Anda di halaman 1dari 8

KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MURNI TEGUH CILEDUG

NOMOR 003/SK/RSMTC/V/2020
TENTANG
PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR
RUMAH SAKIT MURNI TEGUH CILEDUG
NOMOR 122/SK/RSMTC/IV/2016
TENTANG
REVISI KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH
DI RUMAH SAKIT MURNI TEGUH CILEDUG

DIREKTUR RUMAH SAKIT MURNI TEGUH CILEDUG

MENIMBANG :
a. Bahwa pelayanan anestesi dan bedah di Rumah Sakit merupakan
salah satu bagian dari pelayanan kesehatan yang saat ini peranannya
berkembang dengan pesat;
b. Bahwa agar penyelenggaraan pelayanan anestesi dan bedah di
lingkungan Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug dapat terlaksana
dengan baik, perlu adanya Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah
di Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug;
c. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam
butir diatas, perlu ditetapkan dengan Keputusan Direktur Rumah
Sakit Murni Teguh Ciledug.

MENGINGAT :
1. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
tentang Kesehatan;
3. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009
tentang Rumah Sakit;
4. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014
tentang Tenaga Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1438 /
MENKES / PER / IX / 2010 tentang Standar Pelayanan Kedokteran;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2052 /
MENKES / PER/ X / 2011 tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan
Praktik Kedokteran;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 519 /
MENKES / PER / III / 2011 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah Sakit;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 tahun
2017 tentang Keselamatan Pasien;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 tahun
2017 tentang Akreditasi Rumah Sakit.

MEMUTUSKAN
MENETAPKAN :
PERTAMA : Keputusan Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug tentang
Perubahan Keputusan Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug
Nomor 122/SK/RSMTC/IV/2016 tentang Revisi Kebijakan Pelayanan
Anestesi dan Bedah;
KEDUA : Perubahan Keputusan Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug
Nomor 122/SK/RSMTC/IV/2016 tentang Revisi Kebijakan Pelayanan
Anestesi dan Bedah sebagaimana tercantum dalam lampiran Keputusan
ini;
KETIGA : Dengan terbitnya Surat Keputusan ini maka Keputusan Direktur Rumah
Sakit Murni Teguh Ciledug Nomor 122/SK/RSMTC/IV/2016 dinyatakan
tidak berlaku lagi;
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal penetapannya dan apabila di
kemudian hari didapatkan kekeliruan, akan diperbaiki sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : Tangerang
Pada Tanggal : 02 Maret 2022
Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug
Direktur,

dr. Selamat, MARS


Lampiran I : Surat Keputusan Direktur Rumah Sakit Murni Teguh Ciledug
Nomor 003/SK/RSMTC/V/2020 tentang Perubahan Keputusan Direktur Rumah Sakit Murni Teguh
Ciledug Nomor 122/SK/RSMTC/IV/2016 tentang Revisi Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah.

PERUBAHAN KEPUTUSAN DIREKTUR


RUMAH SAKIT MURNI TEGUH CILEDUG
NOMOR 122/SK/RSMTC/IV/2016
TENTANG
REVISI KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH

