Jl. Letnan Soetopo Kav. Kom. III A No.7, BSD, Tangerang,15330 Banten
PERATURAN
DIREKTUR RUMAH SAKIT MEDIKA BSD
NOMOR: 125e/DIR-RSMBSD/SK/XII/2021
TENTANG
PELAYANAN ANASTESI
DI RUMAH SAKIT MEDIKA BSD
1. Pelayanan anestesi ( termasuk sedasi moderat dan dalam ) harus memenuhi standart di
rumah sakit, nasional, undang – undang dan peraturan yang berlaku yang dilakukan di
jam kerja maupun diluar jam kerja, 24 jam selama 7 hari dan di laksanakan secara
seragam di seluruh Rumah Sakit Medika BSD.
2. Dalam pelayanan anestesi termasuk sedasi sedang dan dalam di RS Medika BSD
dilakukan oleh dokter anestesiologi.
3. Tujuan dari kebijakan sedasi :
a. Memberikan panduan dalam pelayanan anestesi dan sedasi yang menjamin
keselamatan pasien dengan meminimalisasi risiko yang ada.
b. Memastikan adanya suatu proses yang konsisten sehingga sedasi yang dilakukan
dalam suatu pemberian tindakan medis berjalan dengan aman dan efektif.
c. Menetapkan suatu prosedur instruksi, pelaksanaan, dan pemantauan sedasi di
seluruh rumah sakit.
d. Menjamin kualitas pemberian pelayanan anestesi dan sedasi melalui penetapan
kualifikasi sumber daya manusia yang dapat melakukan pemberian pelayanan
anestesi dan sedasi.
4. Kebijakan Sedasi pada Pasien Dewasa
a. Tenaga medis yang dapat melakukan sedasi ringan, sedang dan dalam di Rumah Sakit
adalah Dokter Spesialis Anestesi.
b. Pemberian anestesi lokal kepada pasien dapat diberikan oleh dokter umum, dokter
spesialis, dokter gigi umum dan dokter gigi spesialis yang telah bersertifikasi.
5. Lokasi Pemberian Sedasi
a. Anestesi Lokal dapat dilakukan di ruang perawatan dan poliklinik, termasuk
poliklinik gigi yang dilakukan oleh dokter DPJP.
b. Sedasi Ringan bisa dilakukan diseluruh ruang perawatan dan IGD yang dilakukan
oleh dokter DPJP.
c. Sedasi Sedang dapat dilakukan di IGD , endoskopi dan radiologi. Tindakan sedasi
sedang tersebut hanya dapat dilakukan oleh dokter anestesi.
d. Sedasi Dalam dapat dilakukan pada ruangan ICU, kamar operasi dan harus dilakukan
oleh dokter spesialis anestesi. Yang menentukan ASA adalah dokter yang akan
melakukan sedasi. Dokter umum dapat membantu proses pemberian sedasi ringan,
sedang dan dalam untuk kondisi life saving.
6. Pengkajian sebelum dilakukan pembiusan :
Dokter Spesialis Anestesi wajib melakukan pre op visit, dalam 6 jam terakhir sebelum
dilakukan pemberian anestesi/ sedasi sedang dan dalam, kecuali pada operasi cito.
7. Syarat-syarat pelayanan sedasi dapat berlangsung, hal dibawah ini harus terpenuhi bila
pelayanan sedasi sedang dan dalam serta anestesi akan dilakukan, yaitu :
a. Hadirnya Dokter Spesialis Anestesi.
b. Sedasi hanya boleh dilakukan/ diinstruksikan oleh dokter spesialis
anestesiologi.
c. Sudah dilakukan identifikasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien.
d. Kondisi pasien tidak kontraindikasi untuk pemberian sedasi.
e. Alat monitoring, oksigen dan suction, harus tersedia di ruangan serta telah
diperiksa berfungsi dengan baik sebelum dilakukan pemberian sedasi.
f. Trolley emergensi dan defibrillator harus tersedia dalam jarak yang dapat
diakses secepat-cepatnya. Sebelum tindakan dokter yang melakukan sedasi
serta asistennya sudah harus mengetahui lokasi dari trolley emergensi yang
akan dicapai apabila sewaktu-waktu diperlukan.
