Anda di halaman 1dari 30

RUMAH SAKIT HAJI KAMINO

YAYASAN SYAFAKILLAH
Jl. Sriwijaya No. 56 Setia Negara Kec. Baradatu Kab. Way Kanan
 rs_hajikamino@yahoo.co.id  0812 7209 5786

PERATURAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT HAJI KAMINO
NOMOR : 043/PER/RS-HK/IX/2022

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN SEDASI DAN ANESTESI

DIREKTUR RUMAH SAKIT HAJI KAMINO

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Sedasi dan Anestesi,
maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan Sedasi dan Anestesi yang
berkualitas.
b. Bahwa untuk mendukung pelayanan di rumah sakit, perlu adanya pelayanan
yang tertib administrasi dan tepat pelaksanaannya
c. Bahwa sebagaimana pertimbangan di maksud pada butir a dan b di atas
maka perlu ditetapkan pemberlakuan Pedoman pelayanan Sedasi dan
Anatesi dengan Surat Keputusan Direktur;
Mengingat : 1. Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang Setandar Pelayanan Rumah Sakit
4. Permenkes 519/menkes/per/1V/2011 tentang pedoman penyelenggaraan
anestesiologi dan terapi intensif
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 417/MenKes/Per/ II/2011 tentang
Tentang Komisi Akreditasi Rumah Sakit.
6. Permenkes No 27 tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayan Kesehatan.
7. Permenkes No 27 tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayan Kesehatan.
8. Permenkes No. 31 Tahun 2018 tentang Aplikasi Sarana Prasarana Dan Alat
Kesehatan
9. Surat Keputusan Ketua Yayasan Syafaqillah Rumah Sakit Haji Kamino No.
800/082/SK/III/2014 tentang pengangkatan Direktur Rumah Sakit Haji
Kamino

MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HAJI KAMINO TENTANG


PEDOMAN PELAYANAN SEDASI DAN ANESTESI

BAB I
1
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan adalah tempat yang digunakan untuk
menyelenggarakan upaya kesehatan, baik promotif, preventif, kuratif
maupun rehabilitatif.
2. Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang
kompleks dan sering dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut
memerlukan:
a. Pengkajian pasien yang lengkap dan menyeluruh;
b. Perencanaan asuhan yang terintegrasi;
c. Pemantauan yang terus menerus;
d. Transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu;
e. Rehabilitasi; dan
f. Transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan
3. Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang
dimulai dari sedasi minimal hingga anestesi penuh. Tindakan sedasi
ditandai dengan hilangnya refleks pertahanan jalan nafas secara perlahan
seperti batuk dan tersedak. Karena respon pasien terhadap tindakan sedasi
dan anestesi berbeda-beda secara individu dan memberikan efek yang
panjang, maka prosedur tersebut harus dilakukan pengelolaan yang baik
dan terintegrasi. Bab ini tidak mencakup pelayanan sedasi di ICU untuk
penggunaan ventilator dan alat invasive lainnya.

BAB II
PELAYANAN SEDASI DAN ANESTESI
Pasal 2
Prosedur pemberian sedasi moderat dan dalam yang diberikan secara intravena
tidak bergantung pada berapa dosisnya. oleh karena prosedur pemberian sedasi
seperti layaknya anestesi mengandung risiko potensial pada pasien. Pemberian
sedasi pada pasien harus dilakukan seragam dan sama di semua tempat di
rumah sakit termasuk unit di luar kamar operasi. Keseragaman dalam pelayanan
sedasi sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh
tenaga medis yang kompeten dan telah diberikan kewenangan klinis untuk
melakukan sedasi moderat dan dalam meliputi:
1) Area-area di dalam rumah sakit tempat sedasi moderat dan dalam dapat
dilakukan;
2) Kualifikasi staf yang memberikan sedasi;
3) Persetujuan medis (informed consent) untuk prosedur maupun sedasinya;
4) Perbedaan populasi anak, dewasa, dan geriatri ataupun pertimbangan
khusus lainnya;
5) Peralatan medis dan bahan yang digunakan sesuai dengan populasi yang
diberikan sedasi moderat atau dalam; dan
6) Cara memantau.

Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam berada dibawah tanggung jawab
seorang dokter anestesi yang kompeten sesuai dengan peraturan perundang
undangan. Tanggung jawab pelayanan anestesi,
1) Sedasi moderat dan dalam tersebut meliputi:
2) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi;
2
3) Melakukan pengawasan administratif;
4) Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan; dan
5) Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi.
Pasal 3
Proses Pelayanan Sedasi dan anstesi dievaluasi dalam aspek pencatatan didalam
rekam medis pasien.

BAB III
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 4
Ketentuan lebih lanjut mengenai pelayanan Sedasi dan Anestesi tecantum
dalam lampiran yang merupakan bagian tak terpisahkan dari peraturan direktur
ini.

Pasal 5
Peraturan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di: Way Kanan


Pada tanggal: 22 April 2022
Direktur Rumah Sakit Haji Kamino

dr. Mayahati Nazaya

3
BAB I
PENDAHULUAN

B. Latar Belakang
Tindakan anestesi, sedasi, dan intervensi bedah merupakan proses yang kompleks dan sering
dilaksanakan di rumah sakit. Hal tersebut memerlukan:
a. Pengkajian pasien yang lengkap dan menyeluruh;
b. Perencanaan asuhan yang terintegrasi;
c. Pemantauan yang terus menerus;
d. Transfer ke ruang perawatan berdasar atas kriteria tertentu;
e. Rehabilitasi; dan
f. Transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan.

