Anda di halaman 1dari 18

SURAT KEPUTUSAN

DIREKTUR RS ISLAM IBNU SINA BUKITTINGGI


No. 114/SK-DIR/ISBT/XII/2014

Tentang :

KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH


DI RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA BUKITTINGGI

Direktur RS Islam Ibnu Sina Bukittinggi :

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah


Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi dan untuk meningkatkan
keselamatan pasien, maka diperlukan penyelenggaraan
pelayanan anestesi dan bedah yang optimal dan bermutu tinggi.

b. Bahwa agar pelayanan anestesi dan bedah di Rumah Sakit Islam


Ibnu Sina Bukittinggi dapat terlaksana dengan baik perlu adanya
kebijakan Direktur Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi
sebagai landasan bagi penyelenggaraan pelayanan anestesi dan
bedah di lingkungan Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi.

c. Bahwa untuk terlaksananya maksud diatas, perlu ditetapkan


dan disyahkan dengan surat keputusan Direktur RS Islam Ibnu
Sina Bukittinggi.

Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.


2. Undang-undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit.
3. Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang
Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 519 /Menkes/Per/III/2010
tentang Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di Rumah
Sakit.
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang Keselamatan Pasien

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Kebijakan Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Bukittinggi sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan
ini.

Kedua : Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah di Rumah Sakit Islam Ibnu
Sina Bukittinggi dijadikan sebagai acuan dalam menyelenggarakan
pelayanan anestesi dan bedah.

Ketiga : Kebijakan ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman, panduan
dan SPO.
Keempat Keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan jika terdapat perubahan, maka akan ditinjau kembali
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di: Bukittinggi


Pada Tanggal : 30 Desember 2014
Direktur

dr. Hj. Zulfa, MARS

Cc. Pertinggal
Lampiran : SK No.114/SK-DIR/ISBT /XII/2014
Tanggal : 30 Desember 2014
Tentang : Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah

