Tentang :
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
Pertama : Kebijakan Pelayanan Anestesi di Rumah Sakit Islam Ibnu Sina
Bukittinggi sebagaimana tercantum dalam lampiran surat keputusan
ini.
Kedua : Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah di Rumah Sakit Islam Ibnu
Sina Bukittinggi dijadikan sebagai acuan dalam menyelenggarakan
pelayanan anestesi dan bedah.
Ketiga : Kebijakan ini akan dijelaskan lebih lanjut dalam pedoman, panduan
dan SPO.
Keempat Keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan jika terdapat perubahan, maka akan ditinjau kembali
sebagaimana mestinya.
Cc. Pertinggal
Lampiran : SK No.114/SK-DIR/ISBT /XII/2014
Tanggal : 30 Desember 2014
Tentang : Kebijakan Pelayanan Anestesi dan Bedah
1. Pelayanan Anestesi dan Bedah harus selalu berorientasi kepada mutu dan
keselamatan pasien.
2. Peralatan untuk pelayanan Anestesi dan Bedah harus selalu dilakukan
pemeliharaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
3. Semua petugas yang memberikan Pelayanan Anestesi dan Bedah wajib
memiliki kompetensi yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4. Setiap petugas atau staf Bedah dan Anestesi wajib meningkatkan
kompetensinya melalui pelatihan yang sudah diprogramkan.
5. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas wajib mematuhi ketentuan
dalam K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja), termasuk penggunaan alat
pelindung diri (APD), serta selalu mengacu pada pencegahan dan pengendalian
infeksi.
6. Pelayanan Bedah diberikan 24 jam sehari, baik pembedahan elektif maupun
cito atau emergensi. Operasi elektif dijadwalkan paling lambat 6 jam sebelum
tindakan baik dari ruang perawatan maupun One Day Care.
7. Setiap petugas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar prosedur
operasional yang berlaku, etika profesi, menghormati hak pasien, dan
mengutamakan keselamatan pasien.
8. Penyediaan tenaga harus mengacu kepada pola ketenagaan.
9. Untuk melaksanakan koordinasi dan evaluasi wajib dilaksanakan rapat rutin
bulanan minimal satu bulan sekali dan membuat laporan mutu awal bulan.
10. Setiap tindakan pembedahan harus mempergunakan ruang khusus yang
terjamin sterilitasnya, menggunakan peralatan steril dan tenaga terlatih yang
memahami prinsip-prinsip kerja steril
11. Sebelum tindakan pembedahan dilakukan, pasien harus mendapatkan
informasi yang lengkap dan jelas mengenai prosedur pembedahan dan risiko
yang mungkin timbul akibat pembedahan, manfaat prosedur yang
direncanakan, komplikasi potensial yang terjadi dan alternatif tindakan.
Termasuk bila dibutuhkan darah dan produk darah disesuaikan tentang risiko
dan alternatifnya. Informasi tersebut harus disampaikan oleh Dokter Spesialis
yang akan melakukan pembedahan sebelum tindakan dilakukan dan harus
disetujui oleh pasien secara tertulis (informed consent) dan didokumentasikan
dalam rekam medis.
12. Untuk mengurangi risiko yang dapat timbul akibat pembedahan maka harus
dilakukan pemeriksaan penyaring atau asesmen sebelum pembedahan dan
penilaian kelayakan operasi/toleransi operasi oleh Dokter Spesalis yang terkait.
Sebelum tindakan, diagnosis pra operatif dan rencana tindakan
didokumentasikan dalam rekam medis pasien oleh dokter yang bertanggung
jawab. Ketentuan mengenai pemeriksaan penyaring ditetapkan oleh Direktur
atas usulan dari SMF masing-masing bidang spesialisasi.
13. Pembedahan hanya dapat dilakukan oleh Dokter Spesialis yang mempunyai
kewenangan klinis melakukan pembedahan dan telah mendapatkan
pengakuan dari Organisasi Profesinya dan mendapat persetujuan Komite
Medik Rumah Sakit Islam Ibnu Sina Bukittinggi.
14. Penanganan pembedahan untuk kasus sulit atau kompleks harus melibatkan
Dokter Spesialis lain yang terkait, dan bila memungkinkan telah direncanakan
sebelum pembedahan. Pengaturan kerjasama antar disiplin dalam penanganan
suatu kasus ditetapkan oleh masing masing SMF dalam ketentuan tersendiri
15. Pelayanan anestesi dilakukan oleh dokter spesialis anestesiologi (SpAn).
16. Pelayanan anestesi dilakukan 24 jam, untuk keadaan darurat disesuaikan
dengan jadwal oncall yang telah dibuat.
17. Karena respons pasien dapat berubah selama dan sesudah penggunaan
anestesia / sedasi maka penggunaannya membutuhkan asesmen pasien yang
lengkap dan komprehensif, perencanaan asuhan yang terintegrasi dan
pemantauan pasien yang berkesinambungan.
18. Pada setiap pembedahan harus diupayakan untuk mengurangi rasa
ketakutan atau efek emosional yang berlebihan dengan pemberian
premedikasi. Premedikasi adalah pemberian obat tertentu sebelum pembiusan
untuk memberikan ketenangan bagi pasien yang akan menjalani operasi
termasuk juga mengurangi hipersalivasi dan rangsangan muntah
19. Setiap pasien yang akan menjalani anestesi atau sedasi, harus dilakukan
asesmen pra anestesi dan pra sedasi. Asesmen ini dilakukan oleh dokter
spesialis anestesiologi (SpAn) dibantu perawat ruang inap/perawat anestesi.
Asesmen ini dijalankan di igd atau ruang rawat inap beberapa hari atau
beberapa saat sebelum pembedahan, atau sesaat sebelum pembedahan
seperti pada pasien emergensi.