8. Sedasi pada Pasien Anak
a. Setiap pasien anak dianggap berisiko mengalami penurunan refleks protektif apabila
menjalani sedasi.
b. Untuk menjaga konsistensi dalam perawatan pasien di rumah sakit, kebijakan ini
berlaku bagi semua pasien anak yang menjalani sedasi.
c. Sedasi pada pasien anak harus dilakukan oleh dokter spesialis anestesi.
d. Tata laksana pasien secara spesifik ditentukan oleh jenis sedasi yang dilakukan,
dosis obat sedasi, keadaan medis pasien tersebut (diagnosis, beratnya penyakit),
tingkat kedalaman sedasi, dan prosedur yang akan dilakukan.
e. Tujuan sedasi/ analgesia pasien anak adalah untuk memastikan keamanan dan
kenyamanan pasien, serta untuk meningkatkan tingkat keberhasilan tindakan.
prosedur yang menggunakan sedasi.
f. Karakteristik masing-masing anak (temperamen, keadaan psikologis, pengalaman
sedasi sebelumnya, klasifikasi ASA, dll) penting dalam menentukan tingkat
kedalaman sedasi yang diinginkan dan obat sedasi yang akan digunakan.
g. Pasien anak berisiko tinggi yang sedasinya harus dilakukan oleh dokter anestesi,
meliputi :
1. Anak berusia kurang dari 2 bulan.
2. Anak dengan risiko tinggi aspirasi pada keadaan tanpa sedasi.
3. Anak yang tidak mampu mempertahankan patensi jalan napas tanpa sedasi
(kecuali anak yang sedang dalam ventilator).
4. Anak dengan masalah/ penyakit sistemik (ASA 3 atau lebih).
5. Anak dengan gangguan kardiovaskular atau respirasi.
6. Anak dengan gangguan status mental yang membuat penilaian kesadaran,
nyeri, dan respons terhadap obat yang diberikan menjadi sulit.
7. Anak pernah mengalami efek samping pada sedasi sebelumnya.
8. Anak akan diberikan obat anestesi seperti propofol, etomidat, atau thiopental,
yang dapat membuat anak masuk dalam tahap anestesi.
9. Anak sensitif atau alergi terhadap obat sedasi
9. Sebelum Prosedur Sedasi
a. Dokter yang akan melakukan sedasi :
1. Melakukan pemeriksaan pre op visit 6 jam sebelum tindakan anestesi, kecuali
pada tindakan operasi cito.
2. Melakukan pemeriksaan ulang tepat sebelum induksi.
3. Menginstruksikan dan memimpin pemberian sedasi berdasarkan hasil penilaian
awal sebelum prosedur dilakukan.
4. Berada di tempat dan mampu merespon perubahan status pasien dan
menangani komplikasi sedasi.
5. Terus berada di tempat saat pasien menjalani sedasi sedang hingga berat.
6. Lokasi sedasi memiliki akses dan dukungan dokter anestesi atau tim kode biru.
b. Persiapan alat : memastikan bahwa peralatan resusitasi dan pemantauan pasien
telah tersedia di tempat dan selama perpindahan pasien, bila diperlukan. Pastikan
trolley emergensi sudah tersedia atau berada pada lokasi yang sedekat mungkin
dengan area sedasi.
c. Memberikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan pada pasien dan
keluarga, risiko dan efek samping yang mungkin terjadi akibat pemberian sedasi,
alternatif pemilihan jenis anestesi, serta penggunaan darah, produk atau komponen
darah kepada pasien/ keluarga pasien/ penanggung jawab pasien menandatangani
formulir informed consent. Keluarga terdekat pasien meliputi keluarga inti.
