Penyusun:
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga Panduan Pelayanan Sedasi RS Budi Kemuliaan Batam
telah berhasil kami susun. Panduan ini disusun Tim dari Departemen/Bagian
Anestesiologi dan Terapi Intensif dan diharapkan dapat menjadi dasar dalam
membuat Standar Prosedur Operasional pelayanan sedasi.
Seiring dengan perkembangan waktu dan semakin dengan meningkatnya
kesadaran masyarakat akan kesehatan, maka profesi seorang dokter dituntut untuk
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang prima. Hal ini sesuai dengan visi RS
Budi Kemuliaan Batam.
Kami ucapkan banyak terima kasih pada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyusunan Panduan Pelayanan Sedasi ini. Kritik dan saran demi perbaikan
Panduan ini sangat kami harapkan.
Mengetahui,
Direktur RS Budi Kemuliaan Batam Ka.SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif
3
DAFTAR ISI
TIM PENYUSU i
KATA PENGANTAR............................................................................................ ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL.................................................................................................. iv
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... 1
BAB II RUANG LINGKUP.................................................................................... 3
2.1. Definisi.................................................................................................. 3
2.2. Skala Sedasi......................................................................................... 4
2.3. Persiapan .............................................................................................. 5
2.4. Monitoring.............................................................................................. 7
BAB III FARMAKOLOGI OBAT SEDATIF-HIPNOTIK....................................... 11
3.1. Agen Inhalasi............................................................................................... 11
3.2. Agen Non Volatil.......................................................................................... 12
3.2.1. Benzodiazepin......................................................................................... 12
3.2.2. Opioid...................................................................................................... 14
3.2.3. Ketamin.................................................................................................... 15
3.2.4. Propofol.................................................................................................... 16
3.2.5. Dexmedetomidin....................................................................................... 16
3.2.6. Kloral hidrat............................................................................................... 17
BAB IV DOKUMENTASI.................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 26
4
DAFTAR TABEL
5
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pelayanan sedasi merupakan suatu proses berkelanjutan karena
respon pasien terhadap obat-obat sedatif-hipnotik yang diberikan tidak
sama dan tidak bisa diperkirakan. Dalam pelaksanaannya prosedur sedasi
memerlukan berbagai persiapan. Persiapan ini dimulai dari persiapan
pasien, pemilihan obat-obatan yang akan dipakai, sampai monitoring
selama dan setelah tindakan sedasi, agar dapat mencegah atau
meminimalisir terjadinya komplikasi.
Tujuan untuk dibuat pedoman sedasi pada pelayanan Rumah Sakit
adalah keselamatan pasien, meminimalkan rasa sakit dan kecemasan
terkait dengan prosedur, meminimalkan gerakan pasien selama prosedur,
memaksimalkan kemungkinan keberhasilan dari prosedur, dan pasien
dapat kembali sadar setelah prosedur selesai.
2
BAB II
RUANG LINGKUP
2.1. Definisi
Pengertian sedasi adalah penurunan kesadaran dimana terjadi
penurunan kecemasan, stres, iritabilitas, atau rangsangan yang
disebabkan oleh pemberian obat-obatan sedatif.
Menurut American Society of Anesthesiologist (ASA), sedasi dibagi
menjadi 4 tingkat, yaitu:
1. Sedasi minimal (anxiolysis): pasien respon normal terhadap
perintah verbal. Pasien tidak mengalami gangguan pada sistem
respirasi dan kardiovaskuler, sedangkan fungsi kognitif dan
koordinasi dapat terganggu.
2. Sedasi moderat (conscious sedation): pasien memberikan respon
yang bertujuan, terhadap perintah verbal atau stimulasi taktil
ringan. Fungsi kardiovaskuler tidak terganggu. Biasanya tidak
diperlukan intervensi untuk menjaga patensi jalan nafas.
Pernafasan spontan adekuat. Keadaan ini merupakan tingkat
sedasi yang paling sering dipakai untuk berbagai prosedur sedasi.