KEBIJAKAN PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH


RUMAH SAKIT ISLAM IBNU SINA BUKITTINGGI

A. KEBIJAKAN UMUM PELAYANAN ANESTESI DAN BEDAH

1. Pelayanan Anestesi dan Bedah harus selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
2. Peralatan untuk pelayanan Anestesi dan Bedah harus selalu dilakukan
pemeliharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Semua petugas yang memberikan Pelayanan Anestesi dan Bedah wajib
memiliki kompetensi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Setiap petugas atau staf Bedah dan Anestesi wajib meningkatkan
kompetensinya melalui pelatihan yang sudah diprogramkan.
5. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), termasuk penggunaan alat
pelindung diri (APD), serta selalu mengacu pada pencegahan dan pengendalian
infeksi.
6. Pelayanan Bedah diberikan 24 jam sehari, baik pembedahan elektif maupun
cito atau emergensi. Operasi elektif dijadwalkan paling lambat 6 jam sebelum
tindakan baik dari ruang perawatan maupun One Day Care.
7. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien, dan
mengutamakan keselamatan pasien.
8. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
9. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali dan membuat laporan mutu awal bulan.
10. Setiap tindakan pembedahan harus mempergunakan ruang khusus yang
terjamin sterilitasnya, menggunakan peralatan steril dan tenaga terlatih yang
memahami prinsip-prinsip kerja steril
11. Sebelum tindakan pembedahan dilakukan, pasien harus mendapatkan
informasi yang lengkap dan jelas mengenai prosedur pembedahan dan risiko
yang mungkin timbul akibat pembedahan, manfaat prosedur yang
direncanakan, komplikasi potensial yang terjadi dan alternatif tindakan.
Termasuk bila dibutuhkan darah dan produk darah disesuaikan tentang risiko
dan alternatifnya. Informasi tersebut harus disampaikan oleh Dokter Spesialis
yang akan melakukan pembedahan sebelum tindakan dilakukan dan harus
disetujui oleh pasien secara tertulis (informed consent) dan didokumentasikan
dalam rekam medis.
12. Untuk mengurangi risiko yang dapat timbul akibat pembedahan maka harus
dilakukan pemeriksaan penyaring atau asesmen sebelum pembedahan dan
penilaian kelayakan operasi/toleransi operasi oleh Dokter Spesalis yang terkait.
Sebelum tindakan, diagnosis pra operatif dan rencana tindakan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien oleh dokter yang bertanggung
jawab. Ketentuan mengenai pemeriksaan penyaring ditetapkan oleh Direktur
atas usulan dari SMF masing-masing bidang spesialisasi.
13. Pembedahan hanya dapat dilakukan oleh Dokter Spesialis yang mempunyai
kewenangan klinis melakukan pembedahan dan telah mendapatkan
pengakuan dari Organisasi Profesinya dan mendapat persetujuan Komite
Medik Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi.
14. Penanganan pembedahan untuk kasus sulit atau kompleks harus melibatkan
Dokter Spesialis lain yang terkait, dan bila memungkinkan telah direncanakan
sebelum pembedahan. Pengaturan kerjasama antar disiplin dalam penanganan
suatu kasus ditetapkan oleh masing masing SMF dalam ketentuan tersendiri
15. Pelayanan anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi (SpAn).
16. Pelayanan anestesi dilakukan 24 jam, untuk keadaan darurat disesuaikan
dengan jadwal oncall yang telah dibuat.
17. Karena respons pasien dapat berubah selama dan sesudah penggunaan
anestesia / sedasi maka penggunaannya membutuhkan asesmen pasien yang
lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi dan
pemantauan pasien yang berkesinambungan.
18. Pada setiap pembedahan harus diupayakan untuk mengurangi rasa
ketakutan atau efek emosional yang berlebihan dengan pemberian
premedikasi. Premedikasi adalah pemberian obat tertentu sebelum pembiusan
untuk memberikan ketenangan bagi pasien yang akan menjalani operasi
termasuk juga mengurangi hipersalivasi dan rangsangan muntah
19. Setiap pasien yang akan menjalani anestesi atau sedasi, harus dilakukan
asesmen pra anestesi dan pra sedasi. Asesmen ini dilakukan oleh dokter
spesialis anestesiologi (SpAn) dibantu perawat ruang inap/perawat anestesi.
Asesmen ini dijalankan di igd atau ruang rawat inap beberapa hari atau
beberapa saat sebelum pembedahan, atau sesaat sebelum pembedahan
seperti pada pasien emergensi.
20. Dengan data dan informasi yang didapat dalam asesmen pra anestesi dan
pra sedasi, ditetapkan status fisik (ASA) dan status risiko pasien. Selanjutnya
ditentukan rencana jenis tindakan yang akan dilaksanakan dan medikasi yang
akan digunakan. Penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
populasi dewasa dan anak atau pertimbangan khusus lainnya. Semua tercatat
dalam formulir asesmen pra anestesi dan sedasi
21. Pemberian darah pada pelayanan anestesi dan bedah, persiapannya dapat
dilakukan di IGD, Rawat inap atau di kamar bedah, sudah dilengkapi dengan
Informed Consent dan tata kelola sesuai SPO.
22. Setiap pasien yang akan dilakukan pelayanan anestesi dan sedasi harus
dijelaskan/diedukasi kepada pasien , keluarga atau pembuat keputusan
tentang rencana jenis anestesi yang akan dilakukan, meliputi risiko, manfaat,
komplikasi dan alternatif lain yang berhubungan dengan anestesi dan sedasi.
Setelah pasien dan keluarga mengerti penjelasan tersebut, dimintakan
menandatangani pernyataan sudah mendapat penjelasan dan selanjutnya
menandatangani persetujuan tindakan kedokteran untuk menyetujui atau
menolak tindakan anestesi atau sedasi yang akan dilakukan. Dokter anestesi
dan saksi perawat turut menandatangani.
23. Prosedur pembiusan dan pemantauannya dilakukan oleh Tim Anestesi yang
terdiri dari Dokter Spesialis Anestesi dan Perawat Anestesi.
24. Penanganan Perioperatif adalah penanganan pasien mulai periode
persiapan, saat tindakan dan pasca tindakan.
25. Pelayanan anestesi dalam keadaan darurat :
a. Harus mendapatkan prioritas dengan tujuan menyelamatkan nyawa
pasien.
b. Harus dikomunikasikan dan diedukasi keluarga pasien baik sebelum,
selama dan sesudah tindakan dilakukan, kecuali pada keadaan darurat
yang mengancam nyawa
c. Dilakukan di kamar bedah termasuk ruang resusitasi IGD, ruang tindakan,
ruang radiologi, ruang intensif (ICU,HCU dll), ruang rawat inap dan rawat
jalan.
B. PELAYANAN KHUSUS ANESTESI

1. Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan sedasi dalam :


a. Tersedia untuk memenuhi kebutuhan Pasien dan semua pelayanan
memenuhi standar Undang-undang, Peraturan Nasional yang berlaku
serta standar profesional.
b. Seragam pada seluruh aspek pelayanan dan tersedia 24 jam sehari untuk
keadaan darurat.
c. Pelayanan sedasi sedang dan dalam dapat dilakukan di dalam kamar
bedah ataupun diluar kamar bedah, misalnya di ruang radiologi dan
diagnostik serta ruang lain yang memerlukan.
d. Harus didokumentasikan dalam rekam medis pasien dan status anestesia.
e. Dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi yang memiliki SIP dan
kewenangan klinis.
f. Dokter spesialis anestesiologi pengganti harus direkomendasikan oleh
kepala unit kamar operasi dan disetujui oleh Direktur.
g. Semua pelayanan anestesi, sedasi moderat dan sedasi dalam harus
mendapat persetujuan dari pasien / keluarga pasien.
h. Pasien / keluarga pasien harus diberi informasi risiko, manfaat dan
alternatif anestesi / sedasi oleh Dokter spesialis anestesiologi.
2. Seorang Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab untuk mengelola
pelayanan anestesia, sedasi moderat dan sedasi dalam. Tanggung jawabnya
meliputi :
a. Mengembangkan, Menerapkan dan Menjaga kebijakan dan Prosedur.
b. Melakukan pengawasan administratif.
c. Menjalankan program pengendalian mutu yang dibutuhkan.
d. Merekomendasikan sumber dari luar untuk layanan anestesi ( termasuk
sedasi sedang dan dalam ).
e. Memantau dan mengkaji semua layanan anestesia ( termasuk sedasi
sedang dan dalam ).
3. Pelayanan sedasi meliputi :
a. Layanan Sedasi Ringan : Pemberian obat-obatan yang dapat
menyebabkan kondisi dimana Pasien masih berespon normal terhadap
perintah verbal, refleks jalan nafas dan ventilasi serta fungsi
kardiovaskular tidak terpengaruhi, namun fungsi kognitif dan koordinasi
fisik terganggu. Layanan sedasi ringan dilakukan oleh Dokter dalam
bidangnya termasuk dokter gigi yang memiliki SIP dan sebagai DPJP.
Kompetensi harus sesuai dengan standar yang ditetapkan yaitu mampu
melakukan tehnik sedasi, melakukan monitoring tepat, menanggulangi
komplikasi, mampu menggunakan bahan antidotum dan mampu
melakukan Basic Life Support( BLS ).

