Anda di halaman 1dari 12

KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH

RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II


2018

RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II

Jl. Sultan Hasanudin No.63 Tambun – Bekasi


KEPUTUSAN DIREKTUR
NOMOR 0102/SK/DIR-RSKM II/VIII/2018
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH ( PAB )
DI RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II TAMBUN

DIREKTUR RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II

Menimbang : a. bahwa penggunaan anestesi, sedasi dan intervensi bedah adalah proses
dan prosedur yang kompleks yang membutuhkan asesmen lengkap
dan komprehensif serta perencanaan asuhan yang terintegrasi;
b. bahwa untuk melakukan tindakan/ operasi, dibutuhkan anestesi
sebagai suatu rangkaian kegiatan dari sedasi minimal sampai anestesi
penuh, yang mempunyai risiko tinggi guna mengurangi dan mencegah
resiko ;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a dan b, perlu menetapkan Keputusan Direktur Rumah Sakit Karya
Medika II Tambun tentang Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah (
PAB ) di Rumah Sakit Karya Medika II Tambun.

Mengingat : 1. Undang-Undang RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-Undang RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Undang-Undang RI No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
4. Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 11 tahun 2017 tentang
Keselamatan Pasien
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.519/MENKES/PER/III/2011
tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan
Terapi Intensif di Rumah Sakit
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran
7. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis
8. Standar Nasional Akreditasi RS, Edisi 1, KARS, Kemenkes RI 2018

MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
KESATU : KEPUTUSAN DIREKTUR TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI
DAN BEDAH DI RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II TAMBUN.
KEDUA : Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah pada Diktum Kesatu, sebagai
acuan dalam melaksanakan pelayanan anestesi dan tindakan bedah di
RS Karya Medika II, tertuang dalam lampiran keputusan ini
KETIGA : Pelayanan Anestesi dan Bedah dilaksanakan sesuai kebutuhan pasien
dan mengutamakan prinsip keselamatan pasien, dengan tujuan :
1. Tersedia pelayanan anestesi dan bedah untuk memenuhi
kebutuhan pasien yang memenuhi standar di RS Karya Medika II
Tambun, standar nasional dan standar professional
2. Menyelaraskan kebutuhan asuhan pasien bedah dengan pelayanan
anestesi dengan pemilihan prosedur yang tepat, waktu yang
optimal dan dilaksanakan secara aman.
3. Memenuhi kebutuhan pasien terhadap pelayanan anestesi dan
bedah dengan tujuan mengurangi risiko dan keselamatan pasien
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku terhitung mulai tanggal ditetapkan.
KELIMA : Apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam surat keputusan
ini, maka akan diadakan perbaikan dan perubahan sepenuhnya.

Ditetapkan di : Bekasi
Pada tanggal : 16 Agustus 2018
RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II

dr. Robinhood Damanik


Pjs. Direktur
Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit Karya Medika II
Nomor : 0102/SK/DIR-RSKM II/VIII/2018
Tentang : Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah ( PAB ) Rumah Sakit
Karya Medika II
Tanggal :16 Agustus 2018