3. Sedasi dalam: pasien tidak mudah untuk dibangunkan, tetapi
memberikan respon yang bertujuan terhadap stimulasi berulang
atau nyeri. Fungsi kardiovaskuler terjaga. Kemampuan untuk
menjaga fungsi ventilasi dapat terganggu. Ventilasi spontan dapat
inadekuat. Pasien memerlukan bantuan untuk menjaga patensi
jalan nafas.
4. Anestesi: merupakan anestesi umum, dimana terjadi penumpulan
atau eliminasi refleks protektif jalan nafas. Pasien tidak dapat
dibangunkan, bahkan dengan stimulasi nyeri. Pasien memerlukan
bantuan untuk menjaga patensi jalan nafas. Tekanan positif
mungkin diperlukan karena terjadi depresi ventilasi spontan. Fungsi
kardiovaskuler dapat tergangg
Tabel 1. Perubahan Fisiologis Tubuh Terhadap Kedalaman Sedasi
3
Sedasi Sedasi Sedasi Anestesi
minimal moderat dalam
(ansiolisis)
Tingkat Respon Memberikan Respon Tidak dapat
responsivita normal respon bertujuan dibangunka
s hingga bertujuan setelah n, bahkan
stimulasi terhadap stimulasi dengan
verbal stimulasi berulang stimulasinye
verbal atau atau nyeri ri
taktil
Jalan nafas Tidak Tidak Mungkin Memerlukan
terpengaruh memerlukan memerlukan intervensi
i intervensi intervensi
Ventilasi Tidak adekuat Mungkin inadekuat
spontan terpengaruh inadekuat
i
Fungsi Tidak Tidak Biasanya Dapat
kardiovaskul terpengaruh tepengaruhi dapat terganggu
er i dipertahank
an
Sumber:Practice Guidelines for sedation and analgesia by Non-
anesthesiologists; 2002.
4
sedasi. Sampai saat ini, RSS sering dipakai di rumah sakit sebagai
suatu standar sedasi.
2.3. Persiapan
Dokter yang memberikan sedasi mengevaluasi aspek orientasi
sedasi meliputi riwayat medis pasien dan bagaimana hal-hal tersebut
mempengaruhi respon pasien terhadap pemberian sedasi. Hal ini
meliputi:
1. Kelainan system organ utama
2. Riwayat efek samping terhadap pemberian sedasi atau anestesi
regional dan epidural
3. Alergi obat, pengobatan yang saat ini dijalani, dan interaksi obat
4. Waktu dan jenis intake oral terakhir
5. Riwayat pemakaian tembakau, alkohol atau obat-obat terlarang
5
mungkin diperlukan jika terjadi gangguan respirasi selama
sedasi. Hal ini mungkin sulit pada pasien anatomi jalan
nafas atipikial. Sebagai tambahan, beberapa kelainan jalan
nafas dapat meningkatkan kemungkinan obstruksi jalan
nafas selama ventilasi spontan.
Beberapa faktor yang berhubungan dengan kesulitan
penatalaksanaan jalan nafas meliputi:
Riwayat:
Masalah sebelumnya dengan anestesi atau sedasi
Stridor, snoring atau apnea saat tidur
Artritis rheumatoid lanjut
Kelainan kromosom
Pemeriksaan Fisik:
Habitus
Obesitas yang signifikan (terutama yang melibatkan leher
dan struktur wajah)
Kepala dan leher
Leher pendek, terbatasnya ekstensi leher, jarak hyoid-
mental yang pendek (<3 cm pada dewasa), masa leher,
penyakit spinal servikal atau trauma, deviasi trakea,
dismorfik wajah (missal: Sindrom Pierre-Robin)
Mulut
Buka kecil (<3 cm pada dewasa); edentulous; insisivus
menonjol; gigi longgar atau capped teeth; dental
appliances; palatum melengkung, tinggi; makroglossia;
hipertrofi tonsilar; uvula tidak terlihat.