b. Layanan Sedasi Sedang : Pemberian obat-obatan yang dapat


menyebabkan penurunan kesadaran tetapi masih berespon terhadap
rangsangan verbal dan rangsangan taktil ringan, jalan nafas ventilasi dan
fungsi kardiovaskuler masih terjaga dengan baik.
Obat-obatan yang dipakai adalah obat-obat yang berefek sedatif.
Pelayanan anestesi sedasi sedang untuk tindakan CT Scan di radiologi dan
pemasangan endotracheal tube di IGD atau di ICU dilayani oleh dokter
spesialis anestesi dibantu oleh perawat anestesi atau perawat ruangan.
c. Layanan Sedasi Dalam : Pemberian obat-obatan yang dapat menyebabkan
penurunan kesadaran Pasien dimana Pasien sulit dibangunkan. Jalan nafas
dan fungsi ventilasi spontan kemungkinan terganggu sehingga
memerlukan bantuan untuk mempertahankan kelapangan jalan nafas dan
mempertahankan ventilasi yang adekuat. Fungsi kardiovaskular biasanya
masih terjaga baik. Obat-obatan yang dipakai adalah obat-obatan yang
berefek sedatif. Layanan sedasi berat dilakukan oleh Dokter spesialis
anestesiologi.
4. Pada layanan sedasi harus dilakukan pemantauan selama prasedasi, selama
sedasi dan pasca sedasi.
a. Sedasi Ringan
Pada saat prasedasi, selama dan pasca sedasi tidak dilakukan pemantauan
khusus, cukup observasi tanda vital yang dilakukan pada asuhan
keperawatan.
b. Sedasi Sedang dan Dalam
1) Pada saat prasedasi dilakukan pemantauan terhadap tekanan darah,
nadi, pernafasan, saturasi dan dilakukan penilaian nyeri ( dicatat
sebelum sedasi pada formulir status anestesi dan sedasi ).
2) Selama sedasi dilakukan pemantauan terhadap tekanan darah, nadi,
pernafasan dan saturasi setiap 5 - 10 menit. Dilakukan penilaian nyeri
dan penilaian kedalaman sedasi ( dicatat dalam form catatan
anestesi ).
3) Pasca sedasi dilakukan pemantauan terhadap tekanan darah, nadi,
pernafasan dan saturasi setiap 15 menit selama 1 jam sampai stabil
dan kembali kekondisi awal terdokumentasi dalam form pemantau
ruang pulih.
4) Pada pasien bayi dan anak dilakukan layanan sedasi sedang,dengan
pemantauan yang sangat ketat
5) Pemantauan dilakukan oleh perawat anestesi dan atau dokter
Spesialis Anestesi ( Sp An).
Pelayanan anestesi, sedasi moderat dan sedasi dalam dapat dilakukan didalam
kamar bedah ataupun diluar kamar bedah, misalnya di ruang radiologi dan
diagnostik, serta ruang lain yang memerlukan.

5. Pada sedasi sedang dan sedasi dalam :


a. Dilakukan asesmen / pengkajian pra sedasi dan dibuat perencanaan sesuai
kondisi pasien.
b. Didokumentasikan didalam rekam medis pasien di formulir asesmen pra
anestesi dan pra sedasi.
c. Hanya staf yang kompeten yang boleh melakukan proses sedasi moderat
dan sedasi dalam pada pasien.
d. Peralatan untuk menunjang pelayanan sedasi moderat dan sedasi dalam
harus tersedia dan siap pakai.
e. Pasien setelah menjalani pelayanan sedasi sedang/dalam harus mendapat
pengawasan dan memenuhi criteria untuk pemulihan dan pemulangan
(discharge)
6. Asesmen Pra Anestesia.
a. Dilakukan pada setiap Pasien oleh Dokter spesialis anestesi beberapa
waktu sebelum rawat inap di ruangan rawat inap , UGD atau di ruang
persiapan sebelum tindakan pembedahan. Pada Pasien emergensi dapat
dilakukan sesaat sebelum operasi.
b. Penilaian pra anestesi menyediakan informasi yang dibutuhkan untuk :
1) Memilih teknik anestesia dan merencanakan perawatan anestesi.
2) Memberikan anestesia yang sesuai secara aman.
3) Menafsirkan penemuan-penemuan dalam pemantauan Pasien.
7. Asesmen Pra Induksi
a. Terpisah dari asesmen pra anestesia.
b. Dilakukan sesaat sebelum induksi anestesi oleh Dokter spesialis anestesi.
c. Dalam keadaan darurat asesmen pra anestesi dan pra induksi dapat
dilakukan secara berurutan / bersamaan, tetapi masing-masing
didokumentasikan terpisah.
8. Pelayanan anestesia dalam keadaan darurat.
a. Harus mendapatkan prioritas dengan tujuan menyelamatkan nyawa
Pasien.
b. Harus dikomunikasikan dan diedukasikan ke keluarga Pasien baik
sebelum, selama dan sesudah tindakan dilakukan, kecuali pada keadaan
darurat yanag mengancam nyawa.
c. Dilakukan dikamar bedah dan diluar kamar bedah termasuk ruang
resusitasi, IGD, ruangan tindakan, ruang radiologi, ICU ruang rawat inap
dan rawat jalan.
9. Pelayanan anestesia pada setiap Pasien harus direncanakan dan
didokumentasikan didalam rekam medis.
a. Rencana pelayanan mencangkup :
1) Informasi dari penilaian Pasien.
2) Teknik anestesi yang akan digunakan.
3) Metode / pemberian obat-obatan dan cairan lainnya.
4) Prosedur pemantauan.
5) Antisipasi perawatan pasca anestesia.
b. Edukasi Pasien / Keluarga Pasien tentang risiko, manfaat dan alternatif
yang tersedia.
c. Jenis dan tehnik anestesia yang digunakan.
d. Pemantauan status fisiologis Pasien secara terus menerus dilakukan
selama anesthesia. Metode pemantauan tergantung pada status pra
anestesia, pilihan anestesia dan kompleksitasi prosedur tindakan yang
dilakukan selama anestesia.
10. Pasca Anestesia.
a. Kondisi pasca anestesia Pasien dipantau dan didokumentasikan didalam
rekam medis pasien.
b. Dokter anestesiologi bertanggung jawab atas Pasien yang berada diruang
pemulihan.
c. Pengawasan Pasien pasca anestesi dapat didelegasikan kepada perawat
anestesi yang kompeten.
d. Dokter anestesiologi yang menentukan pemindahan Pasien dari ruang
pemulihan ke unit lain sesuai kondisi atau kebutuhan Pasien
menggunakan kriteria skor aldrete.
11. Serah terima pada saat transfer pasien pasca anestesi / sedasi dilakukan untuk
menjamin terlaksananya rencana perawatan medis dan keperawatan yang
berkelanjutan terhadap pasien pasca anestesi/ sedasi di ruang
perawatan/ODC.

