Anda di halaman 1dari 35

PEDOMAN

PELAYANAN ANASTESI

RSIA KIRANA MANADO


Jl. Jend Sudirman No. 78, Manado, Sulawesi Utara
Telp : (0431) 847973 – 863465 – 854857 , 0812 2882 8888
E-mail : rskirana94@gmail.com

1
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat dan karunianya-Nya
maka penyusunan Buku Pedoman Pelayanan Kamar Operasi di RSIA KIRANA MANADO
dapat diselesaikan.
Saya sangat mendukung dengan diterbitkannya buku pedoman ini karena RSIA
KIRANA MANADO sebagai rumah sakit pendidikan dituntut untuk memberikan pelayanan yang
profesional dan bermutu oleh pegawai-pegawai sesuai dengan kompetensi yang dimiliki.
Kebutuhan buku pedoman ini sangat penting baik bagi RSIA KIRANA MANADO
maupun bagi semua mitra kerja antara lain dibidang pendidikan, pelayanan, penunjang
maupun umum karena sangat berkaitan dengan pelayanan yang diberikan kepada pasien, yang
juga dalam upaya membangun sistem manajemen rumah sakit.
Penyiapan dokumen ini sebagai regulasi merupakan hal pokok untuk kelancaran
pelaksanaan Program Pelayanan Pasien di RSIA KIRANA MANADO yang disusun mengacu
pada Keputusan Direktur RSIA KIRANA MANADO Nomor : XX.00.00/XX.0/000.0/0000 tentang
Pelayanan Kesehatan Yang Berfokus Pasien di RSIA KIRANA MANADO.
Diharapkan dengan adanya Buku Pedoman Pelayanan Kamar Operasi Rumah Sakit
RSIA KIRANA MANADO ini, maka Program Pelayanan Anesetesi dan Bedah di RSIA KIRANA
MANADO dapat tersosialisasikan pada seluruh karyawan RSIA KIRANA MANADO dan
memotivasi untuk terciptanya pelayanan yang bermutu di RSIA KIRANA MANADO.
Melalui kesempatan ini juga saya sampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih
kepada Tim Penyusun dan semua pihak yang telah memberikan masukan-masukan untuk
penyempurnaan buku panduan ini.

Manado, April 2019

DIREKTUR
RSIA KIRANA MANADO

dr. Jeanny J. Setiono, Sp.OG. MARS

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. 2

DAFTAR ISI............................................................................................................... 3

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang. ................................................................................ 4
B. Tujuan Pedoman. ............................................................................. 4
C. Ruang Lingkup Pelayanan............................................................... 4
D. Batasan Operasional........................................................................ 5
E. Landasan Hukum. ............................................................................ 7
BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia ................................................... 9
B. Distribusi Ketenagaan ...................................................................... 9
C. Pengaturan Jaga .............................................................................. 10
BAB III STANDAR FASILITAS.
A. Denah Ruang ................................................................................... 11
B. Standar Fasilitas............................................................................... 12

BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN.............................................................. 16


BAB V LOGISTIK. ............................................................................................. 25
BAB VI KESELAMATAN PASIEN. ..................................................................... 29
BAB VII KESELAMATAN KERJA. ....................................................................... 33
BAB VIII PENGENDALIAN MUTU........................................................................ 34
BAB IX PENUTUP. ............................................................................................. 36

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kemajuan tehnologi saat ini, menuntut para pemberi pelayanan kesehatan agar
memberikan pelayanan yang bermutu. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan
dalam) dan terapi intensif di rumah sakit merupakan salah satu bagian dari pelayanan
kesehatan yang berkembang dengan cepat seiring dengan peningkatan ilmu pengetahuan
dan tehnologi di bidang anestesi.
Pelayanan anestesi di rumah sakit antara lain meliputi pelayanan anestesi (termasuk
sedasi moderat dan dalam) di kamar bedah dan diluar kamar bedah, pelayanan kedokteran
peri operatif, penanggulangan nyeri akut dan kronis, resusitasi jantung paru dan otak,
pelayanan kegawatdaruratan dan terapi intensif.
Oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam) di rumah sakit, disusunlah Pedoman Pelayanan Anestesi dan Terapi
intensif di rumah sakit.
B. Tujuan
1. Memberikan pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)yang aman,
efektif, manusiawi dan memuaskan bagi pasien yang menjalani pembedahan, prosedur
medik atau trauma yang menyebabkan rasa nyeri, kecemasan dan stress psikis lain.
2. Menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan, peredaran darah dan
kesadaran pasien yang mengalami gangguan atau ancaman jiwa karena menjalani
pembedahan, prosedur medik, trauma atau penyakit lain.
3. Melakukan reanimasi dan resusitasi jantung , paru, otak (basic, advanced, prolonged life
support) pada kegawatan mengancam jiwa dimanapun pasien berada (IGD, Kamar
Bedah, Ruang Pulih Sadar, Ruang Terapi Intensif)
4. Menjaga keseimbangan cairan dan elektrolitpasien yang mengalami gangguan atau
ancaman jiwa karena menjalani pembedahan, prosedur medik, trauma atau penyakit lain.
5. Mengatasi nyeri akut, nyeri kronis, dan nyeri menbandel pada pasien pembedahan,
trauma, proses kronik dan kanker.
6. Memberikan bantuan terapi pernafasan dan inhalasi.
C. Ruang Lingkup Pelayanan
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan terapi intensif adalah
tindakan medis yang dilakukan melalui pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan
kewenangan yang dimiliki. Tim pengelola pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat

4
dan dalam) dan terapi intensif dipimpin oleh dokter spesialis anestesi dengan dibantu oleh
perawat anestesi dan perawat yang terlatih serta perawat pulih sadar.
Pelayanan anestesi dan terapi intensif mencakup tindakan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam), asesmenperi operatif (pra anestesi, pra sedasi, pra induksi,
monitoring duranteanestesi/durantesedasi dan monitoring pasca anestesi/pasca sedasi)
serta pelayanan lain sesuai bidang anestesi seperti pelayanan kritis, gawat darurat
(tindakan resusitasi), pelayanan anestesi rawat jalan,pelayanan terapi intensif,pelayanan
sedasi moderat di ruang radiologi, pelayanan anestesi regional, pelayanan anestesiregional
dalam obstetrik, pelayanan nyeri akut atau kronis dan pengelolaan akhir kehidupan.
D. Batasan operasional
1. Kata Anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) pertama kali diperkenalkan olah
Oliver Wendell Holmes yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat
sementara, karena pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri
pembedahan. Sedangkan analgesia adalah pemberian obat untuk menghilangkan nyeri
tanpa menghilangkan kesadaran pasien.
2. Reanimasi adalah upaya untuk menghentikan dan atau membalikkan (reverse) suatu
proses yang menuju pada suatu kematian. Resusitasi adalah salah satu bagian dari
reanimasi.
3. Falsafah pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan reanimasi
adalah tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi berdasarkan ilmu kedokteran
mutahir dan teknologi tepat guna dengan menggunakan sumber daya manusia terdidik
dan terlatih, peralatan dan obat yang sesuai dengan pedoman dan standart yang telah
digariskan dalam menunjang fungsi vital tubuh terutama jalan nafas, pernafasan ,
peredaran darah dan kesadaran pasien yang mengalami kegawatan medik yang
mengancam jiwa atau berpotensi menimbulkan kecacatan apapun sebabnya. Juga
menghilangkan rasa nyeri dan stress psikis yang dialami pasien apapun sebabnya.
4. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan terapi intensif adalah
tindakan medis yang dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dalam kerja sama tim
meliputi tindakan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam), asesmen peri operatif
(pra anestesi, pra sedasi, pra induksi,monitoring duranteanestesi/durante sedasi dan
monitoring pasca anestesi/pasca sedasi) serta pelayanan lain sesuai bidang anestesi
seperti pelayanan kritis, gawat darurat (tindakan resusitasi), pelayanan anestesi rawat
jalan,pelayanan sedasi moderat di ruang radiologi, pelayanan anestesi regional,
pelayanan anestesiregional dalam obstetrik, pelayanan nyeri akut atau kronis dan
pengelolaan akhir kehidupan.
5. Tim pengelola pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan terapi
intensif RSU GMIM Pancaran Kasih adalah tim yang dipimpin oleh dokter spesialis
anestesi dengan anggota perawat anestesi dan/atau perawat pulih sadar.