A. ORGANISASI DAN MANAJEMEN


1. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam harus memenuhi standard
RS, standar nasional, standar profesi dan sesuai peraturan perundang –
undangan yang berlaku serta melayani kebutuhan pasien, kebutuhan pelayanan
klinis yang ditawarkan serta kebutuhan para PPA.
2. Pelayanan anestesi, serta sedasi moderat dan dalam tersedia dalam 24 jam yang
adequat, reguler dan nyaman untuk memenuhi kebutuhan pasien termasuk
kondisi keadaan darurat diluar jam kerja.
3. Pada keadaan darurat Rumah Sakit KARYA Medika II dapat menunjuk dokter
anestesi yang berasal / bersumber dari luar yang memiliki catatan kinerja yang
akseptabel dan memenuhi peraturan perundang – undangan yang berlaku,
berdasarkan rekomendasi Kepala Pelayanan Anestesi dan disetujui Direktur
Rumah Sakit Karya medika II Tambun
4. Pelayanan anestesi setiap pasien di Rumah Sakit Karya Medika II Tambun,
direncanakan dan dipimpin oleh seorang dokter anestesi yang kompeten melalui
keahlian dan pengalaman, bersertifikat, konsisten dengan undang-undang dan
peraturan yang berlaku, meliputi:
a. Mengembangkan, menerapkan, dan menjaga regulasi
b. Melakukan pengawasan administratif
c. Menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
d. Memonitor dan evaluasi pelayanan anestesi, sedasi moderat dan dalam
5. Penanggung jawab pelayanan anestesi mengembangkan, melaksanankan dan
menjaga regulasi dengan menjalankan program pengendalian mutu dengan
pelaksanaan supervisi dan evaluasi pelayanan anestesi serta sedasi moderat dan
dalam di Rumah Sakit Karya Medika II Tambun.
6. Penetapan program mutu dan keselamatan pasien dalam pemberian pelayanan
anestesi, serta sedasi moderat dan dalam di Rumah Sakit Karya Mesdika II
Tambun.

B. PELAYANAN SEDASI
1. Pemberian sedasi moderat yang diberikan seragam ditempat pelayanan didalam
rumah sakit di kamar operasi secara intra vena tidak bergantung pada berapa
dosisnya.
2. Pemberian sedasi pada pasien harus dilakukan seragam dan sama di semua
tempat di Rumah Sakit Karya Medika II Tambun meliputi :
a. Kualifikasi staf yang memberikan sedasi
b. Peralatan medis yang digunakan
c. Bahan yang dipakai
d. Cara monitoring di rumah sakit
3. Pemberian sedasi terkait pasien dan jenis tindakan yang diberikan akan
menaikkan toleransi pasien terhadap rasa tidak nyaman, rasa sakit dan atau
resiko komplikasi, oleh karena itu Professional Pemberi Asuhan ( PPA ) yang
bertanggung jawab memberikan sedasi harus kompeten dan berwenang dalam
hal :
a. Tehnik dan berbagai macam cara sedasi
b. Farmakologi obat sedasi dan penggunaan zar reversal ( antidot )
c. Memonitor pasien
d. Bertindak jika ada komplikasi
4. Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ) yang bertanggung jawab melakukan
pemantauan selama diberikan sedasi harus kompeten dalam :
a. Memonitoring yang diperlukan
b. Bertindak jika ada komplikasi
c. Penggunaan zat reversal ( antidot )
d. Criteria pemulihan
5. Tindakan sedasi ( moderat dan dalam ) cara memberikan dan pemantauannya
berdasarkan atas panduan praktek klinik.
6. Pemberian sedasi moderat dan dalam berpengaruh pada respon pasien,dalam
hal ini faktor yang berpengaruh adalah obat yang dipakai, cara pemberian obat
dan dosis, usia pasien ( anak, dewasa, serta lanjut usia) dan riwayat kesehatan
pasien.
7. Asesmen prasedasi/ pra anestesi dilakukan untuk mengevaluasi risiko dan
ketepatan prosedur sedasi bagi setiap pasien serta dilakukan oleh Profesional
Pemberi Asuhan (PPA) yang kompeten dan didokumentasikan di formulir
asesmen pra anestesi yang berisi :
a. Mengindetifikasi setiap permasalahan saluran pernafasan yang dapat
b. mempengaruhi jenis sedasi
c. Evaluasi pasien terhadap resiko tindakan sedasi
d. Merencanakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan
pasien
e. berdasar atas sedasi yang diterapkan
f. Pemberian sedasi secara aman
g. Mengevaluasi serta menyimpulkan temuan monitor selama dan sesudah
sedasi.
8. Status fisiologis pasien harus dimonitor secara terus menerus selama pemberian
anestesi pada formulir anestesi ( berupa pemantauan tekanan darah dan nadi
setiap 5 menit, frekuensi nafas, pola nafas dan saturasi O2 dilakukan setiap 15
menit ) dan pasca anestesi dilakukan pemantauan kesadaran, tekanan darah,
frekuensi nadi, frekuensi nafas, saturasi O2 dan skor Aldrete setiap 15 menit
dengan menggunakan kriteria baku yang mengatur frekuensi minimum dan tipe
monitoringnya oleh dokter spesialis anestesi, sedangkan monitoring anestesi
lokal ( sedasi ringan ) dapat oleh DPJP, dituliskan pada formulir pemantauan
anestesi lokal yang berupa pemantauan tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi
dan pernafasan dilakukan setiap 15 menit.
9. Pasien masih tetap beresiko terhadap komplikasi setelah tindakan selesai,
karena keterlambatan absorsi obat sedasi, terdapat depresi pernafasan dan
kekurangan stimulasi akibat tindakan, maka ditetapkan kriteria pemulihan
pasien yang siap ditransfer dari kamar operasi ke ruang pulih sadar sesuai
dengan instruksi dokter anestesi.
10. Pemantauan pasien selama sedasi dicatat berdasarkan hasil monitoring pada
berkas rekam medis catatan pemantauan anestesi.
11. Pasien, keluarga dan pengambil keputusan diberikan penjelasan tentang risiko,
manfaat, komplikasi, pemberian analgesi pasca sedasi dan alternatif prosedur
anestesi oleh petugas yang kompeten ( dokter anestesi ) terkait tindakan sedasi
sampai dengan mendapat persetujuan tindakan kedokteran yang sudah
disetujui oleh pasien dan keluarga untuk tindakan anestesi dengan menanda
tangani surat persetujuan tindakan anestesi

