1
KEPUTUSAN
DIREKTUR UTAMA RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT
UNIVERSITAS HASANUDDIN
Nomor 749/UN4.27/KP.25-PAB.B.1/2017
TENTANG
2
d Nomor 1691/Menkes/Per/VIII/2011 tentang
. Keselamatan Pasien Rumah Sakit
MEMUTUSKAN:
Ditetapkan di : Makassar
Pada tanggal : 20 November
2017
DIREKTUR,
MUHAMMAD RUSLIN
NIP. 19730702 2001121 001
SALINAN Keputusan Direktur ini disampaikan kepada:
1. Wakil Direktur Pelayanan Medis, Keperawatan, dan Penunjang
2. Wakil Direktur Akademik;
3. Wakil Direktur Umum dan Keuangan;
4. Ketua Komite Medik;
5. Ketua Komite Keperawatan;
6. Ketua Komite Penjamin Mutu;
7. Ketua Komite Farmasi dan Terapi;
8. Ketua Komite Etik dan Hukum;
9. Ketua Satuan Pemeriksaan Internal.
3
DAFTAR ISI
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang ………………………………………………………. 5
B. Tujuan ……………………………………………………………….. 6
C. Ruang Lingkup ……………………………………………………. 6
D. Batasan Operasional ………………………………………………… 7
E. Landasan Hukum …………………………………………………. 9
BAB II Standar Ketenagaan
A. Struktur Organisasi ………………………………………………. 11
B. Tugas dan Tanggung jawab ………………………………………. 12
C. Kualifikasi SDM ………………………………………………….. 15
BAB III Standar Fasilitas
A. Standar Fasilitas Anestesi ………………………………………… 17
BAB IV Tata Laksana Pelayanan Anestesi
A. Pedoman Persiapan Pra Anestesia Umum dan regional …………. 21
B. Persiapan alat, mesin dan obat anestesi …………………………... 22
C. Pedoman Pengelolaan Jalan Nafas Intra A nestesi ……………….. 22
D. Pedoman intraoperative Anestesi umum …………………………. 23
E. Pedoman Pengelolaan Pasca Anestesi ……………………………. 23
F. Pedoman Penatalaksanaan Nyeri …………………………………. 24
G. Pedoman Penatalaksanaan Sedasi ………………………………… 25
H. Pengelolaan Pasca-Anestesi /Sedasi ……………………………… 29
I. Standar Pencatatan dan Pelaporan …………………………….…. 30
BAB V LOGISTIK
A. Logistik ………………..………………………………………… 31
4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan teknologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar
memberikan pelayanan yang bermutu. Oleh karena itu, dalam rangka
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, peningkatan mutu kualitas layanan
merupakan salah satu aspek yang sangat penting. rumah sakit sebagai salah satu
penyedia pelayanan kesehatan yang mempunyai fungsi rujukan harus dapat
memberikan pelayanan yang profesional dan berkualitas. Sejalan dengan upaya
tersebut, agar para tenaga kesehatan di rumah sakit dapat memberikan pelayanan
prima bagi para pasiennya, diperlukan adanya suatu pedoman pelayanan kesehatan
yang dapat digunakan sebagai acuan dalam setiap tindakan yang dilakukan.
Pelayanan anestesiologi dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah
satu bagian dari pelayanan kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan
peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang anestesia. Peningkatan
kebutuhan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif ini tidak diimbangi dengan
jumlah dan distribusi dokter spesialis anestesiologi secara merata. Keadaan tersebut
menyebabkan tindakan anestesia di rumah sakit dilakukan oleh perawat anestesi
sehingga tanggung jawab terhadap pelayanan ini menjadi tidak jelas khususnya
untuk rumah sakit yang tidak memiliki dokter spesialis anestesiologi.
Pelayanan anestesia di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan
anestesia/analgesia di kamar bedah dan di luar kamar bedah, pelayanan kedokteran
perioperatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak,
pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif. Jenis pelayanan yang diberikan oleh
setiap rumah sakit akan berbeda, tergantung dari fasilitas, sarana, dan sumber
daya yang dimiliki oleh rumah sakit tersebut.
Oleh sebab itu, dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesia di
Rumah Sakit, disusunlah Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Anestesiologi dan
Terapi intensif di Rumah Sakit.