5
6. Dokter spesialis anestesi yaitu dokter yang telah menyelesaikan pendidikan program
studi dokter spesialis anestesi di institusi pendidikan yang diakui atau lulusan luar
negeri dan yang telah mendapat Surat Tanda Registrasi(STR), Surat Kompetensi,
Surat Izin Praktek (SIP) dan Surat Penunjukkan Klinis (kewenangan klinis).
7. Kepala Pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif adalah seorang dokter spesialis
anestesi yang diangkat oleh Direktur Rumah Sakit.
8. Perawat anestesi adalah tenaga keperawatan yang telah menyelesaikan pendidikan
dan ilmu keperawatan anestesi.
9. Perawat adalah perawat yang telah mendapat pelatihan anestesi (termasuk sedasi
moderat dan dalam).
10. Kolaborasi adalah tindakan yang dilakukan perawat anestesi dan perawat dalam ruang
lingkup medis dalam melaksanakan instruksi dokter.
11. Kewenangan klinik adalah proses kredensial pada tenaga kesehatan yang dilakukan
di dalam rumah sakit untuk dapat memberikan pelayanan medis tertentusesuai
dengan peraturan internal rumah sakit.
12. Kredensial adalah penilaian kompetensi/kemampuan (pengetahuan, ketrampilan,
perilaku profesional) profesi didasarkan pada kriteria yang jelas untuk memverifikasi
informasi dan mengevaluasi seseorang yang meminta atau diberikan kewenangan
klinik.
13. Standar prosedur operasional adalah suatu perangkat instruksi/langkah-langkah yang
dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu, berdasarkan standar
kompetensi, standar pelayanan kedokterandan pedoman nasional yang disusun,
ditetapkan oleh rumah sakit sesuaikemampuanrumah sakit dengan memperhatikan
sumber daya manusia, sarana, prasaranadan peralatanyang tersedia.
14. Asesmenpra-anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) adalah penilaian untuk
menentukan statusmedis pra anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)dan
pemberian informasi serta persetujuan bagi pasien yang memperoleh tindakan anestesi
(termasuk sedasi moderat dan dalam).
15. Asesmenpra-induksi/pra sedasiadalah penilaian yang dilakukan sesaat sebelum
dilakukan induksi/sedasi di kamar bedah atau luar kamar bedah yang berfokus pada
stabilitas kondisi fisiologis pasien dan kesiapan untuk menjalani anestesia(termasuk
sedasi moderat dan dalam).
16. Monitoring duranteanestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)adalahpelayanan
anestesi yang dilakukan selama tindakananestesi berlangsung (termasuk sedasi
moderat dan dalam) meliputi pemantauan fungsi vital pasien secara kontinyu setiap 5
menit.
17. Monitoring pasca-anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)adalah pelayanan
pada pasien pasca anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)meliputi pemantauan

6
fungsi vital pasien secara kontinyu setiap 15 menitsampai pasien memenuhi kriteria
pemulangan ke ruang rawat inap/dipulangkan.
18. Pelayanan kritisadalah pelayanan yang diperuntukkan bagi pasien sakit kritis.
19. Pelayanan tindakan resusitasiadalah pelayanan resusitasi pada pasien yang berisiko
mengalami henti jantungmeliputi bantuan hidup dasar, lanjut dan jangka panjang.
20. Pelayanan anestesi rawat jalan(termasuk sedasi moderat dan dalam)adalah
pelayanan anestesi pada pasien yang menjalani prosedur pembedahanrawat jalan.
21. Pelayanan anestesi regionaladalah tindakan pemberian anestetik untuk memblok
saraf regional sehingga tercapai anestesi di lokasi operasi sesuai dengan yang
diharapkan.
22. Pelayanan anestesi regional dalam obstetrikadalah tindakan pemberian anestesi
regionalpada wanita dalampersalinan.
23. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)/analgesia di luar kamar
operas iadalah tindakan pemberian anestetik/analgesik di radiolog.
24. Pelayanan nyeriadalahpelayanan penanggulangannyeri,terutama nyeri akut, kronik
dan kanker dengan prosedur intervensi (interventional pain management).
25. Pengelolaan akhir kehidupanadalah pelayanan tindakan penghentian atau
penundaan bantuan hidup.
E. Landasan Hukum
 Undang-Undang No. 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.
 PERMENKES No 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal
Rumah Sakit
 PERMENKES No 779/Menkes/SK/VIII/2008 Tentang Standar Pelayanan Anestesi dan
Reanimasi di Rumah Sakit
 PERMENKES No 519/Menkes/Per/III/2011 Tentang Pedoman Penyelenggaraan
Pelayanan Anestesiologi dan Terapi Intensif di RS
 PERMENKES No 755/Menkes/Per/IV/2011 tentang Penyelenggaraan Komite Medik di
Rumah Sakit
 PERMENKES No 31 Tahun 2013 Tentang Penyelenggaraan Pekerjaan Perawat
Anestesi
 PERMENKES No. 749a /Menkes/Per/IX/1989 tentang Rekam Medis.
 PERMENKES No. 585/Menkes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik.
 Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI 2006
 Panduan Pelayanan Medis Anestesiologi PERDATIN 2013
 Pedoman Praktek Klinis Anestesiologi PERDATIN 2013

7
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan terapi intensif di rumah sakit
dilaksanakan dengan pendekatan tim yang terdiri dari dokter spesialis anestesi dengan
dibantu oleh perawat anestesi dan atau perawat terlatih serta perawat pulih sadar. Tim ini
disebut sebagai TIM ANESTESI (TA). Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan
dalam) dan terapi intensif dipimpin oleh dokter spesialis anestesi.
Di RSIA KIRANA MANADO jumlah ketenagaan minimal untuk TIM ANESTESI (TA) adalah
1. Dokter anestesi purna waktu “on site” (dalam lingkungan RS) pada jam kerja atau dokter
anestesi ‘on call’ diluar jam kerja, 1 orang dokter.
2. Perawat anestesi / perawat dengan pelatihan anestesi, minimal 2 orang.

No Nama Pendidikan Tanggung Persyaratan


Formal Jawab
1 PPDS Kepala Ijazah spesialis, STR,
Anestesiologi pelayanan surat kompetensi, SIP,
dan Terapi anestesi surat penugasan klinis,
Intensif Ketua tim Sertifikat meliputi
S2 Kedokteran anestesi manajemen jalan nafas,
anestesi regional,
manajemen nyeri,
manajemen aritmia
Pengalaman di bagian
anestesi selama 5
tahun

2. D3 Perawat STR,Surat Kompetensi


anastesi Sertifikat anastesi

3. Tenaga administrasi anestesi, minimal satu orang ,bisa dirangkap oleh perawat anestesi
atau perawat pulih sadar.
B. Distribusi Ketenagaan
Standar minimal untuk pendistribusian tenaga anestesi adalah seorang dokter anestesi
yang terjangkau dalam lingkup kamar operasi, dansatu orang perawat anestesi di kamar

