Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

ASUHAN NEONATUS BAYI DAN ANAK BALITA


Dosen Pembimbing : Rokhamah.SST

Disusun oleh :

Nama : Winda Sari Surya


Nim : 2013740401
Kelas : G

AKADEMI KEBIDANAN WIRA HUSADA NUSANTARA


MALANG

2014
KATA PENGANTAR

Puji dan rasa syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan
rahmat dan hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu.
Makalah ini disusun sebagai tugas mata kuliah ” Asuhan Neonatus Bayi Dan Anak Balita ”,
dengan judul ’’ KEJANG ’’ yang dibimbing oleh ibu Rokhamah.SST.

Dalam kesempatan ini penyusun menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak
yang turut membantu mulai awal penulisan hingga menjadi sebuah makalah yang dapat
bermanfaat bagi semua pihak.

Penyusun menyadari dalam penulisan makalah ini masih ada kesalahan dan kekurangan.
Untuk itu kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan untuk kesempurnaan
pada penulisan berikutnya dan pengayaan wawasan penyusun.

Semoga makalah ini dapat memberi manfaat pada pembaca pada umumnya dan penyusun
pada khususnya, dalam rangka meningkatkan wawasan keilmuan di bangku kuliah. Harapan
kami makalah ini dapat digunakan dengan baik sebagaimana mestinya.

Malang, 07 Desember 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada BBL,
karena kejang dapat menngakibatkan hipoksia otak yang cuku berbahaya bagi
kelangsungan hidup bayi atau dapat mengaibatkan skuele (gejala sisa ) dikemudian hari.
Disamping itu kejang dapat meruakan tanda atau masalah dari salah satu masalah atau
lebih. Sekitar 70-80% BBL secara klinis tidak tampak kejng, namun secara elektrografik
masih mengalami kejang.
Kejang merupakan salah satu kelainan neurologis yang paling sering dijumpai
pada bayi dan anak. Dari penelitian oleh beberapa pakar didapatkan bahwa sekitar 2,2%-
5% anak pernah mengalami kejang demam sebelum mereka mencapai umur 5 tahun.
Penelitian di jepang bahkan mendapatkan angka kejadian (inseden) yang lebih tinggi,
yaitu Maeda dkk, 1993 mendapatkan angka 9,7% (pada pria 10,5% dan pada wanita 8,9%
dan Tsuboi mendapatkan angka sekitar 7%.
Kejang demam bisa diakibatkan oleh infeksi ekstrakranial seperti ISPA, radang
telinga, campak, cacar air. Dalam keadaan demam, kenaikan suhu tubuh sebesar 10C pun
bisa mengakibatkan kenaikan metabolisme basal yang mengakibatkan peningkatan
kebutuhan oksigen jaringan sebesar 10 – 15 % dan otak sebesar 20 %. Apabila kebutuhan
tersebut tidak terpenuhi maka anak akan kejang. Umumnya kejang tidak akan
menimbulkan dampak sisa jika kejang tersebut berlangsung kurang dari 5 menit tetapi
anak harus tetap mendapat penanganan agar tidak terjadi kejang ulang yang biasanya
lebih lama frekuensinya dari kejang pertama. Timbulnya kejang pada anak akan
menimbulkan berbagai masalah seperti resiko cidera, resiko terjadinya aspirasi atau yang
lebih fatal adalah lidah jatuh ke belakang yang mengakibatkan obstruksi pada jalan nafas.

B. Rumusan masalah
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Defenisi

Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28 hari
sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak). Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma
serebral.

Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik maupun
fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan Obstetric
Neonatal Emergensi Dasar). Kejang bukanlah suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari
gangguan saraf pusat, lokal atau sistemik. Kejang ini merupakan gejala gangguan syaraf dan
tanda penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang tersebut, yang dapat
mengakibatkan gejala sisa yang menetap di kemudian hari. Bila penyebab tersebut diketahui
harus segera di obati. Hal yang paling penting dari kejang pada bayi baru lahir adalah
mengenal kejangnya, mendiagnosis penyakit penyebabnya dan memberikan pertolongan
terarah, bukan hanya mencoba menanggulangi kejang tersebut dengan obat antikonvulsan.