5
B. Tujuan Pedoman
6
D. Batasan Operasional
1. Tim Anestesi: spesialis anestesi mengawasi perawat anestesi dan atau mengarahkan
petugas anestesi non-dokter dalam melakukan pelayanan anestesi di mana dokter
dapat mendelegasikan tugas pemantauan sambil tetap bertanggung jawab kepada
pasien secara keseluruhan.
4. Perawat dan asisten anestesi: adalah perawat terdaftar dengan SIP, asisten dokter yang
terlatih yang sesuai dengan kebijakan, pedoman, dan standar institusi dan nasional
dalam memberikan obat anestesi dan analgesik, serta memantau pasien selama
pemberian sedasi ringan (ansiolitik) / sedang (anestesi lokal); akan tetapi tidak untuk
sedasi berat / anestesi umum. Perawat dan asisten anestesi harus bekerja dengan
supervisi langsung oleh dokter yang kompeten dan terlatih baik.1
7
d. Mengonsultasikannya kepada spesialis lain yang relevan, jika diperlukan.9
c. Persiapan dan pemeriksaan peralatan anestesi, obat, cairan, dan suplai oksigen
8
ii. Memastikan lancarnya transfer informasi keperawatan mengenai
kebutuhan spesifik pasien dan memastikan terjadinya transisi yang
aman.
iv. Memastikan bahwa pasien yang dipulangkan dari ruang rawat pasca-
anestesi sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh dokter anestesi
E. Landasan Hukum
9
10. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 2052/MENKES/PER/X/2011 tentang izin
praktik dan pelaksanaan praktik kedokteran
11. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 12 tahun 2012 tentang Akreditasi Rumah Sakit
12. Peraturan Pemerintah R.I Nomor 82 Tahun 2014, Tanggal 17 Oktober 2014, tentang
Penetapan Universitas Hasanuddin sebagai Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum
(Tambahan LN Tahun 2014 Nomor 303);
13. Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan R.I. Nomor 98/MPK.A4/KP/2014
Tanggal 26 Maret 2014, tentang Pengangkatan Rektor Universitas Hasanuddin
14. Keputusan Gubernur Sulawesi Selatan no. 5/J.09.P/P2T/06/2016 tentang Izin
Operasional Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin Sebagai Rumah Sakit
Khusus Kelas B
15. Keputusan Rektor Universitas Hasanuddin no. 12544/UN4/KP.04/2015 tentang
Pengangkatan Direktur Utama Rumah Sakit Gigi dan Mulut Universitas Hasanuddin;
16. Peraturan Rektor Universitas Hasanuddin Nomor: 5441/UN4/OT.04/2016 tanggal 01
Februari 2016, tentang Organisasi dan Tata Kerja Pengelola Universitas Hasanuddin;
10
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang optimal dari program pelayanan
anestesiologi dan terapi intensif perlu ditata pengorganisasian pelayanan dengan
tugas, tanggung jawab dan hubungan kerja yang jelas meliputi bidang administratif
maupun secara teknis medis disesuaiakan dengan jenis dan kelas rumah sakit, sarana
dan prasarana serta sumber daya manusia yang tersedia.
11
DIREKTUR
Kepala Instalasi
Anestesiologi Dan Terapi Intensif
Dr. Ermil, Sp.An, M.Kes
Ruangan Pre Operasi Ruangan Intra Operasi Ruangan Pasca Operasi Pencatatan Dan
Pelaporan Keuangan
12
melaksanakan pelayanan anestesiologi dan terapi intensif;
2) Menjamin sarana, prasarana dan peralatan sesuai dengan kebutuhan
pelayanan dan standar;
3) Menjamin dapat terlaksananya pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif yang bermutu dengan mengutamakan keselamatan
pasien;
4) Menjamin terlaksananya program kendali mutu dan kendali biaya;
5) Meningkatkan dan mengembangkan kompetensi sumber daya manusia
pelayanan anestesiologi dan terapi intensif secara berkesinambungan.