Rahang
Micrognathia, retrognathia, trismus, maloklusi yang
signifikan
Sumber: Practice Guidelines for sedation and analgesia by Non-
anesthesiologists; 2002
6
Jenis makanan Waktu minimum
puasa
Cairan jernih 2 jam
ASI 4 jam
Susu Formula 6 jam
Makanan ringan 6 jam
Sumber: Practice Guidelines for sedation and analgesia by Non-
anesthesiologists; 2002
7
sebagai panduan, yang dapat dimodifikasi
tergantung pada keadaan individu.
Peralatan intravena:
Sarung tangan
Tourniquet
Swap alcohol
Kateter intravena
Infus makro/mikro
Cairan intravena
Plester
Peralatan penatalaksana jalan nafas dasar:
Sumber oksigen (tabung/sentral)
Sumber suction
Kateter suction
Sungkup wajah
Ambu bag
Jalan nafas oral dan nasal
Lubricant/jelly
Peralatan penatalaksanaan jalan nafas
lanjut:
Laryngeal mask airway
Gagang laryngoskop
Blade laryngoskop (0-4)
Endotracheal tube (2,5.0/3-8.0)
Mandrin/stylet
Antagonis:
Naloxon
Pengobatan emergensi:
Epinefrin
Vasopresin
Atropin
Amiodaron
8
Lidokain
Glukosa40%
Difenhidramin
Metilprednisolon atau deksametason
Diazepam atau midazolam
Sumber: Practice Guidelines for sedation and analgesia by Non-
anesthesiologists; 2002
9
Tiap-tiap fasilitas pelayanan pasien dimana
Sumber:
dilakukan pemberian sedasi harus menetapkan
Practice Guidelines
for kriteria pemulihan dan pemulangan yang cocok sedation
and analgesia
untuk pasien dan prosedur tertentu.
by Non-
Prinsip umum:
Supervisi medis pemulihandan pengeluaran setelah
sedasi moderat atau dalam merupakan tanggung
jawab praktisi yang melakukanan atau klinisi yang
berlisensi
Area pemulihan harus dilengkapi dengan, atau
memiliki akses langsung ke, monitoring yang tepat
dan perlatan resusitasi
Pasien yang mendapat sedasi moderat atau dalam
harus dimonitor hingga kriteria pengeluaran
terpenuhi.
anesthesiologists; 2002
10
1. Activity
2 = able to move 4 extremities voluntary or on
command
1 = able to move 2 extremities
0 = unable to move extemities
2. Respiration
2 = Able to take deep breath and cough
1 = Dypnea/ shallow breath
0 = Apnea
3. Circulation
2 = BP + 20 mmHg of pre operative
1 = BP + 20-50 mmHg of pre operative
0 = BP + 50 mmHg of pre operative
4. Consciousness
2 = fully awake arousable on calling
1 = arousable on calling
0 = No responding
5. Colour
2 = Normal
1 = Pale or dusky
0 = Cyanotic
Score > 8 for discharge
Sumber: Clinical Anesthesia, 6th edition; 2009
Tabel 8. PADSS
11
1. Vital Signs
2 = BP + pulse within 20% preoperative baseline
1 = BP + pulse within 20% to 40% preoperative baseline
0 = BP + pulse >40% of preoperative baseline
2. Activity
2 = stedy gait, no dizziness or meets preoperative level
1 = require assistance
0 = unable to ambulate
3. Nausea and vomiting
2 = minimal/treated with PO medication
1 = moderate/treated with parenteral medication
0 = severe/continues despite treatment
4.Pain
Controlled with oral analgesics and acceptable to patient:
2 = yes
1 = no
5. Surgical bleeding
2 = minimal/no dressing changes
1 = moderate/up to two dessing changes required
0 = severe/more than three dressing changes required
Score > 9 for discharge
Sumber: Clinical Anesthesia, 6th edition; 2009
BAB III
FARMAKOLOGI OBAT SEDATIF-HIPNOTIK
12
Agen anestetik inhalasi diberikan bersamaan dengan oksigen
sehingga menghasilkan efek sedasi. Lima agen inhalasi yang masih
digunakan dalam anestesiologi klinis diantaranya nitro oxida, halotan,
isofluran, desfluran, dan sevofluran.