Manifestasi kejang pada bayi baru lahir dapat berupa tremor, hiperaktif, kejang-kejang,
tiba-tiba menangis melengking. Tonus otot hilang disertai atau tidak dengan kehilangan
kesadaran, gerakan yang tidak menentu (involuntary movements) nistagmus atau mata
mengedip-edip proksismal, gerakan seperti mengunyah dan menelan. Oleh karena itu
Manifestasi klinik yang berbeda-beda dan bervariasi, sering kali kejang pada bayi baru lahir
tidak di kenali oleh yang belum berpengalaman. Dalam prinsip, setiap gerakan yang tidak
biasa pada bayi baru lahir apabila berangsur berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan
kemungkinan Manifestasi kejang.

Kejang pada neonates ialah suatu gangguan terhadap fungsi neurologis seperti tingkah
laku, motorik, atau fungsi otonom. Periode bayi baru lahir (BBL) dibatasi sampai hari ke-28
kehidupan pada bayi cukup bulan, dan untuk bayi prematur, batasan ini biasanya digunakan
sampai usia gestasi 42 minggu.Kebanyakan kejang pada BBL timbul selama beberapa hari.
Sebagian kecil dari bayi tersebut akan mengalami kejang lanjutan dalam kehidupannya
kelak. Kejang pada neonatus relatif sering dijumpai dengan manifestasi klinis yang
bervariasi. Timbulnya sering merupakan gejala awal dari gangguan neurologi dan dapat
terjadi gangguan pada kognitif dan perkembangan jangka panjang.

kejang pada bayi baru lahir adalah :

a. Kejang yang terjadi pada bayi sampai dengan usia 28 hari.


b. Kejang pada BBL merupakan keadaan darurat karena kejang merupakan suatu tanda
adanya penyakit sistem sayarf pusat (SSP), kelainan metabolik atau penyakit lain.
c. Sering tidak dikenali karena berbeda dengan kejang pada anak.
d. Kejang umum tonik klonik jarang terjadi pada BBL.
e. Kejang berulang menyebabkan berkurangnya oksigenisasi, ventilasi dan nutrisi otak.

Dalam prinsip ,setiap gerakan yang tidak biasa pada bayi baru lahir apabila berlangsung
berulang-ulang dan periodik, harus dipikirkan kemungkinan merupakan manifestasi kejang.

Perbedaan kejang dan spasme

Masalah Temuan khusus

Kejang
umum  Gerakan wajah dan ekstermitas yang teratur dan berulang
 Ekstensi atau fleksi tonik lengan atau tangkai,baik sinkron maupun
tidak sinkron
 Perubahan status kesadaran (bayi mungkin tidak sadar atau tetap
bangun tetapi tidak responsive/apatis)
 Apnea(nafas spontan berhenti lebih 20 detik)

Kejang
suble  Gerakan mata berkedip,berpudar dan dan juling yang berulang
 Gerakan mulut dan lidang berulang
 Gerakan tangkai tidak terkendali, gerakan seperti mengayuh
sepeda
 Bayi bias masih sadar

Spasme
 Kontraksi otot tidak terkendali paling tidak beberapa detik sampai
beberapa menit
 Dipicu oleh sentuhan, suara maupun cahaya
 Bayi tetap sadar,sering menangis kesakitan
 Trismus (rahang kaku,mulut tidak dapat di buka,bibir mencuci
seperti mulut ikan
 Opitotonus
 Gerakan tangan seperti meninju dan mengepal

2.2 Klasifikasi kejang


Volpe (1977) membagi kejang pada bayi lahir sebagai berikut :
a. Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui
sebagai kejang. Terbanyak di neonatus berupa :
1. Deviasi horizontal bola mata.
2. Getaran dari kelopak mata/berkedip-kedip
3. Gerakan dari pipi dan mulut, seperti menghisap-hisap,mengunyah, mengecap, dan
menguap
4. Apnea berulang
5. Gerakan tonik tungkai
6. Gerakan mengunyah , salivasi berlebihan, perubahan pola pernafasan termasuk
apneu, berkedip, nistagmus, gerakan bersepeda atau mengayuh pedal , dan
perubahan warna.