Anestesi dan sedasi umumnya merupakan suatu rangkaian proses yang dimulai dari sedasi
minimal hingga anestesi penuh. Tindakan sedasi ditandai dengan hilangnya refleks pertahanan
jalan nafas secara perlahan seperti batuk dan tersedak. Karena respon pasien terhadap tindakan
sedasi dan anestesi berbeda-beda secara individu dan memberikan efek yang panjang, maka
prosedur tersebut harus dilakukan pengelolaan yang baik dan terintegrasi. Bab ini tidak
mencakup pelayanan sedasi di ICU untuk penggunaan ventilator dan alat invasive lainnya.

Karena tindakan bedah juga merupakan tindakan yang berisiko tinggi maka harus direncanakan
dan dilaksanakan secara hati-hati. Rencana prosedur operasi dan asuhan pascaoperasi dibuat
berdasar atas pengkajian pasien dan didokumentasikan. Bila rumah sakit memberikan pelayanan
pembedahan dengan pemasangan implant, maka harus dibuat laporan jika terjadi ketidak
berfungsinya alat tersebut dan proses tindak lanjutnya.

Standar pelayanan anestesi dan bedah berlaku di area manapun dalam rumah sakit yang
menggunakan anestesi, sedasi ringan, sedang dan dalam, dan juga pada tempat dilaksanakannya
prosedur pembedahan dan tindakan invasif lainnya yang membutuhkan persetujuan tertulis
(informed consent). Area ini meliputi ruang operasi rumah sakit, rawat sehari/ one day care
(ODC), poliklinik gigi, poliklinik rawat jalan, endoskopi, radiologi, gawat darurat, perawatan
intensif, dan tempat lainnya.
Fokus pada standard ini mencakup:
a. Pengorganisasian dan pengelolaan pelayanan sedasi dan anestesi.
b. Pelayanan sedasi.
c. Pelayanan anestesi.

C. Tujuan
Pedoman pelayanan anestesi Rumah Sakit Haji Kamino ini disusun dengan tujuan sebagai
berikut:
1. Sebagai panduan (guidelines) dalam meningkatkan mutu pelayanan anestesi.
2. Memberikan pelayanan anestesi yang terintegrasi, bermutu, dan bertanggung jawab.
3. Rumah sakit mempunyai suatu system untuk pelayanan anestesi, sedasi rinngan, moderat dan
dalam untuk melayani kebutuhan pasien
4. Meningkatkan mutu pelayanan dengan evaluasi pelayanan yang diberikan secara terus
menerus dan berkesinambungan.

4
D. Ruang Lingkup Pelayanan
a) Pengorganisasian dan Pengelolaan Pelayanan Anestesi dan Sedasi
1. Rumah sakit menerapkan pelayanan anestesi, sedasi moderat, dan dalam untuk
memenuhi kebutuhan pasien sesuai dengan kapasitas pelayanan, standar profesi dan
perundang-undangan yang berlaku.
2. Rumah sakit menetapkan penanggung jawab pelayanan anestesi, sedasi moderat, dan
dalam adalah seorang dokter anestesi yang kompeten.
b) Pelayanan Sedasi
1. Pemberian sedasi moderat dan dalam dilakukan sesuai dengan regulasi dan ditetapkan rumah
sakit.
2. Tenaga medis yang kompeten dan berwenang memberikan pelayanan sedasi moderat dan
dalam serta melaksanakan monitoring.
3. Rumah sakit menetapkan panduan praktik klinis. untuk pelayanan sedasi moderat dan dalam
c) Pelayanan Anestesi
1. Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan telah diberikan kewenangan
klinis pelayanan anestesi melakukan asesmen pra-anestesi dan prainduksi.
2. Risiko, manfaat, dan alternatif tindakan sedasi atau anestesi didiskusikan dengan pasien
dan keluarga atau orang yang dapat membuat keputusan mewakili pasien sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
3. Status fisiologis setiap pasien selama tindakan sedasi atau anestesi dipantau sesuai
dengan panduan praktik klinis (PPK) dan didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
4. Status pasca anestesi pasien dipantau dan didokumentasikan, dan pasien dipindahkan
/ditransfer /dipulangkan dari area pemulihan oleh PPA yang kompeten dengan
menggunakan kriteria baku yang ditetapkan rumah sakit. .

E. Batasan Operasional
Batasan operasional Anestesi berlaku seragam bagi semua pasien yang dapat pelayanan
asnasthesi. Semua tindakan pelayanan anestesi didokumentasikan dalam rekam medis pasien
dan ditandatangani oleh dokter anestesi yang bertanggung jawab dalam pelayanan anestesi
tersebut. Pelayanan anestesi dapat dilakukan di luar kamar bedah mencakup unit UGD, Poli
Gigi, dan Unit Perwatan yang sesuai dengan persiapan standar.

