar, Sertifikat kamar bedah
lanjut/Khusus BLS (Basic Life Support) dan pengalaman 1 tahun menjadi
perawat scrub nurse di kamar bedah
(2) D3 keperawatan memiliki sertifikat kamar bedah dasar, sertifikat kamar
bedah lanjut/Khusus BLS (Basic life support) dan pengalaman menjadi
perawat scrub nurse dikamar bedah minimal 3 tahun
9
b) Fungsi dan Peran :
(1) Menjadi Asisten 2 operator untuk kelancaran tindakan operasi.
(2) Mampu bekerja sama dan berkomunikasi dengan tim bedah
(3) Menjadi asisten 1 apabila asisten 1 tidak ada.
c) Kompetensi :
(1) Mampu sebagai perawat sirkuler.
(2) Mampu sebagai asisten operator dalam melakukan tindakan operasi.
(3) Memiliki kemampuan tehnuk aseptik antiseptik.
(4) Mampu melakukan persiapan akhir pasien operasi.
(5) Memahami anatomi dasar tubuh,fisiologi, penyembuhan luka yang
berhubungan dengan prosedur pembedahan
b) Fungsi Peran
(1) Mengelola kamar Bedah
(2) Sebagai advocator pasien dan staf
(3) Sebagai peneliti untuk pengembangan kamar bedah
(4) Sebagai pembimbing kepada staff
(5) Sebagai komunikator dalam tim bedah
c) Kompetensi
(1) Mampu mengelola perawatan kamar operasi
(2) Mampu mengkoordinasi antara pasien, tim bedah dan tim anestesi
(3) Mampu menyusun rencana kebutuhan tenaga (SDM) dan sarana prasarana
kamar bedah
(4) Mampu menyusun Standar Prosedur Operasional (SPO)
(5) Mampu melakukan pengawasan, pengendalian dan penilaian/evaluasi
(6) Memiliki kemampuan kepemimpinan
(7) Mampu melakukan supervisi,memberikan saran dan bimbingan
4. Tenaga Lain
1) Pekarya Kesehatan
a) Definisi :
Seseorang yang diberi tugas dan tanggung jawab terhadap kebersihan dan
kesiapan alat penunjang seperti linen dan instrumen dan pengawasan di bawah
kepala ruangan Kamar Bedah dan Waka-Umum
b) Kualifikasi :
Lulusan SLTA/Sederajat, sehat jasmani Rohani, berdedikasi tinggi, mampu
bekerja sama dengan tim, mampu berkoordinasi
10
c) Fungsi dan Peran :
(1) Membersihkan seluruh ruangan di Kamar Bedah pagi, siang dan sewaktu-
waktu
(2) Mengantar dan mengambil linen ke Loundry dan mengambil peralatan
steril ke CSSD
(3) Mengambil barang ke logistik
(4) Mengantar surat-surat ke Instalasi lain
(5) Melaksanakan kebersihan kamar operasi baik sewaktu, harian, mingguan.
(6) Membantu mengantar dan mendorong pasien di pre dan post op
(7) Menyiapkan dan mengambil makanan/minuman ke gizi
(8) Membantu dan memerinci pasien DCS di bawah pengawasan Waka-Umum
(9) Bisa mengikuti rapat dengan Ka Instalasi Kamar Bedah.
2) Tata Usaha
a) Definisi :
Tata Usaha adalah Seseorang yg diberi tugas dan tanggung jawab untuk kegiatan
administrasi di Instalasi Kamar Bedah di bawah pengawasan PJ administrasi.
b) Kualifikasi :
SLTA sederajat yang bisa mengoperasionalkan komputer dan dapat bekerja
secara tim, sehat jasmani rohani dan berdedikasi tinggi
11
B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Tenaga Dokter
a. Distribusi Tenaga Dokter
1) Setiap dokter memiliki hari operasi sesuai jadwal yang ditentukan oleh SMF
masing-masing
2) Apabila ada dokter yang meminta hari tidak sesuai dengan hari operasinya maka
harus melakukan konfirmasi terlebih dahulu dengan kamar operasi agar bisa
dilakukan konfirmasi tentang penjadwalan
c. Tenaga Pekarya
Tenaga pekarya berjumlah 2 orang dengan distribusi pekerjaan di linen, pembersihan
kamar operasi, instrumen dan pengantaran surat-surat.
d. Tenaga Administrasi
Tenaga administrasi kamar operasi berjumlah 1 orang. Bertugas dalam seluruh
keadministrasian di kamar bedah.