20. Dengan data dan informasi yang didapat dalam asesmen pra anestesi dan
pra sedasi, ditetapkan status fisik (ASA) dan status risiko pasien. Selanjutnya
ditentukan rencana jenis tindakan yang akan dilaksanakan dan medikasi yang
akan digunakan. Penyusunan rencana termasuk identifikasi perbedaan antara
populasi dewasa dan anak atau pertimbangan khusus lainnya. Semua tercatat
dalam formulir asesmen pra anestesi dan sedasi
21. Pemberian darah pada pelayanan anestesi dan bedah, persiapannya dapat
dilakukan di IGD, Rawat inap atau di kamar bedah, sudah dilengkapi dengan
Informed Consent dan tata kelola sesuai SPO.
22. Setiap pasien yang akan dilakukan pelayanan anestesi dan sedasi harus
dijelaskan/diedukasi kepada pasien , keluarga atau pembuat keputusan
tentang rencana jenis anestesi yang akan dilakukan, meliputi risiko, manfaat,
komplikasi dan alternatif lain yang berhubungan dengan anestesi dan sedasi.
Setelah pasien dan keluarga mengerti penjelasan tersebut, dimintakan
menandatangani pernyataan sudah mendapat penjelasan dan selanjutnya
menandatangani persetujuan tindakan kedokteran untuk menyetujui atau
menolak tindakan anestesi atau sedasi yang akan dilakukan. Dokter anestesi
dan saksi perawat turut menandatangani.
23. Prosedur pembiusan dan pemantauannya dilakukan oleh Tim Anestesi yang
terdiri dari Dokter Spesialis Anestesi dan Perawat Anestesi.
24. Penanganan Perioperatif adalah penanganan pasien mulai periode
persiapan, saat tindakan dan pasca tindakan.
25. Pelayanan anestesi dalam keadaan darurat :
a. Harus mendapatkan prioritas dengan tujuan menyelamatkan nyawa
pasien.
b. Harus dikomunikasikan dan diedukasi keluarga pasien baik sebelum,
selama dan sesudah tindakan dilakukan, kecuali pada keadaan darurat
yang mengancam nyawa
c. Dilakukan di kamar bedah termasuk ruang resusitasi IGD, ruang tindakan,
ruang radiologi, ruang intensif (ICU,HCU dll), ruang rawat inap dan rawat
jalan.
B. PELAYANAN KHUSUS ANESTESI
4. Jenis-jenis Pembedahan
a. Pembedahan bersih
1) Pembedahan pada kasus non trauma.
2) Pembedahan dengan daerah bebas inflamasi.
3) Pembedahan yang tidak membuka tractus digestivus, tracus
respiratorius, tracus urinarius.
4) Umumnya luka pembedahan ditutup primer dan tidak dipasang
drain.
b. Pembedahan bersih terkontaminasi
1) Pembedahan membuka tracus digestivus tanpa pencemaran yang
nyata
2) Pembedahan membuka tracus biliaris tanpa ada empedu yang
terinfeksi.
3) Pembedahan membuka tracus urinarius tanpa ada urine yang
terinfeksi.
4) Pembedahan membuka tracus respiratorius tanpa ada infeksi.
5) Pembedahan membuka telinga hidung dan tenggorokan dan mulut.
6) Pembedahan membuka sarung genetalia.
7) Umumnya luka pembedahan tertutup primer dan dipasang drain.
c. Pembedahan terkontaminasi.
1) Pembedahan membuka tractus digestivus dengan pencemaran nyata.
2) Pembedahan membuka tractus biliaris dengan empedu yang
terinfeksi.
3) Pembedahan membuka tractus urinarius dengan urine yang
terinfeksi.
4) Pembedahan membuka tractus respiratorius dengan infeksi.
5) Pembedahan pada luka karena trauma dan kurang dari enam jam.
d. Pembedahan kotor
1) Pembedahan tractus digestivus, tractus urinarius, tractus
respiratorius, tractus biliaris.
2) Pembedahan yang mengenai daerah inflamasi bacteriral.
3) Pembedahan melalui daerah bersih untuk membuka abses.
4) Pembedahan luka trauma dengan ada jaringan non vital benda
asing / kontaminasi faeces, kejadian di tempat kotor, pertolongan
pembedahan dilakukan enam jam setelah trauma.
5. Setiap pasien yang akan dilakukan pembedahan harus menjalani evaluasi atau
pengkajian asesmen awal medis bedah dengan mengisi form pengkajian ,
verifikasi pra operasi oleh dokter, dan form pra verifikasi pra operasi oleh
perawat.
6. Penandaan daerah yang akan dibedah / tindakan invasif (Surgical site marking)
pada tubuh pasien :
a. Dilakukan oleh dokter operator
b. Pembedahan elektif penandaan dilakukan di ruang rawat inap
c. Pembedahan cito penandaan dilakukan di UGD / rawat inap
d. Pasien ODC penandaan dilakukan di poliklinik atau ruang ODC
e. Menggunakan spidol permanen
f. Tandanya berupa ceklist ( )
Bedah Umum : OK I, OK II
Bedah Digestif : OK I, OK II
Bedah Kebidanan : OK I, OK II
Bedah THT : OK I, OK II
Bedah Onkologi : OK I, OK II
Bedah Mata : OK I, OK II, dan OK III
Bedah Orthopaedi : OK I, OK II
Keputusan Direksi ini berlaku sejak tanggal dikeluarkan dengan ketentuan apabila di
kemudian hari terdapat kesalahan/kekeliruan akan dilakukan perbaikan sebagaimana
mestinya.
Ditetapkan di : bukittinggi
Pada tanggal : 26 Dzulqaidah
1436 H.
13 September
2016 M.