Prosedur pemberian sedasi moderat dan dalam yang diberikan secara intravena tidak bergantung
pada berapa dosisnya. oleh karena prosedur pemberian sedasi seperti layaknya anestesi
mengandung risiko potensial pada pasien. Pemberian sedasi pada pasien harus dilakukan
seragam dan sama di semua tempat di rumah sakit termasuk unit di luar kamar operasi.
Keseragaman dalam pelayanan sedasi sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan
dilaksanakan oleh tenaga medis yang kompeten dan telah diberikan kewenangan klinis untuk
melakukan sedasi moderat dan dalam meliputi:
1) Area-area di dalam rumah sakit tempat anestesi dapat dilakukan
2) Kualifikasi staf yang memberikan sedasi
3) Persetujuan medis (informed consent) untuk prosedur maupum anasthesinya
4) Perbedaan populasi anak, dewasa, dan geriatric ataupun pertimbangan khusus lainya
5) Peralatan medis dan bahan yang digunakan dengan populasi yang diberikan anestesi
6) Cara memantau

5
F. Landasan Hukum
1. Undang-undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
2. Undang-undang RI No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan
3. Kepmenkes No. 129 Tahun 2008 tentang Setandar Pelayanan Rumah Sakit
4. Permenkes 519/menkes/per/1V/2011 tentang pedoman penyelenggaraan anestesiologi dan
terapi intensif
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 417/MenKes/Per/ II/2011 tentang Tentang Komisi
Akreditasi Rumah Sakit.
6. PMK No 27 tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayan Kesehatan.
7. PMK No 27 tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di
Fasilitas Pelayan Kesehatan.
8. Surat Keputusan Ketua Yayasan Syafaqillah Rumah Sakit Haji Kamino No.
800/082/SK/III/2014 tentang pengangkatan Direktur Rumah Sakit Haji KaminoPermenkes
No. 31 Tahun 2018 tentang Aplikasi sarana prasarana dan alat kesehatan

6
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. KUALIFIKASI SUMBER DAYA MANUSIA


Kualifikasi tenaga medis yang diberikan kewenangan klinis untuk melakukan sedasi moderat
dan dalam terhadap pasien sangat penting. Pemahaman metode pemberikan sedasi moderat
dan dalam terkait kondisi pasien dan jenis tindakan yang diberikan dapat meningkatkan
toleransi pasien terhadap rasa tidak nyaman, nyeri, dan atau risiko komplikasi. Komplikasi
terkait pemberian sedasi terutama gangguan jantung dan paru. Oleh sebab itu, diperlukan
Sertifikasi bantuan hidup lanjut. Sebagai tambahan, pengetahuan farmakologi zat sedasi yang
digunakan termasuk zat reversal mengurangi risiko terjadi kejadian yang tidak diharapkan.
Oleh karena itu, tenaga medis yang diberikan kewenangan klinis memberikan sedasi moderat
dan dalam harus kompeten dalam hal:
a) Teknik dan berbagai cara sedasi;
b) Farmakologi obat sedasi dan penggunaaan zat reversal (antidot);
c) Persyaratan pemantauan pasien; dan
d) Bertindak jika ada komplikasi
1. Dokter Anestesi
a) Definisi
Dokter spesialis anestesi, yaitu dokter yang telah menyelesaikan program
pendidikan dokter spesialis dengan kompetensi melakukan tindakan anestesi kepada
pasien yang hendak menjsalani prosedur bedah/operasi dan prosedur medis lainnya

b) Kualifikasi
1) Telah menyelesaikan program pendidikan dokter spesialis anestesi dari pusat
pendidikan yang diakui dan telah mendapatkan SIP (Surat Ijin Praktek) dan
SKK (Surat Kewenangan Klinis) dari Komite Medik.
2) Memiliki surat tanda registrasi

c) Fungsi dan Peran


1) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
2) Melakukan pengawasan administrative
3) Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
4) Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi

d) Kompetensi
1) Menguasai Teknik dan berbagai cara sedasi
2) Menguasai tentang obat sedasi dan penggunaan zat reversal (antidot)
3) Mengetahui Persyaratan pemantauan pasien
4) Mampu Bertindak jika ada komplikasi

2. Penata Anestesi
a) Definisi
yaitu perawat yang telah menyelesaikan program pendidikan sebagai perawat
penata anestesi dengan kompetensi membantu dokter anestesi melakukan tindakan
pelayanan pada pasien yang akan di Anestesi, memantau tanda vital pasien dan
memerhatikan proses pemulihan pasien setelah operasi. Perawat anestesi bisa
bekerja membantu dokter, dokter Gigi, dokter Anestesi dan praktisi medis
professional lainya, dan melakukan asuhan pelayanan asuhan kepenataan anestesi
sesuai kewenangan dan peraturan perundang- undangan.

7
b) Kualifikasi
1) Menyelesaikan DIII keperawatan Anestesi, D III konsentrasi Anestesi, D
IV Reanimasi
2) Memiliki sertifikat mandatory
3) Memiliki surat tanda registrasi
4) Memiliki sertifikat BHD dan BCLS

c) Fungsi dan Peran


1) Membantu dokter anestesi dalam memberikan pelayanan anestesi
2) Membantu menerima pasien yang perlu segera dilakukan pembedahan.
3) Meneliti pasien apakah sudah selesai persiapan anestesinya, sesuai dengan
keadaan dan Tindakan yang akan dilakukan.
4) Mempersiapkan dan mengatur posisi pasien yang benar diatas meja bedah
5) Memperhatikan keadaan umum pasien dan melakukan pemantauan selama
pembedahan berlangsung
6) Mengatur dan merapihkan pasien yang sudah dibedah
7) Melakukan pengawasan keadaan umum pasien bedah sampai stabil
8) Serah terima pasien kepada perawat bila keadaan umum pasien sudah stabil
dan boleh dikirim ke ruang rawat
9) Bertanggung jawab atas kelengkapan dan pemeliharaan alat-alat

d) Kompetensi
1) Mampu melakukan pemantauan yang diperlukan
2) Mampu bertindak jika ada komplikasi
3) Mengerti penggunaan zat reversal
4) Memahami kriteria pemulihan

B. DISTRIBUSI KETENAGAAN
1. Tenaga Dokter
a. Distribusi Tenaga Dokter Anestesi
1) Dokter Anestesi memiliki jadwal 24 jam sehari, 7 (tujuh) hari seminggu
(termasuk layanan yang diperlukan untuk kegawatdaruratan)
2) Apabila dokter anestesi tidak bisa untuk melakukan pelayanan, maka rumah sakit
mendatangkan dokter anestesi dari luar rumah sakit untuk keadaan darurat dan
pengganti sementara. Rumah Sakit membuat bukti tentang rekokmendasi dan
evaluasi pelayanan dari penanggung jawab pelayanan anestesi dan sedasi
terhadap pelayanan anestesi dan sedasi oleh dokter anestesi dari luar rumah sakit
untuk kondisi kedaruratan. Untuk menggantikan sementara, dokter anestesi
tersebut perlu melampirkan bukti kredensial dari Komite Medis dan SIP dari
Rumah Sakit asal yang bersangkutan.