8
operasi, dan seorang perawat pulih sadar yang membantu di ruang pemulihan untuk
pengawasan pasien pasca anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam).
Jika dokter anestesi berhalangan, tidak berada di tempat atau tidak ada, maka diberikan
pendelegasian kewenangan kepada perawat anestesi yaitu diberikan kewenangan
melakukan tindakan anestesi sesuai dengan keahlian yang dimiliki. Tindakan anestesi
dilakukan dengan terlebih dahulu menghubungi dokter spesialis anestesi dan atau
berkolaborasi dengan dokter yang melakukan tindakan operasi, memberikan informasi
tentang masalah kesehatan dan pelayanan anestesi yang dibutuhkan sesuai kondisi pasien
serta meminta persetujuan tindakan yang akan dilaksanakan kepada pasien.
Pendelegasian kewenangan perawat anestesi saat spesialis anestesi tidak ada ditempat
meliputi:
1. Hanya melakukan anestesi umum, sedasi moderat dan sedasi dalam
2. Anestesi umum pada pembedahan yang diprediksi tidak sulit dan bukan daerah rongga
dada, intracranial atau saraf tulang belakang
3. Diutamakan kasus ringan ASA 1 dan ASA 2, dan apabila kasus berat atau kasus bedah
saraf sebaiknya dirujuk ke RS tipe B bila cito atau menunggu dokter anestesi bila elektif.
4. Operasi darurat pada pasien yang keadaannya mengancam nyawa serta secara medis
tidak dapat dirujuk
Dokter yang melakukan tindakan operasi yang dimaksud adalah dokter spesialis bedah
umum, dokter spesialis obsetri ginekologi, dokter spesialis bedah saraf, dokter spesialis
mata, dokter spesialis gigi anak yang memiliki surat penugasan klinik dari Direktur RSIA
KIRANA MANADO
C. Pengaturan Jaga
Pengaturan jaga / jadwal dinas perawat anggota TA di buat 3 shift, dinas pagi, dinas pagi-
sore dan dinas pagi-jaga.
Dalam pengaturan ketenagaan untuk pelayanan anestesi disesuaikan dengan tenaga
anestesi yang ada :
1. Dokter anestesi “on site”(dalam lingkungan RS) pada jam kerja atau dokter anestesi ‘on
call’ diluar jam kerja. Untuk kasus berat (ASA 3,4,5) dokter anestesi diusahakan berada
di kamar operasi sampai pasien selesai.
2. Seorang perawat anestesi/perawat terlatih ada di dalam kamar operasi
3. Seorang perawat pulih sadar ada di RR ( recovery room)

9
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. DENAH RUANG

R.R
OK 2

RUANG
W KAMAR
DOKTER/
ON STERIL C
(Pakaian/ RUANG
GANTI
OK 1 sampah)

TEMPAT STERILISASI Ruang

Timbang
trima
RUANG
MEETING ADMIN

10
B. STANDAR FASILITAS
Pada dasarnya setiap rumah sakit mengupayakan pra sarana / sarana dan peralatan medis
/ non medis yang optimal, yang disesuaikan dengan kegiatan, beban kerja dan tipe rumah
sakit untuk mendukung pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan
terapi intensif.
Sarana fisik minimal :
1. Kamar persiapan anestesi
2. Fasilitas didalam 2 kamar bedah
3. Kamar pulih sadar
Kamar persiapan anestesi
Kamar ini merupakan bagian di kompleks kamar bedah yang berfungsi sebagai tempat serah
terima pasien, identifikasi pasien dan persiapan pra anestesi.
a. Perlengkapan ruangan
1) Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat segera
menyala apabila aliran listrik terhenti.
2) Titik keluar listrik (electric outlet) yang dibumikan(grounded).
3) Tempat cuci tangan dan kelengkapannya.
4) Jam dinding.
5) Kereta pasien (brancard) yang dilengkapi dengan pagar disisi kanan kirinya atau
dengan sabuk pengaman, kedudukan kepala dapat diubah menjadi datar atau diatas.
b. Perlengkapan medik
1) Sumber oksigen berupa titik oksigen sentral yang dilengkapi dengan katup
penurunan tekanan (regulator) dan flow meter
2) Alat pelembab /humidifikasi oksigen, pipa karet / plastik yang dilengkapi dengan
kanula nasal dan sungkup muka, sesuai kebutuhan.
3) Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka ( misalnya ambu bag), laringoskop
dengan daun ( blade) berbagai ukuran, pipa jalan nafas oro/nasofarinx dan pipa
tracheal berbagai ukuran, penghubung pipa ( tubeconector) dan stilet.
4) Alat penghisap lendir sentral, pipa karet penghubung, botol penampung dan kateter
hisap.
5) Alat monitor minimal : stetoskop, Bed Side Monitor dengan SpO2, Tensimeter, EKG
3 lead dan pengukur suhu.
6) Alat infus terdiri dari set infus, kateter vena, jarum suntik berbagai ukuran, kapas,
antiseptik, plester, pembalut dan gunting.
7) Kereta dorong (trolley) yang memuat alat-alat sesuai butir 3 sampai dengan butir 6.

11
8) Alat komunikasi antar lain telepon RS.
Fasilitas kamar bedah
Tindakan anestesi (termasuk sedasi berat) pada umumnya dilakukan di dalam kamar bedah
dimana akan dilakukan pembedahan / prosedur medis lain :
1. Perlengkapan ruangan
a. Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat segera
menyala apabila aliran listrik terhenti.
b. Suhu 16 – 24 derajat C, kelembaban tinggi > 50 %
c. Titik keluar listrik (electric outlet) yang dibumikan (grounded )
d. Peralatan untuk mengeluarkan sisa gas / uap anastetik dari ruangan (scavengerlexhaust)
e. Jam dinding

2. Perlengkapan medik
a. Sumber oksigen berupa titik oksigen sentral yang dilengkapi dengan katup penurunan
tekanan ( regulator ) dan flowmeter.
b. Alat pelembab / humidifikasi oksigen, pipa karet/ plastik yang dilengkapi dengan kanula
nasal dan sungkup muka ( sesuai kebutuhan )
c. Sumber air berupa titik air sentral.
d. Alat penghisap lendir portable atau titik hisap sentral, pipa karet penghubung, botol
penampung dan kateter hisap.
e. Alat monitor minimal : stetoskop, Bed Side Monitor dengan SpO2, tensimeter, EKG 3
lead dan pengukur suhu.
f. Stetoskop prekordial
g. Mesin anestesi :
o Mesin anestesi dengan meter aliran O2 /air/N2O (boyle gas machine) yang
dilengkapi dengan alat penguap (vaporizer) sevofluran dan isoflurane, sirkuit
pernafasan anak dan dewasa dengan penyerap CO2 (circle absorber). Ada 4
mesin anestesi , 2 mesin dilengkapi dengan ventilator, 1 mesin dilengkapi dengan
respirator dan yang satunya tidak dilengkapi dengan respirator.
h. Laringoskop dengan berbagai daun (blade)
i. Pipa jalan nafas oro / nasofarinx dan pipa tracheal berbagai ukuran dengan penghubung
pipa (tube conector)
j. Cunam magill dan stilet pipa tracheal
k. Sungkup muka transparan berbagai ukuran dan respiratory bag sesuai pasien.
l. Peralatan tambahan untuk sistem anestesi semi open dan jackson reesse.
m. Peralatan analgesia regional berupa jarum spinal dan set spinal dalam keadaan steril.
n. Obat emergency: sulfas atropine, adrenalin, lidocain
o. Trolley emergency

12
p. Sebaiknya ada / fakultatif :
o Monitor elektrokardiograf dan pulse oxymeter
o Oxygen analyzer untuk fresh gas
o Alat pelindung gigi
q. Alat komunikasi antara lain telepon RS.
Kamar pulih sadar
Adalah tempat pemulihan pasien dari anestesi atau dampak pembedahan yang sebaiknya
merupakan bagian di dalam kompleks kamar bedah.
a. Perlengkapan ruangan :
1) Penerangan yang cukup, dilengkapi dengan lampu cadangan yang dapat segera
menyala apabila aliran listrik terhenti.
2) Suhu 16 C - 24 C, kelembaban tinggi > 50 %
3) Titik keluar listrik ( electric outlet) yang dibumikan ( grounded)
4) Tempat cuci tangan dan kelengkapannya.
5) Jam dinding.
6) Kereta pasien ( brancart ) yang dilengkapi dengan pagar sisi kanan kirinya atau
dengan sabuk pengaman, kedudukan kepala dapat dirubah menjadi datar atau di atas.
b. Perlengkapan medik :
1) Sumber oksigen berupa titik oksigen sentral yang dilengkapi dengan katup penurunan
tekanan ( regulator ) dan flowmeter.
2) Alat pelembab / humidifikasi oksigen, pipa karet/ plastik yang dilengkapi dengan kanula
nasal dan sungkup muka.
3) Alat penghisap lendir sentral, pipa karet penghubung, botol penampung dan kateter
hisap.
4) Alat resusitasi terdiri dari kantong sungkup muka ( misalnya ambu bag), laringoskop
dengan daun ( blade) berbagai ukuran, pipa jalan nafas oro/nasofarinx dan pipa tracheal
berbagai ukuran, penghubung pipa ( tube conector) dan stilet.
5) Alat monitor minimal : stetoskop, Bed Side Monitor dengan SpO2, tensimeter, EKG 3
lead dan pengukur suhu.
6) Alat infus terdiri dari set infus, kateter vena, jarum suntik berbagai ukuran, kapas,
antiseptik, plester , pembalut dan gunting.
7) Obat emergency: sulfas atropine, adrenalin, lidocain
8) Kereta dorong (trolley ) yang memuat alat-alat sesuai butir 4 sampai dengan 7
9) Alat komunikasi ( telepon RS)