Tujuan pemberian anestetik inhalasi adalah untuk
menghasilkan keadaan anestetik dengan menghasilkan konsentrasi
spesifik molekul anestetik di sistem saraf pusat. Hal ini dapat dicapai
dengan memberikan tekanan parsial spesifik agen anestetik pada
paru-paru yang akhirnya mencapai keadaan kesetimbangan di otak.
Keadaan kesetimbangan dihasilkan dari 3 faktor:
1. Anestetik inhalasi adalah gas yang secara cepat ditransfer dua
arah melalui paru ke dan dari aliran darah dan seterusnya ke dan
dari jaringan SSP sampai terbentuk kesetimbangan tekanan
parsial.
2. Plasma dan jaringan memiliki kapasitas yang rendah untuk
menyerap anestetik inhalasi, sehingga dengan cepat terbentuk
konsentrasi anestetik di aliran darah dan SSP.
3. Metabolisme, ekskresi, dan redistribusi anestetik inhalasi relatif
minimal. Hal ini memudahkan pemeliharaan konsentrasi agen
anestetik di darah dan SSP.
Minimum alveolar consentration (MAC) anestetik inhalasi
adalah konsentrasi alveolar yang mencegah timbulnya gerakan pada
50% pasien terhadap stimulus standar (misalnya insisi pembedahan).
MAC bermanfaat karena menggambarkan tekanan parsial di otak,
dapat membandingkan potensi antar agen anestetik, dan memberikan
standar untuk evaluasi eksperimen.
13
Kardiovaskular
Tekanan darah -
Laju nadi - -/ -
Systemic vascular - -
resistance - - -/
Cardiac output
Respirasi
Volume tidal
Laju respirasi
PaCO2 -/
Serebral
Aliran darah
Tekanan
intrakranial
Laju metabolik
serebral
Kejang
Neuromuskular
Blok non
depolarisasi
Renal
Aliran darah renal
Laju filtrasi
glomerulus
Urine output
Hepar
Aliran darah
Metabolisme 0,004% 15- 0,2% <0,1% 5%
20%
Sumber:Inhalation Anesthetics. Dalam: Morgans Clinical
Anesthesiology; 2006
14
mempengaruhi potensi dan biotransformasi. Cincin imidazol
midazolam menyebabkan sifatnya mudah larut air pada pH
rendah. Diazepam dan lorazepam yang tidak larut dalam air
memerlukan preparat parenteral mengandung propilen glikol,
yang berhubungan dengan iritasi vena.
Golongan benzodiazepin diantaranya diazepam, clobazam,
alprazolam, midazolam, lorazepam. Semua obat benzodiazepin
larut dalam lipid, dimetabolisme di hati, dan diekskresikan di urin.
a. Mekanisme kerja
Benzodiazepin berinteraksi dengan reseptor spesifik di
sistem saraf pusat terutama di korteks serebri. Ikatan
reseptor-benzodiazepin meningkatkan efek inhibisi
beberapa neurotransmiter seperti reseptor GABA.
b. Efek terhadap sistem organ
Kardiovaskuler: benzodiazepin memiliki efek depresan
minimal terhadap jantung. Tekanan darah, curah jantung,
dan resistensi vaskuler perifer sedikit menurun.
Respirasi: menekan respon ventilasi terhadap CO 2. Depresi
ini tidak signifikan bila obat tidak diberikan secara intravena
atau bersamaan dengan depresan lain.
Serebral: mengurangi konsumsi oksigen serebral, aliran
darah otak, dan tekanan intrakranial. Benzodiazepin sangat
efektif dalam mencegah dan mengontrol kejang grand mal.
