Anda di halaman 1dari 10

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA HUSADA

NOMOR : ………..

TENTANG

KEBIJAKAN PELAYANAN KAMAR OPERASI


DI RUMAH SAKIT MITRA HUSADA

DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA HUSADA


Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan di rumah
sakit diperlukan adanya Kebijakan Kamar Operasi yang berlaku
di Rumah Sakit MITRA HUSADA Pringsewu

b. bahwa sesuai butir a dan b tersebut diatas perlu ditetapkan


dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit MITRA HUSADA
Pringsewu

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 44 tahun 2009


tentang Rumah Sakit;

2. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran;

3. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 1691/MENKES/


PER /Yin /2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

Kesatu : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT MITRA HUSADA


Pringsewu TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN KAMAR
OPERASI DI RUMAH SAKIT MITRA HUSADA Pringsewu

Kedua : Kebijakan Pelayanan Kamar Operasi di Rumah Sakit MITRA


HUSADA Pringsewu dimaksud dalam Diktum Kesatu
sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan ini.

Ketiga : Kebijakan Pelayanan Kamar Operasi di Rumah Sakit MITRA


HUSADA Pringsewu sebagaimana dimaksud dalam Diktum
Kedua harus dijadikan acuan dalam memberikan pelayanan di
Rumah Sakit MITRA HUSADA Pringsewu

Keempat : Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkannya dan apabila di


kemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya

Ditetapkan di Pringsewu
Pada tanggal 6 Januari 2016

Direktur,

Dr. Elvani
Lampiran
Peraturan Direktur RS MITRA HUSADA
Tanggal :

KEBIJAKAN PELAYANAN INSTALASI KAMAR OPERASI


RUMAH SAKIT MITRA HUSADA

1. Pelayanan anestesi ( termasuk sedasi moderat dan dalam ) harus memenuhi


standart di rumah sakit, nasional, undang – undang dan peraturan yang
berlaku yang dilakukan di jam kerja maupun diluar jam kerja dan di
laksanakan secara seragam di seluruh Rumah Sakit.
2. Hanya dokter yang mendapat privilege untuk melakukan sedasi dalam pada
populasi pasien anak yang boleh memberikan dan/ atau menginstruksikan
pemberian sedasi dalam.
3. Tujuan dari kebijakan sedasi :