2. Koordinator Pelayanan
Koordinator pelayanan adalah dokter spesialis anestesiologi. Jika tidak ada dokter
spesialis anestesiologi maka koordinator pelayanan ditetapkan oleh direktur
rumah sakit yang diatur dalam peraturan internal rumah sakit.
a. Tugas :
1) Mengawasi pelaksanaan pelayanan anestesia setiap hari;
2) Mengatasi permasalahan yang berkaitan dengan pelayanan anestesia;
3) Mengevaluasi pelaksanaan kegiatan dan membuat laporan kegiatan
berkala.
b. Tanggung jawab :
1) Menjamin terlaksananya pelayanan anestesiologi dan terapi intensif
yang bermutu dengan mengutamakan keselamatan pasien;
2) Pelaksanaan pencatatan, evaluasi dan pembuatan laporan kegiatan di
dalam rumah sakit;
3) Pelaksanaan program menjaga mutu pelayanan anestesia dan keselamatan
pasien di dalam rumah sakit.
3. Perawat anestesia/perawat
a. Tugas :
1) Melakukan asuhan keperawatan pra-anestesia, yang meliputi:
a) Pengkajian keperawatan pra-anestesia;
b) pemeriksaan dan penilaian status fisik pasien;
c) pemeriksaan tanda-tanda vital;
d) persiapan administrasi pasien;
13
e) analisis hasil pengkajian dan merumuskan masalah pasien;
f) evaluasi tindakan keperawatan pra-anestesia, mengevaluasi secara
mandiri maupun kolaboratif;
g) mendokumentasikan hasil anamnesis/pengkajian.
h) persiapan mesin anestesia secara menyeluruh setiap kali akan digunakan
dan memastikan bahwa mesin dan monitor dalam keadaan baik dan siap
pakai.
i) pengontrolan persediaan obat-obatan dan cairan setiap hari untuk
memastikan bahwa semua obat-obatan baik obat anestesia maupun
obat emergensi tersedia sesuai standar rumah sakit.
j) memastikan tersedianya sarana prasarana anestesia berdasarkan
jadwal, waktu dan jenis operasi tersebut.
2) Melakukan kolaborasi dengan dokter spesialis anestesi, yang meliputi:
a) Menyiapkan peralatan dan obat-obatan sesuai dengan perencanaan
teknik anestesia;
b) Membantu pelaksanaan anestesia sesuai dengan sesuai instruksi
dokter spesialis anestesi;
c) Membantu pemasangan alat monitoring non invasif;
d) membantu dokter melakukan pemasangan alat monitoring invasif;
e) pemberian obat anestesi;
f) mengatasi penyulit yang timbul;
g) pemeliharaan jalan napas;
h) pemasangan alat ventilasi mekanik;
i) pemasangan alat nebulisasi;
j) pengakhiran tindakan anestesia;
k) pendokumentasian semua tindakan yang dilakukan agar seluruh
tindakan tercatat baik dan benar.
3) Melakukan asuhan keperawatan pasca anestesi, yang meliputi:
a) Merencanakan tindakan keperawatan pasca tindakan anestesia;
b) pelaksanaan tindakan dalam manajemen nyeri;
c) pemantauan kondisi pasien pasca pemasangan kateter epidural dan
pemberian obat anestetika regional;
14
evaluasi hasil pemasangan kateter epidural dan pengobatan anestesia
regional;
e) pelaksanaan tindakan dalam mengatasi kondisi gawat;
f) pendokumentasian pemakaian obat-obatan dan alat kesehatan
yang dipakai.
g) pemeliharaan peralatan agar siap untuk dipakai pada tindakan
anestesia selanjutnya.
b. Tanggung jawab:
1) Perawat anestesi dan perawat bertanggung jawab langsung kepada
dokter penanggung jawab pelayanan anestesia;
2) Menjamin terlaksananya pelayanan/asuhan keperawatan anestesia di
rumah sakit;
3) Pelaksanaan asuhan keperawatan anestesia sesuai standar.
4. Koordinator administrasi dan keuangan
a. Tugas:
1) Menjawab surat-surat masuk;
2) Membantu Kepala Instalasi Anestesiologi dan Terapi Intensif dalam
membuat laporan hasil kegiatan dan keuangan secara berkala;
3) Mengatur kebutuhan dan kegiatan kerumahtanggaan sehari- hari;
4) Pemeliharaan sarana dan kebutuhan untuk kelancaran pelayanan;
5) Membuat laporan berkala mengenai barang rusak, mutasi barang dan lain-
lain.
b. Tanggung jawab:
1) Pelaksanaan tata persuratan dan kearsipan, rumah tangga dan kebendaharaan
yang baik.