13
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN


Standar pelayanan
A. Prosedur umum pelayanan anestesi
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) terkait dengan pasien
meliputi 3 periode :
o Pra anestesi
o Pra sedasi (termasuk sedasi sedang dan dalam)
o Pra induksi
o Selama anestesi
o Pasca anestesi
Periode tersebut diatas dapat diperpanjang bila perlu selama pasien masih dalam
ancaman bahaya terhadap fungsi vital ( jalan nafas, pernafasan, sirkulasi dan kesadaran
) dan atau masih adanya nyeri dan kecemasan berlebihan akibat pembedahan, trauma
atas penyakit lain.
 PELAYANAN ANESTESI
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) adalah tindakan medis
yangdilakukan melalui pendekatan tim sesuai dengan kompetensi dan kewenanganyang
dimiliki. Tim pengelola pelayanan anestesi RSU GMIM Pancaran Kasih dilakukan oleh
dokter spesialis anestesi, perawat anestesi dan perawat pulih sadar.Pelayanan anestesi
mencakup asesmen anestesi (praanestesi,pra-sedasi, pra-
induksi,selamaanestesi/sedasi dan pasca anestesi/sedasi), tindakan anestesi umum dan
spinal (termasuk sedasi sedang dan dalam) serta pelayanan lain sesuaibidang anestesi
seperti pelayanan kritis, gawat darurat, penatalaksanaannyeri dan lain-lain
A. Pelayanan Anestesi Perioperatif
Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) peri-operatif merupakan
pelayanan anestesi yangmengevaluasi, memantau dan mengelola pasien pra-
anestesi,pra-sedasi, pra induksi (sesaat sebelum induksi), intra dan pascaanestesi serta
terapi intensif (bila diperlukan) dan pengelolaan nyeri berdasarkankeilmuan yang
multidisiplin.

14
1. Pra-sedasi
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi, dibantu anggota tim
anestesi, harus dilakukan sebelum tindakan sedasiuntuk memastikan bahwa
pasien berada dalam kondisi yang layak untuk prosedur sedasi.
b. Dokter spesialis anestesi, dibantu anggota tim anestesi bertanggung jawab untuk
melakukan asesmenpra-sedasiberdasarkan prosedur sebagai berikut :
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan penunjang dan
konsultasi yang diperlukan untuk melakukan sedasi.Pemeriksaan penunjang
pra-sedasidilakukan sesuai Standar Profesi dan Standar Prosedur
Operasional.
3) Menjelaskan dan mendiskusikan tindakan sedasi (risiko, manfaat dan
alternatif) yang akan dilakukan kepada pasien dan atau wali keluarganya
yang dianggap sah menurut hukum.
4) Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan
tindakan.
5) Merencanakan jenis dan teknik pemberian sedasi, pemberian obat anestesi
atau cairan lainnya, prosedur monitoring dalam mengantisipasi pelayanan
pasca anestesi
6) Mendokumentasikan dalam rekam medis anestesi pada lembar asesmen
pra-anestesi
7) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi dan obat-obat
yang akan dipergunakan.
c. Asesmen pra-sedasi ini dilakukan pada semua pasien yang akanmenjalani
tindakan sedasi.
2. Pra-anestesi
a. Konsultasi dan pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi, dibantu anggota tim
anestesi, harus dilakukan sebelum tindakan anestesi untuk memastikanbahwa
pasien berada dalam kondisi yang layak untuk proseduranestesi.
b. Dokter spesialis anestesi, dibantu anggota tim anestesi bertanggung jawab
untuk melakukan asesmenpra-anestesiberdasarkanprosedur sebagai berikut :
1) Anamnesis dan pemeriksaan pasien.
2) Meminta dan/atau mempelajari hasil-hasil pemeriksaan penunjang
dankonsultasi yang diperlukan untuk melakukan anestesi. Pemeriksaan
penunjang pra-anestesi dilakukan sesuai Standar Profesi dan Standar
Prosedur Operasional.
3) Menjelaskan dan mendiskusikan tindakan anestesi (risiko, manfaat dan
15
alternatif)yang akandilakukan kepada pasien dan atau wali keluarganya yang
dianggap sah menurut hukum.

4) Memastikan bahwa pasien telah mengerti dan menandatangani persetujuan


tindakan.
5) Merencanakan jenis dan teknik pemberian sedasi, pemberian obat anestesi
atau cairan lainnya, prosedur monitoring dalam mengantisipasi pelayanan
pasca anestesi
6) Mendokumentasikan dalam rekam medis anestesi pada lembar asesmen
praanestesi
7) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi dan obat-obat
yang akan dipergunakan.
c. Asesmenpra-anestesiini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalani
tindakan anestesi.

16
2. Pra-induksi
a. Pemeriksaan oleh dokter spesialis anestesi, dibantu anggota tim anestesi, harus
dilakukan sesaat sebelum induksi anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)
untuk re-evaluasi memastikan stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk
prosedur induksi anestesi.
b. Dokter spesialis anestesi, dibantu anggota tim anestesi bertanggung jawab untuk
melakukan asesmenpra-induksi (termasuk sedasi moderat dan dalam)
berdasarkan prosedur sebagai berikut :
1) Temuan masalah saat asesmen pra-anestesi
2) Terapi atau tindakan yang sudah dilakukan
3) Respon hasil dari terapi/ tindakan yang dilakukan
4) Antisipasi masalah
5) Pemeriksaan status fisiologis pasien (termasuk status jalan nafas dan
kemungkinan tatalaksana jalan nafas yang dibutuhkan)
6) Merencanakan jenis dan teknik pemberian anestesi beserta obat anestesi
atau cairan lainnya serta mengantisipasi pelayanan pasca anestesi
7) Mendokumentasikan dalam rekam medis anestesi pada lembar asesmen
prainduksi
8) Mempersiapkan dan memastikan kelengkapan alat anestesi dan obat-
obat yang akan dipergunakan
9) Tersedianya oksigen dan gas medik yang memenuhi syarat dan aman.
c. Pelayanan pra-induksi ini dilakukan pada semua pasien yang akan menjalankan
tindakan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam). Pada keadaan yang
tidak biasa,misalnya gawat darurat yang ekstrim, langkah-langkah asesmen pra-
induksisebagaimana diuraikan di atas, dapat dilakukan bersamaan dengan
asesmen pra-anestesi atau asesmen prasedasi dan harus didokumentasikan di
dalam rekam medis anestesi pasien.