a. Memberikan panduan dalam pelayanan anestesi dan sedasi yang menjamin


keselamatan pasien dengan meminimalisasi risiko yang ada.
b. Memastikan adanya suatu proses yang konsisten sehingga sedasi yang
dilakukan dalam suatu pemberian tindakan medis berjalan dengan aman
dan efektif.
c. Menetapkan suatu prosedur instruksi, pelaksanaan, dan pemantauan sedasi
di seluruh rumah sakit.
d. Menjamin kualitas pemberian pelayanan anestesi dan sedasi melalui
penetapan kualifikasi sumber daya manusia yang dapat melakukan
pemberian pelayanan anestesi dan sedasi
4. Kebijakan Sedasi pada Pasien Dewasa
a. Tenaga medis yang dapat melakukan sedasi ringan, sedang dan dalam di
Rumah Sakit MITRA HUSADA Pringsewu adalah Dokter Spesialis
Anestesi.
b. Pemberian anestesi lokal kepada pasien dapat diberikan oleh dokter umum,
dokter spesialis yang telah bersertifikasi.
5. Lokasi Pemberian Sedasi
a. Anestesi lokal dapat dilakukan di ruang perawatan dan poliklinik,
dilakukan oleh dokter DPJP.
b. Sedasi Ringan bisa dilakukan diseluruh ruang perawatan, UGD, poliklinik,
ruang tindakan khusus serta persiapan pencitraan diagnostik, seperti CT
SCAN yang dilakukan oleh dokter DPJP.
c. Sedasi Sedang dapat dilakukan di ruang tindakan khusus, seperti di UGD
dan ruang kebidanan. Tindakan sedasi sedang tersebut hanya dapat
dilakukan oleh dokter anestesi.
d. Sedasi Dalam dapat dilakukan pada ruangan ICU, kamar operasi dan harus
dilakukan oleh Dokter Spesialis Anestesi. Yang menentukan ASA adalah
dokter yang akan melakukan sedasi. Dokter umum dapat membantu proses
pemberian sedasi ringan, sedang dan dalam untuk kondisi life saving.
6. Pengkajian sebelum dilakukan pembiusan :
Dokter spesialis anestesi wajib melakukan pre op visit, dalam 6 jam terakhir
sebelum dilakukan pemberian anestesi/ sedasi sedang dalam, kecuali pada
operasi cito.
7. Syarat-syarat pelayanan sedasi dapat berlangsung, hal dibawah ini harus
terpenuhi bila pelayanan sedasi sedang dan dalam serta anestesi akan
dilakukan, yaitu :
a. Hadirnya Dokter Spesialis Anestesi.
b. Sedasi hanya boleh dilakukan/ diinstruksikan oleh dokter spesialis
anestesiologi.
c. Sudah dilakukan identifikasi tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat pasien.
d. Kondisi pasien tidak kontraindikasi untuk pemberian sedasi.
e. Alat monitoring, oksigen dan suction, harus tersedia di ruangan serta telah
diperiksa berfungsi dengan baik sebelum dilakukan pemberian sedasi.
f. Trolley emergensi dan defibrillator harus tersedia dalam jarak yang dapat
diakses secepat-cepatnya. Sebelum tindakan dokter yang melakukan sedasi
serta asistennya sudah harus mengetahui lokasi dari trolley emergensi yang
akan dicapai apabila sewaktu-waktu diperlukan.
8. Sedasi pada Pasien Anak
a. Setiap pasien anak dianggap berisiko mengalami penurunan refleks
protektif apabila menjalani sedasi.
b. Untuk menjaga konsistensi dalam perawatan pasien di rumah sakit,
kebijakan ini berlaku bagi semua pasien anak yang menjalani sedasi.
c. Sedasi pada anak di Rumah Sakit MITRA HUSADA Pringsewu harus
dilakukan oleh dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang sudah
mendapat training melakukan sedasi pada anak.
d. Tata laksana pasien secara spesifik ditentukan oleh jenis sedasi yang
dilakukan, dosis obat sedasi, keadaan medis pasien tersebut (diagnosis,
beratnya penyakit), tingkat kedalaman sedasi, dan prosedur yang akan
dilakukan.
e. Sedasi dapat dilakukan pada pasien yang bukan akan menjalani prosedur
medis (pada kecemasan berlebihan, menghilangkan rasa nyeri, agitasi, dll).
Obat sedasi untuk tujuan ini biasanya digunakan dengan dosis yang serupa
dengan dosis tindakan. Karena itu, populasi pasien ini juga harus
diperlakukan sama seperti sedasi pasien anak untuk tindakan.
f. Tujuan sedasi/ analgesia pasien anak adalah untuk memastikan keamanan
dan kenyamanan pasien, serta untuk meningkatkan tingkat keberhasilan
tindakan. Prosedur yang menggunakan sedasi dilakukan baik pada pasien
rawat inap maupun rawat jalan.
g. Prosedur yang memerlukan sedasi mencakup prosedur invasif termasuk
bedah minor, serta prosedur non-invasif termasuk pemeriksaan pencitraan
diagnostik (CT Scan ).
h. Karakteristik masing-masing anak (temperamen, keadaan psikologis,
pengalaman sedasi sebelumnya, klasifikasi ASA, dll) penting dalam
menentukan tingkat kedalaman sedasi yang diinginkan dan obat sedasi
yang akan digunakan.