Selama 3 bulan perawat-perawat baru mengikuti rotasi, yaitu:
1) Satu bulan pertama diberi pemahaman dan pengenalan tentang cuci tangan,
pemakaian topi, masker, dan baju khusus kamar operasi, diberi pelajaran tentang
infeksi dikamar operasi, pengenalan linen operasi
2) Bulan kedua pengenalan tentang instrumen dan alat tambahan yang akan di
gunakan untuk operasi-operasi khusus
3) Bulan ketiga pengenalan tentang kamar operasi, pada pegawai yang telah
memenuhi kualifikasi dengan double scrub mengikuti bedah umum terus
berputar ke bedah khusus dengan pendampingan perawat yang telah memenuhi
standar kualifikasi, kemudian dilakukan pelatihan bedah dasar dalam satu
perhimpunan HIPKABI.
Dalam hal pendistribusian pada dasarnya tidak boleh menghambat pelayanan, karena
pada dasarnya seluruh staf telah memasuki pembelajaran/ perputaran bedah dasar
12
sehingga apabila tenaga yang telah didistribusikan berhalangan, perawat yang lain
bisa menanggulangi.
C. PENGATURAN JAGA
Adapun jumlah jam kerja yaitu :
1. Dinas pagi di mulai pukul 08.00 WIB – 14.00 WIB
2. Dinas sore di mulai pukul 14.00 WIB – 20.00 WIB
3. Dinas Malam di mulai pukul 20.00 WIB – 08.00 WIB
13
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. DENAH RUANG
Tindakan bedah merupakan tindakan yang berisiko tinggi dan rumit sehingga memerlukan
ruang operasi yang mendukung terlaksananya tindakan bedah untuk mengurangi risiko
infeksi. Selain itu untuk mengurangi risiko infeksi:
a) Alur masuk barang barang steril harus terpisah dari alur keluar barang dan pakaian kotor
b) Koridor steril dipisahkan / tidak boleh bersilangan alurnya dengan koridor kotor
c) Desain tata ruang operasi harus memenuhi ketentuan zona berdasarkan tingkat sterilitas
ruangan yg terdiri dari:
- zona steril rendah
- zona steril sedang
- zona steril tinggi dan
- zona steril sangat tinggi
Selain itu desain tata ruang operasi harus memperhatikan risiko keselamatan dan keamanan.
Kamar Bedah di bagi beberapa area terdiri dari :
1. Area Bebas (Unrestricted Area)
a. Ruang tunggu pasien
b. Ruang tata usaha
c. Ruang Kepala kamar bedah
d. Ruang ganti baju
e. Ruang istirahat
f. Gudang
g. Kamar mandi dan WC
14
Pintu keluar
R. Administrasi
R. Tunggu Dokter
R. Ganti R. Ganti
Ruang
Pria
Recovery Wanita Toilet
Pintu Masuk R. Cuci
Ruang
Kamar Operasi
Resusitasi Kamar Operasi
Obgyn
Bedah
B. FASILITAS RUANGAN
1. Ruang Persiapan (ruang pre-operasi )
2. Ruang Pulih
Ruangan post-operasi menampung 2 tempat tidur yang dilengkapi 2 Tabung O2, 2
suction dan 2 monitor pasien.
3. Ruang Cuci Tangan
Ruang cuci tangan mempunyai 2 keran air dengan tuas panjang, dilengkapi dengan 2
dispenser sabun antiseptik
4. Kamar operasi
C. ALAT KESEHATAN
Alat Anestesi
a. Mesin Anesthesi 2 unit
b. Monitor Anesthesi 2 unit
c. Trolly obat Anesthesi 2 unit
d. Mesin Diatermi 1 unit
e. Suction Pump 3 unit
f. Lampu Operasi 2 unit
g. Lampu operasi cadangan 1 unit
h. Lampu Rongent 2 unit
i. Standar Infus 2 unit
j. Meja Operasi 2 unit
k. Meja Mayo 2 unit
l. Trolley Instrumen Operasi 7 unit
15
Instrument Bedah
a. Set Laparatomi Bedah 2 Set
b. Set Laparatomi Kebidanan 2 Set
c. Set Bedah Tonsil 1 Set
d. Set Appendictomi (Basic dewasa) 1 Set
e. Bedah Gigi dan Mulut 1 Set
16
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
Karena prosedur bedah mengandung risiko tinggi maka pelaksanaannya harus direncanakan dengan
saksama. Pengkajian prabedah menjadi acuan untuk menentukan jenis tindakan bedah yang tepat
dan mencatat temuan penting. Hasil pengkajian prabedah memberikan informasi tentang:
a) Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya;
b) Melakukan tindakan dengan aman; dan
c) Menyimpulkan temuan selama pemantauan.