17
3. Pelayanan Intra Anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)
a. Dokter spesialis anestesi dan atau tim anestesi yang terlibat didokumentasikan
dalam rekam medis anestesi pasien
b. Teknik anestesi dan obat anestesi yang digunakan dicatat dalam rekam medis
anestesi pasien
c. Tim anestesi yang terlibat harus tetap beradadi kamar operasi selama tindakan
anestesi umumdan spinalserta prosedur yang memerlukan tindakan sedasi.
d. Selama pemberian anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) harus dilakukan
pemantauan danevaluasi secara kontinyu setiap 5 menit terhadap tekanan darah,
frekuensi nadi, saturasi oksigen dan pernafasanserta didokumentasi kan pada
rekam medis anestesi
e. Pengakhiran anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) harus memperhatikan
tekanan darah, frekuensi nadi, saturasi oksigen dan pernafasan dalam keadaan
stabil.
3. Pelayanan Pasca-Anestesi
a. Pemindahan pasien pasca anestesi ke ruang pulih sadar harus didampingi oleh
anggota tim anestesi
b. Setelah tiba di ruang pulih sadar dilakukan serah terima pasien kepada perawat
ruang pulih disertai laporan kondisi pasien dan dokumen semua asesmen
anestesi
c. Setiap pasien pasca tindakan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam)
harus dimonitordi ruang pulih sadar atau ekuivalennya kecuali atas perintah
khusus dokter spesialis anestesi ataudokter yang bertanggung jawab terhadap
pasien tersebut, pasienjuga dapat dipindahkan langsung ke unit perawatan
kritis(ICU).
d. Kondisi pasien di ruang pulih harus dinilai secara kontinyu tiap 15 menit dan
dicatat dalam rekam medis, meliputi tekanan darah, frekuensi nadi, saturasi
oksigen, kesadaran, dan kriteria pemulangan pasien dari ruang pulih sadar
e. Hasil temuan serta tindakan yang dilakukan untuk mengatasi masalah selama
monitoring pasca anestesi dicatat dalam rekam medis.
f. Waktu dimulai dan diakhirinya pemulihan harus dicatat dalam rekam medis
anestesi
g. Tim anestesi bertanggung jawab atas pemindahan pasiendari ruang pulih
berdasarkan skor aldrette, skor steward atau skor bromage dengan alternative
sebagai berikut:pasien dipindah (atau menghentikan monitoring pemulihan) oleh
seorang spesialis anestesi yang kompeten penuh atau petugas lain yang diberi
otorisasi oleh petugas yang bertanggungjawab untuk mengelola pelayanan
sedasi

18
i. Pasien dipindah (atau menghentikan monitoring pemulihan) oleh seorang perawat
atau seorang petugas yang setaraf dan kompetensinya sesuai dengan kriteria
pasca sedasi yang dikembangkan oleh pimpinan rumah sakit dan bukti
pemenuhan kriteria didokumentasikan dalam rekam medis anestesipasien
j. Pasien dipindahkan ke suatu unit yang telah ditetapkan sebagai tempat yang
mampu memberikan pelayanan pasca anestesi atau pasca sedasi terhadap
pasien tertentu, antara lain seperti pada unit pelayanan intensif
B. Pelayanan Kritis
1. Pelayanan pasien kondisi kritis diperlukan pada pasien dengan kegagalan organ
yang terjadi akibat komplikasi akut penyakitnya atau akibat sekuele dari regimen
terapi yang diberikan.
2. Pelayanan pasien kondisi kritis dilakukan oleh dokter spesialis anestesi dan
dokter spesialis lain yang memiliki kompetensi.
3. Seorang dokter spesialis anestesi atau dokter spesialis lain yang memiliki
kompetensi harus senantiasa siap untuk mengatasi setiap perubahan yang
timbul sampai pasien tidak dalam kondisi kritis lagi.
4. Penyakit kritis sangat kompleks atau pasien dengan komorbiditi perlu koordinasi
yang baik dalam penanganannya. Seorang dokter spesialis anestesi atau dokter
spesialis lain yang memiliki kompetensi diperlukan untuk menjadi koordinator
yang bertanggung jawab secara keseluruhan mengenai semua aspek
penanganan pasien, komunikasi dengan pasien, keluarga dan dokter lain.
5. Pada keadaan tertentu ketika segala upaya maksimal telah dilakukan tetapi
prognosis pasien sangat buruk, maka dokter spesialis anestesi atau dokter
spesialis lain yang memiliki kompetensi harus melakukan pembicaraan kasus
dengan dokter lain yang terkait untuk membuat keputusan penghentian upaya
terapi dengan mempertimbangkan manfaat bagi pasien, faktor emosional
keluarga pasien dan menjelaskannya kepada keluarga pasien tentang sikap dan
pilihan yang diambil.
6. Semua kegiatan dan tindakan harus dicatat dalam rekam medis pasien.
7. Karena tanggung jawabnya dan pelayanan kepada pasien dan keluarga yang
memerlukan energi pikiran dan waktu yang cukup banyak maka dokter spesialis
anestesi atau dokter spesialis lain yang memiliki kompetensi berhak mendapat
imbalan yang seimbang dengan energi dan waktu yang diberikannya.

19
8. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi berperan
dalam masalah etika untuk melakukan komunikasi dengan pasien dan
keluarganya dalam pertimbangan dan pengambilan keputusan tentang
pengobatan dan hak pasien untuk menentukan nasibnya terutama pada kondisi
akhir kehidupan.
9. Dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi mempunyai
peran penting dalam manajemen unit terapi intensif, membuat kebijakan
administratif, kriteria pasien masuk dan keluar, menentukan standar prosedur
operasional dan pengembangan pelayanan intensif.
C. Pelayanan Tindakan Resusitasi
1. Pelayanan tindakan resusitasi meliputi bantuan hidup dasar, lanjutdan jangka
panjang.
2. Dokter spesialis anestesi memainkan peranan penting sebagai tim resusitasi
dandalam melatih dokter, perawat serta paramedis.
3. Standar Internasional serta pedoman praktis untuk resusitasi jantungparu
mengikuti American Heart Association (AHA) dan/atau EuropeanResuscitation
Council.
4. Semua upaya resusitasi harus dimasukkan ke dalam audit yangberkelanjutan.
D. Pelayanan Anestesi Rawat Jalan
1. Pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) rawat jalan diberikan
pada pasien yang menjalanitindakan pembedahan sehari untuk prosedur singkat
danpembedahan minimal serta tidak menjalani rawat inap.
2. Pasien dengan status fisis ASA 1 dan 2 serta ASA 3 yang terkendalisesuai
penilaian dokter spesialis anestesi dan disiapkan darirumah.
3. Penentuan lokasi unit pembedahan sehari harus mempertimbangkan
unit/fasilitas pelayanan lain yang terkait dengan pembedahan seharidan akses
layanan dukungan perioperatif.
E. Pelayanan Anestesi Spinal
1. Pelayanan anestesi spinal adalah tindakan pemberian anestetikuntuk memblok
saraf di ruang subarachnoid sehingga tercapai anestesi dilokasi operasi sesuai
dengan yang diharapkan.
2. Anestesi spinal dilakukan oleh dokter spesialis anestesi yangkompeten ditempat
yang tersedia sarana dan perlengkapan untuktindakan anestesi umum sehingga
bila diperlukan dapat dilanjutkanatau digabung dengan sedasi dalam atau
anestesi umum
3. Pada tindakan anestesi spinal harus tersedia alat pengisaptersendiri yang
terpisah dari alat penghisap untuk operasi.