9. Sebelum Prosedur Sedasi


a. Dokter yang akan melakukan sedasi :
- Melakukan pemeriksaan pre op visit 6 jam sebelum tindakan anestesi,
kecuali pada tindakan operasi cito.
- Melakukan pemeriksaan ulang tepat sebelum induksi.
- Menginstruksikan dan memimpin pemberian sedasi berdasarkan hasil
penilaian awal sebelum prosedur dilakukan.
- Berada di tempat dan mampu merespon perubahan status pasien dan
menangani komplikasi sedasi.
- Terus berada di tempat saat pasien menjalani sedasi sedang hingga
berat.
b. Persiapan alat : Pastikan bahwa peralatan resusitasi dan pemantauan
pasien telah tersedia di tempat dan selama perpindahan pasien, bila
diperlukan. Pastikan trolley emergensi sudah tersedia atau berada pada
lokasi yang sedekat mungkin dengan area sedasi.
c. Berikan penjelasan mengenai tindakan yang akan dilakukan pada pasien
dan keluarga, risiko dan efek samping yang mungkin terjadi akibat
pemberian sedasi, alternatif pemilihan jenis anestesi, serta penggunaan
darah, produk atau komponen darah kepada pasien/ keluarga pasien/
penanggung jawab pasien menandatangani formulir informed consent.
Keluarga terdekat pasien meliputi keluarga inti. Sementara pada pasien
anak, penjelasan diberikan kepada orang tua pasien atau penanggung
jawab pasien.
d. Lakukan anamnesis pasien yang mencakup identitas pasien serta
identifikasi risiko yang mungkin timbul akibat pemberian sedasi, seperti :
- Usia pasien
- Alergi obat
- Riwayat penyakit beberapa bulan terakhir dan yang bermakna
- Kelainan kongenital bila ada
- Riwayat perawatan di rumah sakit, operasi, sedasi/ anestesi
sebelumnya
- Masalah dengan sedasi/ anestesi sebelumnya
- Obat-obat yang diminum saat ini (termasuk penggunaan obat
pengencer darah, penggunaan opioid dan obat sedasi selama 24 jam
terakhir)
- Waktu makan per oral terakhir
e. Lakukan pemeriksaan pasien yang mencakup:
- Berat badan dalam kilogram
- Penilaian risiko gangguan jalan napas
- Status pernapasan dan kardiovaskular, termasuk auskultasi jantung dan
paru serta semua temuan fisik lainnya yang bermakna
- Status ASA
- Pemeriksaan neurologis singkat dan penentuan tingkat perkembangan
termasuk tingkat kesadaran/ awareness
- Frekuensi jantung, tekanan darah, frekuensi pernapasan, saturasi
oksigen, dan suhu
- Pengkajian nyeri
- Tingkat sedasi pada pasien saat ini
f. Pasang infus dan siapkan IV line untuk kondisi emergency, terutama
untuk pasien dengan kondisi khusus.
g. Penandaan lokasi tindakan (surgical marking) bila memungkinkan,
terutama untuk tindakan yang melibatkan kanan/ kiri, struktur multipel
(misalnya jari tangan atau kaki) atau bertingkat (misalnya tulang
belakang). Gigi tidak memerlukan marking.
h. Melakukan TIME OUT sebagai verifikasi akhir tepat lokasi, tepat
prosedur dan tepat pasien, sebelum tindakan operasi dilakukan.