2) Pelaksanaan sistem dokumentasi dan pelaporan pelayanan anestesia.
15
2. Setiap anggota tim memiliki kewajiban untuk mengidentifikasi mereka sendiri
dan anggota tim lainnya secara akurat kepada pasien dan keluarganya.
3. Anestesiologis bertanggungjawab untuk mencegah agar tidak terjadi salah tafsir /
anggapan terhadap petugas non dokter sebagai dokter residen atau dokter umum.
4. Tindakan / layanan anestesi dilakukan oleh tim anestesi, termasuk pemantauan
dan pelaksanaan tindakan anestesi.
5. Instruksi diberikan oleh anestesiologi dan harus sejalan dengan kebijakan dan
regulasi pemerintah serta kebijakan rumah sakit
6. Tanggungjawab keseluruhan terhadap kinerja tim anestesi dan keselamatan
pasien terletak pada anestesiologis atau staf lain yang kompeten yaitu :
a. Teknik dan berbagai macam cara sedasi
b. Farmakologi obat sedasi dan penggunaan zat reversal/antidot
c. Memonitor pasien
d. Bertindak jika ada komplikasi
7. Anestesiologis harus mewujudkan keselamatan pasien yang optimal dan
memberikan pelayanan yang berkualitas kepada setiap pasien yang menjalani
tindakan anestesi. Selain itu anestesiologis juga diharapkan memberikan
pengajaran/edukasi kepada siswa dalam hal ini dokter muda (Coass) dan
mahasiswa perawat.
2. Berikut adalah tim anestesi :
a. Dokter
Anestesiologis (Spesialis anestesi) – Pimpinan Tim Anestesi
Merupakan seorang dokter yang memiliki SIP dan telah menyelesaikan
Program Studi Spesialis di bidang anestesi yang terakreditasi.
b. Non Dokter
Penata/Perawat Anestesi
Merupakan perawat dengan SIK yang telah menyelesaikan Program Studi
anestesi atau minimal sertifikat pelatihan anestesi terakreditasi.
Perawat Pasca Anestesi
Merupakan perawat dengan SIK yang telah menyelesaikan pelatihan BLS dan
BTCLS
16
`
2.4 Distribusi Ketenagaan Anestesi
Pengaturan Jaga dokter anestesiologi dan perawat anestesi diperbaharui setiap bulan
dan di laporkan ke bagian pelayanan medis dan bagian sumber daya manusia RSGM
Unhas.
Pengaturan jaga penata anestesi dan perawat pasca anestesi diperbaharui setiap bulan
dan di laporkan ke bagian pelayanan medis dan bagian sumber daya manusia RSGM
Unhas.
BAB III
17
STANDAR FASILITAS
Pada dasarnya rumah sakit perlu mengupayakan prasarana dan sarana baik
medik maupun non –medik yang optimal, yang disesuikan dengan kegiatan, beban
kerja dan tipe rumah sakit untuk mendukung pelayanan anestesiologi.
18
1. Penerangan yang cukup dan dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat
segera menyala bila listrik padam
2. Suhu 20 0 – 28 0 C dengan kelembapan tinggi > 50%
3. Titik keluar listrik dikebumikan
4. Peralatan untuk mengeluarkan sisa gas anestesi keluar
5. Jam dinding
Perlengkapan medis :
1. Sumber oksigen berupa tabung/ sentral oksigen yang dilengkapi regulator dan
flow meter.
2. Alat pelembab oksigen dan pipa karet plastik yang dilengkapi kanula nasal
dan sungkup muka.
3. Alat penghisap lendir
4. Steteskop, tensimeter dan termometer
5. Mesin anestesi, Jackson reese dan ambu bag
6. Laryngoskop, pipa jalan nafas, pipa trachea, magil tang, stilet pipa trachea dan
sungkup muka.
7. Monitor dan defibrillator.
8. Alat komunikasi
c) Kamar pulih sadar :
Adalah tempat pemulihan pasien dari anestesia yang sebaiknya berada diruangan
kamar bedah.
Perlengkapan ruangan :
1. Penerangan yang cukup yang dilengkapi lampu cadangan yang dapat segera
menyala bila listrik padam.