2. Tenaga Perawat
b. Distribusi Tenaga Penata Anestesi
Penata Anestesi berjumlah 4 orang dan merupakan PPA yang kompeten melakukan
prosedur anestesi dan sedasi, seperti dokter spesialis anestesi atau perawat yang
terlatih yang bertanggung jawab melakukan pemantauan berkesinambungan terhadap
parameter fisiologis pasien dan membantu tindakan resusitasi di bawah tanggung
jawab dokter spesialis anestesi.

8
C. PENGATURAN JAGA
Adapun pengaturan jaga di Rumah Sakit Haji Kamino sebagai berikut:
1. Dinas pagi di mulai pukul 08.00 WIB – 14.00 WIB
2. Dinas sore di mulai pukul 14.00 WIB – 20.00 WIB
3. Dinas Malam di mulai pukul 20.00 WIB – 08.00 WIB

9
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

Pintu keluar

R. Administrasi
R. Tunggu Dokter

R. Ganti R. Ganti
Ruang
Pria
Recovery Wanita Toilet
Pintu Masuk R. Cuci

Ruang
Kamar Operasi Obgyn
Resusitasi Kamar Operasi Bedah & Anestesi
& Anestesi

Gambar 1. Denah Ruang Kamar Bedah Rumah Sakit Haji Kamino

B. FASILITAS RUANGAN
1. Ruang Persiapan (ruang pre-operasi & pre-anestesi)
2. Ruang Pulih
Ruangan post-operasi & anestesi menampung 2 tempat tidur yang dilengkapi 2 Tabung
O2, 2 suction dan 2 monitor pasien.
3. Ruang Cuci Tangan
Ruang cuci tangan mempunyai 2 keran air dengan tuas panjang, dilengkapi dengan 2
dispenser sabun antiseptik
4. Kamar Operasi
a. Mesin Anestesi 2 unit
b. Monitor Anestesi 2 unit
c. Trolley obat Anestesi 2 unit
d. Mesin Diatermi 1 unit
e. Suction Pump 3 unit
f. Lampu Operasi 1 unit
g. Lampu Operasi Cadangan 1 unit
h. Lampu Rongent 1 unit
i. Standar Infus 2 unit
j. Meja Operasi 2 unit
k. Meja Mayo 2 unit
l. Trolley Instrumen Operasi 7 unit

10
C. ALAT KESEHATAN
1. Defibrilator / DC Shock
2. Air Viva Set / Ambu bag
3. Electrocardiogram
4. Intubasi Set
5. Airway (guedel, nasopharyngeal airway)
6. Endotracheal Tube/ Laryngeal Mask Airway
7. Suction pump
8. Jarum besar untuk cricotiroid puncture

D. OBAT DAN BMHP


1. Adrenalin
2. Natrium Bicarbonat
3. Glukosa 40 %
4. Calcium Glukonas
5. Atropin Sulfas
6. Xylocard
7. Ephedrine
8. Aminophilin
9. Oradexon
10. Phenergan
11. Cordaron
12. Dopamine
13. Lanoxin
14. Avil
15. Betadine
16. Alcohol 70%
17. Kassa steril
18. Handscoon
19. Spuit
20. Masker N 95 & KN 95
21. Apron

11
12
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. PENGORGANISASIAN DAN PENGELOLAAN PELAYANAN ANESTESI DAN


SEDASI
Anestesi dan sedasi diartikan sebagai satu alur layanan berkesinambungan mulai dari sedasi
minimal sampai anestesi dalam. Anestesi dan sedasi menyebabkan refleks proteksi jalan nafas
dapat menghilang sehingga pasien berisiko untuk terjadi sumbatan jalan nafas dan aspirasi
cairan lambung. Anestesi dan sedasi adalah proses kompleks sehingga harus diintegrasikan ke
dalam rencana asuhan. Anestesi dan sedasi membutuhkan pengkajian lengkap dan
komprehensif serta pemantaun pasien secara terus menerus.

Rumah sakit mempunyai suatu sistem untuk pelayanan anestesi, sedasi ringan, moderat dan
dalam untuk melayani kebutuhan pasien oleh PPA berdasarkan kewenangan klinis yang
diberikan kepadanya, termasuk juga sistim penanganan bila terjadi kegawat daruratan selama
tindakan sedasi. Pelayanan anestesi, sedasi ringan, moderat dan dalam (termasuk layanan yang
diperlukan untuk kegawatdaruratan) tersedia 24 jam 7 (tujuh) hari

Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam berada dibawah tanggung jawab seorang dokter
anestesi yang kompeten sesuai dengan peraturan perundang undangan. Tanggung jawab
pelayanan anestesi,
sedasi moderat dan dalam tersebut meliputi:
a) Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi;
b) Melakukan pengawasan administratif;
c) Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan; dan
d) Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anestesi.