10. Selama Prosedur Dilakukan


a. Catat obat-obatan yang diberikan dalam rekam medik pasien, meliputi:
- Dosis semua obat yang diberikan
- Waktu dan jalur pemberian semua obat sedasi
- Orang yang memberikan obat
- Jenis dan jumlah semua cairan yang diberikan melalui infus, termasuk
darah dan produk darah.
b. Lakukan monitoring (pemantauan) pasien dan catat keadaan pasien.
Lakukan pemantauan berkesinambungan selama periode sedasi
menggunakan monitor dan dokumentasikan keadaan pasien sesuai tingkat
sedasi.
c. Pada sedasi ringan, monitoring pasien dilakukan setiap 15 menit, meliputi
monitoring frekuensi jantung dan pernapasan serta tekanan darah.
d. Pada sedasi sedang dan dalam, monitoring dilakukan setiap 5 menit,
mencakup:
- Frekuensi jantung dan pernapasan
- Saturasi oksigen
- Tekanan darah
e. Lakukan diagnosis dan segera tangani semua kejadian yang tidak
diharapkan selama sedasi dilakukan, termasuk bradikardia, apnea,
desaturasi oksigen, hipotensi, muntah, reaksi vagal, kejang, anafilaksis
atau reaksi anafilaktoid, gangguan neuropsikiatri dan gangguan
kardiopulmonal lainnya.
f. Trolley emergensi harus tersedia dan dapat digunakan kapanpun
diperlukan.
g. Dokumentasikan semua kejadian, intervensi dan respon pasien apabila
terjadi suatu kejadian yang tidak diharapkan beserta intervensinya.
h. Dokumentasikan status pasien saat prosedur berakhir, termasuk frekuensi
jantung, tekanan darah, frekuensi napas, saturasi oksigen, tingkat
kesadaran dan skor nyeri bila diperlukan. Cantumkan jam mulai dan jam
berakhirnya prosedur anestesi dan sedasi.
11. Pemantauan Post Anestesi/ Sedasi
a. Lanjutkan mengobservasi dan memonitor pasien sesuai tingkat sedasi
(setiap 15 menit untuk sedasi ringan, setiap 5 menit untuk sedasi sedang
dan dalam) dan didokumentasikan setiap 15 menit dalam rekam medis.
b. Setelah sedasi sedang-berat dan anestesi selesai, pasien dipindahkan ke
ruang pemulihan dan dilakukan pengawasan pasca sedasi oleh dokter
anestesi/ asisten sedasi dengan memonitor nadi, pernapasan, tekanan
darah, saturasi O2 dan fungsi kardiovaskuler melalui monitor pasien.
Monitoring dilakukan setiap 15 menit. Di ruang pemulihan, harus selalu
ada dokter atau perawat, pasien tidak boleh ditinggalkan tanpa dijaga.
c. Gunakan sistem skor Aldrette atau Steward untuk menentukan apakah
pasien sudah boleh pindah ke ruangan, atau sesuai instruksi dokter
spesialis anestesi.
d. Total Skor Aldrette untuk respirasi, saturasi O2, kesadaran, sirkulasi dan
aktivitas yang dianggap sebagai kriteria boleh pindah ruangan adalah > 9
(dewasa). Dan untuk total score Steward ≥ 5 untuk pasien anak:
kesadaran, respirasi dan aktivitas motorik.
e. Berikan instruksi pasca sedasi pada keluarga pasien, baik dalam bentuk
verbal maupun tertulis, mencakup diet, obat-obatan, aktivitas pasien,
komplikasi yang masih mungkin terjadi dan tindakan yang harus
dilakukan apabila komplikasi terjadi.
f. Komunikasikan informasi kepada staf rumah sakit yang bertanggung
jawab terhadap pasien, apabila pasien melanjutkan perawatan di rumah
sakit.
g. Pastikan bahwa semua proses yang dilalui sudah tercatat dengan baik di
dalam rekam medik pasien dalam 24 jam setelah dilakukan pembedahan.
12. Anestesi siap melakukan pelayanan dalam 24 jam baik elektif maupun
emergency.
13. Untuk pasien emergency dokter anestesi melakukan pra anestesi di IGD dan
untuk elektif di lakukan visite pra anastesi sehari sebelum tindakan
pembedahan di ruangan.
14. Tim pengelola pelayanan anestesi yang bersumber dari luar rumah sakit harus
di seleksi berdasarkan persetujuan rekomendasi Direktur Rumah Sakit dan
kepala anestesi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
15. Pelayanan anestesi ( termasuk sedasi moderat dan dalam) dipimpin satu orang
yang kompeten yang bersertifikat dan mempunyai keahlian, pengalaman dan
konsisten dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
16. Setiap pasien tiba di Instalasi Kamar Operasi di lakukan pemeriksaan
identifikasi meliputi :