2. Suhu 20 0 – 28 0 C dengan kelembapan tinggi > 50%
3. Titik keluar listrik dikebumikan
4. Tempat cuci tangan dan kelengkapannya
5. Jam dinding
6. Kereta pasien yang dilengkapi dengan pagar disisi kanan-kirinya atau dengan
sabuk pengaman, kedudukan kepala dapat diubah menjadi datar atau diatas.
Perlengkapan Medik :
19
1. Sumber oksigen berupa tabung/ sentral oksigen yang dilengkapi regulator dan
flow meter.
2. Alat pelembab oksigen dan pipa karet plastik yang dilengkapi kanula nasal dan
sungkup muka.
3. Alat penghisap lendir
4. Alat resusitasi
5. Steteskop, tensimeter dan termometer
6. Alat infus dan perlengkapannya
7. Monitor dan defibrillator
8. Alat komunikasi
d) Kantor Administrasi :
1. Tempat kegiatan organisasi dan administrasi
2. Perlengkapan kantor
e) Kamar obat dan alat :
1. Terdiri dari kamar penyimpanan obat dan alat, tempat memlihara dan
memperbaiki alat, tempat membersihkan alat dan menyiapkan kembali
kebutuhan.
2. Terletak di dalam kompek kamar operasi
3. Perlengkapan ruangan :
Penerangan yang cukup
Suhu 20 0 – 28 0 C untuk kamar penyimpanan obat
Titik keluar listrik yang dibumikan
Westafel dan bak pencuci
Almari dan rak dinding
Almari es
20
BAB IV
Setiap tindakan anestesia baik anestesia umum maupun regional ; memerlukan evaluasi
pra-anestesia yang bertujuan untuk :
Evaluasi pra-anestesia
Evaluasi pra-anestesia dilakukan sebelum tindakan induksi anestesia
Pemeriksaan pra-anestesia
Anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan penunjang sesuai indikasi serta konsultasi
dokter spesialis lain bila diperlukan.
Dokter anestesia dapat menunda atau menolak tindakan anestesia bila hasil evaluasi
pra anestesia dinilai belum dan atau tidak layak untuk tindakan anestesia.
21
Evaluasi jalan nafas
Informed consent
Menjelaskan rencana tindakan anestesia, komplikasi dan resiko anestesia
Memperoleh izin tertulis dari pasien atau keluarga pasien
22
1. Lokasi operasi
2. Lama operasi
3. Jenis operasi
4. Posisi operasi
5. Penyulit jalan nafas
Persiapan jalan nafas :
Alat jalan nafas yang akan digunakan disiapkan sesui ukuran
Dapt disiapkan beberapa alat pendukung jalan nafas sesuai kebutuhan antara lain alat
jalan nafas oro/nasopharyngeal, bougie, videolaringoskop, bronkoskopi, dll
23
1. Pada saat pasien tiba di ruang pemulihan, dilakukan evaluasi fungsi vital
2. Dilakukan pemantauan secara periodik berdasarkan ALDRETTE SCORE
3. Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan apabila ALDRETTE SCORE > 8
4. Untuk pasien bedah rawat jalan, pemulangan pasien harus memenuhi PADS SCORE
= 10
5. Pemantauan pasca anestesia dicatat/didokumentasikan dalam rekam medik pasien
24
A. Pemilihan terapi farmakologis
1. Acetaminophen
2. Ibuprofen
3. Ketorolak
4. Metamizol
5. Tramadol
6. Ketamin
7. Opioid
B. Pemilihan terapi blok regional
Masih ada consensus mengenai waktu penatalaksanaan blok regional untuk dilakukan
sebelum operasi maupun sesudah operasi. Namun penggunaan terapi blok regional untuk
mengatasi nyeri postoperative terbukti efektif.
25
Target Sedasi
1. Keamanan dan keselamatan penderita
2. Minimalisir rasa nyeri dan tidak nyaman
3. Mengkontrol kecemasan, meminimalisir trauma psikologis dan memaksimalkan efek
amnesia
4. Mengontrol pergerakan untuk memudahkan tindakan prosedur
5. Mengembalikan penderita kedalam aman setelah dilakukan tindakan anestesi baik
dari monitoring maupun kriteria lain
A. Pengelolaan pra-anestesi
Seorang SpAn bertanggung jawab untuk menilai dan menentukan status medis pasien
pra-anestesi, membuat rencana pengelolaan anesthesia dan member informasi kepada
pasien atau keluarga tentang rencana tindakan anesthesia tersebut.