C. ASUHAN PASIEN ANESTESI


1. Profesional Pemberi Asuhan ( PPA ) yang melaksanakan pelayanan asuhan
pasien anestesi merupakan perawat yang kompeten pada pelayanan anestesi
melakukan assesmen pra anestesi berbasis IAR ( Informasi, Analisis, Rencana )
juga memebrikan informasi yang diperlukan meliputi :
a. Mengetahui masalah saluran pernafasan
b. Memilih anestesi dan rencan asuhan anestesi
c. Memberikan anestesi yang aman berdasar atas assesmen pasien, resiko
yang
d. ditemukan dan jenis tindakan.
e. Menafsirkan temuan pada waktu monitoring selam anestesi dan pemulihan
f. Memberikan informasi obat analgesia yang akan digunakan pasca operasi.
2. Assesmen pra anestesi dilakukan sebelum pasien masuk rawat inap atau
sebelum dilakukan tindakan bedah dan pada pasien darurat dapat dilakukan
sesaat menjelang operasi.
3. Assesmen pra induksi berbasis IAR terpisah dari assesmen pra anestesi, fokus
pada stabilitas fisiologis .
4. Tindakan anestesi direncanakan secara seksama dan didokumentasikan dalam
rekam medis pasien dengan mempertimbangkan informasi dari assesmen
lainnya ( hasil pemeriksaan, konsul, dll ) dan mengidentifikasi tindakan anestesi
yang akan digunakan termasuk metode pemberiannya, pemberian medikasi dan
cairan lain, serta prosedur monitoring dalam mengantisipasi pelayanan pasca
anestesi dan didokumentasikan di rekam medis.
5. Setiap pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi harus diberikan informasi
dan edukasi meliputi : resiko, manfaat, dan alternative yang berhubungan
dengan perencanaan anestesi dan analgesi pasca operasi.
6. Pemantauan jenis dan frekuensi selama anestesi dan operasi dilakukan berdasar
atas status pasien pra-anestesi, metode anestesi yang dipakai, dan tindakan
operasi yang dilakukan sesuai dengan panduan praktik klinik yang di catat pada
formulir anestesi.
7. Pasien-pasien tertentu dapat dipindahkan ke unit yang telah ditetapkan atau
unit pelayanan intensif sebagai tempat yang mampu memberikan pelayanan
pasca anestesi atau pasca sedasi.
8. Penilaian kriteria pasien keluar dari ruang pemulihan pasca anestesi atau
menghentikan monitoring pada periode pemulihan dilakukan oleh perawat
anestesi sesuai dengan kriteria yang meliputi :
a. Ditetapkan oleh Rumah Sakit Karya Medika II Tambun dengan standar dan
rekam medis pasien membuktikan bahwa kriteria yang akan dipenuhi
b. Pasien dapat dipindahkan ke unit yang mampu memberikan asuhan pasca
anestesi atau pasca sedasi tertentu, seperti ICU.