Setiap gerakan yang tidak biasa pada neonatus, bila berlangsung beurlang-ulang dan
periodic perlu dipikirkan kemungkinan dari kejang.

b. Kejang klonik multifocal (migratory)

Gerakan klonik berpindah-pindah dari satu anggota gerak ke anggota gerak lainnya
secara tidak teratur. Kadang-kdang kejang yang satu dengan yang lainnya bersambungan,
dapat menyerupai kejang umum.

c. Kejang tonik
1. Ekstensi kedua tungkai, kadang-kadangan disertai fleksi kedua lengan
menyerupai keadaan dekortikasi.
2. Ditandai dengan postur tungkai dan badan yang kaku, dan kadang disertai
dengan deviasi mata yang tetap.
d. Kejang mioklonik
1. Berupa gerakan fleksi seketika seluruh tubuh, jarang terlihat pada neonatus.
2. Jingkatan jingkatan setempat atau menyeluruh tungkai atau badan sebentar
yang cenderung melibatkan kelompok otot distal.

Menurut Doenges (1993), kejang (konvulsion) adalah aktifitas motorik dan gangguan
fenomena sensorik akibat dari pelepasan muatan listrik secara tiba-tiba yang tidak terkontrol
dari sel saraf korteks serebral yang ditandai dengan serangan tiba-tiba dan disertai gangguan
kesadaran.Dalam bahasa lain, kejang merupakan pergerakan abnormal akibat perubahan
tonus otot yang distimulasi oleh pelepasan muatan listrik yang tidak terkontrol.
Berdasarkan gambaran klinisnya, kejang dapat diklasifikasikan menjadi 3 (tiga) yaitu
kejang tonik, kejang klonik dan kejang mioklonik.

a) Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terjadi pada bayi baru lahir dengan berat badan lahir rendah
(BBLR) dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi
prenatal berat. Bentuk klinis kejang tonik yaitu berupa pergerakan tonik satu
ekstremitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang
menyerupai desebrasi, atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk
dekortifikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai desebrasi haris dibedakan dengan
sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput
otak atau kernikterus.
b) Kejang Klonik
Kejang klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan permulaan fokal
dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinik kejang fokal berlangsung antara
1 - 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran, dan biasanya
tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini disebabkan oleh kontusio serebri
akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensefalopati
metabolik.
c) Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau
keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut
menyerupai gerakan refleks moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan
saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG kejang mioklonik pada bayi tidak
spesifik.

2.3 Epidemiologi

1. Frekuensi
a. Amerika Serikat
Antara 2% sampai 5% anak mengalami kejang demam sebelum usianya yang ke
5. Sekitar 1/3 dari mereka paling tidak mengalami 1 kali frekuensi.
b. Internasional
Kejadian kejang demam seperti di atas serupa di Eropa. Kejadian di Negara lain
berkisar antara 5 sampai 10% di India, 8.8% di Jepang, 14% di Guam, 0.35% di Hong
Kong, dan 0.5-1.5% di China.
2. Mortalitas/Morbiditas
a) Kejang demam biasanya tidak berbahaya.
b) Anak dengan kejang demam memiliki resiko epilepsy sedikit lebih tinggi
dibandingkan yang tidak (2% : 1%).
c) Faktor resiko untuk epilepsy di tahun-tahun berikutnya meliputi kejang demam
kompleks, riwayat epilepsy atau kelainan neurologi dalam keluarga, dan hambatan
pertumbuhan. Pasien dengan 2 faktor resiko tersebut mempunyai kemungkinan 10%
mendapatkan kejang demam.
3. Ras
Kejang demam terjadi pada semua ras.
4. Jenis kelamin
Beberapa penelitian menunjukkan kejadian lebih tinggi pada pria.
5. Usia
Kejang demam terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun.