B. PELAYANAN SEDASI
Prosedur pemberian sedasi moderat dan dalam yang diberikan secara intravena tidak bergantung
pada berapa dosisnya. oleh karena prosedur pemberian sedasi seperti layaknya anestesi
mengandung risiko potensial pada pasien. Pemberian sedasi pada pasien harus dilakukan
seragam dan sama di semua tempat di rumah sakit termasuk unit di luar kamar operasi.
Keseragaman dalam pelayanan sedasi sesuai kebijakan dan prosedur yang ditetapkan dan
dilaksanakan oleh tenaga medis yang kompeten dan telah diberikan kewenangan klinis untuk
melakukan sedasi moderat dan dalam meliputi:
a) Area-area di dalam rumah sakit tempat sedasi moderat dan dalam dapat dilakukan;
b) Kualifikasi staf yang memberikan sedasi;
c) Persetujuan medis (informed consent) untuk prosedur maupun sedasinya;
d) Perbedaan populasi anak, dewasa, dan geriatri ataupun pertimbangan khusus lainnya;
e) Peralatan medis dan bahan yang digunakan sesuai dengan populasi yang diberikan sedasi
moderat atau dalam; dan
f) Cara memantau.

13
14
Gambar 1. Asesmen Sedasi

15
Kualifikasi tenaga medis yang diberikan kewenangan klinis untuk melakukan sedasi moderat
dan dalam terhadap pasien sangat penting. Pemahaman metode pemberikan sedasi moderat
dan dalam terkait

kondisi pasien dan jenis tindakan yang diberikan dapat meningkatkan toleransi pasien
terhadap rasa tidak nyaman, nyeri, dan atau risiko komplikasi. Komplikasi terkait pemberian
sedasi terutama gangguan jantung dan paru. Oleh sebab itu, diperlukan Sertifikasi bantuan
hidup lanjut. Sebagai tambahan, pengetahuan farmakologi zat sedasi yang digunakan
termasuk zat reversal mengurangi risiko terjadi kejadian yang tidak diharapkan. Oleh karena
itu, tenaga medis yang diberikan kewenangan klinis memberikan sedasi moderat dan dalam
harus kompeten dalam hal:
a) Teknik dan berbagai cara sedasi;
b) Farmakologi obat sedasi dan penggunaaan zat reversal (antidot);
c) Persyaratan pemantauan pasien; dan
d) Bertindak jika ada komplikasi.

Tenaga medis yang melakukan prosedur sedasi harus mampu bertanggung jawab melakukan
pemantauan terhadap pasien. PPA yang kompeten melakukan prosedur sedasi, seperti dokter
spesialis anestesi atau perawat yang terlatih yang bertanggung jawab melakukan pemantauan
berkesinambungan terhadap parameter fisiologis pasien dan membantu tindakan resusitasi.
PPA yang bertanggung jawab melakukan pemantauan harus kompeten dalam:
a) Pemantauan yang diperlukan;
b) Bertindak jika ada komplikasi;
c) Penggunaan zat reversal (antidot); dan
d) Kriteria pemulihan.

Tingkat kedalaman sedasi berlangsung dalam suatu kesinambungan mulai ringan sampai
sedasi dalam dan pasien dapat berubah dari satu tingkat ke tingkat lainnya. Banyak faktor
berpengaruh terhadap respons

pasien dan hal ini memengaruhi tingkat sedasi pasien. Faktor-faktor tersebut termasuk obat-
obatan yang diberikan, rute pemberian obat dan dosis, usia pasien (anak, dewasa, serta lanjut
usia), dan riwayat kesehatan pasien. Misalnya, pasien memiliki riwayat gangguan organ
utama maka kemungkinan obat yang digunakan pasien dapat berinteraksi dengan obat
sedasi, alergi obat, efek samping obat sedasi atau anestesi sebelumnya. Jika status fisik
pasien berisiko tinggi maka dipertimbangkan pemberian tambahan kebutuhan klinis lainnya
dan diberikan tindakan sedasi yang sesuai. Pengkajian prasedasi membantu mengidentifikasi
faktor yang dapat yang berpengaruh pada respons pasien terhadap tindakan sedasi dan juga
dapat diidentifikasi temuan-temuan penting dari hasil pemantaun selama dan sesudah sedasi.

Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan bertanggung jawab melakukan
pengkajian prasedasi meliputi:
a) Mengidentifikasi masalah saluran pernapasan yang dapat memengaruhi jenis sedasi yang
digunakan;
b) Mengevaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi;
c) Merencanakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan pasien
berdasarkan prosedur/tindakan yang akan dilakukan;

d) Pemberian sedasi secara aman; dan


e) Penyimpulkan temuan hasil pemantauan pasien selama prosedur sedasi dan pemulihan.

16
Cakupan dan isi pengkajian dibuat berdasar atas Panduan Praktik Klinis dan kebijakan
pelayanan anestesi dan sedasi yang ditetapkan oleh rumah sakit. Pasien yang sedang
menjalani tindakan sedasi dipantau tingkat kesadarannya, ventilasi dan status oksigenasi,
variabel hemodinamik berdasar atas jenis obat sedasi yang diberikan, jangka waktu sedasi,
jenis kelamin, dan kondisi pasien. Perhatian khusus ditujukan pada kemampuan pasien
mempertahankan refleks protektif, jalan napas yang teratur dan lancar, serta respons terhadap
stimulasi fisik dan perintah verbal. Seorang yang kompeten bertanggung jawab melakukan
pemantauan status fisiologis pasien secara terus menerus dan membantu memberikan
bantuan resusitasi sampai pasien pulih dengan selamat. Setelah tindakan selesai dikerjakan,
pasien masih tetap berisiko terhadap komplikasi karena keterlambatan absorsi obat sedasi,
dapat terjadi depresi pernapasan, dan kekurangan stimulasi akibat tindakan. Ditetapkan
kriteria pemulihan untuk mengidentifikasi pasien yang sudah pulih kembali dan atau siap
untuk ditransfer/dipulangkan.