D. ASUHAN PASIEN BEDAH


1. Assesmen pra bedah direncanakan berdasar atas hasil assesmen dan dicatat
dalam rekam medis pasien yang berbasis IAR.
2. Hasil asessmen pra bedah meliputi :
a. Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya
b. Melakukan tindakan dengan aman
c. Menyimpulkan temuan selama monitoring.
3. Assesmen pasien yang ditangani oleh dokter bedah maka asuhan bedah dicatat
pada assesmen awal rawat inap dan untuk pasien yang diputuskan dilakukan
pembedahan dalam masa perawatan maka assesmen dicatat dalam rekam
medis, sedangkan pasien yang dikonsultasikan ditengah perawatan oleh Dokter
Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) lain dan diputuskan operasi maka
assesmen pra bedah dicatat juga direkam medis denganberbasis IAR. Hal ini
mencakup diagnosis praoperasi dan pasca operasi serta nama tindakan operasi.
4. Pasien, keluarga dan mereka yang memutuskan menerima cukup penjelasan
untuk berpartisipasi dalam keputusan asuhan pasien dan memberikan
persetujuan yang dibutuhkan meliputi penjelasan tentang :
a. Resiko dari rencana tindakan operasi
b. Manfaat dari rencana tindakan operasi
c. Kemungkinan komplikasi dan dampak
d. Pilihan operasi atau nonoperasi (alternatif) yang tersedia untuk menangani
pasien
e. Tambahan jika dibutuhkan darah atau produk darah, sedangkan risiko dan
f. alternatifnya didiskusikan.
5. Asuhan pasien pasca operasi bergantung pada temuan dalam operasi. Hal
terpenting adalah semua tindakan dan hasilnya dicatat didalam rekam medis
pasien dengan laporan operasi yang dilakukan segera setelah operasi selesai dan
sebelum pasien dipindah dari daerah operasi atau dari area pemulihan pasca
operasi yang meliputi :
a. Diagnosis pasca operasi
b. Nama dokter bedah dan assisten
c. Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan
d. Ada dan tidak ada komplikasi
e. Spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa
f. Jumlah darah yang hilang dan jumlah yang masuk lewat transfusi
g. No pendaftaran alat implan yang ( implan )
h. Tanggal, waktu dan tanda tangan dokter penanggung jawab
6. Pada kondisi dimana dokter bedah mendampingi pasien dari ruang operasi
keruangan asuhan intensif lanjutan maka laporan operasi dapat dibuat pada
formulir Rekam medis
7. Kebutuhan asuhan pasca operasi dicatat dalam berkas rekam medis yang terdiri
dari kebutuhan asuhan medis, keperawatan, dan Profesional Pemberi Asuhan (
PPA ) bergantung pada tindakan operasi dan riwayat kesehatan pasien.
8. Asuhan pasca operasi dapat dimulai sebelum dilakukan tindakan operasi
berdasarkan assesemen kebutuhan dan kondisi pasien serta jenis operasi yang
dilakukan, rencana asuhan dicatat dalam rekam medis pasien dalam waktu 24
jam dan diverifikasi oleh Dokter Penanggung Jawab Pelayanan ( DPJP ) sebagai
pimpinan tim klinis untuk memastikan kontinuitas asuhan selama waktu
pemulihan dan masa rehabilitasi.
9. Tindakan bedah yang menggunakan implan protesa merupakan tindakan
operasi rutin yang dimodifikasi dengan mempertimbangkan beberapa faktor
khusus :
a. Pemilihan implan berdasar peraturan perundangan