20
4. Sumber gas oksigen diutamakan dari sumber gas oksigen sentral agartersedia
dalam jumlah yang cukup untuk operasi yang lama atau biladilanjutkan dengan
anestesi umum.
5. Anestesi spinal dimulai oleh dokter spesialis anestesi dandapat dirumat oleh
perawat anestesi /perawat yangmendapat pelatihan anestesi dibawah supervisi
dokter spesialis anestesi.
6. Pemantauan fungsi vital selama tindakan anestesi spinal dilakukan sesuai
standar pemantauan anestesi.
F. Pelayanan Anestesi Spinal dalam Obstetrik
1. Pelayanan anestesi spinal dalam obstetrik adalah tindakan pemberian anestetik
lokal hiperbarik ke ruang subarachnoid kepada wanita dalam persalinan.
2. Anestesi spinal hendaknya dimulai dan dirumat hanya di tempattempatdengan
perlengkapan resusitasi serta obat-obatan yang tepatdan dapat segera tersedia
untuk menangani kendala yang berkaitandengan prosedur.
3. Anestesi spinal diberikan oleh dokter spesialis anestesi setelah pasien diperiksa
dan diminta oleh seorang dokter spesialis kebidanandan kandungan.
4. Anestesi spinal dimulai oleh dokter spesialis anestesi dan dapatdirumat oleh
dokter spesialis anestesi atau perawat anestesi/perawat di bawah supervisi
dokter spesialis anestesi.
5. Selama pemulihan dari anestesispinal, setelah bedah sesar diterapkan standar
pengelolaan pascaanestesi.
6. Pada pengelolaan pasca persalinan, tanggung jawab utama dokterspesialis
anestesi adalah untuk mengelola ibu, sedangkantanggung jawab pengelolaan
bayi baru lahir berada pada dokter spesialis anak. Jika dokter spesialis anestesi
tersebut juga dimintauntuk memberikan bantuan singkat dalam perawatan bayi
baru lahir,maka manfaat bantuan bagi bayi tersebut harus dibandingkan
denganrisiko terhadap ibu.
G. Pelayanan Nyeri (Akut atau Kronis)
1. Pelayanan nyeri adalah pelayanan penangulangan nyeri (rasa tidaknyaman yang
berlangsung dalam periode tertentu) baik akut maupunkronis. Pada nyeri akut,
rasa nyeri timbul secara tiba-tiba yang terjadiakibat pembedahan, trauma,
persalinan dan umumnya dapat diobati.Pada nyeri kronis, nyeri berlangsung
menetap dalam waktu tertentudan seringkali tidak responsif terhadap
pengobatan.
2. Kelompok pasien di bawah ini merupakan pasien dengan kebutuhan
khusus yang memerlukan perhatian:
a. anak-anak.
b. pasien obstetrik.

21
c. pasien lanjut usia.
d. pasien dengan gangguan kognitif atau sensorik.
e. pasien yang sebelumnya sudah ada nyeri atau nyeri kronis.
f. pasien yang mempunyai risiko menderita nyeri kronis.
g. pasien dengan kanker atau HIV/AIDS.
h. pasien dengan ketergantungan pada opioid atau obat/bahanlainnya.
3. Penanggulangan efektif nyeri akut dan kronis dilakukan berdasarkanstandar
prosedur operasional penanggulangan nyeri akut dan kronisyang disusun
mengacu pada standar pelayanan kedokteran.
H. Anestesi local

1. Pemantauan adekuatnya jalan nafas dan ventilasi selama pembedahan, yaitu


pengamatan tanda klinis seperti pergerakan dada dan auskultasi suara nafas.

2. Pemantauan adekwat tidaknya oksigenasi selama pembedahan:

a. Pemantauan perubahan warna kulit pasien bila terjadi desaturasi dengan


penerangan cahaya yang baik.
b. Bila tersedia, pemantauan oksimetri denyut (pulse oximetri).
3. Pemantauan adekwat tidaknya fungsi sirkulasi pasien :

a. Pemantauan tekanan darah dan denyut jantung, bila memungkinkan setiap 15


menit.

b. Pemantauan EKG secara kontinu bila diperlukan

4. Hasil pemantauan selama pembedahan dapat menjadi dasar untuk pengelolaan


pasca bedah seperti kembali ke kamar bedah, ditransfer ke unit perawatan
khusus atau pulang

5. Hasil pemantauan di atas dicatat pada lembar monitoring durante anestesi


pasien

6. Setiap perubahan selama pembedahan harus di informasikan oleh dokter yang


melakukan tindakan kepada pasien atau keluarganya

I. Pengelolaan Akhir Kehidupan


1. Pengelolaan akhir kehidupan meliputi penghentian bantuan hidup (withdrawing
life support) dan penundaan bantuan hidup (withholding life support).
2. Keputusan withdrawing/withholding dilakukan pada pasien yang dirawat di ruang
rawat intensif (ICU). Keputusan penghentian atau penundaan bantuan hidup
adalah keputusan medis dan etis.
3. Keputusan untuk penghentian atau penundaan bantuan hidup dilakukan oleh 3
(tiga) dokter yaitu dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki

22
kompetensi dan 2 (dua) orang dokter lain yang ditunjuk oleh komite medis rumah
sakit.
4. Prosedur pemberian atau penghentian bantuan hidup ditetapkan berdasarkan
klasifikasi setiap pasien di ICU, yaitu:
a. Bantuan total dilakukan pada pasien sakit atau cedera kritis yang
diharapkan tetap dapat hidup tanpa kegagalan otak berat yang menetap.
Walaupun sistem organ vital juga terpengaruh, tetapi kerusakannya
masih reversibel. Semua usaha yang memungkinkan harus dilakukan
untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas.
b. Semua bantuan kecuali RJP (DNAR = Do Not Attempt Resuscitation),
dilakukan pada pasien-pasien dengan fungsi otak yang tetap ada atau
dengan harapan pemulihan otak, tetapi mengalami kegagalan jantung,
paru atau organ yang lain, atau dalam tingkat akhir penyakit yang tidak
dapat disembuhkan.
c. Tidak dilakukan tindakan-tindakan luar biasa, pada pasien-pasien yang
jika diterapi hanya memperlambat waktu kematian dan bukan
memperpanjang kehidupan. Untuk pasien ini dapat dilakukan
penghentian atau penundaan bantuan hidup. Pasien yang masih sadar
tapi tanpa harapan, hanya dilakukan tindakan terapeutik/paliatif agar
pasien merasa nyaman dan bebas nyeri.
d. Semua bantuan hidup dihentikan pada pasien dengan kerusakan fungsi
batang otak yang ireversibel. Setelah kriteria Mati Batang Otak (MBO)
yang ada terpenuhi, pasien ditentukan meninggal dan disertifikasi MBO
serta semua terapi dihentikan. Jika dipertimbangkan donasi organ,
bantuan jantung paru pasien diteruskan sampai organ yang diperlukan
telah diambil. Keputusan penentuan MBO dilakukan oleh 3 (tiga) dokter
yaitu dokter spesialis anestesi atau dokter lain yang memiliki kompetensi,
dokter spesialis saraf dan 1 (satu) dokter lain yang ditunjuk oleh komite
medis rumah sakit.

23
BAB V
LOGISTIK
A. Pengertian
Pelayanan anestesi tidak lepas dari pengadaan logistik obat yang memperlancar
pelaksanaan tindakan anestesi.
 OBAT
Pengadaan obat anestesi yang rutin diperlukan untuk melaksanakan tindakan anestesi
(termasuk sedasi sedang dan dalam) dan pengajuan pengadaan obat-obat yang baru
dilakukan oleh Farmasi.
Daftar obat minimal yang harus ada :
a. Obat resusitasi : adrenaline 1 mg/ml, sulfas atropin 0,25 mg/ml, lidokain 2% 20
mg/ml
b. Obat sedasi / induksi : midazolam 5 mg/ml, propofol 10 mg/ml, ketamin 100mg/ml,
thiopental 250 mg/ml
c. Obat pelumpuh otot : rocuronium10 mg /ml
d. Obat Reversal : nokoba 0,4 mg/ml, prostigmin 0,5 mg/ml, sulfas atropine 0,25
mg/ml
e. Obat kardiak/ hipertensi/ vasodilator/ anti aritmia :diltiazem 5 mg/ml, norepinefrin 4
mg/ml, dobutamin 250 mg/ml, dopamin 200 mg/ml
f. Obat vasokonstriktor : epedrine 10 mg/ml, norepinefrin 4 mg/ml, adrenalin 1 mg/ml
g. Obat anti konvulsi :midazolam 5 mg/ml, thiopental 250 mg/ml
h. Obat analgetik suppositoria : meloksikam 15 mg, tramadol 100 mg, pamol 125 mg
i. Obat lokal anestesi/ regional anestesi : decain 0,5%5 mg/ml
j. Obat anti muntah : ondansetron 4 mg/ml
k. Obat opioid : fentanyl 50 mcg/ml, pethidine 50 mg/ml, morphine 10 mg/ml
l. Obat kortikosteroid : deksamethason 5 mg/ml, metilprednisolon 125 mg/ml
m. Obat antibiotika : cefotaxime, ceftriaxone
n. Obat inhalasi : isoflurane, sevoflurane
o. Obat pendukung seperti betadine dan alkohol
p. Cairan kristaloid (RL, NaCl)
q. Cairan infus koloid (gelafusal)