I. Pelayanan Anestesi dan Sedasi


1. Pelayanan sedasi dan anestesi sesuai kebutuhan pasien, diberikan oleh praktisi ahli,
sesuai standar profesi dan peraturan / ketetapan hukum lokal / nasional yang berlaku.
2. Pelayanan anestesi, sedasi dan intervensi bedah meliputi asesmen pasien yang
lengkap dan menyeluruh, perencanaan asuhan yang terintegrasi, pemantauan yang
terus menerus, transfer ke ruang perawatan berdasarkan kriteria tertentu, rehabilitasi,
transfer ke ruangan perawatan dan pemulangan.
3. Setiap penggunaan anestesi dari sumber luar didasarkan atas rekomendasi Direktur
dan orang lain yang bertanggung jawab terhadap pelayanan anestesi. Sumber luar
memenuhi Undang-Undang dan peraturan yang berlaku serta dengan mutu yang dapat
diterima maupun keselamatan pasien yang memadai.
4. Pelayanan anestesi yang adekuat, reguler dan nyaman (termasuk sedasi moderat dan
dalam), tersedia untuk memenuhi kebutuhan pasien.
5. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) tersedia untuk keadaan
darurat diluar jam kerja.
6. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dibawah kepemimpinan satu
orang atau lebih yang kompeten (qualified), melalui pelatihan bersertifikat, keahlian
dna pengalaman, konsisten dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku.
Orang ini memiliki tanggung jawab profesional untuk pelayanan anestesi tersebut.
Tanggung jawab meliputi :
a. Pengembangan, implementasi dan memelihara / menegakan (maintaning)
kebijakan dan prosedur.
b. Pengawasan administratif.
c. Memelihara / mempertahankan program pengendalian mutu yang penting.
d. Merekomendasikan sumber luar untuk pelayanan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam).
e. Memantau dan menelaah seluruh pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat
dan dalam).
7. Rumah Sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien pada pelayanan
anestesi, sedasi moderat dan dalam yang merupakan bagian dari program mutu dan
keselamatan pasien meliputi antara lain tapi tidak terbatas pada:
a. Pelaksanaan asesmen pra sedasi dan pra anestesi
b. Proses monitoring status fisiologis selama anestesi
c. Proses monitoring proses pemulihan anestesi dan sedasi dalam
d. Evaluasi ulang bila terjadi konversi tindakan dari lokal/regional ke general
8. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) harus seragam pada seluruh
pelayanan di Rumah Sakit.
9. Sedasi, secara khusus, sedasi yang moderat maupun dalam, menghadapkan risiko
kepada pasien, karenanya perlu dilengkapi dengan definisi serta prosedur yang jelas,
antara lain harus memuat :
a. Penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antar populasi dewasa dan
anak atau pertimbangan khusus lainnya
b. Dokumentasi diperlukan tim pelayanan untuk dapat bekerja dan berkomunikasi
secara efektif
c. Persyaratan persetujuan (consent) khusus, bila diperlukan
d. Frekuensi dan jenis monitoring pasien yang diperlukan
e. Kualifikasi atau keterampilan khusus para staf yang terlibat dalam proses sedasi
f. Ketersediaan dan penggunaan peralatan spesialistik
10. Kualifikasi para Dokter, Dokter Gigi atau semua individu yang kompeten yang
bertanggung jawab atas pasien yang menerima sedasi moderat maupun dalam. Setiap
petugas harus kompeten dalam :
a. Teknik dan berbagai macam cara sedasi
b. Farmakologi obat sedasi dan penggunaan zat reversal (antidote-nya)
c. Memonitor pasien
d. Bertindak jika ada komplikasi
11. Profesional pemberi asuhan (PPA) yang kompeten dan berwenang melakukan
asesmen pra sedasi sebagai berikut :
a. Mengidentifikasi setiap masalah saluran pernapasan yang dapat mempengaruhi
jenis sedasi
b. Evaluasi pasien terhadap risiko tindakan sedasi
c. Merencanakan jenis sedasi dan tingkat kedalaman sedasi yang diperlukan pasien
berdasar sedasi yang diterapkan
d. Pemberian sedasi secara aman dan
e. Evaluasi dan menyimpulkan temuan dari monitor selama dan sesudah sedasi
12. Harus ada asesmen prasedasi untuk mengevaluasi risiko dan ketepatan sedasi bagi