C. PELAYANAN KHUSUS BEDAH


1. Tim Pembedahan
a. Tim bedah terdiri dari operator, asisten operator ( dokter atau perawat
bedah ), instrumentator , dan perawat sirkuler .
b. Dokter bedah adalah dokter yang melakukan pembedahan yang
mempunyai SIP dan kewenangan klinis.
c. Asisten operator dilakukan oleh perawat bedah yang telah memiliki latar
belakang pengetahuan dan pengalaman sekurang-kurangnya satu tahun
di kamar bedah.
d. Instrumentator dilakukan oleh perawat kamar bedah dengan latar
belakang pengetahuan dan pengalaman sekurang-kurangnya tiga bulan di
kamar bedah.
e. Perawat sirkuler dilakukan oleh perawat kamar bedah dengan latar
belakang pengetahuan dan pengalaman sekurang-kurangnya satu tahun
selama dikamar bedah.
2. Cakupan Pelayanan Bedah
Pelayanan bedah yang dapat dilakukan dikamar bedah meliputi pelayanan
bedah umum, bedah THT, bedah mata, bedah kebidanan dan kandungan,
bedah syaraf, bedah orthopedic, bedah digestif dan bedah onkologi.
Pelayanan bedah dapat juga dilakukan di poliklinik bedah sesuai kebutuhan
pasien.
3. Kriteria Pembedahan
a. Bedah elektif dilakukan dengan perencanaan dan penjadwalan yang
sudah disetujui oleh dokter kamar bedah
b. bedah emergensi dilakukan pada semua pasien yang harus segera diambil
tindakan pembedahan dalam waktu golden periode.