2.4 Etiologi
1. Metabolik
a. Hipoglikemi
Bila kadar darah gula kurang dari 30 mg% pada neonatus cukup bulan dan kurang
dari 20 mg% pada bayi dengan berat badan lahir rendah. Hipoglikemia dapat
dengan/tanpa gejala. Gejala dapat berupa serangan apnea, kejang sianosis, minum lemah,
biasanya terdapat pada bayi berat badan lahir rendah, bayi kembar yang kecil, bayi dari
ibu penderita diabetes melitus, asfiksia.

b. Hipokalsemia
Yaitu keadaan kadar kalsium pada plasma kurang dari 8 mg/100 ml atau kurang dari 8
mg/100 ml atau kurang dari 4 MEq/L.
Gejalanya tangis dengan nada tinggi, tonus berkurang, kejang dan diantara dua serangan
bayi dalam keadaan baik.
c. Hipomagnesemia
Yaitu kadar magnesium dalam darah kurang dari 1,2 mEg/l. biasanya terdapat bersama-
sama dengan hipokalsemia, hipoglikemia dan lain-lain.
Gejala kejang yang tidak dapat di atasi atau hipokalsemia yang tidak dapat sembuh
dengan pengobatan yang adekuat.
d. Hiponatremia dan hypernatremia
Hiponatremia adalah kadar Na dalam serum kurang dari 130 mEg/l. gejalanya adalah
kejang, tremor. Hipertremia, kadar Na dalam darah lebih dari 145 mEg/l. Kejang yang
biasanya disebabkan oleh karena trombosis vena atau adanya petekis dalam otak.
e. Defisiensi pirodiksin dan dependensi piridoksisi.
Merupakan akibat kekurangan vitamin B6. gejalanya adalah kejang yang hebat dan tidak
hilang dengan pemberian obat anti kejang, kalsium, glukosa, dan lain-lain. Pengobatan
dengan memberikan 50 mg pirodiksin.
f. Asfiksia
Suatu keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan teratur segera setelah lahir etiologi
karena adanya gangguan pertukaran gas dan transfer O2 dari ibu ke janin.

2. Perdarahan intracranial
Dapat disebabkan oleh trauma lahir seperti asfiksia atau hipoksia, defisiensi
vitamin K, trombositopenia. Perdarahan dapat terjadi sub dural, dub aroknoid,
intraventrikulus dan intraserebral. Biasanya disertai hipoglikemia, hipokalsemia.
Diagnosis yang tepat sukar ditetapkan, fungsi lumbal dan offalmoskopi mungkin dapat
membantu diagnosis. Terapi : pemberian obat anti kejang dan perbaikan gangguan
metabolism bila ada.
3. Infeksi.
Infeksi dapat menyebabkan kejang, seperti : tetanus dan meningitis.
4. Genetik/kelainan bawaan
5. Penyebab lain
a. Polisikemia
Biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah, infufisiensi placenta, transfuse dari
bayi kembar yang satunya ke bayi kembar yang lain dengan kadar hemoktrokit di atas
65%
b. Kejang idiopatik
Tidak memerlukan pengobatan yang spesifik, bila tidak diketahui penyebabnya
berikan oksigen untuk sianosisnya
c. Toksin estrogen
Misalnya : hexachlorophene
2.5 Penyebab

Tak jarang bayi Indonesia mengalami kejang dan hal ini sangat mengkhawatirkan bagi
para orangtua. Sebenarnya apa yang menjadi penyebab bayi kejang? Kejang demam atau kejang
yang disertai demam biasanya terjadi karena bayi memang mengalami suatu penyakit.
Contohnya, bayi terkena infeksi pada saluran pencernaannya yang menyebabkan dia demam dan
kemudian kejang. Penyakit lainnya yang bisa menyebabkan kejang pada bayi adalah penyakit
radang telinga, infeksi pada paru dan infeksi lainnya.