Mempunyai efek amnesia.
c. Dosis:
- Midazolam peroral 0,5 mg/kg, maksimal 15 mg
- Clobazam peroral 5-15 mg/hari, maksimal 60 mg/hari
- Diazepam peroral 5 mg, 2x sehari
- Alprazolam peroral 0,25-0,5 mg, 2-3x sehari
- Lorazepam peroral 1-2 mg, 1-2x sehari
15
Tabel.10 Benzodiazepin Intravena
Midazolam Diazepam
Loading dose (IV) 0,02-0,1 mg/kg 0,05-0,2 mg/kg
Onset 1-5 menit 2-5 menit
Durasi (setelah 1-2 jam 2-4 jam
bolus)
Infus pemeliharaan 0,04-0,2 Jarang
mg/kg/jam digunakan
Potensi 3x X
Solubilitas lipid 1,5 x X
Metabolit aktif + +
Penyesuaian dosis Menurun 0-50% -
untuk GFR <10
ml/menit
Sumber:Analgesia dan Sedation. Dalam: The ICU Book; 2007
3.2.2. Opioid
a. Klasifikasi
Berdasarkan kerja obat, opioid dibagi menjadi:
- Agonis, obat berikatan dan menstimulasi reseptor
hingga batas maksimal. Contoh: morfin, kodein,
hidromorfin, heroin, meperidin, fentanil.
- Antagonis, obat yang berikatan dengan reseptor namun
gagal menstimulasinya. Contoh: nalokson, naltrekson.
- Agonis parsial: obat yang berikatan dengan reseptor
namun tidak dapat menstimulasi reseptor hingga
ambang maksimal. Contoh: buprenorfin, pentazosin.
- Campuran agonis antagonis: obat yang berikatan
dengan berbagai subtipe reseptor dan menghasilkan
stimulasi subtipe reseptor yang berbeda-beda (bisa
agonis atau antagonis). Contoh: nalbufin.
b. Mekanisme kerja
Opioid berikatan dengan reseptor spesifik (mu, kappa,
delta, sigma) yang teletak di sepanjang sistem saraf pusat
16
dan jaringan lain. Aktivasi reseptor opioid menghambat
pelepasan presinaptik dan respon postsinaptik terhadap
neurotransmiter eksitasi (misalnya asetilkolin, substansi P)
dari neuron nosiseptif. Mekanisme seluler dari
neuromodulasi ini melibatkan perubahan konduksi ion
potasium dan kalsium. Walaupun memiliki efek sedasi,
opioid sangat efektif dalam menghasilkan analgesia.
c. Efek terhadap sistem organ
Kardiovaskuler: opioid tidak banyak mempengaruhi fungsi
kardiovaskuler, vagus mediated bradicardia, penurunan
tekanan darah.
Respirasi: depresi ventilasi, terutama laju respirasi, hypoxic
drive menurun.
Serebral: mengurangi konsumsi oksigen serebral, aliran
darah serebral, dan tekanan intrakranial.
Gastrointestinal: memperlambat pengosongan lambung
dengan mengurangi peristaltik, spasme bilier, mual dan
muntah.
Morfin dan meperidin dapat menyebabkan pelepasan
histamindan menghasilkan metabolit yang aktif.
d. Dosis
Efek sedasi timbul pada dosis analgetik untuk manajemen
nyeri sedang sampai berat. Morfin memiliki onset yang
lebih lambat dan durasi yang lebih panjang (4-5 jam).
Morfin: bolus 0,01-0,2 mg/kg iv, infus 10-50 g/kg/jam
Meperidin: bolus 0,1-1 mg/kg iv
Fentanil: bolus 1-3 g/kg iv, infus 0,01-0,05 g/kg/menit
Sufentanil: bolus 0.1-0,3 g/kg, infus 0,0015-0,01
g/kg/menit
Kodein peroral 15-60 mg dapat diulang setiap 4 jam,
maksimal 360 mg/hari
17
Tramadol peroral 25-100mg setiap 4-6 jam, maksimal 400
mg/hari.
e. Naloxon
Naloxon merupakan antagonis opioid murni. Naloxon
berikatan dengan reseptor opioid namun tidak mengaktivasi
reseptor tersebut. Dosis intravena (vial 0,4 mg/ml
diencerkan menjadi 0,04 mg/ml) dititrasi 0,5-1 g/kg setiap
3-5 menit sampai tercapai ventilasi yang adekuat dan sadar
penuh.