pasien. Seorang spesialis anestesi atau petugas lain yang kompeten menjalankan
asesmen pra anestesi.
Bila anestesi yang harus diberikan secara darurat, asesmen pra anestesi dan asesmen
pra indukasi dapat segera dilaksanakan secara berurutan atau secara serempak, tetapi
masing-masing didokumentasikan sendiri.
13. Seorang petugas yang kompeten memonitor pasien selama sedasi dan mencatat semua
pemantauan.
14. Pelayanan anestesi pada setiap pasien direncanakan dan didokumentasikan direkam
medis pasien. Perencanaan mempertimbangkan informasi dari asesmen pasien lain
dan mengidentifikasi anestesi yang akan digunaakan, termasuk metode pemberiannya,
pemberian medikasi dan cairan lain, serta prosedur monitoring dalam mengantisipasi
pelayanan pasca anestesi.
15. Risiko, manfaat dan alternatif didiskusikan dengan pasien dan keluarganya atau
mereka yang membuat keputusan bagi pasien. Seorang anestesiolog atau petugas yang
kompeten memberikan edukasi ini.
16. Asesmen pra anestesi, berbasis IAR (Informasi, Analisis, Rencana) memberikan
informasi yang diperlukan untuk:
a. Mengetahui masalah saluran pernapasan
b. Memilih anestesi dan rencana asuhan anestesi
c. Memberikan anestesi yang aman berdasarkan asesmen pasien, risiko yang
diketemukan, dan jenis tindakan
d. Menafsirkan temuan pada waktu monitoring selama anestesi dan pemulihan
e. Memberikan informasi obat analgesia yg akan digunakan pasca operasi
17. Anestesi yang digunakan dan teknik anestesi ditulis direkam medis pasien. Dokter
Spesialis Anestesi atau perawat anestesi dan asisten dicatat direkam medis anestesi
pasien.
18. Selama pemberian anestesi, status fisiologis setiap pasien terus menerus dimonitor
dan dituliskan dalam rekam medis pasien.
19. Setiap status post anestesi pasien dimonitor dan didokumentasikan, dan pasien
dipindahkan dari ruang pemulihan oleh petugas yang kompeten atau dengan
menggunakan kriteria baku. Memindahkan dari ruang pulih pasca anestesi atau
menghentikan monitoring pemulihan, memakai salah satu cara alernatif berikut ini :
a. Pasien dipindahkan (atau menghentikan monitoring pemulihan) oleh seseorang
anestesiolog yang kompeten penuh atau petugas lain yang diberi otorisasi oleh
petugas yang bertanggung jawab untuk mengelola pelayanan anestesi.
b. Pasien dipindahkan (atau menghentikan monitoring pemulihan) oleh seorang
perawat atau seorang petugas yang setaraf dan kompetensinya sesuai dengan
kriteria pasca anestesi ayng dikembangkan oelh pimpinan Rumah Sakit dan bukti
pemenuhan kriteria didokumentasikan dalam rekam medis pasien.
c. Pasien dipindahkan ke suatu unit yang telah ditetapkan sebagai tempat yang
mampu memberikan pelayanan pasca anestesi atau pasca sedasi terhadap pasien
tertentu, antara lain seperti pada unit pelayanan intensif kardiovaskular atau unit
pelayanan intensif bedah saraf. Waktu tiba dan pemindahan dari ruang pulih (atau
menghentikan monitoring pemulihan) dicatat.
20. Pelayanan sedasi dan anestesi tersedia 24 jam.
21. Dokter penanggung jawab pelayananan sedasi dan anestesi → memonitor dan
mengevaluasi seluruh pelayanan sedasi dan anestesi.
22. Standarisasi prosedur sedasi (sedasi ringan, sedang, dalam) dan anestesi (anestesi
lokal, regional, general) berlaku sama di seluruh area Rumah Sakit.
23. Area pelaksanaan prosedur sedasi dan anestesi selain di kamar operasi : Endoskopi,
Cathlab, HD, Radiologi, Poliklinik, Poli Gigi, IGD, Ruang Rawat Inap / Intensif.
24. Perhatian khusus untuk prosedur sedasi dan anestesi bagi pasien anak, dewasa,
geriatri, dan populasi khusus lainnya.
25. Ketersediaan obat-obat dan peralatan medis yang dibutuhkan untuk prosedur sedasi
dan anestesi.
26. Monitoring sedasi ringan : per 15 menit dan monitoring anestesi lokal : per 15 menit.
27. Monitoring sedasi sedang/dalam dan anestesi regional/umum : per 5 menit.
28. Kriteria pulih sadar/discharge  menggunakan skor Aldrette (skor ≥8) dan Steward
(skor ≥5).
29. Kriteria pemulangan pasien rawat jalan dengan sedasi ringan/sedang menggunakan sk
or Post Anaesthetic Discharge Scoring System (PADSS skor ≥ 9).