Penyakit diabetes mellitus yang diderita oleh ibu bisa juga menjadi penyebab bayi
kejang. Ibu yang terkena penyakit kencing manis ini bisa menyebabkan bayi mengalami
kekurangan kadar gula darah. Selain itu, baybbi yang pada saat lahir memiliki berat badan lebih
dari 4 kg memiliki resiko terkena kejang hingga hari ke-28 dia dilahirkan. Kejang yang timbul
karena dua hal di atas biasanya tidak disertai demam.

Kejang yang tidak disertai demam biasanya juga terjadi karena kelainan di otak. Penyakit
yang mengganggu fungsi otak bayi bisa membangkitkan kejang. Misalnya perdarahan, tumor
dan radang yang terjadi di otak. Dalam hal ini kejang berkaitan dengan otak karena di dalam otak
terdapat pusat syaraf tubuh.
Kondisi pada saat hamil juga bisa menyebabkan kejang pada bayi jika ibu terinfeksi salah
satu dari virus TORCH. Selain itu, proses kelahiran juga bisa mempengaruhi kejang pada bayi
Indonesia. Seperti misalnya pada saat menjelang kelahiran, bayi mengalami infeksi atau cedera.
Demikian pula denganproses kelahiran yang sulit dan bayi yang lahir kuning. Hal-hal ini
membuat asupan oksigen ke otak berkurang sehingga bayi mengalami kejang.

Kejang pada bayi juga bisa disebabkan karena bayi memang menderita penyakit epilepsi.
Biasanya kejang karena epilepsi lama. Penyebab lain seperti terjadinya gangguan pada peredaran
darah dan gangguan metabolisme. Demikian pula karena keracunan makanan, alergi terhadap
sesuatu serta cacat bawaan bisa membuat bayi kejang.

Memang ada banyak kemungkinan yang bisa menyebabkan bayi kejang. Bisa juga
karena bayi demam. Tingginya suhu tubuh bayi bisa menyebabkan dia menjadi kejang.
Sebaiknya bila anak pernah mengalami kejang, konsultasikan ke dokter untuk mengetahui
penyebab pastinya.

Kejang neonatal bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain sebagai berikut:

a. Bayi yang tidak menangis pada waktu lahir adalah penyebab yang paling sering.
timbul pada 24 jam kehidupan pada kebanyakan kasus.
b. Perdarahan otak dapat timbul sebagai akibat dari kekurangan oksigen atau trauma
pada kepala. perdarahan ini biasanya diakibatkan oleh trauma dapat menimbulkan
kejang.
c. Kekurangan gula darah (hipoglikemia) sering timbul dengan gangguan pertumbuhan
dalam kandungan dan pada bayi dengan ibu penderita DM (Diabetes Mellitus). jarak
waktu antara hipoglikemia dan waktu sebelum pemberian awal pengobatan
merupakan waktu timbulnya kejang. kejang lebih jarang timbul pada ibu pendeita
diabetes, kemungkinan karena waktu hipoglikemia yang pendek.
d. Infeksi sekunder akibat bakteri dan nonbakteri dapat timbul pada bayi dalam
kandungan, selama persalinan, atau pada periode perinatal. seperti bakteri meningitis,
toksoplasmosis, sifilis, atau rubella (campak). resiko kejang adalah lebih tinggi jika
bayi prematur atau BBLR.
e. Adanya cedera jika persalinan
f. Bayi kuning disebut sebagai resiko bila terjadi pada hari pertama kelahiran. bayi
kuning akan normal bila terjadi dalam tiga hari.
g. Infeksi saat kehamilan (TORCH). terutama pada trimester pertama dikatakan sebagai
penyebab kejang.