4. Jenis-jenis Pembedahan
a. Pembedahan bersih
1) Pembedahan pada kasus non trauma.
2) Pembedahan dengan daerah bebas inflamasi.
3) Pembedahan yang tidak membuka tractus digestivus, tracus
respiratorius, tracus urinarius.
4) Umumnya luka pembedahan ditutup primer dan tidak dipasang
drain.
b. Pembedahan bersih terkontaminasi
1) Pembedahan membuka tracus digestivus tanpa pencemaran yang
nyata
2) Pembedahan membuka tracus biliaris tanpa ada empedu yang
terinfeksi.
3) Pembedahan membuka tracus urinarius tanpa ada urine yang
terinfeksi.
4) Pembedahan membuka tracus respiratorius tanpa ada infeksi.
5) Pembedahan membuka telinga hidung dan tenggorokan dan mulut.
6) Pembedahan membuka sarung genetalia.
7) Umumnya luka pembedahan tertutup primer dan dipasang drain.
c. Pembedahan terkontaminasi.
1) Pembedahan membuka tractus digestivus dengan pencemaran nyata.
2) Pembedahan membuka tractus biliaris dengan empedu yang
terinfeksi.
3) Pembedahan membuka tractus urinarius dengan urine yang
terinfeksi.
4) Pembedahan membuka tractus respiratorius dengan infeksi.
5) Pembedahan pada luka karena trauma dan kurang dari enam jam.
d. Pembedahan kotor
1) Pembedahan tractus digestivus, tractus urinarius, tractus
respiratorius, tractus biliaris.
2) Pembedahan yang mengenai daerah inflamasi bacteriral.
3) Pembedahan melalui daerah bersih untuk membuka abses.
4) Pembedahan luka trauma dengan ada jaringan non vital benda
asing / kontaminasi faeces, kejadian di tempat kotor, pertolongan
pembedahan dilakukan enam jam setelah trauma.
5. Setiap pasien yang akan dilakukan pembedahan harus menjalani evaluasi atau
pengkajian asesmen awal medis bedah dengan mengisi form pengkajian ,
verifikasi pra operasi oleh dokter, dan form pra verifikasi pra operasi oleh
perawat.
6. Penandaan daerah yang akan dibedah / tindakan invasif (Surgical site marking)
pada tubuh pasien :
a. Dilakukan oleh dokter operator
b. Pembedahan elektif penandaan dilakukan di ruang rawat inap
c. Pembedahan cito penandaan dilakukan di UGD / rawat inap
d. Pasien ODC penandaan dilakukan di poliklinik atau ruang ODC
e. Menggunakan spidol permanen
f. Tandanya berupa ceklist (  )

7. Organ yang perlu ditandai :

a. Organ yang mempunyai lateralisasi ( kanan, kiri , dll)


b. Struktur multipel ( misalnya jari tangan , jari kaki, lesi dll )
c. Level multipel ( misalnya tulang belakang bagian depan atau belakang
pada tingkat: cervical, thoracal, lumbal dan sacrum.)
d. Tindakan Invasif ke dalam saluran alami : mata, hidung, telinga, atau
bilateral.
8. Pengecualian pemberian tanda :
a. Kasus satu organ seperti: Bedah jantung, Bedah caesar, appendektomi,
histerektomi, laparotomi, laparoskopi.
b. Di mana secara teknis atau anatomis tidak mungkin untuk diberi tanda
seperti : permukaan mukosa, perineum atau daerah genitalia, bayi
premature
c. Untuk gigi, nama prosedur tindakan gigi akan ditandai pada Rontgen gigi
dokumentasi, gambar, dan / atau diagram yang tersedia di ruang tindakan
sebelum memulai tindakan atau rekam medik pasien.
d. Penandaan tidak dilakukan pada tindakan: Endoskopi gastroenterology,
Tonsilektomi (Bedah amandel), Hemorroidectomi, Vena seksi
9. Setiap pasien yang akan di lakukan pembedahan harus mendapat informasi
tentang pembedahan yang akan dilakukan dan menandatangani informed
consent
10. Premedikasi dilakukan di ruangan atau dikamar bedah.
11. Edukasi pasien dilakukan di poliklinik, di ruangan rawat / UGD atau ruang
persiapan
12. Persiapan, verifikasi dan sign in pasien dilakukan diruangan pre operatif (ruang
persiapan) oleh perawat bedah dan dokter anestesiologi dibantu perawat
anestesi.
13. Induksi dilakukan di kamar Bedah, sebelumnya pasien dibimbing untuk berdoa
sesuai ajarannya.
14. Pelayanan anestesi dapat dilakukan diluar kamar bedah dengan persiapan
sesuai standar.
15. Asisten anestesi dilakukan oleh penata anestesi yang sudah mendapat
pelatihan anestesi atau sudah bertugas di unit anestesia sekurang-kurangnya 6
bulan.
16. Tersedia Obat dan alat kedaruratan sesuai standar.
17. Tindakan induksi dilakukan langsung di kamar operasi.