26
baik. SpAn yang bertanggung jawab melakukan verifikasi, memastikan prosedur
keamanan telah dilaksanakan dan dicatat dalam rekam medis pasien.
1. Ketersediaan oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman menjadi
tanggung jawab manajemen rumah sakit.
2. Pemeriksaan dan memsatikan semua alat berfungsi dengan baik sebelum
digunakan terhadap pasien menjadi tenggung jawab pengelola anesthesia.
B. Pemantauan dasar anesthesia
Pada keadaan tertentu standar-standar ini boleh dilebihi berdasarkan penilaian
SpAn yang bertanggung jawab. Standar-standar yang dilebihkan tersebut
dimaksudkan untuk meningkatkan mutu pelayanan pasien, tetapi tidak menjamin hasil
akhir pasien. Standar-standar ini dapat direvisi seperlunya sesuai dengan
perkembangan teknologi dan praktek pelayanan anesthesia dan reanimasi. Standar-
standar ini berlaku pada anestesi umum, anestesi regional dan MAC.
Dalam keadaan yang jarang atau tidak lazim : (1) beberapa metode pemantuan ini
mungkin menjadi tidak praktis secara klinis, dan (2) penggunaan metode pemantauan
yang tepat mungkin gagal mendeteksi perubahan klinis yang tidak terduga.
Penghentian sementara pemantauan continual (diulang berkali-kali dalam suatu
jangka waktu) mungkin tidak terhindarkan.
Tenaga anesthesia yang berkualifikasi tetap berada dalam wilayah kamar
operasi selama tindakan anesthesia umum, anesthesia regional dan MAC.
Tujuan : karena dapat terjadi perubahan yang cepat pada kondisi pasien selama
anesthesia, maka tenaga anesthesia yang berkualifikasi harus terus-menerus berada di
tempat untuk memantau dan memberikan pengelolaan anesthesia. Jika ada bahaya
langsung terhadap tenaga anesthesia (misalnya radiasi) dan diperlukan pemantauan
jarak jauh yang intermitten maka harus tersedia alat pelindung bagi tenaga anesthesia.
Pada pasien dengan resiko tinggi atau berpotensi resiko tinggi tenaga anesthesia harus
selalu siap menangani perubahan-perubahan yang terjadi. Jika keadaan darurat
mengharuskan ketidakhadiran sementara penanggung jawab utama, maka dokter
penanggung jawab utama menunjuk pengganti dengan mempertimbangkan
kedaduratan, kondisi pasien dan kemampuan tenaga pengganti.
Selama pemberian anesthesia, harus secara continual dibuat evaluasi oksigenasi,
ventilasi,sirkulasi,suhu dan perfusi jaringan pasien.
27
1. Oksigenasi
Pemantauan oksigenasi jaringan dilakukan secara continual
Tujuan : untuk memastikan kadar oksigen yang adekuat dalam darah selama
pemberian anesthesia.
Metode :
Pengamatan visual dengan menilai warna dan diperlukan pencahayaan serta
paparan pasien yang adekuat.
Penilaian oksigenasi darah dilakukan dengan : metode kuantitatif seperti
oksimetri pulse.
Ketersediaan oksigen medik menjadi tanggung jawab manajemen rumah sakit.
Bila oksigen yang dipakai menggunakan mesin anesthesia, maka mesin
anesthesia harus dilengkapi “anti hypoxic divice”
2. Ventilasi
Pemantauan jalan nafas dan ventilasi dilakukan secara continual
Tujuan : untuk memastikan jalan nafas dan ventilasi pasien adekuat selama
pemberian anestesi.
Metode :
1) Tanda-tanda klinis kualitatif kecukupan ventilasi yang bermanfaat
antara lain pengembangan dada, pengamatan gerak kantung pernafasan
(bag) dan auskultasi bunyi nafas.
2) Bila dipasang pipa tracheal atau sungkup laryngeal, posisi yang tepat
harus dicek melalui penilaian klinis bila ventilasi dikendalikan dengan
ventilasi mekanik, maka secara kontinyu digunakan alat deteksi
diskoneksi komponen system pernafasan. Alat tersebut harus
memberikan sinyal bunyi bila ambangnya dilampui.
3) Selama anesthesia regional dan MAC dibuat evaluasi kecukupan
ventilasi, paling tidak dengan observasi continual terhadap tanda-tanda
klinis kualitatif.