2.6 Faktor Resiko

Faktor yang mempengaruhi kejang demam adalah:

A. Umur
 3% anak berumur di bawah 5 tahun pernah mengalami kejang demam.
 Insiden tertinggi terjadi pada usia 2 tahun dan menurun setelah 4 tahun, jarang
terjadi pada anak di bawah usia 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
 Serangan pertama biasanya terjadi dalam 2 tahun pertama dan kemudian menurun
dengan bertambahnya umur.
B. Jenis kelamin.
Kejang demam lebih sering terjadi pada anak laki-laki daripada perempuan
dengan perbandingan 2 : 1. Hal ini mungkin disebabkan oleh maturasi serebral yang lebih
cepat pada perempuan dibandingkan pada laki-laki.
C. Suhu badan.
Kenaikan suhu tubuh adalah syarat mutlak terjadinya kejang demam. Tinggi suhu
tubuh pada saat timbul serangan merupakan nilai ambang kejang. Ambang kejang
berbeda-beda untuk setiap anak, berkisar antara 38,3°C – 41,4°C. Adanya perbedaan
ambang kejang ini menerangkan mengapa pada seorang anak baru timbul kejang setelah
suhu tubuhnya meningkat sangat tinggi sedangkan pada anak yang lain kejang sudah
timbul walaupun suhu meningkat tidak terlalu tinggi. Dari kenyataan ini dapatlah
disimpulkan bahwa berulangnya kejang demam akan lebih sering pada anak dengan nilai
ambang kejang yang rendah.
D. Faktor keturunan
Faktor keturunan memegang peranan penting untuk terjadinya kejang demam.
Beberapa penulis mendapatkan bahwa 25 – 50% anak yang mengalami kejang demam
memiliki anggota keluarga ( orang tua, saudara kandung ) yang pernah mengalami kejang
demam sekurang-kurangnya sekali.
Faktor resiko kejang demam pertama yang penting adalah demam.6 Kejang demam
cenderung timbul dalam 24 jam pertama pada waktu sakit dengan demam atau pada waktu
demam tinggi.

Faktor –faktor lain diantaranya:

 Riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung.


 Perkembangan terlambat.
 Problem pada masa neonates.
 Anak dalam perawatan khusus. dan
 Kadar natrium rendah.

Setelah kejang demam pertama, kira-kira 33% anak akan mengalami satu kali rekurensi
atau lebih, dan kira-kira 9% anak mengalami 3 kali rekurensi atau lebih. Risiko rekurensi
meningkat dengan usia dini, cepatnya anak mendapat kejang setelah demam timbul,
temperatur yang rendah saat kejang, riwayat keluarga kejang demam, dan riwayat keluarga
epilepsi.Sekitar 1/3 anak dengan kejang demam pertamanya dapat mengalami kejang
rekuren.

Faktor resiko untuk kejang demam rekuren meliputi berikut ini:

a. Usia muda saat kejang demam pertama


b. Suhu yang rendah saat kejang pertama
c. Riwayat kejang demam dalam keluarga
d. Durasi yang cepat antara onset demam dan timbulnya kejang
e. Pasien dengan 4 faktor resiko ini memiliki lebih dari 70% kemungkinan rekuren.
Pasien tanpa faktor resiko tersebut memiliki kurang dari 20% kemungkinan rekuren.

DIAGNOSIS

Anamnesa :

1. Riwayat kehamilan
Bayi kecil untuk masa kehamilan
a. Bayi kurang bulan
b. Ibu tidak disuntik TT
c. Ibu menderita DM
2. Riwayat persalinan
a. Persalinan dengan tindakan
b. Persalinan presipitatus
c. Gawat janin
3. Riwayat kelahiran
a. Trauma lahir
b. Lahir asfiksia
c. Pemotongan tali pusat dengan alat tidak steril