Sementara pada pasien anak, penjelasan diberikan kepada orang tua pasien atau
penanggung jawab pasien.
d. Melakukan anamnesis pasien yang mencakup identitas pasien serta identifikasi
risiko yang mungkin timbul akibat pemberian sedasi, seperti :
1. Usia pasien.
2. Alergi obat.
3. Riwayat penyakit beberapa bulan terakhir dan yang bermakna.
4. Kelainan kongenital bila ada.
5. Riwayat perawatan di rumah sakit, operasi, sedasi/ anestesi sebelumnya.
6. Masalah dengan sedasi/ anestesi sebelumnya.
7. Obat-obat yang diminum saat ini (termasuk penggunaan obat pengencer darah,
penggunaan opioid dan obat sedasi selama 24 jam terakhir).
8. Waktu makan per oral terakhir.
e. Lakukan pemeriksaan pasien yang mencakup:
1. Berat badan dalam kilogram.
2. Penilaian risiko gangguan jalan napas.
3. Status pernapasan dan kardiovaskular, termasuk auskultasi jantung dan paru serta
semua temuan fisik lainnya yang bermakna.
4. Status ASA.
5. Pemeriksaan neurologis singkat dan penentuan tingkat perkembangan termasuk
tingkat kesadaran/ awareness.
6. Frekuensi jantung, tekanan darah, frekuensi pernapasan, saturasi oksigen, dan
suhu.
7. Pengkajian nyeri.
8. Tingkat sedasi pada pasien saat ini.
f. Pasang infus dan siapkan IV line untuk kondisi emergency, terutama untuk pasien
dengan kondisi khusus.
10. Selama Prosedur Dilakukan
a. Mencatat obat-obatan yang diberikan dalam rekam medik pasien, meliputi:
1. Dosis semua obat yang diberikan.
2. Waktu dan jalur pemberian semua obat sedasi.
3. Orang yang memberikan obat.
4. Jenis dan jumlah semua cairan yang diberikan melalui infus, termasuk darah dan
produk darah.
b. Melakukan monitoring (pemantauan) pasien dan catat keadaan pasien. Lakukan
pemantauan berkesinambungan selama periode sedasi menggunakan monitor dan
dokumentasikan keadaan pasien sesuai tingkat sedasi.
c. Pada sedasi ringan, monitoring pasien dilakukan setiap 15 menit, meliputi
monitoring frekuensi jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
d. Pada sedasi sedang dan dalam, monitoring dilakukan setiap 5 menit, mencakup:
1. Frekuensi jantung dan pernapasan.
2. Saturasi oksigen.
3. Tekanan darah.
4. Pada kondisi khusus seperti pasien dengan gangguan paru menahun atau operasi
pada daerah paru, torakotomi, harus ditambah dengan pemantauan End Tidal
CO2.
e. Melakukan diagnosis dan segera tangani semua kejadian yang tidak diharapkan
selama sedasi dilakukan, termasuk bradikardia, apnea, desaturasi oksigen, hipotensi,
muntah, reaksi vagal, kejang, anafilaksis atau reaksi anafilaktoid, gangguan
neuropsikiatri dan gangguan kardiopulmonal lainnya.
f. Trolley emergensi harus tersedia dan dapat digunakan kapanpun diperlukan.
g. Mendokumentasikan semua kejadian, intervensi dan respon pasien apabila terjadi
suatu kejadian yang tidak diharapkan beserta intervensinya.
h. Mendokumentasikan status pasien saat prosedur berakhir, termasuk frekuensi
jantung, tekanan darah, frekuensi napas, saturasi oksigen, tingkat kesadaran dan
skor nyeri bila diperlukan. Cantumkan jam mulai dan jam berakhirnya prosedur
anestesi dan sedasi.