3. Sirkulasi
Pemantauan fungsi peredaran darah dilakukan secara continual
Tujuan : untuk memastikan kecukupan fungsi peredaran darah pasien selama
anestesi.
Metode :
28
1) Evaluasi continual terhadap laju jantung dan irama jantung dilakukan
paling tidak dengan salah satu dari yang berikut ini : palpasi
nadi,auskultasi bunyi jantung, plestismografi atau oksimetri pulsasi.
2) Pasien yang menjalani anestesi di kamar operasi sebaiknya dipaparkan
gambarang EKG secara kontinyu sejak awal anestesi hingga siap
meninggalkan kamar operasi.
3) Pasien yang menjalani anestesi harus dilakukan pemeriksaan dan
evaluasi tekanan darah arterial dan laju jantung paling tidak setiap lima
menit.
4) Perfusi jaringan dipantau secara continual dengan oksimetri pulsasi.
4. Suhu tubuh
Tujuan : untuk membantu mempertahankan suhu tubuh yang tepat selama
anestesi.
Metode : setiap pasien yang mendapatkan anestesi akan dipantau suhunya bila
diharapkan, diperkirakan atau diduga terjadi perubahan suhu tubuh yang
bermakna klinis.
Setiap perubahan dan perkembangan kondisi pasien selama pemantauan dan
waktunya dicatat dalam laporan tindakan anestesi. SpAn yang bertanggung
jawab melakukan verifikasi dan dicatat dalam rekam medis pasien
8. Pengelolaan Pasca-Anestesi
Semua pasien yang mejalani anestesi umum, anestesi regional atau MAC harus
menjalani tata laksana pasca-anestesi yang tepat.
1) Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan ke RUANG PULIH
(unit Rawat Pasca-anestesi / PACU) atau ekivalennya kecuali atas perintah
khusus dokter spesialis anestesiologi yang bertanggung jawab atas
pengelolaan pasien tersebut.
2) Aspek-aspek medis pengelolaan di ruang pulih diatur oleh kebijaksanaan dan
prosedur yang telah ditinjau dan disetujui oleh departemen/instalasi/SMF
Anestesiologi dan reanimasi rumah sakit.
3) Fasilitas, sarana dan peralatan ruang pulih harus memenuhi persyaratan yang
berlaku.
29
Pemindahan pasien ke ruang pulih harus didampingi oleh seorang anggota tim
pengelola (tenaga) anestesi yang memahami kondisi pasien.
Minimal diperlukan tiga orang untuk membantu pemindahan dari dan ke atas meja
operasi. Tenaga anestesi bertanggung jawab terhadap jalan nafas, kepala dan leher
pasien. Selama pemindahan pasien harus dipantau/ dinilai secara continual dan
diberikan bantuan sesuai kondisi pasien.
Setelah tiba di ruang pulih dilakukan serah terima pasien kepada perawat ruang
pulih. Pasien harus dinilai kembali oleh anggota tim pengelola anestesi yang
mendampingi pasien bersama-sama dengan perawat ruang pulih disertai laporan
verbal kepada perawat ruang pulih yang bertugas tersebut.
1) Kondisi pasien setelah tiba di ruang pulih harus dicatat.
2) Informasi yang berkenan dengan kondisi pra-bedah dan jalannya
pembedahan/anestesi harus disampaikan kepada perawat ruang pulih yang
bertugas.
3) Anggota tim pengelola anestesi harus tetap berada di dalam ruang pulih
sampai perawat ruang pulih yang bertugas menerima pengalihan tanggung
jawab.
30
Dokter spesialis anestesiologi bertanggung jawab atas pengeluaran pasien dari
ruang pulih.
Bila tidak ada SpAn, dokter umum atau operator bertanggung jawab atas pengeluaran
pasien dari ruang pulih
1) Kriteria pengeluaran pasien dari ruang pulih dibuat oleh SMF anestesiologi
dan reanimasi, dan disetujui oleh komite medis, kriteria ini dapat berbeda
untuk pasien yang dipindah ke ruang rawat inap rumah sakit, ke ICU, ke unit
rawat singkat, pulang ke rumah atau ke sarana kesehatan lain.