3.2.3. Ketamin
a. Mekanisme kerja
Ketamin memiliki banyak efek terhadap sistem saraf pusat,
diantaranya memblok refleks polisinaptik pada corda
spinalis dan menghambat efek neurotransmiter eksitasi
pada daerah tertentu di otak. Ketamin mendisosiasi
talamus (yang menghantarkan impuls sensorik dari reticular
activating system ke korteks serebri) dari korteks limbik
(termasuk sensorik).
b. Efek terhadap sistem organ
Kardiovaskuler: stimulasi sentral terhadap sistem saraf
simpatis, meningkatkan tekanan darah, laju nadi, dan curah
jantung.
Respirasi: sedikit mempengaruhi respirasi, bronkodilator
poten.
Serebral: meningkatkan konsumsi oksigen serebral, aliran
darah serebral, dan tekanan intrakranial
c. Ketamin mempunyai onset 45-60 detik dan durasi 10-20
menit
d. Dosis subanestetik: 0,1-0,5 mg/kg iv
18
3.2.4. Propofol
Propofol merupakan obat sedasi kerja cepat (< 1 menit)
yang digunakan untuk induksi dan pemeliharaan anestesi serta
sedasi kerja singkat (10-15 menit). Propofol sangat larut pada
lipid dengan sediaan emulsi lipid 10%.
a. Mekanisme kerja
Propofol bekerja pada neurotransmisi inhibisi yang
dimediasi oleh GABA.
b. Efek terhadap sistem organ
Kardiovaskuler: hipotensi akibat penurunan resistensi
vaskuler perifer (inhibisi aktivitas vasokonstriksi simpatis),
kontraktilitas jantung dan preload. Perubahan terhadap laju
nadi dan curah jantung biasanya transien dan tidak
signifikan.
Respirasi: Pada dosis induksi biasanya menyebabkan
apnu. Pada dosis subanestetik, infus propofol menghambat
hypoxic ventilatory drive dan mendepresi respon terhadap
hiperkarbia.
Serebral: menurunkan konsumsi oksigen serebral, aliran
darah serebral, dan tekanan intrakranial. Mempunyai efek
antiemetik.
c. Dosis propofol bolus 0,25-1 mg/kg iv, infus 25-75
g/kg/menit
3.2.5. Dexmedetomidin
a. Mekanisme kerja
Dexmedetomidin merupakan 2 adrenergik agonis selektif
yang bekerja secara sentral yang mempunyai efek sedasi
dan analgetik. Dexmedetomidin mempunyai onset yang
cepat (1-3 menit) dan waktu paruh terminal 2 jam. Obat ini
dimetabolisme di hati dan dieliminasi di urin. Dapat
digunakan untuk sedasi jangka pendek (<24 jam)
19
b. Efek terhadap sistem organ
Kardiovaskuler: bradikardi, hipotensi
Respirasi: tidak signifikan mendepresi ventilatory drive
Serebral: sedasi, amnesia
c. Dosis dexmedetomidin bolus 1 g/kg iv dalam 10 menit,
infus 0,2-0,7 g/kg/jam
20
Kloral hidrat dimetabolisme menjadi trikloroetanol yang
mempunyai sifat farmakologis. Mekanisme depresi SSP
yaitu dengan potensiasi fungsi reseptor GABA,
menghambat eksitasi yang dimediasi N-metil-D-aspartat,
yang bekerja mirip dengan benzodiazepin dan barbiturat.
b. Efek terhadap sistem organ
Kardiovaskular: dosis tinggi dapat menyebabkan hipotensi,
aritmia atrial atau ventrikel, torsades de pointes, depresi
kontraktilitas miokard dan memperpendek periode
refraktori.