Pemeriksaan kelainan fisik

1. Kesadaran

2. Suhu tubuh

3. Tanda-tanda infeksi lain

Penilaian kejang

1. Bentuk kejang
Gerakan bola mata abnormal, nistagmus, gerakan mengunyah, gerakan otot-otot
muka, timbulnya episode apnea, adanya kelemahan umum yang periodik, tremor, gerakan
klonik sebagian ekstremitas, tubuh kaku
2. Lama kejang
3. Pemeriksaan Diagnostik :
Pemeriksaan gula darah, elektrolit darah, AGD, darah tepi, lumbal pungsi
 EKG
 EEG
 Biakan darah
 Titer untuk toksoplasmosis, rubela, citomegalovirus, herpes
 Foto rontgen kepala
 USG kepala
2.8 Penatalaksanaan

Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang

1. Menjaga jalan nafas tetap bebas.


2. Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti kejang.
3. Mengobati penyebab kejang.

Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002) :

1. Diazepam.
Dosis 0,1-0,3 mg/kg BB IV disuntikan perlahan-lahan sampai kejang hilang atau
berhenti. Dapat diulangi pada kejang beruang, tetapi tidak dianjurkan untuk digunakan
pada dosis pemeliharaan.
2. Fenobarbital
Dosis 5-10 mg/kg BB IV disuntikkan perlahan-lahan, jika kejang berlanjut lagi
dalam 5-10 menit. Fenitoin diberikan apabila kejang tidak dapat di berikan 4-7 mg/kg BB
IV pada hari pertama di lanjutkan dengan dosis pemeliharaan 4-7 mg/kg BB atau oral
dalam 2 dosis.

Penanganan kejang pada BBL :

a. Bayi diletakan dalam tempat yang hangat.pastikan bahwa bayi tidak kedinginan.suhu
bayi dipertahankan 36,50C-370C.
b. Jalan nafas bayi dibersihkan dengan tindakan penghisapan lendir diseputar mulut
hidung sampai nasofaring.
c. Bila bayi apnea,dilakukan pertolongan agar bayi bernafas lagi dengan alat bantu
balon dan sungkup,diberi oksigen dengan kecepatan 2L/menit.
d. Dilakukan pemasangan infus intravena di pembuluh darah.
Perifer,ditangan,kaki atau kepala. Bila bayi diduga dilahirkan oleh ibu
berpenyakit diabetes mellitus,dilakukan pemasangan infuse melalui vena umbilikalis.
Bila infus sudah terpasang diberi obat anti kejang diazevam 0,5 Mg/Kg
supositoria/Im setiap 2 menit sampai kejang teratasi.kemudian ditambahkan luminal
(fenobarbital)30Mg I.M/I.V.
e. Nilai kondisi bayi selama 15 menit.perhatikan kelainan fisik yang ada.
f. Bila kejang sudah teratasi diberi cairan infuse dextrose 10% dengan kecepatan 60
Ml/Kg bb/hari.
g. Dilakukan anamesis mengenai keadaan bayi untuk mencari factor penyebab
kejang(perhatikan riwayat kehamilan,persalinan dan kelahiran).
 Apakah kemungkinan bayi di lahirkan oleh ibu berpenyakit DM.
 Apakah kemungkianan bayi premature.
 Apakah kemungkinan bayi mengalami asfeksia.
 Apakah kemingkinan ibu bayi pengidap atau menggunakan bahan narkotika.
 Kejang sudah teratasi, diambil bahan untuk pemeriksaan laboratorium untuk
mencari faktor penyebab, misalnya : darah tepi, elektrolit darah, gula darah,
kimia darah, kultur darah, pemeriksaan TORCH.
 Kecurigaan kearah sepsis (pemeriksaan pungsi lumbal).
 Kejang berulang, diazepam dapat diberikan sampai 2 kali.
h. Masih kejang : dilantin 1,5 mg/kgBB sebagai bolus iv diteruskan dalam dosis 20 mg
iv setiap 12 jam.
i. Belum teratasi : phenytoin 15 mg/kgBB iv dilanjutkan 2 mg/kg tiap 12 jam.
j. Hipokalsemia (hasil lab kalsium darah <8mg%) : diberi kalsium glukonas 10% 2
ml/kg dalam waktu 5-10 menit . apabila belum juga teratasi diberi pyridoxin 25-50
mg.
k. Hipoglikemia (hasil lab dextrosit/gula darah < 40 mg%) : diberi infus dextrose 10%
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Kejang pada bayi baru lahir ialah kejang yang timbul masa neonatus atau dalam 28 hari
sesudah lahir (Buku Kesehatan Anak) Menurut Brown (1974) kejang adalah suatu aritma
serebral. Kejang adalah perubahan secara tiba-tiba fungsi neurology baik fungsi motorik
maupun fungsi otonomik karena kelebihan pancaran listrik pada otak (Buku Pelayanan
Obstetric Neonatal Emergensi Dasar).
a. Klasifikasi kejang :
Bentuk kejang yang hampir tidak kelihatan (subtle) yang sering tidak diketahui
sebagai kejang,Kejang klonik multifocal (migratory),Kejang tonik,Kejang
mioklonik,Kejang mioklonik.
b. Faktor Resiko