2) Pada saat dokter yang bertanggung jawab terhadap pengeluaran pasien tidak
ada di tempat maka perawat yang bertugas di ruang pulih dapat menentukan
apakah pasien memenuhi kriteria pengeluaran. Nama dokter yang seharusnya
bertanggung jawab terhadap pengeluaran pasien harus dicatat dalam rekam
medis.
9. Pencatatan dan Pelaporan Anestesi
Kegiatan, perubahan-perubahan dan kejadian yang terkait dengan persiapan
dan pelaksanaan pengelolaan pasien selama pra-anestesi, pemantauan durante anestesi
dan pasca-anestesi di ruang pulih dicatat secara kronologis dalam catatan anestesi
yang disertakan dalam rekam medis pasien.
Catatan anestesi diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter spesialis
anestesiologi yang melakukan tindakan anestesi dan bertanggung jawab atas semua
yang dicatat tersebut
BAB V
LOGISTIK
31
1. Mesin anestesi yang mempunyai anti
hipoksik device dengan circle system dengan O2 dan N2O, dan udara
tekan (air), dengan vaporizer untuk volatile agent
6. Laringoskop bayi
14. Stetoskop
15. Tensimeter non invansif
16. Timbangan berat badan
32
17. Termometer
18. Infusion standard
19. Sikat pembesih pipa trakea, ukuran
48. Elektrokardioskop
49. AC/DC Defibrilator dengan pedal dada
50. Alat inhalasi N2O dan O2
51. Troli Resusitasi bayi
52. Spirometri
33
57. Alat pompa infuse
58. Mesin anestesi dengan N2O, dilengkapi
34
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN
1. Manajemen Kepegawaian
35
Untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut
Kebijakan atau prosedur yang secara kolaboratif dikembangkan untuk
memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi
pasien ketika pemberian obat, darah atau produk darah, pengambilan darah dan
spesimen lain untuk pemeriksaan klinis.
Kebijakan atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi
seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang
identitas pasien dengan barcode, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak
bisa digunakan untuk identifikasi.
b. Peningkatan Komunikasi yang Elektif
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas dan yang dipahami
oleh pasien, akan mengurangi kesalahan dan menghasilkan peningkatan keselamatan.
Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan dan tertulis. Komunikasi yang mudah
terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti
melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan.
c. Peningkatan Keamanan Obat Yang Perlu Diwaspadai ( High Alert )
Obat-obatan yang perlu diwaspadai adalah obat yang sering menyebabkan terjadi
kesalahan, obat yang beriko tinggi menyebabkan dampak yang tidak di inginkan
seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengaran mirip ( Nama Obat Rupa dan
Ucapan Mirip/ NORUM ) atau Look Alike Sound Alike/ LASA.
Obat-obatan yang sering disebutkan dalam isu keselamatan pasien adalah
pemberian elektronik konsentrat secara tidak sengaja ( misalnya kalium klorida 2
meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0,9 %
dan magnesium sulfat = 50 % atau lebih pekat).
Cara paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut
adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai-
obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektronik konsentrat dari unit
pelayanan pasien ke farmasi.
d. Pengurangan Resiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan
36
semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada
aliran darah dan pnemonia.
Pusat dari eleminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan
yang tepat. Pedoman hand hiegiene bisa dibaca kepustakaan WHO dan berbagai
organisasi nasional dan internasional.
37
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
38
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
39
C. Pengembangan Sarana, Prasarana dan Peralatan
Disesuaikan dengan peningkatan klasifikasi jenis pelayanan dan kelas rumah sakit.
Program/kegiatan yang berkaitan dengan pemenuhan sarana, prasarana dan
peralatan:
1. Pembangunan dan pengembangan fasilitas pelayanan anestesiologi dan terapi
intensif di rumah sakit.
2. Penyediaan peralatan untuk pelayanan anestesiologi dan terapi intensif
yang diperlukan oleh dokter dan tenaga lain yang terkait, termasuk sarana
penunjangnya.
D. Pengembangan Jenis Pelayanan
Jenis pelayanan anestesiologi dan terapi intensif dikembangkan sesuai kebutuhan
masyarakat dan perkembangan ilmu dan tekonologi kedokteran serta
disesuaikan dengan ketersediaan sumber daya manusia, sarana dan prasarana serta
peralat
40
BAB IX
PENUTUP
41
REFERENSI
42