18. Pelaksanaan Check list Keselamatan Pasien di kamar bedah yaitu :


a. Sign In dilakukan sebelum tindakan induksi anestesia dan dilakukan di
ruang kamar operasi oleh perawat bedah dan dokter anestesiologi yang
dibantu perawat anestesi
b. Time out, setelah pasien dilakukan pembiusan dan di rapping, dilakukan di
kamar bedah dihadiri oleh semua tim bedah, dibacakan oleh perawat
sirkuler
c. Sign out, sebelum pasien keluar dari kamar bedah dihadiri semua tim
bedah.
19. Penggunaan kamar Bedah disesuaikan berdasarkan spesialisasi :

Bedah Umum : OK I, OK II
Bedah Digestif : OK I, OK II
Bedah Kebidanan : OK I, OK II
Bedah THT : OK I, OK II
Bedah Onkologi : OK I, OK II
Bedah Mata : OK I, OK II, dan OK III
Bedah Orthopaedi : OK I, OK II

Tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya OK lain diluar ketentuan di


atas bila diperlukan.
20. Fungsi dan peran kamar operasi dalam keadaan darurat berintegrasi dengan
bagian K 3.
21. Informed consent
a. Setiap pasien yang akan dilakukan pembedahan berhak mendapatkan
penjelasan atau informed concent ( IC ) dari dokter bedah.
b. Setiap pasien yang akan dilakukan pembedahan dengan narcose umum /
regional atau sedasi berhak mendapatkan penjelasan atau informed
concent (IC) dari dokter anestesi.
c. Pasien atau keluarga yang berhak, wajib menandatangani informed
concent(IC) apabila menyetujui atau menolak tindakan pembedahan yang
akan dilakukan.
d. Dokter bedah dan dokter anestesi wajib menandatangani informed
concent (IC)
e. Informed Consent (IC) dilakukan pada saat pengkajian awal bedah /
pengkajian pra anastesi kemudian pasien dan atau keluarga memberikan
tandatangan bahwa sudah mendapat penjelasan dan kemudian
menandatangani persetujuan atau penolakan tindakan bedah / anestesi
f. Informasi yang diberikan meliputi indikasi, risiko, keuntungan dan
alternatif tindakan bedah yang kemudian didiskusikan dengan pasien,
keluarga atau yang membuat keputusan.
22. Pelayanan Bedah diberikan 24 jam sehari, baik pembedahan elektif maupun
cito atau emergensi. Operasi elektif dimulai dari jam 07:00 pada hari
kerja .Penjadwalan pasien bedah elektif dilakukan minimal 1 jam sebelum
pembedahan baik dari ruang perawatan maupun dari ODC.
23. Pasien rencana bedah elektif yang perlu dirawat, diharapkan sudah masuk
ruang perawatan minimal 6 jam sebelumnya agar persiapan lebih optimal.
24. Penjadwalan bedah emergensi dengan anestesi umum/regional dan sedasi
dilaporkan ke kamar bedah sebelum pembedahan/ setelah dinyatakan
direncanakan untuk pembedahan.
25. Penjadwalan pasien bedah emergensi dengan local anestesi dapat dilakukan
setelah semua tim siap.
26. Penjadwalan pembedahan diterima bila semua toleransi operasi sudah siap,
seperti :
a. Administrasi
b. Persiapan fisik
c. Persiapan mental.
27. Pasien dipanggil kekamar bedah 30 menit sebelum jam operasi yang sudah di
tentukan.
28. Jadwal pembedahan pada jam yang bersamaan dibatasi dua tindakan
pembedahan, selebihnya akan diatur oleh kamar bedah.
29. Pelaporan kecelakaan / kegagalan pembedahan dilakukan oleh petugas kamar
bedah secara tertulis sesuai prosedur yang sudah ditentukan dan dilaporkan ke
manajemen resiko.
30. Laporan pembedahan dibuat oleh dokter bedah segera setelah tindakan
pembedahan selesai dan ditandatangani dokter bedah.
31. Isi Laporan Pembedahan harus dilengkapi setelah pasien dilakukan tindakan
pembedahan paling lambat 24 jam setelah operasi tdd :
a. Nama operator dan asisten
b. Diagnosis pra bedah
c. Diagnosis post /pasca bedah
d. Nama tindakan pembedahan yang dilakukan