Pemilihan teknik operasi bergantung pada riwayat pasien, status fisik, data diagnostik, serta manfaat
dan risiko tindakan yang dipilih. Untuk pasien yang saat masuk rumah sakit langsung dilayani oleh
dokter bedah, pengkajian prabedah menggunakan Formulir Asesmen Prabedah (Gambar 1).
Sedangkan pasien yang dikonsultasikan di tengah perawatan oleh dokter penanggung jawab
pelayanan (DPJP) lain dan diputuskan operasi maka pengkajian prabedah dapat dicatat di rekam
medis sesuai kebijakan rumah sakit. Hal ini termasuk diagnosis praoperasi dan pascaoperasi serta
nama tindakan operasi.
17
Pasien, keluarga, dan mereka yang memutuskan mendapatkan penjelasan untuk berpartisipasi dalam
keputusan asuhan pasien dengan memberikan persetujuan (consent). Untuk memenuhi kebutuhan
pasien maka penjelasan tersebut diberikan oleh dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) yang
dalam keadaan darurat dapat dibantu oleh dokter di unit gawat darurat. Informasi yang disampaikan
meliputi:
a) Risiko dari rencana tindakan operasi;
b) Manfaat dari rencana tindakan operasi;
c) Memungkinan komplikasi dan dampak;
d) Pilihan operasi atau nonoperasi (alternatif) yang tersedia untuk menangani pasien;
e) Sebagai tambahan jika dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan risiko dan alternatifnya
didiskusikan.
Informasi yang sudah diberikan oleh DPJP akan dicatatan dalam Formulir Informed Consent
(Gambar 2).
PEMBERIAN INFORMASI
PERSETUJUAN TINDAKAN
KEDOKTERAN
Dokter Pelaksana Tindakan
* Bila pasien tidak kompeten atau tidak mau menerima informasi, maka penerima informasi adalah wali atau keluarga
terdekat
18
PERSETUJUAN TINDAKAN
KEDOKTERAN
Yang bertanda tangan dibawah ini saya
Nama : ...............................................................................................................
Jenis Kelamin : Laki-laki / Perempuan Umur ....................... Tahun.
Alamat :
..................................................................................................................................................
Asuhan pasien pascaoperasi bergantung pada temuan dalam operasi. Hal yang terpenting adalah
semua tindakan dan hasilnya dicatat di rekam medis pasien. Laporan ini dapat dibuat dalam bentuk
format template atau dalam bentuk laporan operasi tertulis sesuai dengan regulasi rumah sakit.
Laporan yang tercatat tentang operasi memuat paling sedikit:
a) Diagnosis pascaoperasi;
b) Nama dokter bedah dan asistennya;
c) Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan;
d) Ada dan tidak ada komplikasi;
e) Spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa;
f) Jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat transfusi;
g) Nomor pendaftaran alat yang dipasang (implan), (bila mempergunakan)
h) Tanggal, waktu, dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
19
Gambar 3. Form Laporan Operasi
Kebutuhan asuhan medis, keperawatan, dan profesional pemberi asuhan (PPA) lainnya sesuai
dengan kebutuhan setiap pasien pascaoperasi berbeda bergantung pada tindakan operasi dan riwayat
kesehatan
pasien. Beberapa pasien mungkin membutuhkan pelayanan dari profesional pemberi asuhan (PPA)
lain atau unit lain seperti rehabilitasi medik atau terapi fisik. Penting membuat rencana asuhan
tersebut termasuk tingkat asuhan, metode asuhan, tindak lanjut monitor atau tindak lanjut tindakan,
kebutuhan obat, dan asuhan lain atau tindakan serta layanan lain. Rencana asuhan pascaoperasi
dapat dimulai sebelum tindakan operasi berdasarkan asesmen kebutuhan dan kondisi pasien serta
jenis operasi yang dilakukan. Rencana asuhan pasca operasi juga memuat kebutuhan pasien yang
segera. Rencana asuhan dicacat direkam medik pasien dalam waktu 24 jam dan diverifikasi oleh
20
dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) sebagai pimpinan tim klinis untuk memastikan
kontuinitas asuhan selama waktu pemulihan dan masa rehabilitasi
Banyak tindakan bedah menggunakan implan yang menetap/permanen maupun temporer antara lain
panggul/lutut prostetik, pacu jantung, pompa insulin. Tindakan operasi seperti ini mengharuskan
tindakan
Pemantauan fisiologis akan memberikan informasi mengenai status pasien selama tindakan anestesi
(umum, spinal, regional dan lokal) dan masa pemulihan. Hasil pemantauan akan menjadi dasar
untuk mengambil keputusan intraoperasi yang penting dan juga menjadi dasar pengambilan
keputusan pascaoperasi seperti pembedahan ulang, pemindahan ke tingkat perawatan lain, atau
pemulangan pasien.