C. PELAYANAN ANESTESI
Oleh karena anestesi memiliki risiko tinggi maka pemberiannya harus direncanakan dengan
hati-hati. Pengkajian pra-anestesi adalah dasar perencanaan ini untuk mengetahui temuan
pemantauan selama anestesi dan pemulihan yang mungkin bermakna, dan juga untuk
menentukan obat analgesi apa untuk pascaoperasi. Pengkajian pra-anestesi juga memberikan
informasi yang diperlukan untuk:
a) Mengetahui masalah saluran pernapasan;
b) Memilih anestesi dan rencana asuhan anestesi;
c) Memberikan anestesi yang aman berdasar atas pengkajian pasien, risiko yang ditemukan,
dan jenis
d) tindakan;
e) Menafsirkan temuan pada waktu pemantauan selama anestesi dan pemulihan; dan
f) Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pascaoperasi.

Dokter spesialis anestesi akan melakukan pengkajian pra-anestesi yang dapat dilakukan
sebelum masuk rawat inap atau sebelum dilakukan tindakan bedah atau sesaat menjelang
operasi, misalnya pada pasien darurat.

Asesmen prainduksi terpisah dari asesmen pra-anestesi, karena difokuskan pada stabilitas
fisiologis dan kesiapan pasien untuk tindakan anestesi, dan berlangsung sesaat sebelum
induksi anestesi. Jika anestesi diberikan secara darurat maka pengkajian pra-anestesi dan
prainduksi dapat dilakukan berurutan atau simultan, namun dicatat secara terpisah

17
Gambar 2a. Asesmen Pra Anestesi/Pra sedasi

18
Gambar 2b. Asesmen Pra Anestesi/Pra sedasi

19
Rencana tindakan sedasi atau anestesi harus diinformasikan kepada pasien, keluarga pasien, atau
mereka yang membuat keputusan mewakili pasien tentang jenis sedasi, risiko, manfaat, dan
alternatif terkait tindakan tersebut. Informasi tersebut sebagai bagian dari proses mendapat
persetujuan tindakan kedokteran untuk tindakan sedasi atau anestesi sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

Pemantauan fisiologis akan memberikan informasi mengenai status pasien selama tindakan anestesi
(umum, spinal, regional dan lokal) dan masa pemulihan. Hasil pemantauan akan menjadi dasar
untuk mengambil keputusan intraoperasi yang penting dan juga menjadi dasar pengambilan
keputusan pascaoperasi seperti pembedahan ulang, pemindahan ke tingkat perawatan lain, atau
pemulangan pasien.

Informasi hasil pemantauan akan memandu perawatan medis dan keperawatan serta
mengidentifikasi kebutuhan diagnostik dan layanan lainnya. Temuan pemantauan dimasukkan ke
dalam rekam medis pasien. Metode pemantauan bergantung pada status praanestesi pasien,
pemilihan jenis tindakan anestesi, dan kerumitan pembedahan atau prosedur lainnya yang dilakukan
selama tindakan anestesi. Meskipun demikian, pemantauan menyeluruh selama tindakan anestesi
dan pembedahan dalam semua kasus harus sesuai dengan panduan praktik klinis (PPK) dan
kebijakan rumah sakit. Hasil pemantauan didokumentasikan dalam rekam medis

Pemantauan selama anestesi menjadi dasar pemantauan saat pemulihan pascaanestesi. Pemantauan
pasca anestesi dapat dilakukan di ruang rawat intensif atau di ruang pulih. Pemantauan pasca
anestesi di ruang rawat intensif bisa direncanakan sejak awal sebelum tindakan operasi atau
sebelumnya tidak direncanakan berubah dilakukan pemantauan di ruang intensif atas hasil
keputusan PPA anestesi dan atau PPA bedah berdasarkan penilaian selama prosedur anestesi dan
atau pembedahan. Bila pemantauan pasca anestesi dilakukan di ruang intensif maka pasien langsung
di transfer ke ruang rawat intensif dan tatalaksana pemantauan selanjutnya secara berkesinambungan
dan sistematis berdasarkan instruksi DPJP di ruang rawat intensif serta didokumentasikan. Bila
pemantauan dilakukan di ruang pulih maka pasien dipantau secara berkesinambungan dan sistematis
serta didokumentasikan. Pemindahan pasien dari area pemulihan pascaanestesi atau penghentian
pemantauan pemulihan dilakukan dengan salah satu berdasarkan beberapa alternatif sebagai berikut:
a) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang ahli anestesi yang
kompeten.
b) Pasien dipindahkan (atau pemantauan pemulihan dihentikan) oleh seorang perawat atau penata
anestesi yang kompeten berdasarkan kriteria pascaanestesi yang ditetapkan oleh rumah sakit,
tercatat dalam rekam medis bahwa kriteria tersebut terpenuhi.
c) Pasien dipindahkan ke unit yang mampu menyediakan perawatan pascaanestesi misalnya di unit
perawatan intensif.

Waktu masuk dan keluar dari ruang pemulihan (atau waktu mulai dan dihentikannya pemantauan
pemulihan) didokumentasikan dalam rekam medis pasien.