24
 Sarana , pra sarana dan peralatan

Pengadaan alat –alat kesehatan yang mendukung pelaksanaan pelayanan anestesi


diajukan kepada direktur RS, yang diajukan sesuai dengan perencanaan kebutuhan
tiap tahun. Untuk alat yang dibutuhkan tidak sesuai rencana (kebutuhan yang
mendesak) bisa langsung diajukan kepada kepala bagian farmasi RS.
Standar peralatan dan perlengkapan minimal memiliki :
1. Mesin anestesi
2. Sirkuit anestesi untuk dewasa dan anak-anak
3. Jackson Reesse
4. Laringoskopedewasa
5. Laringoskopeanak
6. Magil forceps
7. Endotracheal tube dengan cuff no 3.0 , 3.5 , 4.0 , 4.5 , 5.0, 5.5, 6.0 , 6.5 , 7.0 , 7.5
8. Endotracheal tube tanpa cuff no3.0 , 3.5 , 4.0, 4.5 , 5.0
9. Plester
10. Standart infuse
11. Pulse oxymetriportabel
12. Titik sentral oksigen, air dan vaccum
13. Bed side monitor
14. NGT, Guedel , LMA
15. Gum elastic bougie
16. Krikotiroidotomi set
17. Airtrax
18. Sungkup muka / face mask dengan berbagai ukuran
19. Handscrub
20. Suction unit dengan cateter
21. Brancard mobile, jumlah ada 5
22. Brancard RR , jumlah ada 7
23. Infus set makro/mikro, tranfusi set
24. Abocath no 24, 22, 20, 18, 16
Untuk membantu pelaksanaan Tim Anestesi melakukan sedasi di luar kamar operasi,
diperlukan obat dan alat yang minimal ada pada kit anestesi darurat (KAD). KAD ini
berisi minimal :
- Obat : Adrenalin, Lidokain 2%, Sulfas Atropin, Deksamethason, Efedrin, KTM,
Propofol, Midazolam, Aqua pro injeksi.
- Alat : Infus set, Abbocath, Spuit disposible 3 dan 5 cc, larutan RL 500 cc
- Alat manajemen jalan nafas : laringoskop, stetoskop, mayo, endotracheal tube
- Bedside monitor (tekanan darah, nadi, saturasi oksigen)
25
 Pemeliharaan alat
Untuk pemeliharaan alat dilakukan bersama dengan petugas PS (pemeliharaan
sarana), pencatatan tentang pengecekan fungsi alat dilakukan rutin oleh petugas PS.
Kerusakan alat akan dilaporkan kepada petugas PS untuk ditindaklanjuti.Peralatan
yang dipakai akan dilakukan tera atau kalibrasi secara teratur melalui PS dan
kalibrasi secara berkala setiap tahun oleh Kemenkes.
 Alat steril
Pemenuhan kebutuhan alat – alat steril yang dibutuhkan dalam melakukan anestesi
disediakan oleh petugas sterilisasi seperti duk steril, handscoon steril, alkohol dan
betadine.

26
BAB VI
KESELAMATAN PASIEN

Dalam menjalankan tugas sebagai petugas kesehatan harus mengutamakan keselamatan


pasien .
Hal- hal yang perlu diperhatikan :
1. Identifikasi pasien yang akan dilakukan tindakan anestesi
2. Site marking untuk lokasi pembedahan
3. Cek dan re-check untuk menghindari kekeliruan
4. Cuci tangan sebelum melakukan setiap tindakan anestesi
5. Mengetahui teknik berkomunikasi efektif.
6. Pemberian obat dengan menggunakan 5 benar
7. Kelengkapan dokumen harus dicek sebelum melakukan tindakan anestesi seperti
informed consent, assesmen pra anestesi, assesmen pra induksi, monitoring durante
anestesi dan monitoring pasca anestesi
8. Terampil melakukan Basic Life Support bagi semua tim anestesi.
9. Tes system mesin anestesi sebelum digunakan
10. Mempersiapankan obat emergensi
11. Melakukan sign-in

MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN OLEH TIM ANESTESI

Untuk mencapai terwujudnya keselamatan pasien yang optimal, dokter spesialis anestesi
bertanggungjawab terhadap hal-hal berikut ini:

1. Manajemen Kepegawaian
Dokter spesialis anestesi harus memastikan terlaksananya penugasan tim anestesi
yang kompeten dan berkualitas dalam memberikan layanan anestesi (termasuk sedasi
sedang dan berat) kepada setiap pasien.
2. Asesmen pra-anestesi pasien
a. Suatu evaluasi pra-anestesi (termasuk sedasi sedang dan berat) memungkinkan
terwujudnya perencanaan anestesi yang baik, di mana perencanaan tersebut juga

27
mempertimbangkan kondisi dan penyakit pasien yang dapat mempengaruhi tindakan
anestesi.
b. Dokter spesialis anestesibertanggung jawab terhadap asesmen ini dan
didokumentasikan dalam lembar asesmen praanestesi.
3. Asesmen prainduksi pasien
a. Suatu re-evaluasi sesaat sebelum induksi anestesi (termasuk sedasi sedang dan
berat)untuk stabilitas fisiologis dan kesiapan pasien untuk anestesi.
b. Bila anestesi harus diberikan secara darurat, asesmen praanestesi dan asesmen
prainduksi dapat segera dilaksanakan secara berurutan atau secara serempak, tetapi
masing-masing didokumentasikan sendiri.
c. Dokter spesialis anestesibertanggung jawab terhadap asesmen ini dan
didokumentasikan dalam lembar asesmen prainduksi.
4. Perencanaan Tindakan Anestesi
a. Dokter spesialis anestesi bertanggungjawab dalam menyusun rencana tindakan
anestesi (termasuk sedasi sedang dan berat) untuk mewujudkan kualitas pelayanan
pasien yang terbaik dan tercapainya keselamatan pasien dengan optimal.
b. Dokter spesialis anestesi memberikan informasi manfaat, risiko dan alternatif
tindakan anestesi (termasuk sedasi sedang dan berat), dan melakukan diskusi
dengan pasien (jika kondisi pasien memungkinkan) atau wali keluarganya yang
dianggap sah menurut hukum serta memperoleh izin persetujuan tindakan (informed
consent)
c. Ketika terdapat situasi di mana pada saat bersamaan muncul kebutuhan layanan
anestesi (termasuk sedasi sedang dan berat)di kamar operasi dan di luar kamar
operasi maka dokter spesialis anestesi harus mengutamakan layanan anestesi yang
mengancam nyawa dan layanan anestesi yang lainakan dilakukan oleh perawat
anestesi, bahwa pendelegasian kewenangan ini termasuk dalam pelayanan anestesi
oleh Tim Anestesi.
5. Manajemen Tindakan Anestesi
a. Manajemen tindakan anestesi bergantung pada banyak faktor, termasuk kondisi
medis setiap pasien dan prosedur yang akan dilakukan.
b. Dokter spesialis anestesi harus menentukan tugas perioperatif mana yang dapat
didelegasikan.
c. Dokter spesialis anestesi dapat mendelegasikan tugas spesifik kepada perawat yang
tergabung dalam Tim Anestesi, dengan syarat kualitas pelayanan pasien dan
keselamatan pasien tetap terjaga dengan baik, tetap berpartisipasidalam bagian-
bagian penting tindakan anestesi, dan tetap siap sedia untuk menangani situasi
emergensi dengan cepat.

6. Monitoring Paca-anastesi
28
a. Monitoring pasca-anestesi (termasuk sedasi sedang dan berat) rutin didelegasikan
kepada perawat pulih sadar.
b. Evaluasi dan tatalaksana komplikasi pasca-anestesi merupakan tanggung jawab
dokter spesialis anestesi.
7. Konsultasi anestesi
Seperti jenis konsultasi medis lainya, tidak dapat didelegasikan kepada non-dokter.