Umur,Jenis kelamin,Faktor keturunan,Suhu badan dan lainnya.

c. Penatalaksanaan
(Prinsip tindakan untuk mengatasi kejang).
Menjaga jalan nafas tetap bebas,Mengatasi kejang dengan memberikan obat anti
kejang,Mengobati penyebab kejang.
d. Obat anti kejang (Buku Acuan Nasional Maternatal dan Neonatal, 2002)
1. Diazepam.
2. Fenobarbital.
B. Saran
Setiap bayi baru lahir beresiko mengalami kejam untuk itu diharapkan kepada bidan dan
ibu hamil untuk mengetahui gejala dari kejang dan pencegahannya.
DAFTAR PUSTAKA

Markum, A. H. dkk. 1981. Kegawatan Anak. Jakarta: Nuha Medika

Price, S. 1995. Patofisiologi. Jakarta:EGC

Saifudin,abdul bari.2002.Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal.Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sudarti,Afroh Fauziah.2012.Asuhan Kebidanan Neonatus,Bayi dan Anak


Balita.Yogyakarta : Nuha Medika.

Staf pengajar IKA FKUI.1985. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:bagian IKA FKUI

A. Etiologi
Penyebab kejang pada neonates, baik primer maupun skunder umumnya berkaitan erat
dengan kondisi bayi di dalam kandungan dan saat proses persalinan serta masa-masa bayi
baru lahir. Kejang pada bayi baru lahir kurang bisa dikenali karena bentuknya berbeda
dengan kejang pada orang dewasa atau anak. Hal tersebut disebabkan karena ketidak
matangan organ korteks pada bayi baru lahir. Beberapa hal yang mungkin merupakan
factor penyebab kejang adalah sebagai berikut :
1. Komplikasi pada saat kehamilan dan kelahiran.
a. Ibu tidak imunisasi TT sehingga dapat menyebabkan infeksi.
b. Perdarahan pada saat usia kehamilan kurang dari 28 minggu, sehingga
menyebabkan hipoksia.
c. Gawat janin pada masa kehamilan dan persalinan yang mengharuskan dilakukan
induksi persalinan. Kondisi ini dapat menyebabkan asfiksia.
d. Alat-alat yang digunakan untuk proses pertolongan persalinan tidak steril
sehingga menyebabkan terjadinya infeksi.
e. Persalinan dengan tindakan (vacuum ekstraksi, cunam, dan forcep) dapat
menyebabkantrauma susunan saraf pusat.
f. Trauma pada janin selama dalam kandungan atau selama persalinan dapat
menyebabkan perdarahan intrakranial.
g. Ibu hamil yang menderita DM.
2. Kelainan metabolisme.
a. Hipokalsemia.
b. Hipomagnesemia.
c. Defesiensi dan ketergantungan akan piridoksin.
d. Aminoasiduria.
e. Hiponatremia.
f. Hipernatremia.
g. Hiperbilirubinemia.

B. Tanda dan gejala

Anda mungkin juga menyukai