20
Gambar 3. Proses input HANDOVER pada Rekam Medis Elektronik

Gambar 3b. Hasil HANDOVER pada Rekam Medis Elektronik

21
Gambar 4. Asesmen Anestesi (halaman 1)

22
Gambar 4b. Asesmen Anestesi (halaman 2)

23
Gambar 4c. Asesmen Anestesi (halaman 3), Monitoring pasca anestesi

24
Gambar 4d. Asesmen Anestesi (halaman 4), Monitoring pasca anestesi

25
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

A. Pengertian.
Kesehatan dan keselamatan kerja (K3) merupakan suatu program yang dibuat sebagai upaya
mencegah timbulnya kecelakaan dan Penyakit akibat Kerja (PAK) dengan cara mengenali hal-hal
yang berpotensi menimbulkan kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta tindakan antisipatif
apabila terjadi kecelakaan dan penyakit akibat kerja (WHO).

Dalam UU No.36 Tahun 2009 pasal 164 tentang Kesehatan, pada ayat 1 menerangkan bahwa
upaya kesehatan kerja ditujukan untuk melindungi pekerja agar hidup sehat dan terbebas dari
gangguan kesehatan serta pengaruh buruk yang diakibatkan oleh pekerjaan, sehingga dapat
diperoleh produktifitas kerja yang optimal sejalan dengan program tenaga kerja. Pada ayat 2 juga
menerangkan bahwa upaya kesehatan kerja merupakan penyerasian antara kapasitas kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja dan pelayanan kesehatan kerja mencakup upaya peningkatan
kesehatan, seperti pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit dan pemulihan penyakit.

Kesehatan kerja mempunyai syarat fisik dan psikis sesuai dengan jenis pekerjaannya, persyaratan
baku, peralatan, proses kerja serta persyaratan tempat atau lingkungan kerja. Yang dimaksud
dengan tempat kerja adalah tempat yang terbuka, tertutup, bergerak atau tidak bergerak yang
dipergunakan untuk memproduksi barang atau jasa oleh jasa oleh satu atau beberapa orang
pekerja, pengertian ini sesuai dengan UU No.1 Tahun 1970 Pasal 1 ayat tentang keselamatan
kerja. Upaya Program K3RS dilaksanakan secara menyeluruh untuk meningkatkan
derajat kesehatan dan produktivitas karyawan di Rumah Sakit Haji Kamino yang memiliki
karyawan dengan resiko bahaya, keselamatan dan kesehatan yang berbeda di setiap unit kerja
masing- masing.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tersedianya fasilitas yang aman, berfungsi dan mendukung bagi pasien, keluarga, staf dan
pengunjung.

2. Tujuan Khusus
a. Mengelola risiko lingkungan di mana pasien dirawat dan staf bekerja yang meliputi :
1) Keselamatan dan Keamanan
2) Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
3) Penanggulangan Bencana (Emergency)
4) Proteksi Kebakaran
5) Peralatan Medis
6) Sistem Penunjang (Utilitas)
b. Menciptakan tempat kerja yang sehat, selamat, aman dan nyaman bagi sumber daya
manusia, pasien, pendamping pasien, penunjang, maupun lingkungan Rumah Sakit,
pasien, penunjang, maupun lingkungan Rumah Sakit sehingga proses pelayanan berjalan
baik dan lancar
c. Mencegah Timbulnya Penyakit Akibat Kerja (PAK), kecelakaan kerja, penyakit menular
dan penyakit tidak menular bagi seluruh sumber daya manusia di Rumah Sakit.

26
C. KEGIATAN POKOK DAN RINCIAN KEGIATAN
a. Mengidentifikasi risiko yang disebabkan oleh Fasilitas Rumah Sakit, meliputi :
1) Risiko Keselamatan dan Keamanan seperti : lantai licin, langit-langit jebol, jalan
rusak, bangunan rusak atau runtuh, wc mampet, kendaraan/transportasi mogok,
pompa air rusak, listrik mati, tegangan listrik tidak stabil, kabel-kabel electrode
putus, alat tidak dikalibrasi, distribusi air terganggu, kualitas air bersih/minum tidak
sesuai standar, air limbah tidak memenuhi syarat, suhu ruangan terlalu panas
menyebabkan malfungsi alat.
2) Risiko Bahan Berbahaya : terkena tumpahan cairan iritan, terhirup uap bahan
berbahaya, ledakan tabung gas, tertelan bahan beracun, terpapar bahan berbahaya
dan beracun. Selain itu juga dilakukan pemantauan di gudang penyimpanan B3, unit
Laboratorium, dan Radiologi.
3) Risiko manajemen emergensi : kebakaran, bencana alam, kerusuhan massal,
keracunan massal, ancaman peledakan, kerusakan bangunan dan runtuhnya gedung
dan air bah banjir.
4) Risiko Kebakaran : korsleting listrik, ledakan tabung gas LPG, ledakan tabung gas
oksigen, sambaran petir, penyimpanan bahan mudah terbakar.
5) Risiko Peralatan Medis : tidak tepatnya hasil alat ukur, tersengat aliran listrik, luka
bakar (combustion), terpapar infeksi nosokomial.
6) Risiko sistem utilitas (listrik, air bersih/minum, air limbah, AC, lift dan oksigen):
kegiatan operasional pelayanan terganggu untuk listrik di Poliklinik rawat jalan,
Radiologi, Laboratorium, Poli Gigi, Billing System, Laundry, Sanitasi, Gizi,
Administrasi dan Rawat Inap. Untuk air bersih dan air minum akan mengganggu
kegiatan operasional pelayanan utamanya di rawat inap, Laundry, Gizi, Poli rawat
jalan, gedung administrasi. Air limbah tidak sesuai baku mutu sehingga mencemari
lingkungan, kerusakan AC menyebabkan terganggunya fungsi alat, tidak tersedianya
oksigen dapat mengganggu kegiatan pelayanan. Lift rusak/macet dapat mengganggu.