Informasi hasil pemantauan akan memandu perawatan medis dan keperawatan serta
mengidentifikasi kebutuhan diagnostik dan layanan lainnya. Temuan pemantauan dimasukkan ke
dalam rekam medis pasien. Metode pemantauan bergantung pada status praanestesi pasien,
pemilihan jenis tindakan anestesi, dan kerumitan pembedahan atau prosedur lainnya yang dilakukan
selama tindakan anestesi. Meskipun demikian, pemantauan menyeluruh selama tindakan anestesi
dan pembedahan dalam semua kasus harus sesuai dengan panduan praktik klinis (PPK) dan
kebijakan rumah sakit. Hasil pemantauan didokumentasikan dalam rekam medis.
21
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
A. Pengertian
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu program yang dibuat sebagai upaya
mencegah timbulnya kecelakaan dan Penyakit akibat Kerja (PAK) dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif
apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja (WHO).
Dalam UU No.36 Tahun 2009 pasal 164 tentang Kesehatan, pada ayat 1 menerangkan bahwa
upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, sehingga dapat
diperoleh produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan program tenaga kerja. Pada ayat 2 juga
menerangkan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja dan pelayanan kesehatan kerja mencakup upaya peningkatan
kesehatan, seperti pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan penyakit.
Kesehatan kerja mempunyai syarat fisik dan psikis sesuai dengan jenis pekerjaannya, persyaratan
baku, peralatan, proses kerja serta persyaratan tempat atau lingkungan kerja. Yang dimaksud
dengan tempat kerja adalah tempat yang terbuka, tertutup, bergerak atau tidak bergerak yang
dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa oleh jasa oleh satu atau beberapa orang
pekerja, pengertian ini sesuai dengan UU No.1 Tahun 1970 Pasal 1 ayat tentang keselamatan
kerja. Upaya Program K3RS dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan produktivitas karyawan di Rumah Sakit Haji Kamino yang memiliki
karyawan dengan resiko bahaya, keselamatan dan kesehatan yang berbeda di setiap unit kerja
masing- masing.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya fasilitas yang aman, berfungsi dan mendukung bagi pasien, keluarga, staf dan
pengunjung.
2. Tujuan Khusus
a. Mengelola risiko lingkungan di mana pasien dirawat dan staf bekerja yang meliputi :
1) Keselamatan dan Keamanan
2) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
3) Penanggulangan Bencana (Emergency)
4) Proteksi Kebakaran
5) Peralatan Medis
6) Sistem Penunjang (Utilitas)
b. Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya
manusia, pasien, pendamping pasien, penunjang, maupun lingkungan Rumah Sakit,
pasien, penunjang, maupun lingkungan Rumah Sakit sehingga proses pelayanan berjalan
baik dan lancar
c. Mencegah Timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK), kecelakaan kerja, penyakit menular
dan penyakit tidak menular bagi seluruh sumber daya manusia di Rumah Sakit.
22
C. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
a. Mengidentifikasi risiko yang disebabkan oleh Fasilitas Rumah Sakit, meliputi :
1) Risiko Keselamatan dan Keamanan seperti : lantai licin, langit-langit jebol, jalan
rusak, bangunan rusak atau runtuh, wc mampet, kendaraan/transportasi mogok,
pompa air rusak, listrik mati, tegangan listrik tidak stabil, kabel-kabel electrode
putus, alat tidak dikalibrasi, distribusi air terganggu, kualitas air bersih/minum tidak
sesuai standar, air limbah tidak memenuhi syarat, suhu ruangan terlalu panas
menyebabkan malfungsi alat.