e. Deskripsi lengkap tindakan, hal yang ditemukan pada pembedahan dan
komplikasi yang ditemukan
f. Spesimen bedah/jaringan untuk pemeriksaan atau untuk diberikan pada
keluarga.
g. Tanggal dan jam serta nama dan tandatangan operator.
32. Perencanaan pasca bedah ( Post Surgical Care Plans) medis dan keperawatan
setelah pasien dilakukan tindakan pembedahan, dilengkapi sebelum pasien
meninggalkan ruang pemulihan. Dan dicatat dalam rekam medis pasien, dalam
24 jam tindakan bedah.
33. Tindakan pembedahan dengan lokal anestesia dapat dilakukan oleh dokter
bedah tanpa atau dengan pengawasan dokter anestesia. Dilakukan monitoring
status fisiologi pasien secara terus menerus selama pembedahan dan di
dokumentasikan dalam Rekam Medis
34. Pengendalian mutu kamar bedah mencakup mutu askep, angket kepuasan,
keterlambatan pembedahan, catatan bedah, PPI (Pengendalian dan
Pengendalian Infeksi), Sterilisasi
35. Keluarga pasien TIDAK diperbolehkan masuk keruang operasi KECUALI seizin
dari Kepal Unit Kamar Operasi.
36. Pelayanan ODC menerima pasien bedah dan non bedah.
37. Semua alat/instrument yang berhubungan dengan pelayanan bedah di hitung
jumlah awal dan jumlah akhir dan juga alat/instrument di kamar bedah harus
siap pakai.
38. Pengguna kamar bedah WAJIB cuci tangan procedural bila memasuki kamar
bedah
39. Pengguna kamar bedah WAJIB melakukan cuci tangan pembedahan sebelum
melakukan tindakan pembedahan.
40. Penanganan pasien dengan penyakit khusus (HIV, HBSag (+), Hepatitis B dan
lain-lain berbeda dengan penanganan pasien yang tidak terkena penyakit
khusus tersebut.
41. Semua alat instrument yang berhubungan dengan pelayanan bedah di hitung
dan di catat di formulir ceklist alat/bahan/jarum kamar bedah
42. Mengenai alur di kamar bedah
a. Alur untuk instrument dan linen kotor
1) Alur instrument kotor
Instrumen yang dipakai setelah operasi, dimasukkan ke dalam box
instrument kotor kemudian dikeluarkan melalui disposal yang ada
diantara kamar bedah ke luar kamar bedah, ditempatkan di troly
khusus barang kotor untuk ditransfer menuju ke CSSD.
2) Alur linen kotor
Linen yang dipakai setelah operasi, dimasukkan kedalam kantong
tempat linen kotor kemudian dikeluarkan melalui disposal yang ada
diantara kamar bedah ke luar kamar bedah, ditempatkan di troly
khusus barang kotor untuk ditransfer menuju ke pencucian.
b. Alur untuk instrument, linen steril dan linen bersih
1) Alur instrument, linen steril
Instrument dan linen steril di transfer dari CSSD ke kamar bedah
melaluli pintu masuk barang bersih kemudian dimasukkan ke kamar
bedah melalui pintu keluar alat steril CSSD diletakkan ditempat
penyimpanan alat steril oleh petugas kamar bedah.
2) Alur linen bersih
Linen bersih diambil dari pencucian lalu dibawa ke kamar bedah
melalui pintu masuk barang bersih. Lalu dimasukkan melalui pintu
masuk kamar bedah. Lalu dipisahkan baju petugas dengan linen
bedah serta di hitung.
Baju petugas dimasukkan ke kamar ganti, sedang linen bedah
diserahkan ke CSSD.
43. Jumlah standar personil di kamar bedah yang sedang di lakukan tindakan
bedah:
a. Kamar bedah 1 jumlah maximal ada 6 orang
b. Kamar bedah 2 jumlah maximal ada 6 orang
c. Kamar bedah 3 jumlah maximal ada 6 orang

Keputusan Direksi ini berlaku sejak tanggal dikeluarkan dengan ketentuan apabila di
kemudian hari terdapat kesalahan/kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di : bukittinggi
Pada tanggal : 26 Dzulqaidah
1436 H.
13 September
2016 M.

Dr. Zulfa MARS


Direktur

Anda mungkin juga menyukai