b. Memeriksa dan memelihara Fasilitas Rumah Sakit


1) Jadwal pemeriksaan dan pemeliharaan Fasilitas Rumah Sakit
2) Form checklist pemeriksaan
3) Kalibrasi fasilitas Rumah Sakit
4) Laporan hasil pemeriksaan dan pemeliharaan fasilitas rumah sakit.

c. Pemeriksaan Kesehatan Karyawan


1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja
2) Pemeriksaan kesehatan berkala
3) Pemeriksaan kesehatan khusus
4) Pemeriksaan kesehatan pasca bekerja.

d. Program Vaksinasi/ Imunisasi


1) Vaksinasi COVID-19
2) Vaksinasi Hepatitis-B

e. Upaya peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit pada Karyawan :


1) Karyawan dengan pemberian Vitamin untuk karyawan terutama diruang bersiko
2) Sosialisasi ke karyawan pencegahan penularan virus COVID-19 bekerja sama
dengan tim PKRS (Promosi Kesehatan RS).

27
f. Mengelola keselamatan dan kesehatan kerja (K3) yang terintegrasi dengan upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) sesuai kebijakan dengan Tujuan untuk
melindungi staf rumah sakit meliputi:
1) Pengaturan jam kerja dan istirahat karyawan dan tidak ada toleransi pada tindakan
kekerasan di tempat kerja
2) Upaya keselamatan dan keamanan selama perjalanan (berangkat/pulang)
3) Pemantauan status kesehatan staf rumah sakit
4) Deteksi dini dugaan kasus COVID-19 diantara staf Rumah Sakit, keluaraga dan
kontak eratnya
5) Lingkungan yang tidak menyalahkan terhadap pelaporan
6) Tindak lanjut yang bebas dari Stigma pada kasus tanpa perlindungan terhadap
paparan system pernafasasn, cairan tubuh dan insiden kekerasan

g. Pendidikan dan pelatihan


1) Mengikuti pertemuan, seminar dan workshop yang dilaksanakan oleh
Organisasi Profesi Komunitas Ahli Keselamatan dan Kesehatan Kerja Rumah
Sakit (KAK3RS)
2) Mengadakan pelatihan tentang K3, dengan materi pencegahan PAK dan
Kecelakaan kerja yang mungkin terjadi bagi pegawai RS, ergonomi,
kedisiplinan penggunaan APD minimal satu tahun sekali

h. Evaluasi Program K3RS


Evaluasi dilakukan oleh komite K3 berupa kegiatan yang terlaksana serta hambatan
kegiatan yang tidak dapat dilakukan berupa rencana tindak lanjut dari program kerja
tersebut.

28
BAB VI
PENGENDALIAN MUTU

Mutu pelayanan harus memiliki standar mutu yang jelas, artinya setiap jenis pelayanan haruslah
mempunyai indikator dan standarnya. Dengan demikian pengguna jasa dapat membedakan
pelayanan yang baik dan tidak baik melalui indikator dan standarnya.

Mutu adalah suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, manusia/tenaga kerja, proses
dan tugas serta lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan pelanggan atau konsumen.

Pengendalian mutu pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Haji Kamino disusun berdasarkan
Kepmenkes No.779 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Anestesiologi dan Reanimasi di
Rumah Sakit, meliputi :

NO JENIS PELAYANAN INDIKATOR STANDAR


1 Anestesi Komplikasi anestesi ≤ 6 %
karena overdosis, reaksi
anestesi, dan salah
penempatan endotracheal
tube
2 Anestesi Pelaksanaan asesment pra 100%
anestesi operasi elektif
dengan GA

3 Anestesi Kejadian desaturasi 0%


oksigen durante anestesia

Pelaksanaan Pengendalian Mutu di Instalasi Kamar Bedah setiap bulan dilaporkan ke Komite Mutu.

29
BAB VII
PENUTUP

Era globalisasi menuntut perkembangan pengetahuan dan tehnologi disegala bidang, termasuk
bidang kesehatan. Pelayanan Anestesi dan sedasi di Rumah Sakit Haji Kamino sebagai bagian dari
pelayanan kesehatan rumah sakit tentunya senantiasa perlu penyesuaian mengikuti perkembangan
tersebut.

Upaya peningkatan pelayanan Anestesi dan sedasi berarti peningkatan pelayanan rumah sakit.
Upaya peningkatan pelayanan memerlukan landasan hukum dan batasan operasional, standar
ketenagaan, standar fasilitas, dan tata laksana. Buku Pedoman Pelayanan Anestesi ini disusun
memberikan informasi tentang hal-hal tersebut.

Buku pedoman Pelayanan Anestesi dan sedasi ini diharapkan menjadi acuan bagi pelaksana
kegiatan untuk melaksanakan kegiatan pelayanan, sehingga pelayanan yang baik dapat dicapai. Bagi
manajemen buku ini berharap dapat bermanfaat untuk pemenuhan kebutuhan sumberdaya sehingga
indikator mutu dapat tercapai.

Semoga buku ini bermanfaat bagi semua pihak dengan harapan mutu pelayanan dapat dijaga. Tidak
lupa, sesuai perkembangan hendaknya buku ini secara berkala dievaluasi dan direvisi.

30

Anda mungkin juga menyukai