2) Risiko Bahan Berbahaya : terkena tumpahan cairan iritan, terhirup uap bahan
berbahaya, ledakan tabung gas, tertelan bahan beracun, terpapar bahan berbahaya
dan beracun. Selain itu juga dilakukan pemantauan di gudang penyimpanan B3, unit
Laboratorium, dan Radiologi.
3) Risiko manajemen emergensi : kebakaran, bencana alam, kerusuhan massal,
keracunan massal, ancaman peledakan, kerusakan bangunan dan runtuhnya gedung
dan air bah banjir.
4) Risiko Kebakaran : korsleting listrik, ledakan tabung gas LPG, ledakan tabung gas
oksigen, sambaran petir, penyimpanan bahan mudah terbakar.
5) Risiko Peralatan Medis : tidak tepatnya hasil alat ukur, tersengat aliran listrik, luka
bakar (combustion), terpapar infeksi nosokomial.
6) Risiko sistem utilitas (listrik, air bersih/minum, air limbah, AC, lift dan oksigen):
kegiatan operasional pelayanan terganggu untuk listrik di Poliklinik rawat jalan,
Radiologi, Laboratorium, Poli Gigi, Billing System, Laundry, Sanitasi, Gizi,
Administrasi dan Rawat Inap. Untuk air bersih dan air minum akan mengganggu
kegiatan operasional pelayanan utamanya di rawat inap, Laundry, Gizi, Poli rawat
jalan, gedung administrasi. Air limbah tidak sesuai baku mutu sehingga mencemari
lingkungan, kerusakan AC menyebabkan terganggunya fungsi alat, tidak tersedianya
oksigen dapat mengganggu kegiatan pelayanan. Lift rusak/macet dapat mengganggu.
23
f. Mengelola keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terintegrasi dengan upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sesuai kebijakan dengan Tujuan untuk
melindungi staf rumah sakit meliputi:
1) Pengaturan jam kerja dan istirahat karyawan dan tidak ada toleransi pada tindakan
kekerasan di tempat kerja
2) Upaya keselamatan dan keamanan selama perjalanan (berangkat/pulang)
3) Pemantauan status kesehatan staf rumah sakit
4) Deteksi dini dugaan kasus COVID-19 diantara staf Rumah Sakit, keluaraga dan
kontak eratnya
5) Lingkungan yang tidak menyalahkan terhadap pelaporan
6) Tindak lanjut yang bebas dari Stigma pada kasus tanpa perlindungan terhadap
paparan system pernafasasn, cairan tubuh dan insiden kekerasan
24
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan haruslah
mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna jasa dapat membedakan
pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.
Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses
dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.
Pengendalian mutu pelayanan bedah di Instalasi Kamar Bedah disusun berdasarkan Kepmenkes
No.126 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit, meliputi :
Pelaksanaan pengendalian mutu di Instalasi Kamar Bedah setiap bulan dilaporkan ke Komite Mutu.
25
BAB IX
PENUTUP
Era globalisasi menuntut perkembangan pengetahuan dan tehnologi disegala bidang, termasuk
bidang kesehatan. Pelayanan Bedah di Rumah Sakit Haji Kamino sebagai bagian dari pelayanan
kesehatan rumah sakit tentunya senantiasa perlu penyesuaian mengikuti perkembangan tersebut.
Upaya peningkatan mutu pelayanan Bedah berarti peningkatan mutu pelayanan rumah sakit. Upaya
peningkatan mutu pelayanan memerlukan landasan hukum dan batasan operasional, standar
ketenagaan, standar fasilitas, tata laksana, dan logistik. Hal tersebut dilengkapi dengan program
keselamatan pasien, keselamatan kerja dan proteksi radiasi agar diperoleh mutu yang optimal. Untuk
mengukur mutu pelayanan diperlukan indikator mutu pelayanan. Buku Pedoman Pelayanan Instalasi
Kamar Bedah ini disusun memberikan informasi tentang hal-hal tersebut.
Buku pedoman Pelayanan Bedah ini diharapkan menjadi acuan bagi pelaksana kegiatan untuk
melaksanakan kegiatan pelayanan, sehingga indikator mutu output dapat dicapai. Bagi manajemen
buku ini berharap dapat bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan sumberdaya sehingga indikator
mutu dapat tercapai.
Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak dengan harapan mutu pelayanan dapat dijaga. Tidak
lupa, sesuai perkembangan hendaknya buku ini secara berkala dievaluasi dan direvisi.
26