II. Pelayanan Bedah


1. Setiap asuhan bedah pasien direncanakan dan didokuemntasikan berdasarkan hasil
asesmen. Asesmen pra bedah (berbasis IAR) menjadi acuan utk menentukan jenis
tindakan bedah yang tepat dan mencatat temuan penting. Hasil asesmen memberikan
informasi tentang :
a. Tindakan bedah yang sesuai dan waktu pelaksanaannya
b. Melakukan tindakan dengan aman dan
c. Menyimpulkan temuan selama pemonitoran.
2. Asuhan bedah yang direncanakan bagi pasien didokumentasikan dalam status pasien,
termasuk diagnosis pra operatif
3. Dokter bedah yang bersangkutan atau petugas lain yang kompeten memberikan
informasi mengenai risiko, manfaat dan alternative didiskusikan dengan pasien dan
keluarga atau orang yang berwenang membuat keputusan bagi pasien. Pasien dan
keluarga atau para pembuat keputusan menerima informasi yang adekuat untuk
berpartisipasi dalam keputusan pemberian asuhan dan memberikan persetujuan
(informed consent) yang diperlukan.
Informasi termasuk :
a. Risiko dari rencana tindakan operasi
b. Manfaat dari rencana tindakan operasi
c. Kemungkinan komplikasi dan dampak
d. Pilihan operasi atau opsi non operasi (alternatif) yg tersedia untuk menangani
pasien
e. Sebagai tambahan, jika dibutuhkan darah atau produk darah, risiko dan
alternatifnya didiskusikan.
4. Ada laporan operasi atau catatan operasi singkat dalam rekam medis pasien untuk
keperluan pelayanan berkesinambungan. Guna mendukung suatu kontinuum dari
pelayanan suportif pasca bedah, catatan laporan operasi tersedia sebelum pasien
meninggalkan ruang pulih pasca anestesi. Laporan tertulis tindakan bedah atau catatan
singkat operasi tersebut minimum memuat :
a. Diagnosa pasca operasi
b. Nama dokter bedah dan asisten
c. Prosedur operasi yang dilakukan dan rincian temuan
d. Ada dan tidak adanya komplikasi
e. Spesimen operasi yang dikirim untuk diperiksa
f. Jumlah darah yang hilang dan jumlah darah yang masuk lewat tranfusi
g. Nomor pendaftaran dari alat yang dipasang atau implant
h. Tanggal, waktu dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab
5. Status fisiologis setiap pasien dimonitor terus menerus selama dan segera setelah
pembedahan dan dituliskan dalam status pasien
6. Asuhan pasien setelah pembedahan direncanakan dan didokumentasikan. Asuhan
medis dan perawatan pasca bedah setiap pasien perlu dibedakan. Rencana pasca
bedah didokumentasikan di dalam rekam medis pasien oleh yang bertanggung jawab /
DPJP, perawat dan professional pemberi asuhan (PPA) lainya atau diverifikasi oleh
DPJP yang bersangkutan dengan ikut menanda tangani (co-signature) pada rencana
yang didokumentasikan oleh seorang yang mewakili DPJP
7. Rencana asuhan keperawatan pasca bedah didokumentasikan pada rekam medis
pasien.
8. Bila ada kebutuhan pasien, maka rencana asuhan pasca bedah oleh pihak lain
didokumentasikan dalam rekam medis pasien
9. Rencana pelayanan didokumentasikan pada rekam medis pasien dalam 24 jam
tindakan bedah.
10. Rumah Sakit menetapkan program mutu dan keselamatan pasien yang meliputi:
a. Pelaksanaan asesmen pra bedah
b. Penandaan lokasi operasi
c. Pelaksanaan surgical safety check list
d. Pemantauan diskrepansi diagnosis pre dan post operasi
11. Pengkajian pra bedah  diagnosis dan rencana tindakan oleh dokter operator
12. Prosedur Sign in, Time out, Sign Out  termasuk site marking, perencanaan
penggunaan implant dan alat kesehatan lain (bila dibutuhkan) terkait pemilihan,
ketersediaan, dan risiko infeksi
13. Pemberian antibiotik profilaksis yang direkomendasi-kan sesuai jenis operasi
diberikan paling lama 1 jam sebelum operasi simulai
14. Membuat laporan operasi, instruksi dan rencana perawatan post operasi dengan
lengkap

Direktur,

dr. Selamat, MARS

Anda mungkin juga menyukai