Anda di halaman 1dari 7

KEBIJAKAN

PELAYANAN ANESTESI
KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING
Nomor : 1548/SK.3.2/2022
Tentang
KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI

DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU MUHAMMADIYAH GAMPING


Menimbang : a. Bahwa untuk memenuhi kebutuhan pasien sesuai standar
dalam pelayan sedasi, anestesi dan pembedahan, maka
diperlukan adanya Kebijakan Pelayanan Anestesi di Rumah
Sakit PKU Muhammadiyah Gamping.
b. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a, perlu menetapkan Kebijakan Pelayanan
Anestesi dengan Keputusan Direktur Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan;
2. Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
3. Undang-Undang RI Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktek
Kedokteran;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien;
Surat Keputusan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor:
1928//KEP/I.0/D/2021 tanggal 15 Desember 2021 tentang
Pengangkatan Direksi RS PKU Muhammadiyah Gamping
Masa Jabatan 2021 – 2025.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT PKU
MUHAMMADIYAH GAMPING TENTANG KEBIJAKAN
PELAYANAN ANESTESI.
PERTAMA Dengan ditetapkannya keputusan ini maka Keputusan Direktur
Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping Nomer
2209/SK.3.2/XII/2018 tentang Kebijakan Pelayanan Anestesi
dinyatakan tidak berlaku lagi.
KEDUA : Kebijakan Pelayanan Anestesi dimaksudkan pada diktum
pertama sebagaimana terlampir dalam lampiran keputusan ini.
KETIGA Kebijakan Pelayanan Anestesi dimaksudkan untuk menjadi
acuan dalam pelayanan Anestesi menjadi landasan ketentuan-
ketentuan dibawahnya.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Sleman
Pada tanggal : 07 Januari 2022
Direktur,

dr. H. Ahmad Faesol, Sp. Rad. M. Kes., MMR.


NBM: 797.692
LAMPIRAN
Keputusan Direktur Rumah Sakit PKU
Muhammadiyah Gamping.
Nomor : 1548/SK.3.2/2022
Tentang : Kebijakan Pelayanan Anestesi.

KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI

1. Pelayanan anestesi dan sedasi tersedia dalam memenuhi kebutuhan pasien


sesuai kapasitas pelayanan, standar profesi, dan peraturan perundang-
undangan.
2. Pelayanan anestesi termasuk sedasi moderat dan dalam tersedia untuk
memenuhi kebutuhan pasien.
3. Pelayanan anestesi dan sedasi tersedia selama 24 (dua puluh empat) jam 7
(tujuh hari) sesuai dengan kebutuhan pasien.
4. Keseragaman dalam pelayanan sedasi sesuai kebijakan dan prosedur yang
ditetapkan dan dilaksakan oleh tenaga medis yang kompeten dan telah
diberikan kewenangan klinis untuk melakukan sedasi moderat dan dalam,
meliputi:
a. Area-area di dalam rumah sakit tempat sedasi moderat dan dalam dapat
dilakukan
b. Kualifikasi staf yang memberikan sedasi
c. Persetujuan medis (informed consent) untuk prosedur maupun sedasinya
d. Perbedaan populasi anak, dewasa, dan geriatri ataupun pertimbangan
khusus lainnya
e. Peralatan medis dan bahan yang digunakan sesuai dengan populasi yang
diberikan sedasi moderat atau dalam
f. Cara memantau pemonitoran
5. Penanggung jawab pelayanan anestesi dan sedasi adalah seorang dokter
anestesi yang kompeten yang melaksanakan tanggung jawabnya meliputi :
a. Mengembangkan, menerapkan dan menjaga regulasi
b. Melakukan pengawasan administratif
c. Melaksanakan program pengendalian mutu yang dibutuhkan
d. Memantau dan mengevaluasi pelayanan sedasi dan anastesi
6. Bila memerlukan profesional pemberi asuhan terdapat PPA dari luar rumah
sakit untuk memberikan pelayanan anestesi dan sedasi, maka ada bukti
rekomendasi dan evaluasi pelayanan anestesi dan sedasi terhadap PPA
tersebut.
7. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang bertanggungjawab memberikan
sedasi adalah staf yang kompeten dalam hal:
a. Teknik dan berbagai cara sedasi
b. Farmakologi obat sedasi dan penggunaan zat reversal (antidot)
c. Persyaratan pemantauan pasien
d. Bertindak jika ada komplikasi
8. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang bertanggungjawab melakukan
pemantauan selama pelayanan sedasi moderat dan dalam harus kompeten
meliputi :
a. Pemantauan yang diperlukan
b. Bertindak jika ada komplikasi
c. Penggunaan zat reversal (antidot), dan
d. Kriteria pemulihan
9. Profesional Pemberi Asuhan (PPA) yang kompeten dan bertanggungjawab
melakukan pengkajian prasedasi meliputi :
a. Mengidentifikasi masalah saluran pernafasan yang dapat mempengaruhi
jenis sedasi yang digunakan
b. Mengevaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi
c. Merencakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan
pasien berdasarkan prosedur atau tindakan yang dilakukan
d. Pemberian sedasi secara aman dan
e. Menyimpulkan temuan hasil pemantauan pasien selama prosedur sedasi
dan pemulihan
10. Pengkajian praanestesi telah dilakukan untuk setiap pasien yang akan
dilakukan anastesi.
11. Pengkajian prainduksi telah dilakukan secara terpisah untuk mengevaluasi
ulang pasien segera sebelum diinduksi anastesi.
12. Pengkajian praanastesi dan prainduksi telah dilakukan oleh PPA (Profesional
Pemberi Asuhan) yang kompeten dan telah diberikan kewenangan klinis
didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
13. Pemberian informasi dilakukan oleh dokter spesialis anastesi dan
didokumentasikan dalam formulir persetujuan tindakan anastesi atau sedasi.
14. Pelayanan anestesi harus direncanakan dan didokumentasikan meliputi:
a. Teknik anestesi
b. Obat anestesi, dosis dan rute
15. Frekuensi dan jenis pemantauan selama tindakan anestesi dan pembedahan
didasarkan pada status praanastesi pasien, anastesi yang digunakan serta
prosedur pembedahan yang dilakukan dan didokumentasikan dalam rekam
medis pasien.
16. Pemindahan pasien dari area pemulihan pascaanastesi atau penghentian
pemantauan pemulihan dilakukan dengan salah satu berdasarkan beberapa
alternatif sebagai berikut :
a. Pasien dipindahkan (atau pemonitoran pemulihan dihentikan) oleh dokter
anestesi.
b. Pasien dipindahkan (atau pemonitoran pemulihan dihentikan) oleh
perawat atau penata anestesi yang kompeten derdasarkan kriteria pasca
anastesi yang ditetapkan oleh rumah sakit, tercatat dalam rekam medis
bahwa kriteria tersebut terpenuhi.
c. Pasien dipindahkan ke unit yang mampu menyediakan perawatan pasca
anastesi misalnya di unit perawatan intensif.
d. Waktu dimulai dan dihentikannya proses pemulihan dicatat di dalam
rekam medis pasien.

Direktur Utama,

dr. H. Ahmad Faesol, Sp. Rad. M. Kes., MMR.


NBM: 797.692

Anda mungkin juga menyukai