b. Modifikasi surgical chek list untuk memastikan ketersediaan implan dan
b. penandaan lokasi operasi
c. Kualifikasi dan pelatihan setiap staf dari luar yang dibutuhkan untuk
pemasangan
d. implan
e. Proses pelaporan kejadian yang tidak diharapkan
f. Malfungsi implan
g. Pengendalian infeksi khusus
h. Instruksi khusus kepada pasien setelah operasi
i. Kemampuan penelusuran kembali.
10. Rumah Sakit Karya medika II Tambun menggunakan suatu check list ( surgical
safety checklist ) untuk memastikan tepat pasien, tepat lokasi dan tepat
prosedur operasi/tindakan, meliputi check list sebelum induksi ( sign in ),
sebelum insisi kulit ( timeout ), dan sebelum anggota tim operasi meninggalkan
ruangan operasi ( sign out ).
11. Rumah Sakit Karya medika II Tambun menggunakan tanda yang segera dikenali
untuk identifikasi lokasi operasi dengan tanda berupa lingkaran ( O ) saat
sebelum operasi atau pada formulir site marking saat di poliklinik saat
membekan informasi dan edukasi.
12. Penandaan lokasi operasi harus dibuat oleh dokter operator dan dilaksanakan
sebelum pelaksanaan operasi, saat pasien sadar dan disaksikan oleh perawat
kamar bedah serta melibatkan pasien/ orang tua/ keluarga dalam proses
penandaan.
13. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi miring
kanan atau kiri ( laterality ), struktur yang multiple ( jari tangan, jari kaki ), atau
multi level ( tulang belakang ).
14. Penandaan lokasi operasi tidak dilakukan pada kasus sectio caecaria, kuretase,
operasi jantung, sirkumsisi, kasus intervensi dengan kateter/ instrumen yang
diinsersi ( kateterisasi jantung ), operasi gigi, operasi tonsilektomi, kasus luka
bakar, bayi prematur ( menyebabkan tanda yang permanen ), endoskopi,
laparatomi. Pada pasien bedah dengan kondisi kritis, asuhan paska bedah
dilakukan pemindahan ke unit intensif.
E. RUANG OPERASI
1. Rumah sakit karya medika II tambun menetapkan jenis pelayanan bedah yang
dapat dilaksanakan di instalasi kamar bedah.
2. Tindakan bedah merupakan tindakan yang yang beresiko tinggi dan rumit
sehingga memerlukan ruang operasi yang mendukung terlaksananya tindakan
bedah untuk mengurangi resiko infeksi memuat :
a. Alur masuk barang – barang / instrument bersih dan steril harus terpisah
dari
b. alur- alur keluar barang / instrument kotor
c. Alur linen bersih dan steril harus terpisah dengan linen kotor
d. Desain tata ruang operasi memenuhi ketentuan zona atas sterilisasi.
3. Pelayanan bedah merupakan tindakan beresiko, untuk itu rumah sakit
menetapkan program Mutu dan keselamatan pasien yang terdiri dari
pelaksanaan assesmen prabedah, penandaan Lokasi operasi, pelaksanaan
surgical safety checklist, diskrepansi diagnosis pre dan post operasi.
4. Program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan bedah di monitoring
dan di evaluasi.
5. Program mutu dan keselamatan pasien dalam pelayanan bedah di integrasikan
dengan program mutu dan keselamatan pasien rumah sakit.

Ditetapkan di : Bekasi
Pada tanggal : 16 Agustus 2018
RUMAH SAKIT KARYA MEDIKA II

dr. Robinhood Damanik.

Pjs. Direktur

Anda mungkin juga menyukai