MANAJEMEN KESELAMATAN PASIEN DALAM PENGGUNAAN SEDASI SEDANG OLEH


PERAWAT ANESTESI DI RUANG RADIOLOGI

1. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab akan semua aspek yang terlibat selama
perawatan pasien (prasedasi, prainduksi,selama dan pasca-sedasi sedang)
2. Saat pasien disedasi, dokter yang bertanggung jawab mendampingi di ruang tindakan.
3. Perawat anestesi yang melakukan sedasi harus terkait dengan baik dalam
mengevaluasi pasien sebelum prosedur dilakukan untuk mengenali kapan terdapat
peningkatan resiko anestesi.
4. Kebijakan dan prosedur yang terkait harus memperbolehkan perawat anestesi untuk
menolak berpartisipasi dalam kasus-kasus tertentu jika mereka merasa tidak kompeten
dalam melakukan suatu tindakan anestesi dan terdapat kemungkinan dapat
membahayakan pasien dan menurunkan kualitas pelayanan.
5. Dokter yang mengawasi bertanggungjawab memimpin timnya dalam situasi emergensi
di mana diperlukan tindakan resusitasi, termasuk manajemen jalan napas.
6. Sertifikat BHD merupakan standar persyaratan minimal yang harus dimiliki oleh perawat
anestesi yang melakukan sedasi dan dokter non-anestesi yang mengawasinya.

PENGAWASAN TERHADAP PERAWAT ANESTESI OLEH DOKTER BEDAH

1. Istilah ‘dokter bedah’ di sini mengacu pada dokter non-anestesi yang terlatih, memiliki
SIP dan terpercaya dalam mengawasi perawat anestesi.
2. Semua pelayanan anestesi (termasuk sedasi sedang dan dalam) memberikan
peningkatan resiko kepada pasien.
3. Dokter bedah masih tetap bisa berperan dalam keselamatan pasien dalam kualitas
pelayanan pasien dengan bertanggungjawab secara medis dalam semua perawatan
perioperatif jika tidak terdapat anestesiologis.
4. Komplikasi anestesi dan pembedahan membutuhkan penanganan segera
5. Pada beberapa situasi, di mana tidak ada anestesiologis, dokter bedah adalah satu-
satunya dokter non-anestesi yang kompeten untuk mensupervisi.Di mana dibutuhkan
evaluasi medis peri-operatif atau resusitasi intraoperatif akibat komplikasi, dokter bedah
harus mendampingi dan mengawasi perawat anestesi. Untuk mengoptimalkan
keselamatan pasien, diperlukan pertimbangan yang cermat oleh dokter bedah saat
29
menjadi satu-satunya dokter medis yang tersedia untuk mengawasi semua perawatan
perioperatif.

30
BAB VII
KESELAMATAN KERJA

Harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :


1. Untuk alat-alat yang menggunakan listrik harus menggunakan arde dan stabilisator.
2. Dalam melakukan pelayanan harus memakai pelindung diri (APD) sesuai dengan
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
3. Melakukan pemasangan label pada spuit yang berisi obat anestesi
4. Melakukan pemasangan three way stopcocok untuk mencegah risiko tertusuk jarum
5. Sebelum dan sesudah melakukan tindakan anestesi harus cuci tangan dulu.
6. Penataan ruang, aksesibilitas, penerangan dan pemilihan material harus sesuai dengan
ketentuan yang mengacu pada keselamatan pasien.
7. Mengetahui jalur evakuasi bila ada bencana.
8. Mengetahui pemakaian alat pemadam kebakaran ringan.
9. Mengetahui teknik berkomunikasi efektif.
10. Pengelolaan limbah mengikuti pengelolaan limbah di rumah sakit, meliputi pengelolaan
limbah medis infeksius, limbah medis non infeksius, dan limbah benda tajam yang
ditempatkan secara terpisah.
11. Untuk mencegah polusi anestesi inhalasi terdapat ekses khusus gas anestesi keluar dari
ruangan (scavenging system)
12. Kalibrasi mesin dan monitor anestesi secara berkala tiap tahun

31
BAB VIII
PENGENDALIAN MUTU
Kegiatan evaluasi terdiri dari :
1. Evaluasi internal
1.1. Rapat audit berupa pertemuan rutin tim anestesi yang membahas permasalahan
layanan anestesi (termasuk informed consent, keluhan pasien, komplikasi
tindakan, efisiensi, efektifitas layanan)
1.2. Audit medik dilakukan secara berkala untuk menilai kinerja keseluruhan pelayanan
anestesi (termasuk sedasi sedang dan berat) dan terapi intensifoleh komite medik.
2. Evaluasi kebijakan, pedoman dan Standar Prosedur Operasional Pelayanan Anestesi
dan Terapi intensif di rumah sakit dilakukan secara berkala sesuai kebutuhan.
3. Pemberlakuan indikator medis anestesi pada RSIA KIRANA MANADO, bahwa :
5.1.Indikator medis bukan sebagai standar yang pasti melainkan dirancang sebagai
peringatan bagi pelayanan anestesi bila hasil analisis data terdapat indikasi
mengenai kemungkinan adanya masalah dalam pelayanan medis.
5.2.Dalam menetapkan indikator medis harus memperhatikan objektifitas indikator,
informasi yang dapat dipercaya dan diandalkan tentang mutu layanan
kesehatan, relevan dengan kepentingan pelayanan anestesia, bersifat spesifik
sesuai depertemen terkait dan dapat diterima serta bermanfaat bagi
departemen yang terkait.
5.3.Indikator medis digunakan untuk mengukur suatu proses atau outcome
pelayanan medis.

32
Kepatuhan Standar Pelayanan Minimal Pelayanan Anestesi dan Terapi Intensif RSIA KIRANA
MANADO

Indikator SPM SPM menurut Bulan (kasus/jumlah anestesi tiap bulan)


Kemenkes RI No. JAN FEB MAR APR MEI JUNI
129/Menkes/SK/II/20
08

Tidak adanya kejadian 100%


pasien jatuh yang
berakibat
kecacatan/kematian
Komplikasi anestesi ≤6% - - - - - -
karena overdosis, reaksi
anestesi, dan salah
penempatan
pipaendotrakheal pada
kasus yang diprediksi
tidak sulit intubasi
Kejadian kematian di ≤1%
meja operasi akibat
tindakan anestesi
Rata-rata pasien yang ≤3%
kembali ke perawatan
intensif dengan kasus
yang sama < 72 jam
Pemberi pelayanan unit a. Sp. An dan dokter
intensif spesialis sesuai
kasus yang ditangani
b. 100% perawat
minimal D3 dengan
sertifikat perawat
mahir ICU/setara DIV

33
6. Indikator mutu yang bisa dilakukan diantaranya:
a. Kelengkapan dokumen rekam medis anestesi, meliputi assesmen pre anestesi,
assesmen pra induksi, monitoring pasien selama anestesi dan monitoring pasca
anestesi serta kriteria pemulangan pasien dari ruang pemulihan ke ruang rawat inap
sesuai skor yang ada : target 100%
b. Kriteria pemulangan pasien dari ruang pemulihan dengan skor Aldrette lebih dari
atau sama dengan sembilan untuk pasien yang menjalani anestesi umum : target
100%

34
BAB IX
PENUTUP

Pedoman pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan dalam) dan terapi intensif di
rumah sakit ini hendaknya dijadikan acuan dalam pengelolaan penyelenggaraan dan
penyusunan standar prosedur operasional pelayanan anestesi (termasuk sedasi moderat dan
dalam) dan terapi intensif.
Dibutuhkan dukungan dari semua pihak terutama pimpinan rumah sakit agar mutu pelayanan
anestesi dan keselamatan pasien dapat senantiasa ditingkatkan dan dipertahankan sesuai
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan tehnologi di bidang anestesi.

35

Anda mungkin juga menyukai