- Identitas pasien
- Jenis operasi
- Lokasi yang akan di operasi
- Persetujuan tertulis
17. Pelayanan di Instalasi Kamar Operasi harus selalu mengacu pada prinsip
pengendalian dan pencegahan infeksi untuk mencegah terjadinya infeksi
nosokomial.
18. Bila terjadi bencana / hospital disaster plan, kamar operasi siap berperan di
dalam penanggulangannya.
19. Instalasi Kamar Operasi wajib membuat jadwal operasi, baik elektif maupun
emergency dan segera menyampaikan informasi kepada pasien atau
keluarganya / penanggung jawabnya bila ada penundaan atau perubahan
jadwal operasi.
20. Setiap perluasan operasi harus mendapatkan persetujuan tertulis dari
keluarga / penanggung jawab pasien.
21. Dokter anestesi wajib membuat laporan anestesi pada rekam medis pasien di
semua tindakan dalam pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan
dalam).
22. Kepada setiap pasien yang akan di lakukan tindakan anestesi harus
dilaksanakan informed consent dan mendapat persetujuan tertulis dari
tindakan anestesi yang akan di lakukan setelah pasien dan keluarga mendapat
semua informasi edukasi atas resiko, manfaat dan alternatif yang berhubungan
dengan perencanaan anestesia dan analgesia pasca operatif.
23. Dalam pelayanan anestesi baik sedasi moderat maupun dalam, pasien
dimonitoring secara berkala sesuai dengan kondisi pasien yang di monitor
oleh petugas yang berkompeten dan mempunyai ketrampilan khusus sesuai
dengan bidangnya.
24. Pelayanan anestesi ( termasuk sedasi moderat dan dalam ) harus memberikan
tindakan medis yang aman, berperikamanusiaan dan memuaskan bagi pasien
berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan tehnologi tepat guna dengan
mendayagunakan SDM berkompeten dan professional, menggunakan
peralatan dan obat – obatan yang sesuai standar, pedoman dan rekomendasi
profesi anestesiologi.
25. Selama tindakan anestesi sampai dengan periode pemulihan pasca operasi di
lakukan tindakan monitoring status fisiologis yang sesuai dengan anestesi
yang di gunakan dan kondisi pasien.
26. Monitoring fungsi fisiologis pasien dapat memberikan informasi tentang
tindakan yang dilakukan selanjutnya atas kegawatan pada pasien tersebut,
baik pemberian anestesi umum, regional, dan spinal, sampai periode pasca
operasi. Proses monitoring pada pasien di pantau secara ketat dan terus
menerus hasilnya ditulis dalam laporan operasi.
27. Pembedahan di rencanakan dengan seksama dengan berdasarkan asesmen
pasien dalam memilih prosedur pembedahan yang tepat. Pemilihan prosedur
ini tergantung pada riwayat pasien, status fisik dan data diagnostic dan juga
pertimbangan informasi dari asesmen saat masuk rawat inap dan sumber lain
yang tersedia, termasuk resiko dan manfaat prosedur bagi pasien. Asuhan
bedah yang di rencanakan ini di dokumentasikan dalam status pasien.
28. Sebelum tindakan pembedahan dokter operator wajib memberi tanda /
markering pada daerah yang akan di lakukan tindakan pembedahan.
29. Kepada setiap pasien yang akan di lakukan tindakan pembedahan harus
dilaksanakan informed consent dan mendapat persetujuan tertulis dari
tindakan pembedahan yang akan di lakukan setelah pasien dan keluarga
mendapat semua informasi edukasi mengenai risiko, prosedur yang di
rencanakan, mafaat prosedur yang di laksanakan, komplikasi yang potensial
terjadi, alternative tindakan bedah dan non bedah yang akan di lakukan.
30. Setiap dokter setelah selesai tindakan operasi wajib membuat laporan tertulis
tindakan operasi di rekam medis pasien yang minimum memuat :
- Diagnose pasien operasi
- Nama dokter bedah dan asisten
- Nama prosedur
- Specimen bedah untuk pemeriksaan
- Catatan specific komplikasi atau tidak adanya komplikasi selama operasi
termasuk jumlah kehilangan darah.
- Tanggal, waktu dan tanda tangan dokter yang bertanggung jawab.
31. Pada tindakan pembedahan pada lokal anestesi status fisiologis pasien harus
di monitor secara terus – menerus selama dan pada saat pasca pembedahan.

Anda mungkin juga menyukai