Respirasi: dosis sedasi tidak mempengaruhi respirasi dan
refleks batuk
Serebral: efek samping akibat depresi SSP yaitu ataxia,
mimpi buruk, vertigo, sakit kepala, malaise. Reaksi
idiosinkratik jarang terjadi (halusinasi, delirium, disorientasi,
inkoheren, paranoid)
Gastrointestinal: iritatif, menyebabkan mual, muntah diare,
nyeri perut
Hematologi:leukopenia dan eosinofilia
c. Dosis kloral hidrat per oral/per rektal 50 mg/kg.
Efek sedasi timbul dalam 10 sampai 15 menit dan tertidur
biasanya selama 30 sampai 60 menit.
Tabel 12. Agen Sedatif-Hipnotik
Agen Dosis Rut Keterangan
e
Benzodiazepin
Midazolam 0,02-0,1 mg/kg IV
Lorazepam 1-2 mg PO
Diazepam 0,05-0,2 mg/kg IV
Midazolam 0,5 mg/kg PO Maksimal 15 mg/hari
Clobazam 5-15 mg* PO Maksimal 60 mg/hari
Diazepam 5 mg* PO
Alprazolam 0,25-0,5 mg* PO
21
Opioid
Morfin 0,01-0,2 mg/kg IV
10-50 g/kg/jam IV
Meperidin 0,1-1 mg/kg IV
Fentanil bolus 1-3 g/kg IV
0,01-0,05 IV
g/kg/menit
Sufentanil 0.1-0,3 g/kg IV
0,0015-0,01 IV
g/kg/menit
Kodein 15-60 mg* PO
Tramadol 25-100 mg* PO
22
BAB IV
DOKUMENTASI
23
6 unresponsive
Aldrete Score
1. Activity
2 = able to move 4 extremities voluntary or on
command
1 = able to move 2 extremities
0 = unable to move extemities
2. Respiration
Post 2 = Able to take deep breath and cough
1 = Dypnea/ shallow breath
0 = Apnea
3. Circulation
2 = BP + 20 mmHg of pre operative
1 = BP + 20-50 mmHg of pre operative
0 = BP + 50 mmHg of pre operative
4. Consciousness
2 = fully awake arousable on calling
1 = arousable on calling
0 = No responding
5. Colour
2 = Normal
1 = Pale or dusky
0 = Cyanotic
Score > 9 for discharge
Anesthetic Discharge Scoring System PADSS
24
1. Vital Signs
2 = BP + pulse within 20% preoperative baseline
1 = BP + pulse within 20% to 40% preoperative baseline
0 = BP + pulse >40% of preoperative baseline
2. Activity
2 = stedy gait, no dizziness or meets preoperative level
1 = require assistance
0 = unable to ambulate
3. Nausea and vomiting
2 = minimal/treated with PO medication
1 = moderate/treated with parenteral medication
0 = severe/continues despite treatment
4.Pain
Controlled with oral analgesics and acceptable to patient:
2 = yes
1 = no
5. Surgical bleeding
2 = minimal/no dressing changes
1 = moderate/up to two dessing changes required
0 = severe/more than three dressing changes required
Score > 9 for discharge
Informed Consent
25
Form Sedasi
26
Form Sedasi
27
DAFTAR PUSTAKA
28
Miller RD, dkk. Intravenous Anesthetics. Dalam: Millers Anesthesia. Edisi
ke-7. Elsevier; 2010.
Wathen JE, Upshaw G. Procedural Sedation and Analgesia of the
Pediatric Patient. Dalam: Anesthesia Secrets. Edisi ke-4. Elsevier; 2011;
463.
Concise International Chemical Assessment Document. Chloralhydrate.
World Health Organization; Geneva; 2000.
29